Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun Oleh: Muhammad Reza Marifatullah

(1102016136)

Pembimbing:

dr.Ronny, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang mengambil topik
“Kehamilan Ektopik Terganggu.” Kehamilan ektopik terganggu merupakan salah satu
kasus di bidang obstetri dan ginekologi, dipandang perlu untuk mendapatkan perhatian
yang serius, karena jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat akan dapat
mengakibatkan efek yang fatal bagi penderitanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran khususnya
Bagian Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta, Februari 2023

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v
DAFTAR BAGAN.................................................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Definisi ............................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ....................................................................................... 4
2.3 Etiologi ............................................................................................... 5
2.4 Patofisiologi ........................................................................................ 8
2.5 Patologi ............................................................................................... 10
2.6 Gambaran Klinis ................................................................................. 10
2.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 15
2.8 Diagnosis ............................................................................................ 23
2.9 Diagnosis Banding .............................................................................. 24
2.10 Penatalaksanaan .................................................................................. 25
2.11 Komplikasi .......................................................................................... 30
2.12 Prognosis ............................................................................................. 31
BAB. 3. LAPORAN KASUS................................................................................... 32
3.1. Identitas ...................................................................................................... 32
3.2. Anamneis ................................................................................................... 32
3.3. Pemeriksaan Fisik ...................................................................................... 33
3.4. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 34
3.5. Diagnosis Banding...................................................................................... 35
3.6. Diagnosis Kerja .......................................................................................... 35
3.7. Penatalaksanaan ......................................................................................... 35
3.8. Follow Up .................................................................................................. 36
BAB. 4. PEMBAHASAN ......................................................................................... 38
4.1. Diagnosis .................................................................................................... 38
4.2. Diagnosis Banding ..................................................................................... 42
4.3. Penatalaksanaan ......................................................................................... 42
4.4. Komplikasi ................................................................................................. 43
4.5. Prognosis .................................................................................................... 43
BAB. 5. RINGKASAN ............................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 45
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita ........................................................ 3


Gambar 2. Lokasi Kehamilan Ektopik ...................................................................... 4
Gambar 3. Kehamilan Ektopik ................................................................................. 6
Gambar 4. Kehamilan Ektopik Tuba ........................................................................ 9
Gambar 5. Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik .................................................... 10
Gambar 6. Gambar USG Kehamilan Ektopik............................................................ 19
DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron


Serum dan β-HCG..................................................................................... 23
Bagan 2. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik
BAB I
PENDAHULUAN 
 
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai
dengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat yang bila
lambat ditangani akan berakibat fatal bagi penderita. Kehamilan ektopik terganggu
merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama.
Karena manifestasinya yang cukup dramatis, sering kali KET dijumpai terlebih dahulu
bukan oleh dokter-dokter ahli kebidanan, melainkan dokter-dokter yang bekerja di unit
gawat darurat, sehingga entitas ini perlu diketahui oleh setiap dokter.
Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat diagnostik
yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang. Meskipun
demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
obstetri. Perkembangan teknologi fertilitas dan kontrasepsi memang di satu sisi
menyelesaikan masalah infertilitas maupun KB, namun di sisi lain menciptakan masalah
baru. Kehamilan ektopik dapat terjadi sebagai akibat usaha fertilisasi in vitro pada
seorang ibu, dan kehamilan ektopik tersebut dapat menurunkan kesempatan pasangan
infertil yang bersangkutan untuk mendapatkan anak pada usaha berikutnya. Masalah
yang lain ialah masalah diagnosis. Tidak semua pusat kesehatan di negara ini
mempunyai fasilitas pencitraan, dan dalam menghadapi pasien yang datang dengan
keluhan maupun tanda KET, tidak semua dokter, terutama primary-care physician,
segera memikirkan KET sebagai salah satu diagnosis banding. Hal ini mengakibatkan
keterlambatan diagnosis dan terapi yang adekuat.
Kehamilan ektopik yang belum terganggu juga menjadi masalah tersendiri, karena
seolah-olah menjadi bom waktu dalam tubuh pasien. Hal ini terjadi bila tidak ada
fasilitas diagnostik yang menunjang, seperti yang terjadi di berbagai daerah rural di
Indonesia. Dengan diagnosis yang tepat dan cepat kesejahteraan ibu, bahkan janin, dapat
ditingkatkan.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian
kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara
26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28
sampai 1:329 tiap kehamilan. Saat ini lebih dari 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika
adalah kehamilan ektopik. Resiko kematian akibat akibat kematian di luar rahim 10 kali
lebih besar daripada persalinan pervaginam dan 50 kali lebih besar daripada abortus
induksi.
Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan
perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis KET tidak khas,
sehingga menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat adalah bahwa setiap wanita dalam
masa reproduksi dengan keluhan telat haid yang disertai dengan nyeri perut bagian
bawah perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya KET.
Seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran, penderita KET telah dapat ditangani secara
adekuat, sehingga mengurangi angka kematian karena komplikasi penyakit tersebut. Hal
yang harus diingat ialah KET bisa dihadapi baik oleh dokter umum maupun dokter
spesialis, sehingga setiap dokter umum harus dapat mengenali tanda-tanda KET,
sehingga penderita dapat segera tertangani.  
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah Suatu kehamilan yang hasil konsepsinya berimplantasi
diluar kavum uteri, kehamilan ektopik terganggu adalah Suatu kehamilan yang hasil
konsepsinya berimplantasi diluar kavum uteri,yang berakhir dengan abortus atau ruptur
tuba.
Hampir 95 kehamilan ektopik terimplantasi di berbagai segmen tuba uterina. di
indonesia kejadian kehamilan ektopik yaitu sekitar 5-6 per 1000 kehamilan.
Menurut lokasinya kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan :

Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita

1. Tuba fallopii (hampir 95%)


a. Pars interstisialis (2-3%)
b. Isthmus (12%)
c. Ampulla (70%)
d. Fimbria (11%)
2. Serviks (<1%)
3. Ovarium (3%)
4. Intraligamenter
5. Abdominal (1%)
6. Kehamilan heterotopik
Gambar 2. Lokasi Kehamilan Ektopik
Kehamilan Tuba

Menurut tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi menjadi:

1. Kehamilan ampula : dalam ampula tuba


2. Kehamilan istmus : dalam istmus tuba
3. Kehamilan interstisial: dalam pars interstisialis tuba

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka
kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1
diantara 26 persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki
resiko 1,6 kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita
kulit putih. Di Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang
mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %.
Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13
kali lebih besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami
kehamilan ektopik.
2.3 Etiologi

Gambar.3 Kehamilan Ektopik

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8:


A. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang
telah dibuahi ke kavum uteri.
1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi lipatan
arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa tuba akibat infeksi
dapat turut menyebabkan implantasi zigot dalam tuba fallopi. Bukti infeksi
Klamidia (antibodi dalam sirkulasi) berhubungan dengan peningkatan 2 kali
lipat risiko kehamilan ektopik.
2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas,
apendisitis ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba dan
penyempitan lumennya.
3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium assesorius dan
hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.
4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami kehamilan
ektopik, insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi 7 hingga 15
persen. Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis
yang terjadi sebelumnya.
5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk memperbaiki
patensi tuba atau kadang-kadang dilakukan pada kegagalan sterilisasi..
6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko
terjadinya kehamilan ektopik. Kenaikan risiko ini kemungkinan akibat
peningkatan insiden salpingitis.
7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa.
8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir ini
telah meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat bahwa
penggunaan IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan risiko
kehamilan ektopik dan malahan merupakan proteksi terhadap kehamilan.

B. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah


dibuahi ke dalam kavum uteri
1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali pada
kasus-kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal, sehingga terjadi
hemiuterus dengan kornu uterina rudimenter dan tidak berhubungan. Risiko
terjadinya kehamilan ektopik dapat pula sedikit meningkat pada wanita
dengan satu oviduk kalau saja dia mengalami ovulasi dari ovarium sisi
kontra lateralnya. Kelambatan pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat
saluran tuba atau oviduk akibat migrasi eksternal akan meningkatkan sifat-
sifat invasif blastokis sementara masih berada di dalam oviduk. Peristiwa ini
mungkin bukan faktor yang penting dalam proses terjadinya kehamilan
ektopik pada manusia.
2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya
kehamilan ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan
menstruasi pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat
mencegah masuknya ovum ke dalam uterus atau menyebabkan ovum
tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang mendukung fenomena ini tidak
banyak.
3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar
estrogen dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan afinitas
reseptor adrenergik dalam otot polos uterus serta tuba fallopi kemungkinan
benar menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak pada peningkatan
insiden kehamilan ektopik yang dilaporkan setelah penggunaan preparat
kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin. Juga dilaporkan
peningkatan insiden kehamilan ektopik sebesar 4 hingga 13 persen di antara
para wanita yang pernah mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES)
intrauteri. Kejadian ini mungkin lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas
tuba daripada oleh abnormalitas strukturnya.
C. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi.
Unsur- unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi dalam tuba.
Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokus-fokus endometriosis
dalam tuba fallopi, namun hal ini merupakan keadaan yang jarang dijumpai.
 
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi
yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi
interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam
lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan
janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi dan
tebalnya dinding tuba.1
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara
utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur kehamilan
antara 6-10 minggu.1,3
Gambar.4 Kehamilan Ektopik Tuba

Perkembangan kehamilan tuba

Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu
ke 6 hingga ke-12, yang sering antara minggu ke 6-8.

Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara yakni abortus tuba atau rupture tuba.

a. Abortus tuba
Oleh karena senantiasa membesar, telur menembus endosalping (selaput
lender tuba), masuk ke dalam lumen, lalu keluar ke arah infundulum. Peristiwa
ini terutama terjadi bila telur berimplantasi di ampula tuba. Implantasi telur di
ampula tuba biasanya bersifat kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lender
di tempat ini tinggi dan banyak. Lagi pula, rongga tuba di ampula tuba lebih
mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba.
Keluarnya abortus tuba dari ujung tuba menimbulkan perdarahan yang mengisi
kavum douglasi, yang di sebut hematokel retriuterin. Adakalanya ujung tuba
tertutup oleh perlekatan sehingga darah terkumpul di dalam tub dan
menggembungkan tuba, keadaan ini di sebut hematosalping
b. Rupture tuba
Implantasi telur di dalam istmus tuba menyebabkan telur mampu
menemus lapisan otot tuba kea rah kavum peritoneum. Lipatan –lipatan
selaput lendir di istmus tuba tidak seberapa banyak, sehingga besar
kemungkinan tekur berimplantasi secara interkolumnar. Dengan demikian,
trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba. Kemungkinan pertumbuhan kea
rah rongga tuba pun kecil karena rongga tuba sempit, sehingga telur
menembus dinding tuba kea rah rongga perut atau peritoneum.
Rupture tuba istmus terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba
ke daerah ini cukup tipis. Namun, rupture pars interstisialis terjadi lebih
lambat, bahkan terkadang baru terjadi pada bulan ke 4, karena lapisan ini
cukup tebal.
Kasus : pasien pada kasus ini, di dapatkan bahwa pasien mengalami kehamilan
ektopik terganggu, dimana hasil konsepsi berada di tuba fallopi dan berakhir
dengan abortus tuba.

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan
namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat
dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit
namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada
pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus
berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba.
Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.1
Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik

2.5 Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum graviditatis
dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula
menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang
disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-
lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya
ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan
yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua
yang degeneratif.1

2.6 Gambaran Klinis


Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu amenore,
nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam.1,10 Gejala ini umumnya terdapat
hanya pada 50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah mengalami ruptur.
Nyeri pada abdomen merupakan keluhan yang paling sering. Dalam buku teks dengan
uraian mengenai kasus-kasus kehamilan tuba yang ruptur, haid yang normal digantikan
dengan perdarahan per vaginam yang agak tertunda dan biasanya disebut dengan istilah
“spotting”. Tiba-tiba wanita ini akan merasakan nyeri abdomen bawah yang hebat dan
kerapkali dijelaskan sebagai rasa nyeri yang tajam, menusuk serta seperti perasaan
terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi yang berkisar dari gejala vertigo hingga
sinkop. Perabaan abdomen menunjukkan nyeri tekan, dan pemeriksaan pervaginam,
khususnya ketika serviksnya digerakkan, menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Forniks
posterior vagina dapat menonjol karena adanya darah dalam kavum Douglas, dan adanya
benjolan yang nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus. Keluhan iritasi
diafragma yang ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu khususnya saat inspirasi
mungkin terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup
banyak. Keadaan ini disebabkan oleh darah intraperitoneal yang menimbulkan iritasi
pada saraf sensorik yang mempersarafi permukaan inferior diafragma, khususnya saat
inspirasi. Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala hipotensi ketika disuruh
berbaring terlentang. Pada kasus-kasus kehamilan tuba dengan gambaran klinis tersebut
diatas, diagnosis tidak sulit untuk dibuat. Meskipun demikian, gejala dan tanda
kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,
abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat pendarahan yang terjadi dan keadaan
umum penderita sebelum hamil. Hal ini menyebabkan gambaran klinis kehamilan
ektopik sangat bervariasi, dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut
sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.4,5,6
Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai ialah
sebagai berikut 1,4,6,8,9:
1. Nyeri perut
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi
pada kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan bisa
terjadi baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan sebagai
nyeri tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang timbul. Pada
ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya sangat
berat disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam kavum peritonei. Biasanya pada
abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula
terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri
menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat
merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk
hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya mulai
7-14 hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi
endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan; namun
bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus
akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian janin dan
berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus
biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat terputus-putus atau terus
menerus . Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin.
Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan
tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga
dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin
sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan
berbagai penulis berkisar antara 23-97%. Riwayat amenore tidak ditemukan pada
seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap
perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid
yang normal, dan dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila
riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci
berkenaan dengan waktu mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula
untuk menanyakan apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap
perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi dan hipotensi.
Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah (> 110 kali/menit),
pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30 kali/menit), cemas, kesadaran
menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan berlangsung terus dan terjadi
hipovolemia yang signifikan. Stabile dan Grudzinskas (1990) melaporkan dari 2400
wanita dengan kehamilan ektopik, hampir 1-4% dalam keadaan syok.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh
hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi
pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus pada
kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam keadaan
hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh massa
ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga
panggul. Massa ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya
massa berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan terjadinya
infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba keras. Hampir selalu
massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Timbulnya massa pelvis
disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan nyeri tekan
kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan
peritoneum oleh darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium
dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara
kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada salpingitis akut,
suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari,
dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang
mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba
yang terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam
lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat
dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan
berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlengketan, dan
akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis akhirnya
akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa pembedahan. Pada sebagian lainnya,
hematokel dapat ruptur ke dalam kavum peritonei atau mengalami infeksi dan
membentuk abses. Kendati demikian, peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa
tidak enak terus menerus akibat adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan
memeriksakan diri ke dokter beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah
ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.4,5,6
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak
dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-gejala yang
samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.4,5,6
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba
penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering
muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama
kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga
ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan
intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol dan
nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar
disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba
atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita
mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan
adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda
anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-lama dapat menggembung
karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah uterus (hematosalping) yang
kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina sehingga kavum Douglas sangat
menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Penderita
juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan merasa tenesmus, setelah seminggu
merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari uterus dengan kadang-kadang disertai oleh
pengeluaran jaringan desidua.
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik atau
menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas,
demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat.
Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam keadaan demikian,
alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan diagnosis. 
Kasus : pada kasus ini di dapatkan pasien mengeluhkan adanya nyeri perut sejak 2
hari SMRS yang di rasakan semakin memberat, kemudian pasien mengaku tidak
keluar haid sejak 2 bulan yang lalu, pada pemeriksaan dalam di dapatkan adanya
nyeri pada saat porsio di gerakkan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis kehamilan
ektopik ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb
disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk mempertahankan
volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb
yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan
didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut.
Pada kasus jenis tidak mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa
penurunan Hb baru terlihat setelah 24 jam 4,5,6.
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda
perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi
pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya
infeksi pelvic. 4,5,6
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar
yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes
yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi tes negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil
konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan
menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana
mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang paling
sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik gonadotropin yang
berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan penggunaannya dan
kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan hasil positif yang besarnya
hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita dengan kehamilan ektopik. 4,8
Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu
panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai
normal yang paling rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan
mengurangkan nilai mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya dengan
nilai mula-mula tersebut untuk kemudian dikalikan dengan seratus sehingga didapatkan
suatu presentase. Kadar dkk mengingatkan bahwa kedua pengukuran kadar beta-hCG
harus dilakukan pada waktu yang bersamaan dan bahwa hasil-hasil yang lebih dapat
diandalkan bisa di peroleh dengan interval waktu 48 jam. Mereka menyimpulkan bahwa
kegagalan untuk mempertahankan kecepatan peningkatan produksi beta-hCG ini
bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti yang sangat subjektif kearah
kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui bahwa rancangan ini akan
menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa hasil tes tersebut secara
keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal sebagai kelainan ektopik dan 13 %
wanita kelainan ektopik sebagai wanita normal.6
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam hingga
mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang doubling time,
serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85 %
kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga
kurang dari 41 hari kehamilan. 5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis
dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal
dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal biasanya
ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta
massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah
satu minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.4,8
Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang berlokasi pada permukaan
endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi
terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik
tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk sac
sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu
setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur
kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari
atau lebih setelah konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan
ektopik.6,8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam uterus
pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah bisa dilihat
dengan USG abdominal.11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain
sebagai berikut :11
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah
sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal,
konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan
mengandung fetal pole, yolk sac, atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar
dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas
kardiak.
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik
terletak diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole,
yolk sac atau keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat
menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan adanya
aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang
tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada awal
kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal
mungkin.6,8
Gambar 6a. Gambaran USG menunjukkan Gambar 6b. Garis merah - bagian luar uterus,
kehamilan intrauterin dan kehamilan tuba hijau - uterus, kuning - kehamilan ektopik.
Cairan dalam uterus yang dilingkari warna
biru disebut dengan “pseudosac"

Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh
ektopik garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm
(diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.

3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG


Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG serum
1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan
tingkat akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat kemungkinan
klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG: 4
a. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di
dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan
normal pada dasarnya bisa dipastikan.
b. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong,
maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini
jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri
jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan
terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat
ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam
uterus dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.
d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk
melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan
USG abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya
usia kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek
kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami
abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan kemudian terbentuk
kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan
adanya kehamilan ektopik.
4. Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada
darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum, kemudian
sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior vagina ke
dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya.
Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini mungkin berasal dari
pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari kehamilan ektopik yang
mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari tempat ruptur dan darah
dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat membeku.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita dengan
riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas kemungkinan sudah
mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah dari kavum Douglas
tidak meniadakan kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan tentu saja bukan
merupakan bukti yang menentang adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.4
5. Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik
lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang melibatkan
lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa 70% dari
penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih dari 25
ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang mempunyai kadar
progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada
kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia
pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL
mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak sampai
100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone serum kurang
dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.
6. Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar kasus,
kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan titer HCG
yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan hasilnya
dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang
mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya
menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase dalam larutan salin dapat
mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yang mengalami kehamilan ektopik dan
kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan kehamilan intrauterine. Karena
ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan
untuk konfirmasi.4,6,8
7. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ
pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang disempurnakan
telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya untuk menggunakan
sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan cahaya untuk melihat
organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi yang aman dan berhasil
memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang berpengalaman, ruang operasi dan
biasanya tindakan anestesi seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul
mungkin tidak dapat dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru
atau sudah lama terjadi. Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa
terjadinya ruptur sulit dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat
seluruhnya.4,8 Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain
itu laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa ektopik
dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 4.
8. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis
daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan
pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati dan
diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering dipermudah
dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan lewat
laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi jangan ditunda meskipun
dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam panggul atau abdomen
yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi dikerjakan bila penderita
secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif secepatnya 4. 

Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan ß-Hcg
2.8 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut yang
biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik lainnya
seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-kadang
gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat
dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab,
nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan
dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang
sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol
oleh karena terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi
Kasus : pada kasus ini di dapatkan pasien mengeluhkan adanya nyeri perut,
kemudian pasien mengaku tidak keluar haid sejak 2 bulan yang lalu, pada
pemeriksaan dalam di dapatkan adanya nyeri pada saat porsio di gerakkan. Di
lakukan juga pemeriksaan USG untuk menunjang diagnosis KET.
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens,
kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta
apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir sama
dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai
berikut:4,5,6,7,8,10
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan
negatif. 
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih
merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.

3. Ruptur korpus luteum


Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan
ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks kurang
nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney. 

2.10 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan
tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada
kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan
histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada
kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat
sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak
dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan
dinding perut ditutup.

Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk


mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa
ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam
upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap kehamilan
ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk mempertahankan
fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan dijelaskan pertama dan
kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik pembedahan yang lebih baru untuk
mempertahankan kelangsungan fungsi tuba fallopi.4,5,6,8,11
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk
baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba (tindakan ini
dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan dalam
puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat eksisi tersebut.
Harus dihindari reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau
tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada
kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan
interstisial selanjutnya tidak dapat dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah
dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita
maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya. Dengan
demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling dekat pada tuba fallopi
yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan
menghindari kemungkinan terjadinya migrasi eksterna ovum serta kehamilan ektopik
yang bisa timbul akibat telur yang peripatetik tersebut.
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan
ektopik, ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika
wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik yang
terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang diambil
dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan keadaan
pasien baik, dokter dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak, tubektomi
biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko. Sebaliknya, semua
organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang masih ingin hamil lagi,
sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan dihadapinya pada kehamilan berikutnya
cukup besar.
4. Menyelamatkan tuba fallopi
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat tuba
harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur pembedahan yang
lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan memberikan hasil akhir
yang lebih baik lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa tindakan bedah rekonstruksi
tuba dibahas dibawah ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan
panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba fallopi.
Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas antimesenterik di
dekat kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya akan menonjol keluar dari
lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati. Tempat perdarahan
dikendalikan dengan elektrokauter atau laser, dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan
sampai sembuh sendiri.
b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi
langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan forseps atau
diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan larutan ringer laktat
(jangan memakai larutan salin isotonik), sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan
dikendalikan seperti dijelaskan di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan dilakukan
dengan jahitan satu lapis memakai benang vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur
dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi kemungkinan
akan menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil
ini. Setelah segmen tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus
tuba yang berisikan implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan
dengan demikian merapatkan kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut
kemudian dianastomosiskan satu sama lain secara berlapis dengan benang vicryl 7-0
yang dijahit satu per satu (jahitan terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan
pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa
yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan
serosa akan menambah kekuatan pada lapisan pertama.
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan untuk
mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau “mengisap” implantasi
ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan
disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila
dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat angka pembedahan
reeksplorasi yang tinggi untuk mengatasi perdarahan rekuren akibat jaringan trofoblastik
persisten.
KEHAMILAN EKTOPIK

Tidak terganggu Terganggu

(Observasi KE) (Curiga KET)

MRS, Rapid Test, USG Transvaginal Akut (KET) Kronik


Obs 24 jam T/N/R/Keluhan/Hb (Hemato cele)
Douglas Punctie
(KP)
GS (+)

Intra Uteri

GS (-) / GS (+)
PPT (-)
Extra Uteri

GS (-) /
PPT (+)

Laparotomi/Proof
Bukan KE
Laparotomi

Bagan 2. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada pengobatan
terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada orang dewasa.
MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase, sebuah enzim yang
mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi
untuk transport 1 grup karbon selama sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa
tetrahidrofolat sintetis DNA dan perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami
gangguan. Proliferasi sel yang aktif seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel
fetal, demikian juga pada sel mukosa mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang
paling sensitive terhadap efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari masa
ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak digunakan
jika kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang dari 6
minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan beta-hCG
tidak lebih dari 15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a, Stoval, 1995).
Menurut American College of Obstetrician and Gynecologists (1998), kontraindikasi
termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru
aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu sesuai
dengan hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada
kehamilan lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara medis atau
pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen dan
pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan hubungan
seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk vitamin
prenatal.

Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4
dan 7
 Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.
 Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari
pertama.
 Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX dan
hitung sebagai hari pertama.
 Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung
persisten setelah 3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
 MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
 Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48 jam,
atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak terdeteksi.

Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek
samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek samping
yang paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan gastroenteritis (1
%). Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan kasus juga
menggambarkan netropenia dan demam yang mengancam jiwa, pneumonitis akibat
induce obat, dan alopesia (Buster dan Pisarska, 1999).4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20 hari.
Pada kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG meningkat pada 4
hari pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu resolusi 27 hari.
Lipscomb dkk (1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan kesembuhan rata-rata,
yaitu level beta hCG kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari. Waktu terlama adalah 109
hari. 4

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa
syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1,4,5,6,8,10
. Komplikasi yang lain
berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua
hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani
terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat
pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya
angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan
lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping
berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan
hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan,
tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan
memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15
mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.4,6,8  
Kasus : pada kasus ini di rencanakan tindakan laparotomy, sebelum di lakukan
laparotomy pasien di berikan infis RL, namun tidak di berikan transfuse darah,
karena jumlah Hb > 8 g/dL. Di lakukan juga tindakan Salpingotomi di karenakan
terjadi pada abortus tuba. Setelah di lakukan operasi Salpingotomi , pasien di
berikan ketorolak untuk mencegah nyeri pasca operasi dan di berikan anti biotik
(cefotaxim dan metronidazole) untuk mencegah terjadinya infeksi pasca operasi.

2.12 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan
kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami
kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.
Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah
mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup,
sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan melahirkan
anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami kehamilan
ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus
dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6 
Kasus : pada kasus ini diagnosis KET pada pasien di tegakkan dengan cepat
sehingga prognosis pada kasus ini bonam
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 29 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat :kec. Cikarang Barat Kab Bekasi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Masuk RS : 01-02-2023

3.2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah sejak 2 Hari SMRS.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 2 hari yang lalu
memberat 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah,
mendadak, dirasakan seperti tertusuk dan terjadi terus menerus hingga os masuk
rumah sakit. Nyeri tidak menghilang meskipun os mengganti posisi tubuhnya dan
mengakibatkan os tidak dapat berjalan. Keluhan nyeri seperti ini belum pernah
dirasakan sebelumnya oleh os. Os juga mengeluh keluar flek-flek darah lewat
kemaluannya sejak pagi hari (1 Februari 2023), sedikit-sedikit, berwarna
kecoklatan, dan keluar terus menerus. Os juga mengeluh merasa sangat lemas
sejak kemarin malam hingga os tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Keluhan
mual-mual ringan disertai muntah juga dirasakan oleh os sejak awal
kehamilannya. Tidak ada keluhan BAK dan BAB. Riwayat pingsan, panas badan
disangkal oleh os.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya tidak ada riwayat hipertensi, Eklamsia (+), diabetes (-),
penyakit kardiovaskuler (-), penyakit paru (-), penyakit ginjal (-), dan penyakit
liver (-). Riwayat operasi (-). Riwayat keguguran (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi, dan ayah pasien memiliki riwayat DM

5. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah memeriksakan keluhannya sebelumnya.

6. Riwayat Alergi
Pasien tidak terdapat alergi terhadap obat-obatan, makanan, minuman, cuaca atau
suhu tertentu dan debu.

7. Riwayat Psikososial
Pola makan pasien teratur, 3 x/hari. Sehari-hari pasien mengonsumsi nasi putih,
lauk pauk, dan sayur-sayuran jarang mengonsumsi buah. Pasien mengaku tidak
mengonsumsi alkohol, merokok (-), kopi (-) serta jarang berolahraga.

8. Riwayat Pernikahan
Saat ini merupakan pernikahan pasien yang pertama dan telah berjalan selama 10
tahun, pasien menikah pada usia 20 tahun.

9. Riwayat Menstruasi
 Menarche : 12 tahun
 Siklus haid : Teratur
 Lama haid : 7 hari
 Panjang siklus : 28 hari

10. Riwayat Kontrasepsi


 Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan
11. Riwayat Obstetrik
 Hari Pertama Haid Terakhir : 29 november 2022
 Gravida : G3P2(+1)A0
 Usia kehamilan : 7 - 8 minggu

12. Riwayat Persalinan


No. Tahun Usia Tempat Jenis Penolong Anak
Persalinan Kehamilan Persalinan Persalinan Persalinan
1 2014 6 bulan 6 Rumah SC Sp.OG Jk : P
hari Sakit Eklamsia BB : 2500
gr
Sehat
2022 7 Bulan 10 Rumah SC Sp.OG Jk : L
hari Sakit Lilitan BB : 3000
Tali Pusat gr
Meninggal
2 Hamil ini
(2020)

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


1. Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Suhu : 36,5 oC
- Pernapasan : 22 kali/menit
- Nadi : 68 kali/menit
 Status Gizi
- BB : 50 kg
- TB : 155 cm
- IMT : 20 kg/cm²

2. Pemeriksaan Fisik Generalis


 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), RCL (+/+),
pupil bulat & isokor
 Leher : Pembesaran KGB (-/-), Pembesaran Tiroid (-/-)
 Thorax : Normochest, Gerak Simetris
 Payudara : Simetris, Hiperpigmentasi areola mamae.
 Paru-Paru :
- I : Dinding dada simetris
- P: Vocal fremitus simetris
- P: Sonor pada kedua lapang paru
- A: Vesicular +/+
 Jantung : Bunyi I/II regular
 Abdomen : datar lunak, nyeri tekan (+)
 Ekstremitas Atas : Akral hangat (+/+), Edem (-), dan Crt : < 2
detik (+/+)
Ekstremitas Bawah : Akral hangat (+/+), Edem (-), dan Crt : < 2 detik

3.4. STATUS OBSTETRI


 Pemeriksaan luar
 Inspeksi :
Abdomen : datar (+), linea nigra (-), striae gravidarum (-),
bekas operasi (+),
Alat kelamin : tampak adanya bercak darah.
Palpasi : TFU : tidak teraba ballotement (-). Nyeri tekan (+)

 Pemeriksaan Dalam/VT :
 Vagina dan vulva : tidak ada kelainan
 Portio kuncup
 Nyeri goyang portio (+)
 Pembukaan tidak ada

3.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
(01/02/2023)
Hematologi
Lengkap
Haemoglobin 12,3 12-16 g/dL
Hematokrit 37 37-47 %
Eritrosit 4.66 4.2-5.4 10^6/µL
Leukosit 13.8 4.8-10.8 10^3/µL
Trombosit 289 150-450 10^3/µL
MCV 80 80-94 fL
MCH 26 27-31 pg
MCHC 33 33-37 %
Differential
Limfosit % 6 20-40 %
Monosit % 3 2-9 %
Neutrofil % 91 50-70 %
Eosinofil % 0 1-6 %
Basofil % 0 0-0.2 %

(02/02/2023)
Hematologi
Lengkap
Haemoglobin 11,4 12-16 g/dL
Hematokrit 35 37-47 %
Eritrosit 4.32 4.2-5.4 10^6/µL
Leukosit 11.7 4.8-10.8 10^3/µL
Trombosit 265 150-450 10^3/µL

Pemeriksaan USG

Kesan:
Kehamilan ektopik. ( GS tervisualisasi di aspek anterior uterus,
dengan janin tunggal DJJ (+) )
Tak tampak cairan bebas du intra cavum abdomen.

3.6. RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 2 hari yang lalu
memberat 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah,
mendadak, dirasakan seperti tertusuk. Nyeri tidak menghilangdengan
perubahan posisi. Os juga mengeluh keluar flek-flek darah lewat
kemaluannya sejak pagi hari (1 Februari 2023), sedikit-sedikit, berwarna
kecoklatan, dan keluar terus menerus. Keluhan mual-mual ringan disertai
muntah juga dirasakan oleh os sejak awal kehamilannya. Tidak ada
keluhan BAK dan BAB. Riwayat pingsan, panas badan disangkal oleh os.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah:120/80 mmHg,
Suhu: 36,5oC, Pernapasan: 22 kali/menit, Nadi : 68 kali/menit, pasien
nampak sakit sedang. Di dapatkan nyeri tekan pada abdomen.
Pada saat dilakukan palpasi didapatkan: Fundus uteri tidak teraba, nyeri
tekan (+). Inspeksi: vagina dan vulva tidak ada kelainan, perdarahan (+).
Pemeriksaan Dalam (VT): Vagina dan vulva tidak ada kelainan, portio
kuncup, Nyeri goyang portio (+), Pembukaan tidak ada.
Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 12,3 (01/02) dan 11,4 (02/02) dan
pemeriksaan USG didapatkan kesan kehamilan ektopik.

3.7. DIAGNOSIS BANDING


 Mola Hidatidosa
 Abortus imminens

3.8. DIAGNOSIS KERJA


G3P2(+1)A0 uk 7-8 minggu + Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

3.9. PENATALAKSANAAN
Terapi. : Infus RL 20 tetes/menit
Ceftriakson 1 gr/ 12 jam Drip
Gentamicin 80 mg 2x IV
Propenid supp 3x
Persiapan darah
Konsul toleransi Op Sp.An
Monitoring : Keluhan
Vital Sign
KIE : Os dan suami tentang kondisi pasien termasuk diagnosa,tentang
rencana tindakan segera beserta manfaat dan resiko dari tindakan yang akan
dilakukan.
Durante operasi (2 Februari 2023) :
 Ditemukan Abortus tuba pars Ampularis dextra dengan pendarah +/- 50
CC
 Ovariun dextra et sinistra dan tuba sinistra normal
 Dilakukan Salpingotomi linier dextra
 Follow up post salpingotomi :
Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi: 22 x/menit
Ass : Pasca salfingotomi linear dextra oleh karena abortus tuba pars ampularis
dextra hari ke-0

Tx :
 Puasa 6 jam
 IUFD ~ anastesi
 Ceftroakxon 2 x 1 g
 propenid supp 2x1
 gentamicin 3x 80 mg IV
Mx : Obs. 2 jam pasca laparotomi
KIE

3.8 PERJALANAN PENYAKIT


Follow up di ruangan

Tgl S O A P
2- Nyeri St present Pasca Tx:
02- perut (+), TD : 110/80 salfingotomi Puasa 6 jam
23 BAB (-) N : 78 x/mnt dextra ec/ IVFD ~ anestesi
BAK (+) RR : 20 x/mnt abortus tuba Cefotaxim 2 x 1g
 kateter) Tax : 36,8°C pars ampulla Gentamicin 2x80 mg IV
Flatus (-), dextra hari-0 Inj ketorolak 2x1 Amp
St general: dbn
Mx: Obs Keluhan, Vital
St ginekologi sign
Abdomen :
Distensi (-), BU KIE
(+) N, Nyeri tekan
(+), Luka operasi
terawat

3- Nyeri luka St present Pasca Tx:


02- op. (+), TD : 100/70 salfingotomi IVFD RL 20 tpm
23 Ma/mi +/+ N : 71 x/mnt dextra ec/ Cefotaxim 2 x 1g
BAB (-) RR : 22 x/mnt abortus tuba Gentamicin 2x80 mg IV
BAK (+) Tax : 36,8°C pars ampulla Inj ketorolak 2x1 Amp
Flatus (+) dextra hari -1
St general: dbn Mx: Obs Keluhan, Vital
sign
St ginekologi
Abdomen : KIE mobilisasi
Distensi (-), BU
(+) N, Nyeri tekan
(+), Luka operasi
terawat

4- Nyeri St present Pasca


02- perut (+) TD : 110/70 salfingotomi Tx:
23 Ma/mi +/+ N : 90 x/mnt dextra ec/ IVFD RL 20 tpm dengan
BAB (+) RR : 20 x/mnt abortus tuba Cefadroksil 500 mg 3x1
BAK (+) Tax : 36,5°C pars ampulla P.O
dextra hari -2 PCT 500 mg 3x1 P.O
St general: dbn SF 2x1 P.O
Mx: Obs Keluhan, Vital
St ginekologi sign
Abdomen :
Distensi (-), BU KIE mobilisasi
(+) N, Nyeri tekan
(-), Luka operasi
terawat
5- Nyeri St present Pasca Tx:
02- perut (+) TD : 100/70 salfingotomi Aff infus
23 berkurang N : 80 x/mnt dextra ec/
RR : 20 x/mnt abortus tuba Mx: Obs Keluhan, Vital
Tax : 36,9°C pars ampulla sign
dextra hari -3
St general: dbn KIE
BLPL
St ginekologi Kontrol poli obgyn
Abdomen :
Distensi (-), BU
(+) N, Nyeri tekan
(+) berkurang,
Luka operasi
terawat
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berikut adalah perbandingan antara teori dan
temuan-temuan klinis yang dijumpai pada pasien yang mendukung diagnosa KET pada
pasien.
No. Teori Pasien
1. Anamnesis Anamnesis
1. Trias klasik KET - Riwayat telat haid (+) dengan HPHT
- Amenorea (29-November-2023)
- Nyeri perut - Nyeri perut mendadak di seluruh perut
- Perdarahan pervaginam bawah yang berat dan terus menerus.
1. Tanda-tanda hamil muda - Flek-flek berwarna kecoklatan pagi
- Mual-muntah hari sebelum MRS.
- Rasa tegang pada payudara - Mual-mual ringan sejak mulai merasa
telat haid.
2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda syok: - Tidak di temukan tanda tanda syok
- Tekanan darah menurun (sistolik denga TTV Baik
< 90 mmHg) - Status Ginekologi:
- Nadi cepat dan lemah (> 110 Abdomen:BU (+) N, Nyeri perut bwah
kali permenit) (+)
- Pucat, berkeringat dingin, kulit Nyeri tekan (+)
yang lembab Vagina :
- Nafas cepat (> 30 kali permenit) (Insp) : Flx (+), fl (-), P  (-),
- Cemas, kesadaran berkurang atau (VT) : Po: Flx (+), fl (-), P  (-),
tidak sadar. nyeri goyang (+)
2. Gejala akut abdomen CU: AF b/c > N
- Nyeri tekan AP: massa -/-, nyeri +/+
- Defance musculare
1. Pemeriksaan ginekologi
- Servik teraba lunak,
- Nyeri goyang,
- Korpus uteri normal atau sedikit
membesar,
- Kavum Douglas menonjol oleh
karena terisi darah.

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium 1. Laboratorium
- Hb menurun - HGb: 12.3 g/dL
- Leukosit normal/meningkat - WBC: 13.8 . 103/Ul
- PPT (+)
1. USG 1. USG
- GS (-) intrauterin, (+) di - GS intrauterin (-)
ekstrauterin Kesan: Kehamilan ektopik
- Tanda cairan bebas pada kavum
abdomen 2. Kuldosintesis : blm dilakukan,
- Massa abnormal di daerah pelvis
2. Kombinasi USG dengan
pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
- GS (-) intrauterin
- Kadar ß-hCG serum 1500
mIU/ml atau lebih,
3. Kuldosintesis
- Darah (+) di cavum Douglass
4. Kadar progesteron
- < 5 ng/mL
5. Kuretase uterus
- Vili (-)
6. Laparoskopi
7. Laparotomi

Berdasarkan tabel diatas, pada kolom anamnesis dapat dilihat bahwa pasien memenuhi semua
kriteria anamnesis untuk KET. Dari HPHT didapatkan umur kehamilan pada saat
pemeriksaan adalah 7-8 minggu, dan hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
sebagian besar kehamilan ektopik pada tuba akan terganggu pada umur kehamilan antara 6 –
10 minggu.1,3 Hal ini terjadi karena tuba bukan tempat ideal untuk pertumbuhan hasil
konsepsi, dimana pada umur kehamilan 6 – 10 minggu vili korialis dengan mudah dapat
menembus endosalping (karena pembentukan desidua tuba yang tidak sempurna) dan masuk
ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Proses ini
selanjutnya akan diikuti dengan terjadinya abortus tuba atau ruptur dari tuba yang
menyebabkan berakhirnya kehamilan.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri yang timbul tidak
seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi
setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke
seluruh perut bawah yang mana merupa nyeri dari abortus tuba. Jika yang terjadi ruptur tuba
nyeri yang di rasa mendadak dan berat. Pada umumnya nyeri seperti ini terjadi pada ruptur
tuba akibat darah yang mengalir deras ke dalam kavum peritonei. Dari kondisi ini,
disimpulkan kemungkinan pasien mengalami Abortus tuba.
Flek-flek yang dialami oleh pasien merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik. Flek-flek ini merupakan akibat dari perdarahan yang berasal dari uterus. Selama
fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan.
Perdarahan uterus akan terjadi bila dukungan endokrin terhadap endometrium sudah tidak
memadai lagi, dan ini terjadi jika janin telah mati. Pada keadaan telah terjadi kematian janin
pembentukan hormon hCG akan terganggu dan akan diikuti dengan terjadinya pelepasan
desidua yang bermanifestasi dalam bentuk perdarahan uterus.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual-mual ringan. Mual-muntah pada awal
kehamilan dipengaruhi oleh peningkatan kadar ß-hCG serum. Akan tetapi masing-masing
wanita hamil memilki respon yang berbeda-beda, tidak semua wanita hamil akan mengalami
mual muntah meskipun kadar ß-hCG serumnya meningkat. Pada umumnya, makin tinggi
peningkatan kadar ß-hCG, mual-muntah yang terjadi akan semakin berat. Jaringan trofoblas,
sebagai penghasil ß-hCG, pada kehamilan ektopik menghasilkan ß-hCG yang lebih rendah
daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itulah kejadian mual muntah pada wanita
dengan kehamilan ektopik jarang atau terjadi lebih ringan dibandingkan wanita dengan
kehamilan normal. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh pasien.
Pemeriksaan pada abdomen pasien, ditemukan fundus uteri yang masih tidak teraba,
hal ini sesuai dengan umur kehamilan pasien 7-8 minggu. Pada kehamilan ektopik, uterus
juga membesar karena pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan
pertama, dimana tetap terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir
mendekati ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin
masih dalam keadaan hidup.
Pemeriksaan dalam pada vagina juga mendukung bahwa pasien memang dalam
keadaan hamil (porsio yang livide). Nyeri goyang pada porsio, nyeri pada adneksa dan
parametrium. Nyeri goyang pada porsio mendukung adanya rangsangan (iritasi) oleh darah
pada peritoneum. Tidak terdapat massa pada adneksa parametrium.
Hasil penghitungan leukosit menunjukkan terjadinya peningkatan kadar leukosit.
Perdarahan yang banyak juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit biasanya normal atau sedikit meningkat ini berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda
perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik
dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi
pelvik
Pemeriksaan PPT dengan hasil yang positif dengan ditunjang hasil USG yang menunjukkan
tidak adanya kantong gestasi di intrauterin, menguatkan diagnosa bahwa pasien dalam
keadaan hamil ektopik yang terganggu (KET).
Khusus mengenai perbedaan hamil ektopik dengan hamil intrauterin, dapat dilihat pada tabel
berikut:
Jenis
Klinis Ultrasonografi Biomarker
Kehamilan
Ektopik - Nyeri perut berat, - GS intrauterin - ß-hCG > 1500
mendadak/perlahan,lahan (-) mIU/mL
- Perdarahan pervaginam - Tanda cairan - Progesteron < 5
sedikit-sedikit, berwarna bebas (+) ng/mL
kecoklatan - Massa
- Mual-muntah <<< abnormal di
daerah pelvis
Intrauterin - Nyeri perut (-)/ringan dan - GS intrauterin - ß-hCG > 6000
sementara (+) mIU/mL
- Perdarahan pervaginam, lebih - Endometrial
banyak, warna lebih merah line (+) - Progesteron >
- Mual-muntah >>> - Tanda cairan 25 ng/mL
bebas (-)

Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan adalah kuldosintesis dengan hasil (+) diaspirasi
darah berwarna kehitaman.

1. Nyeri perut.
Nyeri perut dapat bersifat bilateral atau unilateral di bagian bawah perut, dan
terkadang sampai ke bagian atas perut. Bila kavum abdomen terisi darah lebih
dari 500 ml, perut akan menegang dan terasa nyeri bila di tekan, usus
terdistensi, dan terkadang timbul nyeri menjalar ke bahu dan leher akibat
rngsang darah terhadap diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan oleh palpasi
abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang porsio)
2. Amenorea
Amenorea terjadi akibat adanya sekresi hormone HCG (Human Chorionic
Gonadotropin). Hormone ini akan menyebabkan korpus luteum mensekresikan
lebih banyak lagi hormo progesterone dan estrogen, dimana hal ini akan
menyebabkan terhentinya siklus haid.
3. Perdarahan pervaginam
Kematian telur menyebabkan desidua mengalami degenerasi dan nekrosis.
Desidua kemudian di keluarkan dalam bentuk perdarahan, umumnya volume
perdarahan sedikit.

4.2. DIAGNOSIS BANDING


Pasien didiagnosis banding dengan abortus iminens oleh karena adanya nyeri perut disertai
dengan adanya riwayat keluar darah dari vagina serta hasil PPT (+). Diagnosis abortus
akhirnya disingkirkan oleh karena pada abortus biasanya darah yang keluar lebih banyak,
berwarna merah segar, dan tidak hanya berupa flek-flek. Ditemukan adanya nyeri goyang
porsio dan penonjolan kavum douglas menunjukkan tanda-tanda adanya darah yang
terkumpul pada rongga pelvis, dimana hal ini mendukung diagnosis ke arah KET.

4.3. PENATALAKSANAAN
. Pada pasien diberikan infus RL 20 tetes/menit, dengan terus dilakukannya monitoring tanda-
tanda vital. Kemudian seharusnya dilakukan cek Hb serial setiap 2 jam untuk memantau
apakah terdapat penurunan Hb. Apabila Hb < 9 gr/dL maka dilakukan tranfusi PRC. Namun
karena kondisi emergency dan Setelah mendapat persetujuan dari keluarga dilakukan
tindakan laparatomi untuk menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena ruptur tuba.
Tindakan laparatomi yang dilakukan bersifat sebagai alat diagnostik sekaligus terapeutik.
Setelah ditelusuri didapatkan abortus tuba pars ampularis kanan. Setelah mendapatkan
perawatan selama 3 hari kondisi pasien membaik dan pasien diijinkan untuk pulang.

4.4. PROGNOSIS
Pasien memiliki riwayat KET pada kehamilan pertama. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada
tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0 - 4,6 %.
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Pada pasien ini, pemulihan berlangsung dengan baik.
BAB 5
RINGKASAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan,
berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini
dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu adalah
kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium
kavum uterus dan menimbulkan keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan
kehamilan ektopik ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal
dan penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu membedakannya
dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran yang hampir sama seperti
infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel dan korpus luteum yang pecah,
kista ovarium dengan putaran tangkai dan apendisitis.
Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan sesuai
dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus.
Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral
untuk mencegah kehamilan ektopik berulang. 

 
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Kebidanan;


Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002; 323-334
2. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta; Yayasan
Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204
3. Delfi L. Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri; jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 1998; 226-37
4. Cunningham FG, gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, haulth JC, Wenstrom KD. Ectopic
Pregnancy. In: William Obstetrics, 21thed; USA; Mc graw hill; 2001; pp 883-910
5. Lipscomb GH. Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Principles for Practice.In:
Ling FW,Duff P editor. International edition;USA. Mc Graw Hill; 2001;pp 1134-1147
6. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic Pregnancy In Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility, 6thed.Philadelphia.Lippincot William & Wilkins,
1999,pp 1149-1164
7. Chapin DS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Friedman EA, Acker DB, Scachs BP. Seri
Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta; Binarupa Aksara; 2000. Hal 54-56.
8. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novak’s Gynecology. 13thed.Philadelphia Lippincot
Williams & Wilkins, 2002, pp510-534
9. Beck WW, Jr. Ectopic Pregnancy. In: Obstetrics and Gynecology 4 ed. William &
Wilkins the Science of Review. New York. 1996; 315-320
10. Pearson J, Rooyen JV. Ectopic Pregnancy. In: Bandowski BJ, Hearne AE, Lambrou
BJC, For HE, Wallase EE editor. The Jhons Hopkins Manual Of Gynecology and
Obstetric; 2nd ed. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins; 2002;pp 305-13.
11. Braun, RD. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Available in :
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm. Last Update : 26 Januari 2007.
Accessed : 1 April 2010.
12. Ectopic Pregnancy. A Guide for Patients. American Society For Reproductive
Medicine.1996.

Anda mungkin juga menyukai