(1102016136)
Pembimbing:
dr.Ronny, Sp.OG
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang mengambil topik
Kehamilan Ektopik Terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan salah satu
kasus di bidang obstetri dan ginekologi, dipandang perlu untuk mendapatkan perhatian
yang serius, karena jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat akan dapat
mengakibatkan efek yang fatal bagi penderitanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran khususnya
Bagian Obstetri dan Ginekologi.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v
DAFTAR BAGAN.................................................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Definisi ............................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ....................................................................................... 4
2.3 Etiologi ............................................................................................... 5
2.4 Patofisiologi ........................................................................................ 8
2.5 Patologi ............................................................................................... 10
2.6 Gambaran Klinis ................................................................................. 10
2.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 15
2.8 Diagnosis ............................................................................................ 23
2.9 Diagnosis Banding .............................................................................. 24
2.10 Penatalaksanaan .................................................................................. 25
2.11 Komplikasi .......................................................................................... 30
2.12 Prognosis ............................................................................................. 31
BAB. 3. LAPORAN KASUS................................................................................... 32
3.1. Identitas ...................................................................................................... 32
3.2. Anamneis ................................................................................................... 32
3.3. Pemeriksaan Fisik ...................................................................................... 33
3.4. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 34
3.5. Diagnosis Banding...................................................................................... 35
3.6. Diagnosis Kerja .......................................................................................... 35
3.7. Penatalaksanaan ......................................................................................... 35
3.8. Follow Up .................................................................................................. 36
BAB. 4. PEMBAHASAN ......................................................................................... 38
4.1. Diagnosis .................................................................................................... 38
4.2. Diagnosis Banding ..................................................................................... 42
4.3. Penatalaksanaan ......................................................................................... 42
4.4. Komplikasi ................................................................................................. 43
4.5. Prognosis .................................................................................................... 43
BAB. 5. RINGKASAN ............................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 45
DAFTAR GAMBAR
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah Suatu kehamilan yang hasil konsepsinya berimplantasi
diluar kavum uteri, kehamilan ektopik terganggu adalah Suatu kehamilan yang hasil
konsepsinya berimplantasi diluar kavum uteri,yang berakhir dengan abortus atau ruptur
tuba.
Hampir 95 kehamilan ektopik terimplantasi di berbagai segmen tuba uterina. di
indonesia kejadian kehamilan ektopik yaitu sekitar 5-6 per 1000 kehamilan.
Menurut lokasinya kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan :
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka
kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1
diantara 26 persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki
resiko 1,6 kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita
kulit putih. Di Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang
mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %.
Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13
kali lebih besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami
kehamilan ektopik.
2.3 Etiologi
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu
ke 6 hingga ke-12, yang sering antara minggu ke 6-8.
Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara yakni abortus tuba atau rupture tuba.
a. Abortus tuba
Oleh karena senantiasa membesar, telur menembus endosalping (selaput
lender tuba), masuk ke dalam lumen, lalu keluar ke arah infundulum. Peristiwa
ini terutama terjadi bila telur berimplantasi di ampula tuba. Implantasi telur di
ampula tuba biasanya bersifat kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lender
di tempat ini tinggi dan banyak. Lagi pula, rongga tuba di ampula tuba lebih
mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba.
Keluarnya abortus tuba dari ujung tuba menimbulkan perdarahan yang mengisi
kavum douglasi, yang di sebut hematokel retriuterin. Adakalanya ujung tuba
tertutup oleh perlekatan sehingga darah terkumpul di dalam tub dan
menggembungkan tuba, keadaan ini di sebut hematosalping
b. Rupture tuba
Implantasi telur di dalam istmus tuba menyebabkan telur mampu
menemus lapisan otot tuba kea rah kavum peritoneum. Lipatan lipatan
selaput lendir di istmus tuba tidak seberapa banyak, sehingga besar
kemungkinan tekur berimplantasi secara interkolumnar. Dengan demikian,
trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba. Kemungkinan pertumbuhan kea
rah rongga tuba pun kecil karena rongga tuba sempit, sehingga telur
menembus dinding tuba kea rah rongga perut atau peritoneum.
Rupture tuba istmus terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba
ke daerah ini cukup tipis. Namun, rupture pars interstisialis terjadi lebih
lambat, bahkan terkadang baru terjadi pada bulan ke 4, karena lapisan ini
cukup tebal.
Kasus : pasien pada kasus ini, di dapatkan bahwa pasien mengalami kehamilan
ektopik terganggu, dimana hasil konsepsi berada di tuba fallopi dan berakhir
dengan abortus tuba.
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan
namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat
dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit
namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada
pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus
berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba.
Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.1
Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik
2.5 Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum graviditatis
dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula
menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang
disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-
lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya
ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan
yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua
yang degeneratif.1
Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh
ektopik garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm
(diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.
Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan ß-Hcg
2.8 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut yang
biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik lainnya
seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-kadang
gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat
dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab,
nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan
dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang
sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol
oleh karena terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi
Kasus : pada kasus ini di dapatkan pasien mengeluhkan adanya nyeri perut,
kemudian pasien mengaku tidak keluar haid sejak 2 bulan yang lalu, pada
pemeriksaan dalam di dapatkan adanya nyeri pada saat porsio di gerakkan. Di
lakukan juga pemeriksaan USG untuk menunjang diagnosis KET.
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens,
kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta
apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir sama
dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai
berikut:4,5,6,7,8,10
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan
negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih
merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan
tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada
kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan
histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada
kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat
sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak
dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan
dinding perut ditutup.
Intra Uteri
GS (-) / GS (+)
PPT (-)
Extra Uteri
GS (-) /
PPT (+)
Laparotomi/Proof
Bukan KE
Laparotomi
Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada pengobatan
terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada orang dewasa.
MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase, sebuah enzim yang
mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi
untuk transport 1 grup karbon selama sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa
tetrahidrofolat sintetis DNA dan perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami
gangguan. Proliferasi sel yang aktif seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel
fetal, demikian juga pada sel mukosa mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang
paling sensitive terhadap efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari masa
ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak digunakan
jika kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang dari 6
minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan beta-hCG
tidak lebih dari 15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a, Stoval, 1995).
Menurut American College of Obstetrician and Gynecologists (1998), kontraindikasi
termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru
aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu sesuai
dengan hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada
kehamilan lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara medis atau
pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen dan
pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan hubungan
seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk vitamin
prenatal.
Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4
dan 7
Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.
Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari
pertama.
Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX dan
hitung sebagai hari pertama.
Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung
persisten setelah 3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48 jam,
atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak terdeteksi.
Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek
samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek samping
yang paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan gastroenteritis (1
%). Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan kasus juga
menggambarkan netropenia dan demam yang mengancam jiwa, pneumonitis akibat
induce obat, dan alopesia (Buster dan Pisarska, 1999).4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20 hari.
Pada kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG meningkat pada 4
hari pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu resolusi 27 hari.
Lipscomb dkk (1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan kesembuhan rata-rata,
yaitu level beta hCG kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari. Waktu terlama adalah 109
hari. 4
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa
syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1,4,5,6,8,10
. Komplikasi yang lain
berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua
hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani
terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat
pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya
angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan
lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping
berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan
hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan,
tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan
memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15
mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.4,6,8
Kasus : pada kasus ini di rencanakan tindakan laparotomy, sebelum di lakukan
laparotomy pasien di berikan infis RL, namun tidak di berikan transfuse darah,
karena jumlah Hb > 8 g/dL. Di lakukan juga tindakan Salpingotomi di karenakan
terjadi pada abortus tuba. Setelah di lakukan operasi Salpingotomi , pasien di
berikan ketorolak untuk mencegah nyeri pasca operasi dan di berikan anti biotik
(cefotaxim dan metronidazole) untuk mencegah terjadinya infeksi pasca operasi.
2.12 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan
kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami
kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.
Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah
mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup,
sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan melahirkan
anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami kehamilan
ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus
dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6
Kasus : pada kasus ini diagnosis KET pada pasien di tegakkan dengan cepat
sehingga prognosis pada kasus ini bonam
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 29 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat :kec. Cikarang Barat Kab Bekasi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Masuk RS : 01-02-2023
3.2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah sejak 2 Hari SMRS.
5. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah memeriksakan keluhannya sebelumnya.
6. Riwayat Alergi
Pasien tidak terdapat alergi terhadap obat-obatan, makanan, minuman, cuaca atau
suhu tertentu dan debu.
7. Riwayat Psikososial
Pola makan pasien teratur, 3 x/hari. Sehari-hari pasien mengonsumsi nasi putih,
lauk pauk, dan sayur-sayuran jarang mengonsumsi buah. Pasien mengaku tidak
mengonsumsi alkohol, merokok (-), kopi (-) serta jarang berolahraga.
8. Riwayat Pernikahan
Saat ini merupakan pernikahan pasien yang pertama dan telah berjalan selama 10
tahun, pasien menikah pada usia 20 tahun.
9. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : Teratur
Lama haid : 7 hari
Panjang siklus : 28 hari
Pemeriksaan Dalam/VT :
Vagina dan vulva : tidak ada kelainan
Portio kuncup
Nyeri goyang portio (+)
Pembukaan tidak ada
(02/02/2023)
Hematologi
Lengkap
Haemoglobin 11,4 12-16 g/dL
Hematokrit 35 37-47 %
Eritrosit 4.32 4.2-5.4 10^6/µL
Leukosit 11.7 4.8-10.8 10^3/µL
Trombosit 265 150-450 10^3/µL
Pemeriksaan USG
Kesan:
Kehamilan ektopik. ( GS tervisualisasi di aspek anterior uterus,
dengan janin tunggal DJJ (+) )
Tak tampak cairan bebas du intra cavum abdomen.
3.6. RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 2 hari yang lalu
memberat 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah,
mendadak, dirasakan seperti tertusuk. Nyeri tidak menghilangdengan
perubahan posisi. Os juga mengeluh keluar flek-flek darah lewat
kemaluannya sejak pagi hari (1 Februari 2023), sedikit-sedikit, berwarna
kecoklatan, dan keluar terus menerus. Keluhan mual-mual ringan disertai
muntah juga dirasakan oleh os sejak awal kehamilannya. Tidak ada
keluhan BAK dan BAB. Riwayat pingsan, panas badan disangkal oleh os.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah:120/80 mmHg,
Suhu: 36,5oC, Pernapasan: 22 kali/menit, Nadi : 68 kali/menit, pasien
nampak sakit sedang. Di dapatkan nyeri tekan pada abdomen.
Pada saat dilakukan palpasi didapatkan: Fundus uteri tidak teraba, nyeri
tekan (+). Inspeksi: vagina dan vulva tidak ada kelainan, perdarahan (+).
Pemeriksaan Dalam (VT): Vagina dan vulva tidak ada kelainan, portio
kuncup, Nyeri goyang portio (+), Pembukaan tidak ada.
Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 12,3 (01/02) dan 11,4 (02/02) dan
pemeriksaan USG didapatkan kesan kehamilan ektopik.
3.9. PENATALAKSANAAN
Terapi. : Infus RL 20 tetes/menit
Ceftriakson 1 gr/ 12 jam Drip
Gentamicin 80 mg 2x IV
Propenid supp 3x
Persiapan darah
Konsul toleransi Op Sp.An
Monitoring : Keluhan
Vital Sign
KIE : Os dan suami tentang kondisi pasien termasuk diagnosa,tentang
rencana tindakan segera beserta manfaat dan resiko dari tindakan yang akan
dilakukan.
Durante operasi (2 Februari 2023) :
Ditemukan Abortus tuba pars Ampularis dextra dengan pendarah +/- 50
CC
Ovariun dextra et sinistra dan tuba sinistra normal
Dilakukan Salpingotomi linier dextra
Follow up post salpingotomi :
Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi: 22 x/menit
Ass : Pasca salfingotomi linear dextra oleh karena abortus tuba pars ampularis
dextra hari ke-0
Tx :
Puasa 6 jam
IUFD ~ anastesi
Ceftroakxon 2 x 1 g
propenid supp 2x1
gentamicin 3x 80 mg IV
Mx : Obs. 2 jam pasca laparotomi
KIE
Tgl S O A P
2- Nyeri St present Pasca Tx:
02- perut (+), TD : 110/80 salfingotomi Puasa 6 jam
23 BAB (-) N : 78 x/mnt dextra ec/ IVFD ~ anestesi
BAK (+) RR : 20 x/mnt abortus tuba Cefotaxim 2 x 1g
kateter) Tax : 36,8°C pars ampulla Gentamicin 2x80 mg IV
Flatus (-), dextra hari-0 Inj ketorolak 2x1 Amp
St general: dbn
Mx: Obs Keluhan, Vital
St ginekologi sign
Abdomen :
Distensi (-), BU KIE
(+) N, Nyeri tekan
(+), Luka operasi
terawat
4.1. DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berikut adalah perbandingan antara teori dan
temuan-temuan klinis yang dijumpai pada pasien yang mendukung diagnosa KET pada
pasien.
No. Teori Pasien
1. Anamnesis Anamnesis
1. Trias klasik KET - Riwayat telat haid (+) dengan HPHT
- Amenorea (29-November-2023)
- Nyeri perut - Nyeri perut mendadak di seluruh perut
- Perdarahan pervaginam bawah yang berat dan terus menerus.
1. Tanda-tanda hamil muda - Flek-flek berwarna kecoklatan pagi
- Mual-muntah hari sebelum MRS.
- Rasa tegang pada payudara - Mual-mual ringan sejak mulai merasa
telat haid.
2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda syok: - Tidak di temukan tanda tanda syok
- Tekanan darah menurun (sistolik denga TTV Baik
< 90 mmHg) - Status Ginekologi:
- Nadi cepat dan lemah (> 110 Abdomen:BU (+) N, Nyeri perut bwah
kali permenit) (+)
- Pucat, berkeringat dingin, kulit Nyeri tekan (+)
yang lembab Vagina :
- Nafas cepat (> 30 kali permenit) (Insp) : Flx (+), fl (-), P (-),
- Cemas, kesadaran berkurang atau (VT) : Po: Flx (+), fl (-), P (-),
tidak sadar. nyeri goyang (+)
2. Gejala akut abdomen CU: AF b/c > N
- Nyeri tekan AP: massa -/-, nyeri +/+
- Defance musculare
1. Pemeriksaan ginekologi
- Servik teraba lunak,
- Nyeri goyang,
- Korpus uteri normal atau sedikit
membesar,
- Kavum Douglas menonjol oleh
karena terisi darah.
Berdasarkan tabel diatas, pada kolom anamnesis dapat dilihat bahwa pasien memenuhi semua
kriteria anamnesis untuk KET. Dari HPHT didapatkan umur kehamilan pada saat
pemeriksaan adalah 7-8 minggu, dan hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
sebagian besar kehamilan ektopik pada tuba akan terganggu pada umur kehamilan antara 6
10 minggu.1,3 Hal ini terjadi karena tuba bukan tempat ideal untuk pertumbuhan hasil
konsepsi, dimana pada umur kehamilan 6 10 minggu vili korialis dengan mudah dapat
menembus endosalping (karena pembentukan desidua tuba yang tidak sempurna) dan masuk
ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Proses ini
selanjutnya akan diikuti dengan terjadinya abortus tuba atau ruptur dari tuba yang
menyebabkan berakhirnya kehamilan.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri yang timbul tidak
seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi
setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke
seluruh perut bawah yang mana merupa nyeri dari abortus tuba. Jika yang terjadi ruptur tuba
nyeri yang di rasa mendadak dan berat. Pada umumnya nyeri seperti ini terjadi pada ruptur
tuba akibat darah yang mengalir deras ke dalam kavum peritonei. Dari kondisi ini,
disimpulkan kemungkinan pasien mengalami Abortus tuba.
Flek-flek yang dialami oleh pasien merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik. Flek-flek ini merupakan akibat dari perdarahan yang berasal dari uterus. Selama
fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan.
Perdarahan uterus akan terjadi bila dukungan endokrin terhadap endometrium sudah tidak
memadai lagi, dan ini terjadi jika janin telah mati. Pada keadaan telah terjadi kematian janin
pembentukan hormon hCG akan terganggu dan akan diikuti dengan terjadinya pelepasan
desidua yang bermanifestasi dalam bentuk perdarahan uterus.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual-mual ringan. Mual-muntah pada awal
kehamilan dipengaruhi oleh peningkatan kadar ß-hCG serum. Akan tetapi masing-masing
wanita hamil memilki respon yang berbeda-beda, tidak semua wanita hamil akan mengalami
mual muntah meskipun kadar ß-hCG serumnya meningkat. Pada umumnya, makin tinggi
peningkatan kadar ß-hCG, mual-muntah yang terjadi akan semakin berat. Jaringan trofoblas,
sebagai penghasil ß-hCG, pada kehamilan ektopik menghasilkan ß-hCG yang lebih rendah
daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itulah kejadian mual muntah pada wanita
dengan kehamilan ektopik jarang atau terjadi lebih ringan dibandingkan wanita dengan
kehamilan normal. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh pasien.
Pemeriksaan pada abdomen pasien, ditemukan fundus uteri yang masih tidak teraba,
hal ini sesuai dengan umur kehamilan pasien 7-8 minggu. Pada kehamilan ektopik, uterus
juga membesar karena pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan
pertama, dimana tetap terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir
mendekati ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin
masih dalam keadaan hidup.
Pemeriksaan dalam pada vagina juga mendukung bahwa pasien memang dalam
keadaan hamil (porsio yang livide). Nyeri goyang pada porsio, nyeri pada adneksa dan
parametrium. Nyeri goyang pada porsio mendukung adanya rangsangan (iritasi) oleh darah
pada peritoneum. Tidak terdapat massa pada adneksa parametrium.
Hasil penghitungan leukosit menunjukkan terjadinya peningkatan kadar leukosit.
Perdarahan yang banyak juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit biasanya normal atau sedikit meningkat ini berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda
perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik
dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi
pelvik
Pemeriksaan PPT dengan hasil yang positif dengan ditunjang hasil USG yang menunjukkan
tidak adanya kantong gestasi di intrauterin, menguatkan diagnosa bahwa pasien dalam
keadaan hamil ektopik yang terganggu (KET).
Khusus mengenai perbedaan hamil ektopik dengan hamil intrauterin, dapat dilihat pada tabel
berikut:
Jenis
Klinis Ultrasonografi Biomarker
Kehamilan
Ektopik - Nyeri perut berat, - GS intrauterin - ß-hCG > 1500
mendadak/perlahan,lahan (-) mIU/mL
- Perdarahan pervaginam - Tanda cairan - Progesteron < 5
sedikit-sedikit, berwarna bebas (+) ng/mL
kecoklatan - Massa
- Mual-muntah <<< abnormal di
daerah pelvis
Intrauterin - Nyeri perut (-)/ringan dan - GS intrauterin - ß-hCG > 6000
sementara (+) mIU/mL
- Perdarahan pervaginam, lebih - Endometrial
banyak, warna lebih merah line (+) - Progesteron >
- Mual-muntah >>> - Tanda cairan 25 ng/mL
bebas (-)
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan adalah kuldosintesis dengan hasil (+) diaspirasi
darah berwarna kehitaman.
1. Nyeri perut.
Nyeri perut dapat bersifat bilateral atau unilateral di bagian bawah perut, dan
terkadang sampai ke bagian atas perut. Bila kavum abdomen terisi darah lebih
dari 500 ml, perut akan menegang dan terasa nyeri bila di tekan, usus
terdistensi, dan terkadang timbul nyeri menjalar ke bahu dan leher akibat
rngsang darah terhadap diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan oleh palpasi
abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang porsio)
2. Amenorea
Amenorea terjadi akibat adanya sekresi hormone HCG (Human Chorionic
Gonadotropin). Hormone ini akan menyebabkan korpus luteum mensekresikan
lebih banyak lagi hormo progesterone dan estrogen, dimana hal ini akan
menyebabkan terhentinya siklus haid.
3. Perdarahan pervaginam
Kematian telur menyebabkan desidua mengalami degenerasi dan nekrosis.
Desidua kemudian di keluarkan dalam bentuk perdarahan, umumnya volume
perdarahan sedikit.
4.3. PENATALAKSANAAN
. Pada pasien diberikan infus RL 20 tetes/menit, dengan terus dilakukannya monitoring tanda-
tanda vital. Kemudian seharusnya dilakukan cek Hb serial setiap 2 jam untuk memantau
apakah terdapat penurunan Hb. Apabila Hb < 9 gr/dL maka dilakukan tranfusi PRC. Namun
karena kondisi emergency dan Setelah mendapat persetujuan dari keluarga dilakukan
tindakan laparatomi untuk menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena ruptur tuba.
Tindakan laparatomi yang dilakukan bersifat sebagai alat diagnostik sekaligus terapeutik.
Setelah ditelusuri didapatkan abortus tuba pars ampularis kanan. Setelah mendapatkan
perawatan selama 3 hari kondisi pasien membaik dan pasien diijinkan untuk pulang.
4.4. PROGNOSIS
Pasien memiliki riwayat KET pada kehamilan pertama. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada
tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0 - 4,6 %.
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Pada pasien ini, pemulihan berlangsung dengan baik.
BAB 5
RINGKASAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan,
berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini
dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu adalah
kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium
kavum uterus dan menimbulkan keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan
kehamilan ektopik ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal
dan penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu membedakannya
dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran yang hampir sama seperti
infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel dan korpus luteum yang pecah,
kista ovarium dengan putaran tangkai dan apendisitis.
Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan sesuai
dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus.
Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral
untuk mencegah kehamilan ektopik berulang.
DAFTAR PUSTAKA