Disusun Oleh:
Konsulen Pembimbing:
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini dengan judul “Mola Hidatidosa Total dan Robekan Perineum Derajat
IV”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Internship Dokter Indonesia, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi, Pekanbaru, Riau
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada konsulen
pembimbing, yakni dr. Sari Rahmawati, Sp.OG, yang telah meluangkan waktunya
dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan paper ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan paper ini, serta dokter pendamping, dr. Haniza Rangkuti dan
dr. Amelia Santi, yang telah membimbing penulis selama mengikuti program
internship ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................ ii
Daftar Isi....................................................................................................... iii
Daftar Tabel ................................................................................................ v
Daftar Grafik dan Gambar ........................................................................ vi
Bab I Pendahuluan...................................................................................... 1
Bab II Tinjauan Pustaka............................................................................. 3
2.1 Definisi Mola Hidatidosa dan Klasifikasinya.......................................... 3
2.2 Patofisiologi Mola Hidatidosa................................................................. 3
2.3 Faktor Risiko Mola Hidatidosa................................................................ 5
2.4 Manajemen Mola Hidatidosa................................................................... 6
2.4.1 Gejala dan Pemeriksaan Klinis Pasien Mola Hidatidosa................ 6
2.4.2 Diagnosis Pasien dengan Mola Hidatidosa..................................... 7
2.5 Tatalaksana Pasien dengan Mola Hidatidosa........................................... 13
2.6 Robekan Perineum................................................................................... 17
2.6.1 Anatomi Perineum.......................................................................... 17
2.6.2 Definisi Robekan Perineum............................................................ 18
2.6.3 Faktor Resiko Robekan Perineum.................................................. 19
2.6.4 Diagnosis Robekan Perineum......................................................... 21
2.6.5 Tatalaksana Robekan Perineum...................................................... 22
2.6.6 Prognosis Robekan Perineum......................................................... 23
iii
3.3.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 29
Laboratorium......................................................................................... 29
Radiologi............................................................................................... 30
Histopatologi......................................................................................... 31
3.4 Diagnosis Holistik Pasien........................................................................ 31
3.5 Manajemen Pasien................................................................................... 32
3.5.1 Rencana Terapi............................................................................... 32
3.5.2 Rencana Pulang............................................................................... 32
3.5.3 Rencana Follow Up......................................................................... 32
3.5.4 Rencana Konsultasi dan Rujukan................................................... 33
3.6 Edukasi Pasien dan Keluarga Pasien....................................................... 33
3.7 Prognosis.................................................................................................. 33
3.8 Follow Up................................................................................................ 35
Bab IV Pembahasan.................................................................................... 37
Bab V Penutup............................................................................................. 39
Daftar Pustaka............................................................................................. 40
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Gejala Klinis Mola Hidatidosa Total dan Parsial................... 10
Tabel 2.2 Skoring Faktor Risiko Prognosis Keganasan Mola bedasarkan FIGO..... 14
Tabel 2.3 Staging of Gestasional Trophoblast Neoplasia....................................... 15
Tabel 2.4 Tatalaksana Sesuai Derajat Robekan Perineum....................................... 22
Tabel 3.1 Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas............................................. 25
Tabel 3.2. Riwayat KB............................................................................................ 25
Tabel 3.3 Pemeriksaan Laboratorium Pasien.......................................................... 29
Tabel 3.4 Diagnosis Banding.................................................................................. 31
Tabel 3.5 Skor Faktor Risiko.................................................................................. 33
Tabel 3.6 Follow Up Pasien.................................................................................... 35
v
DAFTAR GRAFIK DAN GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
ketiga 15-20%, dan kemungkinan ini tidak akan berkurang dengan mengganti
pasangan (Candeliere J.J, 2016). Menurut penelitian Savage et al (2013)
ditemukan bahwa kehamilan mola hidatidosa pada perempuan berusia 41-50
tahun sebanyak 55-93%, sedangkan pada usia 13-18 tahun sebanyak 63%.
Berdasarkan patofisiologi dan pemeriksaan histopatologi (histo-PA), mola
hidatidosa dibagi menjadi dua, yaitu total / komplit dan sebagian/parsial. Mola
komplit lebih bersifat invasive dan berisiko 7-17% menjadi mola invasive, 2-5%
menjadi koriokarsinoma, atau dengan kata lain dan memiliki risiko menjadi
malignan sebesar 15%, sedangkan mola parsial berisiko 0,5-1% untuk menjadi
malignan. (Candelier J.J, 2016)
Untuk mendiagnosis mola hidatidosa, kita perlu melakukan anamnesis
yang seksama agar dapat menentukan pemeriksaan laboratorium dan penunjang
lainnya yang tepat. Semua harus dilakukan dengan tepat agar dapat melakukan
terapi yang tepat dan cepat karena setelah dilakukan tindakan, pasien dengan mola
ini harus dilakukan follow up β-hCGselama beberapa bulan, bahakn beberapa
tahun ke depan. Tindakan terapi yag dilakukan tersebut biasanya kuret suction,
kemudian memeriksa histo-PA dari hasil kuret tersebut. Setelah itu, follow up
kadar β-hCGserum dan atau urin dilakukan setiap minggu atau bulan selama
beberapa kali. (Prawirohardjo, 2011)
Dalam hal lain, kita perlu mengetahui bahwa robekan perineum
merupakan hal yang serius karena dapat menjadi salah satu penyebab kematian
maternal. Terdapat 2,7 juta kasus ruptur perineum pada ibu bersalin di dunia pada
tahun 2015 yang diperkirakan akan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050. Di Benua
Asia sendiri 50% ibu bersalin mengalami ruptur perineum. Sementara itu, hasil
penelitian pada tahun 2009-2010 di Bandung didapatkan bahwa satu dari lima ibu
bersalin yang mengalami ruptur perineum akan meninggal dunia. (Puslitbang
Bandung). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2012, angka kematian ibu mencapai 359/100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada
tahun 2010 sebesar 263/100.000 angka kelahiran hidup. Ruptur perineum ini
dapat terjadi karena berbagai faktor dan harus ditangani dengan tepat. (Dudding et
al, 2008)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Mola hidatidosa komplit / total biasanya bersifat diploid (2n) dan
hanya mengandung DNA paternal tanpa adanya jaringan embrionik
(Ghassemzadeh S & Kang M, 2018). Karyotipnya kebanyakan 46,XX,
sebagian lainnya 46,XY. Hal ini terjadi karena satu sel sperma membawa
kromosom 23,X- melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa
gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XX
homozigot. Namun, fertilisasi juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang
akan membentuk 46XY atau 46XX heterozigot. (Prawirohardjo S, ed 3, 2011;
Cavaliere et al, 2009)
Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis mengandung cairan
dalam jumlah lebih sedikit, bercabang dan mengandung sinsitiotrofoblas dan
sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh darah. Secara
makroskopik, pada kehamilan trimester dua, mola hidatidosa komplit
berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami hyperplasia secara
menyeluruh. (Prawirohardjo S, ed 3, 2011; Cavaliere et al, 2009)
4
Gambar 2.1 Ilustrasi Patofisiologi Sitogenetik Mola Hidatidosa
5
2.4 Manajemen Mola Hidatidosa
2.4.1 Gejala dan Pemeriksaan Klinis Pasien Mola Hidaidosa
Untuk mendiagnosis pasien dengan mola hidatidosa dimulai dari
mengetahui gejala klinis pasien, pemeriksaan fisik pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan histopatologi
sebagai alat diagnostik pasti. (Schlaerth et aldalam Cavaliere et al2009)
Gejala klinis pasien dengan mola hidatidosa, khususnya tipe
komplit, antara lain (Cavaliere et al, 2009):
- Gejala terbanyak adalah perdarahan pervaginam abnormal di awal
kehamilan
- Ukuran uterus lebih besar dari usia gestasi (25%) pada pemeriksaan
fisik
- Nyeri perut pada kista theca-lutein (20%)
- Terdapat vesikel-vesikel seperti anggur di liang vagina (10%)
- Hyperemesis (10%)
- Hyperthyroidism (5%)
- Pre-eklamsia dini (5%)
Sementara itu, menurut Sassan G & Kang M (2018), gejala yang dialami pada
pasien dengan mola hidatidosa total, antara lain:
- Perdarahan pervaginam pada trimester awal (84%), tampak seperti
prune-juice
- Hyperemesis (mual muntah berat) akibat kadar β-hCG sangat tinggi
dalam darah
- Kumpulan vesikel yang membentuk kluster seperti anggur pada liang
vagina
6
- Gejala hipertiroid
- Pre-eklamsia
- Distres napas berat akibat emboli paru dari jaringan trofoblas
- Uterus tampak lebih besar berdasarkan usia gestasional
Sementara itu, pada mola hidatidosa parsial /sebagian, gejala yang dialami,
antara lain perdarahan pervaginam, terdengar denyut jantung janin pada
pemeriksaan Doppler, uterus tampak normal bahkan dapat tampak lebih kecil
berdasarkan usia gestasional
1. Laboratorium
a. β-hCG
Pada mola total, kadar β-hCG biasanya >100.000 IU/L
disertai gejala klinis mola, sedangkan pada mola parsial, biasanya
masih dalam batas sama seperti kehamilan normal.
Jika hasilnya meragukan dapat dilakukan pemeriksaan
ulang 1-2 minggu kemudian. Oleh karena itu, untuk diagnose mola
parsial harus disertai pemeriksaan histopatologi. (Soper et al dalam
Cavaliere et al, 2009)
Namun, keduanya sulit dibedakan di awal-awal kehamilan,
sehingga butuh pemeriksaan USG dan histo-PA untuk
membedakannya.
Menurut Aminimoghaddam S et al (2014) pada
penelitiannya terhadap kadar hCG serum pada perempuan hamil
normal dan perempuan dengan Gestasiona Trophoblastic
Neoplasia (GTN)
7
Grafik 2.1 Follow-Up β-hCG Serum per Minggu
Perempuan Hamil Normal dan Hamil Mola
(Aminimoghaddam S et al, 2014)
8
e. Fungsi tiroid: untuk mengantisipasi dan menatalaksana apabila ada
komplikasi hipertiroidism (mengingat hCG memiliki reseptor yang
sama dengan TSH) dengan gejala, antara lain berat badan turun,
mudah lelah, keringat berlebihan, intoleransi panas, palpitasi,
tremor, oftalmopati, bahkan dengan pembesaran kelenjar tiroid.
(Virmani S et al, 2017)
2. Radiologi
a. USG
Usg abdomen atau transvaginal dapat dilakukan pada usia
kehamilan <12 minggu, dimana ditemukan tampakan pembuluh darah
halus yang membentuk honeycomb appearance.
Pada mola total, dapat ditemukan snowstorm appearance, yang
merupakan gambaran gabungan dari vili-vili korealis yang
berdegenerasi hidropik dan perdarahan intrauterine. Sedangkan pada
mola parsial, masih dapat ditemukan bagian janin yang hidup yang
biasanya disertai gambaran abnormalitas perkembangan disertai vili
hidropik tampak kurang hiperdens dibanding pada mola hidatidosa
total, dan tampak diselingi dengan vili korionik normal. Selain itu,
biasanya fetus meninggal dalam beberapa minggu kehamilan sajaJika
ragu terhadap hasil USG, dapat dilakukan USG ulang 1-2 minggu lagi
(Cavaliere et al, 2009). Sangat jarang terjadi molar parsial dengan dua
set haploid maternal dan satu set haploid paternal, tetapi jika ada, akan
didapatkan plasenta yang kecil, perubahan hidropik yang minimal pada
vili, dan pertumbuhan fetus terbatas, sehingga dapat terjadi kematian
janin intrauterine atau kematian neonatal dini. (Prawirohardjo S, ed 3,
2011; Cavaliere et al, 2009)
9
Gambar 2.2 Mola Sebagian Gambar 2.3 Mola Komplit
b. CXR (Chest X-Raya / Rontgen Torax)
Foto toraks atau chest x-ray dapat dilakukan untuk mencari
metastasis tumor torofoblas ini ke paru jika curiga keganasan.
c. CT Scan dan MRI
Dilakukan untuk emncari tahu proses invasi dan metastasis dari
mola yang bersangkutan.
Setelah diagnosis ditegakkan dan dilakukan pemeriksaan
penuniang (pemeriksaan darah lengkap, β-hCG, dan foto toraks),
maka dilakukan evakuasi dengan kuret isap dilanjutkan dengan
kuret tumpul kavum uteri. Selama dan setelah prosedur evakuasi,
diberikan oksitosin intravena. (Prawirohardjo, 2011)
3. Histopatologi
Menurut Zaloudek & Joseph (2012), perbedaan Mola Hidatidosa
Komplit / Total dengan mola hidatidosa Sebagian / Parsial berdasarkan
gambaran histopatologi yang ditemukan adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Perbedaan Gejala Klinis Mola Hidatidosa Total dan Parsial
Mola Hidatidosa Komplit / Total Mola Hidatidosa Parsial
10
-Abnormalitas semua villi, -Vili hidropik dengan batas
-Kontur vili membulat, bergerigi atau Vili normal-
-Vili hidropik, bahkan fibrotik
hyperplasia-diffuse -Vili berinti banyak
-Tidak tampak pembuluh darah, -Sisterna kurang jelas
-Tidak ada jaringan janin, -Proliferasi trofoblas moderate
-Vili berlobus besar, -Ada bagian janin atau amnion
-Stroma vili bersifat basofil, -Ada banyak pembuluh darah
hiperseluler, dan eritrosit berinti
-Sel-sel atypic pada - Jaringan embrionik
tempat implantasi, bercampur dengan vili
-Pembuluh darah stroma hidropik (Ghassemzadeh S &
labirin imatur, Kang M, 2018)
-Debris karyorhectic dalam
stroma vili.
11
Hypercellular Villous Stroma in CHM Karyorrhectic Debris in Complete HM Atypical IT in site implantation
12
dan pertumbuhan fetus terbatas, sehingga dapat terjadi kematian janin intrauterine
atau kematian neonatal dini. (Prawirohardjo S, ed 3, 2011; Cavaliere et al, 2009)
13
Kedua obat ini hanya dapat digunakan setelah evakuasi mola yang
disertai perdarahan yang signifikan. (Stone M, Bagshawe KD Oxytocic
dalam Cavaliere 2009)
3. Total Abdominal Hysterectomy (TAH)
Operasi ini dianjurkan untuk pasien >40 tahun dan atau tidak
berencana hamil lagi. Operasi ini dapat mengurangi risiko mola invasive
local, tetapi tidak dapaat menyingkirkan kemungkinan terjadinya
metastasis. (Bahar et aldalam Cavaliere 2009)
4. anti-D immunoglobulin
Immunoglobulin ini sebaiknya diberikan kepada pasien dengan
Rhesus-negative dengan dosis 250 IU setelah mola dievakuasi. (Lee et al
dalam Cavaliere 2009)
5. Follow up
Dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan PTG persisten
atau malignan yang membutuhkan kemoterapi atau operasi tambahan
sebagai langkah awal. Yang difollow up pada pasien mola hidatidosa,
yaitu:
- Ada tidaknya perdarahan per vaginam yang menetap dan peningkatan
β-hCG serum yang merupakan indicator utama adanya residu atau
bakal keganasan.
Berikut ini adalah kriteria diagnosis keganasan trofoblas gestasional
(GTN / gestational trophoblastic neoplasia) setelah terjadinya mola
hidatidosa (Argawal R et al, 2012).
Konsenterasi hCG konsisten tinggi selama 4x pengukuran
berturut-turut dalam ≥3 minggu (hari ke- 1, 7, 14, dan 21)
Peningkatan hCG dalam 3x pengukuran berturut-turut tiap
minggu, selama ≥2 minggu (hari ke- 1, 7, dan 14)
Pada pemeriksaan histo-PA ditemukan choriocarcinoma
Konsenterasi hCG tinggi selama ≥6 bulan.
14
Tabel 2.2 Skoring Faktor Risiko Prognosis Keganasan Mola bedasarkan
FIGO
No Faktor Risiko Nilai
.
Usia
1 <40tahun 0
≥40 tahun 1
Lokasi Metastasis
Paru 0
6 Limpa, ginjal 1
Saluran pencernaan 2
Otak, hati 4
7 Jumlah Metastasis
0 0
1-4 1
5-8 2
15
>8 4
Kegagalan kemoterapi
Tidak ada 0
8
1 macam obat 2
≥2 macam obat 4
- Staging
Karena penyakit trofoblastik gestasional merupakan sebuah
spektrum dari proliferasi sel trofoblas yang abnormal, mulai dari tumor
yang jinak hingga yang ganas (koriokarsinoma). Untuk menentukan
staging mola ganas (koriokarsinoma) atau gestational trophoblastic
neoplasia (GTN), kita dapa menggunakan klasifikasi berdasarkan
FIGO Committee on Gynecologic Oncology (2000).
16
It might also involve genital structures such as the
vagina or vulva (Any T).
6. Kemoterapi
Setelah evakuasi mola, dapat dilanjutkan juga dengan pemberian
kemoterapi. Indikasi pemberian kemoterapi pascaevakuasi molar, yaitu
(Prawirohardjo,2011):
- Pola kadar hCG mengalami regresi abnormal (peningkatan kadar hCG
> 10% atau kadar hCG menetap tiga kali dalam pemeriksaan selama
dua minggu),
- Terjadi rebound hCG,
- Diagnosis histologi koriokarsinoma atau placental site tropboblastic
tumor,
- Terdapat metastasis,
- Kadar hCG tinggi (> 20.000 mlU/ml selama lebih dari empat minggu
pascaevakuasi),
17
- Kadar hCG meningkat secara menetap enam bulan pascaevakuasi.
18
membentuk perineal body yang mendukung perineum. Dalam persalinan,
perineum sering robek atau mengalami laserasi, kecuali dilakukan episiotomi
yang adekuat.
19
a. Instrumen saat persalinan
Forceps delivery caused anal sphincter ruptures more often than
vacuum extraction and spontaneous delivery [6] Begitu pula pada
penlitian oleh Astrid RB (2014), ditemukan bahwa prevalensi
terjadinya robekan perineum, yaitu pada persainan dengan instrumen
b. Kala II memanjang
Pada penelitian yang dilakukan Pangastuti N (2016) ditemukan bahwa
terdapat korelasi poitif antara lama kala II dengan terjadinya robekan
perineum pada persalinan vaginal, yaitu menunjukkan kemaknaan
dengan nilai p=0,018 untuk lama kala II 30-60 menit, dan p=0,002
untuk lama kala II lebih dari 60 menit, dan didapatkan korelasi positif
(0,061 dan 0,092) pada kedua kemaknaan tersebut.
c. Berat badan bayi >4kg
Menurut hasil penelitian Pangastuti N (2016), terdapat kemaknaan
pada hubungan antara berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram
dengan robekan perineum (p=0,002), namun p=0,304 untuk bayi besar
(berat bayi lahir lebih atau sama dengan 4000 gram). Korelasi kedua
kemaknaan tersebut positif (0,027) yang menunjukkan pada persalinan
dengan berat bayi lahir makin besar, maka risiko robekan perineum
meningkat. Begitu pula penilitian Astrid BR (2014), ditemukan bahwa
robekan perineum pada bayi >4 kg lebih sering terjadi disbanding pada
bayi dengan BB <4 kg
d. Tindakan Episiotomi
Klein et a l(1992) menemukan bahwa episiotomy tidak mencegah
terjadinya robekan sfingter ani, akan tetapi trauma perineum berat
berkaitan dengan episiotomi median. Bahkan 46 dari 47 perempuan
dengan robekan sfingter ani disebabkan karena tindakan episiotomy.
Mengurangi tindakan episiotomy pada perempuan multipara membuat
perineum lebih intak secara signifikan dan mengurangi jahitan pada
perineum. Selain itu, episiotomi tidak mengurangi insidensi nyeri atau
dispareuni, terutama pada episiotomi median (Argentine group 1993).
20
e. Paritas Ibu
Pangastuti N (2016) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa
robekan perineum terjadi pada 80,55% usia muda, 69,14% usia lebih
dari 35 tahun, serta 85,05% primipara. Dan terdapat kemaknaan pada
hubungan paritas dengan robekan perineum (nilai p=0,000), dengan
korelasi negatif (0,186). Koefisien korelasi negatif menunjukkan bila
paritas makin kecil, maka kejadian robekan perineum akan meningkat.
f. Induksi persalinan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Astrid RB (2014) prevalensi
terjadinya trauma perineum lebih banyak terjadi pada pasien dengan
induksi oksitosin (8,0% vs 5,3%)
g. Dan lain-lain
Perdarahan karena ruptura uteri dapat diduga karena uterus dengan
lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan
bebas intraabdominal.
Sementara itu, menurut Ryan Goh & Daryl Goh (2018), faktor risiko
robekan perineum dapat dikelompokkan sebagai berikut
Faktor Risiko Ibu
Nulipara
Etnik Asia
Partus pervaginam dengan riwayat pernah SC
Usia ≤20 years of age
Ukuran perineum <25mm
Faktor Risiko Janin
Berat badan Janin >4000 gram
Distosia bahu
Posisi bayi Occipito-posterior
Faktor Risiko Intrapartum
Instrumen partus (Forcep, vakum)
21
Kala II memanjang
Penggunaan Epidural
Induksi Oxytocyn
Episiotomi midline
Posisi bersalin lithotomy atau deep squatting
22
Manajemen ini dilakukan sesaat setelah kita menentukan derajat robekan
perineum
Tabel 2.4 Tatalaksana Robekan Perineum
Semua sumber perdarahan yang terbuka harus diklem, diikat dan luka
ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
Teknik penjahitan memerlukan asisten, anesresi local dan penerangan
lampu yang cukup serta spekulum dan memperhatikan kedalaman luka.
23
- Riwayat gejalan inkontinensi alvi
- Inspeksi perineum
- Pemeriksaan dan palpasi vagina dan rektal
- Rekomendasikan untuk fisioterapi (training otot dasar panggul
BAB III
LAPORAN KASUS
24
3.1 Judul Kasus: Mola Hidatidosa Total dan Robekan Perineum Derajat IV
3.3.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan di Bangsal Kebidanan RSUD Petala Bumi secara
autoanamnesis dan alloanamnesis (adik kandung pasien).
1. Keluhan Utama :
Perdarahan per vaginam selama 1 bulan, semakin sering dalam 2 hari
SMRS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli kandungan RSUD Petala Bumi dengan keluhan
keluar darah pervaginam banyak selama 1 bulan berupa flek, semakin
sering dan banyak (ganti pembalut 5-6x sehari) dalam 2 hari SMRS. Mual
(+) terutama pada awal kehamilan. Nyeri perut bagian bawah dirasakan
kadang-kadang. Demam, memar-memar pada tubuh tanpa penyebab
traumatik dari luar disangkal, gusi berdarah, dan berat badan turun
disangkal (tetap 54kg). Keluhan flatus sering tidak bisa ditahan, buang air
besar kadang jika banyak sulit ditahan. Keluhan penglihatan, pembesaran
kelenjar di leher, palpitasi, sering berkeringat, dan buang air kecil
disangkal.
25
3. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
Tabel 3.1 Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
No Tanggal Usia Tempat Jenis Peno- Nifas Jenis BBL
Partus Gestasi Partus Partus long (Hari) Kelamin Anak
Anak (Gram)
4. Riwayat Haid
Menarch umur 12 tahun
Siklus tidak teratur tiap bulan.
Lama haid 3-5 hari, tidak teratur
5. Riwayat KB
Tabel 3.2. Riwayat KB
Waktu
Jenis Efek Samping Respon
No. Pemakaian / Frekuensi
KB yang dialami pasien
Tindakan
Kadang
April 2011 – Haid tidak lancer,
1 Pil KB 1x sebulan ganti jadi
Agustus 2014 mual sesekali
KB suntik
Kadang ganti
Agustus 2015 – Haid tidak lancer,
2 Pil KB 1x sebulan jadi KB
Juni 2018 mual sesekali
suntik
26
- Riwayat asma, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung dan tumor
disangkal pasien.
8. Riwayat Kebiasaan :
Sering makan indomie, bakso, dan makanan dengan penyedap buatan lain.
Konsumsi buah dan sayur sangat jarang
Makan ayam potong negeri kadang-kadang
Sering minum jamu disangkal
Merokok disangkal
Konsumsi obat analgesik bebas, obat penenang, obat hormonal disangkal.
Ganti-ganti pasangan disangkal.
27
SpO2 : 98%
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis minimal (+/+), sklera ikterik (-/-),
grave eye (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-/-),nyeri tekan preaurikula (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : Bibir dan gigi geligi normal, faring tidak hiperemis
Leher : Pembesaran KGB / Tiroid (- / -), JVP dalam batas normal
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dada simetris
Palpasi : Vocal Fremitus simetris
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Vesikuler / vesikuler
Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis teraba 1 jari medial MCL-S ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : SI-S2 reguler, murmur (-) gallop (-) palpitasi (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung di infraumbilikal,
venektasi (-).
Palpasi : Balotement di infraumbilikal, nyeri tekan (-),
TFU ~3jbp
splenomegali (-)
Perkusi : Redup di infraumbilikal
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT< 2 detik, edema (-/-),
jaundice (-/-), palmar eritema (-/-)
28
Vulva : laserasi –
Vagina-perineum: Tampak rupture perineum total tanpa perdarahan
Anus: Tampak terbuka
a. Pemeriksaan Bimanual:
Didapatkan darah (+) nyeri goyang porsio (-) nyeri tekan (-),
massa abdomen (+), massa serviks (-)
b. Pemeriksaan Inspekulo
Tampak darah mengalir dari kavum uteri.
Massa di kavum uteri (+), laserasi (-)
29
Tabel 3.3 Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Parameter Nilai Rujukan Satuan Hasil
Hemoglobin Pr 12-14 g/dl 9,7
Leukosit 4000-11000 /mm 10200
Basofil 0-1 % 0
Eosinofil 1-3 % 1
Neutrofil 50-70 % 69
Limfosit 20-40 % 21
Monosit 2-8 % 9
Eritrosit 4,5-5,5 juta /mm 3,22 juta
Trombosit 150-400 rb /mm 334.000
Hematokrit 37-43 % 29
MCV 82-92 Fl 93
MCH 28-32 Pg 31
MCHC 32-36 % 33
β-hCG <5 mIU/mL >1500.00
Tanggal 30 Maret 2019
30
MCHC 32-36 % 34
Tanggal 31Maret 2019 (post evakuasi mola hidatidosa I)
Radiologi
Pemeriksaan USG abdomen
Histopatologi
Makroskopik
31
Jaringan uk. ±60cc warna kecoklatan, bentuk potongan tidak
beraturan, tampak jaringan seperti bulir-bulir. Pada bulir-bulir ada
cairan putih. Sebcet 3 kaset.
Mikroskopik
Sediaan jaringan dari kavum uteri menunjukkan fragmen jaringan
perdarahan dan jaringan desidua. Diantaranya didapatkan jaringan villi
korealis yang sebagian avaskuler dan mengalami degenerasi hidrofik.
Didapatkan pula proliferasi trofoblas dan kelompokkan sel-sel atipik.
Tidak dijumpai tanda keganasan.
Kesimpulan
Mola hidatidosa dengansel-sel atipik
3.4 Diagnosis Holistik
Aspek 1: Perdarahan pervaginam + inkontinensi alvi
Aspek 2: Mola Hidatidosa Total + Robekan Perineum Derajat IV
Aspek 3: Suka makan makanan berpengawet,
jarang makan buah dan sayur
Aspek 4: -
Aspek 5: Derajat 1 (mampu bekerja mandiri seperti sebelum sakit)
Diagnosis Banding Aspek 2
Tabel 3.4 Diagnosis Banding
32
1. Evakuasi Mola dengan kuret suction
2. Pemeriksan darah rutin pre-post evakuasi mola selama MRS
3. Pemeriksaan β-hCG serum segera post evakuasi
4. Pemeriksaan PA mola hidatidosa post evakuasi
5. Terapi Farmakologi
a. Inf RL:D5 (2:1) untuk rehidrasi
b. Pronalges supp jika perlu
c. Inj. Ceftriaxon 2x1g sebagai profilaksis
d. Inj. Ranitidin 3x1 amp sebagai antiemetik
e. Inj. Transamin 3x500mg
f. Gastrul 3x1 tab sebagai agen uterotonik
g. Kateter 1x24 jam post evakuasi mola
h. Transfusi PRC 1 bag untuk antisipasi anemia post evakuasi
mola
6. Terapi Non Farmakologi:
a. Tirah baring
b. Diet makanan biasa, TKTP
c. Pemasangan kateter urin 1x24jam post evakuasi mola
3.5.3 Follow Up
Keluhan pasien 1 minggu setelah pulang dan setiap bulannya
Pemeriksaan β-hCG serum tiap bulan selama 6 bulan
33
- Jika terbukti mola hidatidosa total atau cenderung mengarah ke keganasan,
pasien akan dirujuk ke RS tipe B atau A untuk tatalaksana lanjut.
- Rencana rujuk ke Sp. BP-RE di RS tipe A untuk tatalaksana bekas
robekan perineum derajat IV untuk mengembalikan fungsi anus dan
estetika.
3.7 Prognosis
Jika dilakukan staging prognosis dengan skoring berikut,
Tabel 3.5 Skor Faktor Risiko
Usia
1
<40tahun 0
34
Ukuran tumor terbesar
5
≥5 cm 2
7 Jumlah Metastasis : 0 0
TOTAL 8+1/2/4
35
3.8 Follow Up
Tabel 3.6 Follow Up Pasien
WAKTU S O A P
k.u baik
TD:120/80,
N 80 Telpon dr. Sari sp.OG ACC kuret pkl. 19.00
30/3/2019 Keluar darah pervaginam; R 20 Mola hari ini
(12.15) rencana kuret dengan dr. S 36,8 Hidatidosa Telpon dr. Johannas sp.An
KB Sari, sp.OG Total ACC kuret pkl 19.00 ini
Hb:9,7 Standby 1 bag PRC
Leu 10200
β-hCG >1500
k.u baik
Pemasangan infus
30/3/2019 Keluar darah pervaginam; TD:110/70, Mola
Persiapan curret
(14.30) rencana kuret dengan dr. N 84 Hidatidosa
PDx:
KB Sari, sp.OG R 18 Total
β-hCG
S 36,6
Balance cairan
Inf RL:D5 (2:1)
Pronalges supp k.p
Tampak Ruptur Perineum
Inj. Ceftriaxon 2x1g
Total,
Post Evakuasi Inj. Ranitidin 3x1 amp
Sfingter (-)
30/3/2019 Mola Inj. Transamin 3x500mg
Evakuasi Mola di OK
(20.00-20.25) + Robekan Gastrul 3x1 tab
dengan anestesi spinal Pada evakuasi mola,
Dr. Sari sp.OG Perineum Kateter 24 jam
disuction & kuret mola,
Derajat IV Transfusi PRC 1 bag
didapat jaringan ±300gram
dan cairan darah ± 200cc.
PDx:
Histo-PA jaringan evakuasi mola
USG hari senin, bila masih ada kuret lagi
31/3/2019 Cek labor Hb 10,3 k.u baik, Post Evakuasi Inf RL : D5
36
Inj Ceftriaxon 2x1g
Inj Ranitidin 3x1 amp
Mola +
p/v dbn, Inj Transamin 3 x 1 amp
Robekan
Nyeri post curretage kontraksi uterus (+), Gastrul 3x1 tab po
Perineum
mobilisasi (+) Pronalges sup k.p
Derajat IV
Aff Catether Urin
Persiapan puasa pro USG besok pagi
Post Evakuasi
Mola +
1/4/2019 USG abdomen dengan dr. USG Sisa 7cm
Robekan PTx: evakuasi ulang besok
Dr. Sari, sp.OG Sari, sp.OG
Perineum
Derajat IV
Post Evakuasi Konfirmasi dr. Sari sp.OG evakuasi besok jam
k.u baik
Mola + 8.00 wib
TD 110/70
KB Keluar darah p/v berkurang Robekan Konsultasi dr. Johannas sp.An acc kuret jam
N:80 R: 20 S:36,5
Perineum 8.00 wib di OK
P/V (+) sedikit
Derajat IV Puasa 8-10 jam sebelum kuret
Post Evakuasi
Mola II + As. Mef 3x500
2/4/2019 Evakuasi mola II di OK Suction mola, didapat ±200c
Robekan Cefadroxl tab 2x500
Dr. Sari, sp.OG dengan Anestesi spinal cairan darah
Perineum Gastrul 3x1 tab
Derajat IV
CA -/-
TD 110/70
HR 80 Post Evakuasi
3/4 2019 Keluar darah p/v semakin RR 21 Mola II +
Pasien boleh pulang
Dokter iship berkurang, nyeri perut (-), S 36,5 Robekan
Inspeksi st.lokal: Rawat Jalan
iship nyeri post curret (-) Perineum
Perdarahan pervaginam sangat Derajat IV
minimal, ada + Robekan
Perineum Derajat IV
37
BAB IV
PEMBAHASAN
39
BAB V
PENUTUP
40
DAFTAR PUSTAKA
4. Candelier JJ. 2016. The Hydatidiform Mole. Cell Adh Migr. Vol.10(1-2): 226–235.
Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4853053/ pada tanggal
6 April 2019.
8. Julie Frohlich dan Christine Kettle. 2015. Perineal Care. BMJ Clin Evid. 2015; 2015:
1401. Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4356152/ pada 6
April 2019.
41
10. Lancet. 1993. Routine vs selective episiotomi: a randomised controlled trial.
Argentine Episiotomi Trial Collaborative Group. Lancet. Vol. 342(8886-8887):1517-
8. Dapat diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7902901 pada tanggal 6
April 2019.
11. Pangastuti N. 2016. Robekan Perineum pada Persalinan Vaginal di Bidan Praktek
Swasta (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia tahun 2014-2016. Jurnal
Kesehatan Reproduksi: 179-187, vol. 3(3). PDF
12. Prawirohardjo S. 2011. Ilmu Kandungan ed.3. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
13. RCOG. 2015. The Management of Third- and Fourth-Degree Perineal Tears. Green-
top Guideline No. 29. Diakses pada
https://www.rcog.org.uk/globalassets/documents/guidelines/gtg-29.pdf pada tanggal 6
April 2019.
15. Ryan Goh, Daryl Goh. 2018. Perineal Tears – a review. AJGP vol. 47(1–2). Diakses
dari https://www1.racgp.org.au/ajgp/2018/january-february/perineal-tears-a-review
pada tanggal 6 April 2019.
17. Seckl, M. J., Sebire, N. J., & Berkowitz, R. 2010. Gestational trophoblastic disease.
The Lancet, 376(9742), 717–729. doi:10.1016/s0140-6736(10)60280-2 . Diakses dari
sci-hub.tw/10.1016/S0140-6736(10)60280-2 pada tanggal 6 April 2019.
18. Septiani C. 2014. UHubungan Antara Usia Pasangan Suami-Istro dengan Kejadian
Mola Hidatidosa di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Diakses dari
http://repository.unair.ac.id/18801/ pada tanggal 6 April 2019.
42