OLEH :
Naomi P (1914314201100)
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada An. M Dengan Tetralogy Of Fallot Post BT Shunt”. Penulisan
tugas akhir kasus ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas keperawatan
Anak. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari
banyak pihak.
Akhir kata, kami berharap Allah SWT berkenan membalas semua kebaikan semua
pihak yang telah membantu penyusunan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini
diterima dan kami menerima kritik dan saran membangun agar tugas akhir ini
dapat lebih bermanfaat dan bisa dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat
membawa kontribusi bagi pengembangan ilmu keperawatan di Indonesia
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
DAFTAR ISI................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................ vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.3 Tujuan Studi Kasus................................................................ 4
1.4 Manfaat Studi Kasus.............................................................. 5
iii
2.13 Patway TOF..................................................................... 27
2.14 Konsep Asuhan Keperawatan........................................... 29
2.14.1 Pengkajian Keperawatan......................................... 29
2.15 Pemeriksaan fisik............................................................... 29
2.16....................................................Diagnosa Keperawatan
30
2.17.....................................................Rencana Keperawatan
30
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 67
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
aliran darah ke paru yang bertambah, misalnya Transposition of the Great
Arteries (TGA) dan Common Mixing. (Roebiono, 2014).
Tetralogy of Fallot (TOF) menempati urutan kelima penyakit jantung
bawaan pada anak setelah Defek Septum Ventrikel, Defek Septum Atrium,
Patent Duktus Arteriosus dan Pulmonal Stenosis (KOMPAS, 2012). Penderita
TOF sekitar 10-15% dari seluruh penyakit jantung bawaan dan merupakan
PJB sianotik terbanyak yang ditemukan dari kasus PJB sianotik yang lain.
Angka kejadian TOF di USA mencapai 3 – 6 dari 10.000 kelahiran bayi.
Jumlah kasus TOF di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita pada tahun 2015 mencapai 391 kasus dan meningkat pada tanhun 2016
sebanyak 547 kasus dan pada tahun 2017 terdapat 458 kasus TOF.
Diperkirakan pada kasus TOF jauh lebih tinggi. Sekitar 25% pasien TOF yang
tidak diterapi akan meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40%
meninggal sampai usia 4 tahun, 70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan
95% meninggal sampai usia 40 tahun. Kematian kasus TOF di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah harapan kita dari tahun 2015 hingga 2017
mengalami peningkatan. Tahun 2015 sebanyak 21 pasien meninggal dunia
atau 5.3% dari total kasus, pada 2016 terjadi penurunan prosentasi kematian
menjadi 3.8% pasien meninggal dunia pada kasus TOF. Namun, pada Tahun
2017, jumlah pasien meninggal mengalami peningkatan, yang berjumalah 39
pasien menginggal dunia dengan kasus TOF atau sebesar 8.5%. Oleh karena
itu dibutuhkan tatalaksana TOF yang tepat, cepat dan spesifik.
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung bawaan yang ditandai
empat keabnormalitasan jantung. Empat komponen keabnormalitasan ini
menyebabkan sianosis antara lain stenosis pulmonal, overriding aorta, defek
septum ventrikel (VSD), dan hipertropi ventrikel kanan. TOF memiliki tanda
dan gejala umum seperti murmur asimtomatik dan siaosis (apabila aliran darah
keparu minimal akibat stenosis pulmonal). Saturasi penderita TOF pada anak
dapat menurun secara nyata yang dapat mengakibatkan ”hypercianotic spell”,
hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen akibat suatu aktivitas
seperti menangis, dan buang air besar (Ruslie dan Darmadi, 2013).
2
Terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan pada TOF,
maka Arteri pulmonal mengalami stenosis, bila obstruksi lebih berat darah
yang mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru berkurang sehingga volume
darah yang teroksigenasi tidak optimal (oksigen dalam darah berkurang). Oleh
karena tekanan ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri maka aliran
darah dari kanan ke kiri (right to left shunt) sehingga darah yang kaya O₂
dengan darah yang kaya CO₂ bercampur. Karena terdapat pulmonal stenosis
sehingga darah dari ventrikel kanan aliran darahnya right to left shunt dan
posisi aorta bergeser 50 % tepat di atas septum interventrikuler (overriding
aorta), maka aliran darah dari ventrikel kanan dan kiri masuk ke aorta dan
terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenisasi dan belum
teroksigenisasi. Karena jantung bagian kanan harus memompakan sejumlah
besar darah ke dalam aorta yang bertekanan tinggi serta melawan tekanan
tinggi akibat stenosis pulmonal maka lama kelamaan otot – ototnya akan
mengalami pembesaran (hipertrofi ventrikel kanan). Pengembalian darah dari
vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung normal.
Ketika ventrikel kanan menguncup dan menghadapi stenosis pulmonal, maka
darah akan dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke dalam
aorta. Akibatnya darah yang dialirkan keseluruh tubuh tidak teroksigenisasi,
hal inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis (Buku Ajar Keperawatan
Anak, 2005).
Perawat mempunyai peranan penting dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien TOF dalam aspek promotif, preventif, kuratif serta
rehabilitatif. Aspek promotif, perawat dapat memberikan pendidikan
kesehatan mengenai faktor-faktor predisposisi TOF serta mengajak
masyarakat untuk membawa keluarganya segera ke pelayanan kesehatan jika
terdapat tanda-tanda TOF agar semakin cepat ditangani dan prognosisnya
semakin baik, aspek preventif perawat dapat menginformasikan mengenai
faktor predisposisi TOF yang dapat dicegah seperti larangan merokok, minum
alkohol dan pajanan sinar X bagi ibu hamil, konsumsi gizi yang baik selama
hamil, menghindari penggunaan obat-obatan dan jamu-jamuan tanpa
konsultasi dokter selama hamil terutama pada kehamilan trimester pertama,
3
aspek kuratif perawat dapat memberikan asuhan keperawatan saat pasien
dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan dan aspek rehabilitatif perawat dapat
berkolaborasi dengan fisioterapis dalam hal pemulihan kondisi pasien agar
dapat melakukan aktifitas dengan optimal.
Berdasarkan uraian diatas perawat berperan penting dalam penanganan
pasien TOF sehingga dapat membantu menurunkan angka mortalitas pada
penderita TOF. Oleh karena itu, kelompok tertarik untuk melakukan studi
kasus pada pasien dengan TOF sebagai salah satu bentuk tanggung jawab dan
ingin mengenal serta menggali lebih rinci sebelum mengaplikasikannya dalam
asuhan keperawatan, sehingga kelompok mengambil studi kasus mengenai
Asuhan Keperawatan pada An. M dengan TOF.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan studi kasus ini adalah untuk mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada pasien anak dengan TOF.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan studi kasus ini adalah:
1.2.2.1 Untuk memahami konsep dasar TOF
1.2.2.2 Untuk dapat melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
penyakit TOF
1.2.2.3 Untuk dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
penyakit TOF
1.2.2.4 Untuk dapat melakukan perencanaan pada pasien dengan penyakit TOF
1.2.2.5 Untuk dapat melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan
penyakit TOF
1.2.2.6 Untuk dapat melakukan evaluasi pada pasien dengan penyakit TOF
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Rumah Sakit
4
Diharapkan studi kasus ini sebagai sarana pembelajaran kepada setiap multi
disiplin ilmu agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap
pasien yang mengalami Tetralogy of Fallot.
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Gambar 2.1
proses embriologi tubing
https://www.google.com/search?q=proses+embriologi+jantung
Pada awalnya jantung berupa tabung lurus. Pada tabung tersebut terdapat
beberapa dilatasi, yaitu atrium primitif, berupa komponen ventrikel yang
terdiri dari segmen inlet serta outlet, dan trunkus arteriosus. Trunkus
tersebut merupakan bakal aorta dan arteri pulmonalis. Bagian distal trunkus
arteriosus kemudian bergabung dengan arkus aorta dan aorta desenden. Fase
ini berakhir pada usia kehamilan 22 hari.
2.1.2 Looping
6
Gambar 2.2
proses embriologi looping
Pada tahap ini terjadi proses looping antara atrium dengan komponen inlet
ventrikel, dan antara komponen inlet dengan outlet ventrikel. Pada
komponen inlet dan outlet ventrikel juga terbentuk lengkung sehingga
trunkus berada di depan dan kanan kanalis atrioventrikularis. Fase ini
berakhir pada usia kehamilan 23 hari.
2.1.3 Septasi
Gambar 2.3
proses embriologi septasi
Tahap ini merupakan tahap septasi pada segmen atrium, ventrikel, dan
trunkus arteriosus. Proses ini menyebabkan terbentuknya septum trabecular
yang selanjutnya menjadi bagian bawah cincin lubang antara komponen
7
inlet dan outlet ventrikel. Septum yang kemudian menjadi pemisah aorta
dan arteri pulmonalis berasal dari perlekatan antara dinding trunkus yang
disebut dengan septum infundibular. Proses ini menyebabkan aorta dan
arteri pulmonalis keluar dari jantung dengan posisi seperti spiral. Fase ini
berakhir pada usia kehamilan 24 hari.
2.1.4 Migrasi
Gambar 2.4
proses embriologi migrasi
Pada tahap ini terjadi pergeseran segmen inlet ventrikel sehingga orifisium
atrioventrikular kanan akan berhubungan dengan daerah trabekular
ventrikel kanan. Pada saat yang sama terbentuk septum inlet antara
orifisium atrioventrikular kanan dan kiri. Aortic outflow tract akan
bergeser ke arah ventrikel kiri dengan absorbsi dan perlekatan dari
lengkung jantung bagian dalam (inner heart curvature). Selanjutnya aortic
outflow tract dan pulmonary outflow tract bergabung dengan arkus aorta.
Pada masa janin selanjutnya arkus ini berfungsi sebagai ductus arteriosus
yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Fase ini
berakhir pada usia kehamilan 28 hari.
8
2.2 Pengertian TOF
Tetralogi of fallot (TOF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
terdiri dari empat kelainan khas, yaitu defek septum ventrikel (VSD), stenosis
infondibulum ventrikel kanan atau biasa di sebut stenosis pulmonal,
hipertrofi ventrikel kanan dan overiding aorta, (Riska 2013). Tetralogy of
Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang terdiri dari empat
kelainan yang khas yaitu defek septum vetrikel (VSD), stenosis infundibulum
vetrikel kanan atau yang biasa disebut pulmonal stenosis, overriding aorta
serta hipertrofi ventrikel kanan (Ruslie dana Darmadi, 2013).
Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
sering terjadi, yang terjadi pada 3-10% bayi yang mengalami penyakit
jantung bawaan. Berdasarkan sejarahnya, kelainan ini merupakan kelainan
komplek pertama yang ditangani secara bedah paliative. Selama enam dekade
memastikan bahwa kemajuan dalam teknik operasi dan manajemen
perioperative telah menunjukan hasil yang sangat baik kepada pasien ini
hingga masa dewasa. Pendataan mengenai perkiraan hidup pasien dengan
total koreksi pada TOF hanya sedikit yang memasuki usia 60-70 tahun. Akan
tetapi, dalam beberpa kasus besar dilaporkan bahwa penderita yang
memasuki usia 30-40 tahun dilaporkan mencapai 85-90% (Downing, 2015).
Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan defek jantung yang terjadi secara
kongenital dimana secara khusus mempunyai empat kelainan pada
jantungnya. TOF ini adalah merupakan penyebab tersering pada cyanotic
heart defect dan juga pada blue spell syndrome bilamana kebutuhan oksigen
otak melebihi suplainya. Komponen yang paling penting dalam menentukan
derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari ringan sampai
dengan berat. Jadi disimpukan bahwa Tetralogy of Fallot (TOF) adalah
kelainan jantung bawaan sianotik yang memiliki empat komponen
keabnormalitasan terdiri dari defek septum ventrikel, stenosis pulmonal,
overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan yang dapat mengakibatkan
blue spell syndrome. TOF dapat di tangani dengan melakukan pembedahan
paliative guna menambah angka harapan hidup penderitanya.
9
Dari penjelasan diatas kelompok dapat menarik kesimpulan bahwa TOF
adalah salah satu contoh penyakit jantung bawaan sianotik yang terdiri dari
empat kelainan yaitu Ventrikel Septal Defek (VSD), Pulmonal Stenosis (PS),
Overriding Aorta dan Right Ventrikel Hipertrofi (RVH).
Gambar 2.5
anatomi antung normal dan TOF
https://www.google.com/search?
q=gambaran+sirkulasi+normal+dan+pada+TOF
10
pulmonal tidak terjadi penambahan darah (tekanan isovolumetric) saat
tekanan ventrikel kanan mencapai 25 mmHg katup pulmonal akan terbuka
dan teradi pengisian cepat pada arteri pulmonal. Kemudian darah akan di
oksigenasi di paru-paru, lalu darah akan dialirkan ke vena pulmonalis dan
masuk atrium kiri saat tekanan atrium kiri mencapai 8 mmHg katup mitral
akan terbuka dan masuk ke ventrikel kiri sebanyak 70-80% dan 20-30%
akan masuk akibat atrial kick. Saat tekanan ventrikel meningkat katup
tertutup akan tetapi tekanan belum mampu membuka katup aorta dan tidak
terjadi penambahan volume darah (tekanan isovolumetric). Saat tekanan
mencapai 80 mmHg katup aorta akan membuka dan terjadi pengisian
cepat saat tekanan menurun katup aorta akan menutup dan terjadi
pengisian coroner (diastolic) (Ricard, 2015).
2.3.2 Aliran darah TOF
Darah dari vena cava inferior dan superior memasukin atrium kanan, katup
trikuspidalis akan membuka dan terjadi pengisian ventrikel kanan namun
jumlah darah yang masuk ke ventrikel kanan akan berkurang akibat
hipertofi ventrikel kanan. Saat tekanan vetrikel mulai meningkat katup
trikuspidalis akan menutup akan tetapi tekanan belum cukup untuk
membuka katup pulmonal tidak terjadi penambahan darah (tekanan
isovolumetric). Saat tekanan ventrikel kanan mencapai 25 mmHg katup
pulmonal tidak terbuka akibat stenosis pulmonal dan overriding aorta akan
terjadi aliran pirau kekiri dan masuk keaorta sehingga darah yang belum
dioksigenasi akan diedarkan pula keseluruh tubuh bersama dengan darah
yang teroksigenasi. Kemudian darah akan di oksigenasi di paru-paru hanya
sedikit, lalu darah akan dialirkan ke vena pulmonalis dan masuk atrium
kiri saat tekanan atrium kiri mencapai 8 mmHg katup mitral akan terbuka
dan masuk ke ventrikel kiri. Saat tekanan meningkat katup aorta akan
membuka dan terjadi pengisian bersamaan darah yang berada di ventrikel
kanan. saat tekanan menurun katup aorta akan menutup dan terjadi
pengisian coroner (diastolic) (Buku Ajar Keperawatan Anak, 2005).
2.4 Etiologi
11
Penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti, akan
tetapi diduga karena adanya faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
hal tersebut terjadi (Rilantono,2013). Terdapat dua faktor yaitu faktor
endogen dan eksogen. Faktor- faktor tersebut antara lain :
2.4.1 Faktor endogen :
2.4.1.1 Berbagai jenis penyakit genetik:kelainan kromosom. Misalnya pada
Sindrom Down dan Sindrom Digeorge seringkali menderita PJB
diantaranya adalah TOF. Genetik dari keluarga juga menyebabkan cacat
jantung pada baik faktor genetik suami maupun istri dapat meningkatkan
risiko perkembangan bayi jantung abnormal pada bayi. Hubungan darah
antara ibu dan ayah (kosanguinitas). Perkawinan dengan hubungan
kekerabatan yang terlalu dekat dapat meningkatkan risiko berbagai
kelainan bawaan, salah satunya kelainan jantung kongenital. Dalam suatu
penelitian di Pakistan, bayi yang dilahirkan dari pasangan konsanguinitas
secara signifikan memiliki risiko 2.59 kali untuk mengalami cacat pada
jantung.
2.4.1.2 Usia
Ibu yang hamil di usia 40an dikhawatirkan akan melahirkan bayi dengan
kelainan down syndrome. Berdasarkan penelitian, satu di antara 200 bayi
yang lahir dari ibu berusia 40-an mengalami kelainan austisme. Karena
kromosom seorang wanita dianggap sudah tak memiliki kualitas sebagus
saat mereka masih berusia 20-30an. Selain masalah kromosom, ada juga
masalah lainnya yang bisa menimpa ibu hamil atau bumil yang
mengalami masa kehamilan di usia 40-an, di antaranya tekanan darah
tinggi, preeklampsia, dan masalah di bagian plasenta (Kumparan.com,
2017).
2.4.1.3 Sindroma Metabolik Ibu. Kondisi gula darah tidak terkontrol, atau
diabetes dan obesitas saat sebelum dan sesaat menjalani kehamilan, dapat
mengganggu perkembangan janin sehingga dapat meningkatkan risiko
melahirkan bayi dengan kelainan jantung kongenital.
12
2.4.2.1 Saat ibu hamil tidak diketahui kehamilannya dan mengonsumsi obat KB
atau suntik KB serta konsumsi obat-obatan herbal pada trimester pertama
kehamilan.
2.4.2.2 Infeksi selama hamil di trimester pertama, ibu menderita rubella (campak
Jerman) atau infeksi virus lainnya. Infeksi rubella dapat menghambat
perkembangan jantung pada janin. Vaksinasi rubella sebelum hamil
adalah cara yang paling tepat mencegah hal tersebut.
2.4.2.3 Pajanan terhadap sinar-X selama trimester pertama.
2.4.2.4 Gizi yang buruk selama hamil atau obesitas pada trimester pertama.
2.4.2.5 Ibu yang alkoholik dan atau merokok: berpengaruh terhadap
pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga berakibat bayi lahir
prematur, cacat bawaan atau meninggal dalam kandungan
2.5 Patofisiologi
Faktor eksogen dan endogen yang terpapar selama trimester pertama dapat
mengakibatkan perkembangan embryogenesis yang tidak sempurna. Ketidak
sempurnaan perkembangan embryogenesis yang tidak sempurna dapat
mengakibatkan kelainan tetralogy of fallot (TOF). TOF terdiri dari overriding
aorta, ventrikel septal defect (VSD), pulmonal stenosis dan hipertropi
ventrikel kanan, maka Arteri pulmonal mengalami stenosis, bila obstruksi
lebih berat darah yang mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru berkurang
sehingga volume darah yang teroksigenasi tidak optimal (oksigen dalam
darah berkurang). Oleh karena tekanan ventrikel kanan lebih besar dari
ventrikel kiri maka aliran darah dari kanan ke kiri (right to left shunt)
sehingga darah yang kaya O₂ dengan darah yang kaya CO₂ bercampur.
Karena terdapat pulmonal stenosis sehingga darah dari ventrikel kanan aliran
darahnya right to left shunt dan posisi aorta bergeser 50 % tepat di atas
septum interventrikuler (overriding aorta), maka aliran darah dari ventrikel
kanan dan kiri masuk ke aorta dan terjadi percampuran darah yang sudah
teroksigenisasi dan belum teroksigenisasi. Karena jantung bagian kanan harus
memompakan sejumlah besar darah ke dalam aorta yang bertekann tinggi
serta melawan tekanan tinggi akibat stenosis pulmonal maka lama kelamaan
otot–ototnya akan mengalami pembesaran (hipertrofi ventrikel kanan).
13
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan
berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup dan menghadapi
stenosis pulmonal, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum
ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan keseluruh
tubuh tidak teroksigenisasi, hal inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis
(Buku Ajar Keperawatan Anak, 2005).
Selain adanya pulmunal stenosis juga terdapat defek antara ventrikel kanan
dan kiri ditambah dengan posisi aorta yang bergeser ke ventrikel kanan
menyebabkan makin banyak darah bergerak dari ventrikel kiri ke kanan lalu
ke aorta sehingga kadar Oksigen menurun dan kandungan CO2 banyak di
dalam darah menyebabkan hipoksia dengan klinis pasien sesak, frekuensi
nafas dan kedalaman nafas meningkat, sianosis, saturasi perifer menurun.
Pada kondisi hipoxia ini mengakibatkan tidak maksimalnya metabolisme
dalam tubuh dan terjadilah metabolisme Anaerob, yang nantinya akan
menghasilkan Laktat. Sehingga pasien akan mengalami mudah lelah, feeding
difficulty yang berdampak terjadinya gangguan tumbuh kembang pada anak,
bahkan keterbelakangan mental. Hipoksia yang kronik, di pembuluh darah
perifer mengakibatkan penambahan jaringan ikat pada bagian jaringan lunak
didasar kuku. Merangsang otak untuk mendilatasi pembuluh darah perifer
(jari-jari), dimana dilatasi pembuluh darah ini bersifat permanen yang
mengakibatkan jari tabuh (clubbing fingger). Bila hipoksia dibiarkan
berkepanjangan dapat mengakibatkan spell.
Penurunan kadar oksigen dalam darah ke sistemik juga berdampak hipoksia
pada sel, tubuh berkompensasi untuk merangsang sumsum tulang belakang
dan ginjal melalui pelepasan eritroprotein sehingga memproduksi banyak Hb
guna mengangkut lebih banyak oksigen. Peningkatan Hb mengakibatkan
Polisitemia yang meningkatkan viskositas dalam darah meningkat. Dampak
yang terjadi pada viskositas meningkat adalah terganggunya mikrosirkulasi,
mikrotrombus ensefalomalsia serta terganggunya permeabilitas membrane
sawar darah otak yang dapat mengakibatkan Abses Serebri. Dari peningkatan
viskositas darah tubuh akan berkompensasi untuk menurunkan trombosit,
dengan penurunan trombosit diharapkan viskositas dalam darah menurun, hal
14
ini tentu akan menimbulkan resiko perdarahan di seluruh tubuh terutama
diotak sampai bisa terjadi penurunan kesadaran. Peningkatan viskositas darah
di sini juga akan memperparah kondisi hipoksia yang akan memperparah
kondisi Spell.
2.7 Komplikasi
2.7.1 Polisitemia mekanisme dari hipoksia
2.7.2 Abses serebri
2.7.3 Gagal jantung kanan
2.7.4 Trombositopenia
2.7.5 Penurunan kesadaran
15
2.8.2 Pada overriding 25% sumbu aorta asenden ke arah ventrikel sehingga lebih
kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan
2.8.3 Pada overriding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50%
orifisium aorta menghadap ventrikel kanan.
2.8.4 Pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah ke depan ventrikel
kanan.
Gambar 2.6
Defek septum ventrikel yang tergambar pada pemerikasan echocardiogram
https://www.google.com/search?q=gambaran+echo+TOF
16
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin antara 16-18
g/dl, sedangkan hematokrit 50-65%. Bila kadar hemoglobin dan
hematokrit melampaui batas tersebut timbul bahaya terjadinya kelainan
trombo emboli, sebaliknya bila kurang dari batas bawah tersebut berarti
terjadi anemia relatif yang harus diobati. Pada kenaikan Hb yang
signifikan (nilai Hb diatas 20 gr/dl), biasanya tim medis akan melakukan
tindakan phlebotomy yaitu pengeluaran darah melalui intravena dan
jumlah cairan yang keluar diganti dengan NaCl 0,9%. Nilai AGD
menunjukkan peningkatan tekanan parsial karbondioksida (PCO₂),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO₂) dan penurunan pH.
2.9.3 Radiologi
Sinar-X pada thoraks didapat gambaran penurunan aliran darah pulmonal
(Oligemi), gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu boot (boot shape). Pembesaran Atrium kanan
(25%) dan arkus aorta bagian kanan (25%) mungkin dapat ditemukan.
Gambar 2.7
Rontgen dada pada TOF dengan proyeksi PA
https://www.google.com/search?
q=gambaran+torax+TOF&oq=gambaran+torax+TOF
2.9.4 Elektrokardiogram
17
2.9.4.1 Pada EKG kompleks QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan (+120 s/d
+150 derajat) pada TOF sianotik, pada kondisi TOF asianotik QRS
beraxis normal.
2.9.4.2 Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan dimana tinggi R di V1 dan V2
lebih dari 7 mm
2.9.4.3 Didapatkan gelombang P yang tinggi yang menandakan pembesaran
atrium kanan karena efek adanya pembesaran ventrikel kanan..
18
yang ada. Tujuan dari coiling agar tidak terjadi peningkatan aliran darah
paru akibat tindakan pembedahan.
Sangatlah penting untuk mendapatkan data saturasi oksigen arteri
sistemik dan desaturasi berhubungan dengan stenosis saluran keluar
ventrikel kanan. Tujuan kateterisasi jantung adalah untuk menilai ukuran
anulus pulmonal dan arteri pulmonal, menilai keparahan obstruksi aliran
darah ventrikel kanan, lokasi dan ukuran defek septum ventrikel, serta
menyingkirkan kemungkinan anomali arteri koroner. Angiografi
merupakan bagian integral dari kateterisasi jantung. Angiograf paru juga
harus dilakukan untuk mengetahui ukuran arteri pulmonalis utama dan
cabang serta untuk menyingkirkan kemungkinan adanya stenosis cabang
arteri pulmonal. Angiograf aorta juga diperlukan untuk
memvisualisasikan anatomi arteri koroner, terutama untuk menyingkirkan
adanya arteri koroner melintasi infundibulum ventrikel kanan.
19
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Tatalaksana TOF Spell
2.10.1.1 Knee Chest Positition
Knee Chest Positition yaitu merupakan tatalaksana pertama pada
pasien Spell. Cara ini adalah dengan memposisikan pasien
menekuk kaki sehingga lutut menyentuh dada. Dengan cara ini
dapat meningkatkan systemic vascular resisten (SVR) dengan cara
menekan arteri abdominalis sehingga tekanan pada ventrikel kiri
meningkat yang dapat mengakibatkan menurunya aliran darah dari
ventrikel kanan ke ventrikel kiri. Dengan keadaan ini diharapkan
darah akan lebih banyak masuk melalui arteri pulmonalis untuk
dioksigenisasi dan dialirkan keseluruh tubuh.
20
rektal bisa digunakan untuk membantu merelaksasikan pasien
diharapkan dengan pasien tenang, konsumsi oksigen bisa menurun
dan juga bisa mendilatasi Pulmonary Artery sehingga aliran keparu
bisa meningkat.
2.10.1.3 Terapi Cairan
Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif
dalam penanganan serangan sianotik dengan catatan fungsi ginjal
baik ataupun tidak terjadi gagal jantung. Penambahan volume
darah dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke
paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke
seluruh tubuh juga meningkat.
2.10.1.4 Terapi Oksigen
Oksigen dosis tinggi dapat diberikan, walaupun pemberian disini
tidak begitu tepat karena permasalahan bukan karena kekurangan
oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun. Pemberian O₂
dengan tekanan tinggi berfungsi untuk vasodilator pembuluh darah
terutama Arteri Pulmonal.
Dengan terapi tersebut biasanya anak menjadi berkurang
sianotiknya dan bising murmur pada jantung menjadi lebih keras
yang mengindikasikan peningkatan aliran darah menuju paru
melewati arteri pulmonal yang mengalami penyempitan. Namun
bila serangan sianotik masih berlanjut dapat dilanjutkan dengan
pemberian medikamentosa.
2.10.1.5 Untuk menanggulangi asidosis serta mengurangi stimulasi susunan
saraf pusat akibat asidosis, pemberian Sodium Bikarbonat dengan
dosis 1mEq/kgBB IV dan dapat diulang 10-15 menit kemudian.
Dengan terapi tersebut biasanya anak menjadi berkurang
sianotiknya dan bising murmur pada jantung menjadi lebih keras
yang mengindikasikan peningkatan aliran darah menuju paru
melewati RVOT (arteri pulmonal) yang mengalami penyempitan.
Namun bila serangan sianotik masih berlanjut dapat dilanjutkan
dengan pemberian:
21
2.10.1.6 Vasokonstriktor seperti phenylephrine (Neo-Synephrine) 0,02
mg/kg IV yang bertujuan meningkatkan tekanan arteri sistemik.
Ketamine 1-3mg/kgBB IV Bolus selama 60 detik, bertujuan untuk
meningkatkan SVR dan mensedasi pasien.
2.10.1.7 Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total
dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus
diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi sisanya
diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya. Maintenance
setelah Spell pada pasien adalah harus diberikan propanololol
(Peroral) dengan dosis 0.5-1.5 mg/kgBB/ 6-8 Jam sampai
dilakukannya operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme otot
infudibuler berkurang dan frekuensi spell menurun.
Sarankan kepada orang tua dan keluarga untuk segera dilakukan
tindakan pembedahan, karena jika serangan spell terjadi berulang
akan mengakibatkan penurunan perfusi ke otak yang akan
mengurangi kebutuhan oksigen di otak dan menyebabkan
kerusakan sel otak. Tindakan pembedahan merupakan cara utama
dalam mengatasi masalah yang muncul pada TOF.
22
2.11 Penanganan Surgical / Pembedahan
2.11.1 Prosedur paliatif (Shunt)
23
2.11.1.2 Modified Blalock-Taussig Shunt
Prosedur ini menggunakan Gore-Tex yaitu alat shunt buatan, dipasang
diantar arteri subklavia dan arteri pulmonal. Prosedur ini paling sering
digunakan pada bayi usia < 3 bulan. Insiden mortalitas surgical pada
prosedur ini < 1 %.
2.11.1.3 Water Son Shunt
Membuat anantomosis dari aorta asending ke arteri pulmonal kanan,
hal ini biasanya dilakukan bayi. Pada tipe ini ahli bedah harus hati-
hati untuk menentukan ukuran anastomosis yang dibuat antara bagian
aorta asending dengan bagian anterior arteri pulmonal kanan. Jika
anastomosis terlalu kecil makan akan mengakibatkan hipoksia berat.
2.11.1.4 Potts Shunt
Anastomosis anatara aorta desenden dengan arteri pulmonal yang kiri
teknik ini jarang digunakan, karena memiliki tingkat kesulitan dan
komplikasi seperti pada bedah Waterson Shunt.
Bayi atau anak yang telah menjalani BT Shunt, ukuran arteri
pulmonalis harus dievaluasi sekitar 6-12 bulan post BTS. Untuk ini
dilakukan pemeriksaan sadapan jantung dan angiografi arteri
pulmonalis dengan cara menyuntikkan kontras di saluran BTS. Bila
pertumbuhan arteri pulmonalis sudah cukup adekuat maka operasi
koreksi total dapat dilakukan. Bila belum maka dievaluasi 6 bulan lagi
atau dipertimbangkan memasang BTS lain di sisi kontra.
24
2.11.2 Prosedur Total Koreksi
25
pada VSD biasanya menggunakan suatu alat yang dinamakan
pericardial patch. Pericardial patch ini menghentikan darah yang kaya
oksigen dan miskin oksigen bercampur antara ventrikel kanan dan
kiri. Ketika ventrikel kanan tidak lagi bekerja dengan kuat untuk
mempompakan darah ke paru, makan ukuran ventrikel kanan akan
kembali ke ukuran normal dengan sendirinya. Keuntungan operasi
secara dini diantaranya dapat mengurangi tingkat keparahan
hipertropi otot jantung dan fibrosis ventrikel kanan, serta
pertumbuhan yang baik pada arteri pulmonal dan unit alveolar.
Propamolol
LV kecil / fungsi buruk PA Kecil PA Cukup
BT Shunt
Usia ≥6 bulan
Usia ±6 bulan
Total Correction
Gambar 3.1
(PERKI, 2016)
26
2.12 Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia 5 Tahun
Dalam buku (Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2, 2016)
2.12.1 Pertumbuhan :
2.12.1.1 Rata-rata TB 107- 119 cm
2.12.1.2 Berat badan ideal 14 – 24 kg [(usia dalam tahun x 2) + 8]
2.12.1.3 Rata- rata lingkar kepala 47,8 – 53,7 cm
27
Terpapar faktor eksogen dan faktor endogen
selama trimester pertama
Klinis: Sesak, FD, Saturasi Klinis: odema tungkai, asites, hepatomegali, JVP ,
menurun, sianotik Echo(TAPSE>1,4)
Dx. - Gangguan perfusi Hipoksemia
jaringan perifer DX: -Penurunan cardiac output
Gg nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh -Gangguan keseimbangan cairan
28 -Intoleransi aktifitas
Hipoksemia
Hipoksia
Resiko perdarahan
terutama di otak
29
2.14 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.14.1 Pengkajian Keperawatan
2.14.1.1 Riwayat kehamilan
Ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor
endogen dan eksogen yang mempengaruhi).
2.14.1.2 Riwayat tumbuh
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena fatique atau kelelahan selama makan dan
peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi
penyakit.
2.14.1.3 Riwayat psikososial/perkembangan
2.14.1.3.1 Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
2.14.1.3.2 Mekanisme koping anak/keluarga
2.14.1.3.3 Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
30
2.15.7 Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar
tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan
31
2.17.11 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
peawatan
Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
Gangguan Status pernafasan: 1. Kaji adanya perubahan
pertukaran gas Pertukaran Gas. warna kulit
berhubungan Setelah dilakukan 2. Auskultasi suara nafas,
dengan penurunan tindakan catat adanya suara nafas
aliran darah ke keperawatan tambahan
pulmonal gangguan pertukaran 3. Posisikan klien untuk
gas teratasi dengan memaksimalkan
kriteria hasil: ventilasi
4. Lakukan fisioterapi
1. Nadi dalam batas
dada
normal (80-
5. Atur intake dan output
120x/mnt)
cairan mengoptimalkan
2. RR 20-28 x/mnt keseimbangan
6. Pantau respirasi dan
3. Hasil AGD normal
status O₂
4. Hasil rontgen 7. Catat adanya
thorax normal pergerakan dada, amati
kesimetrisan
penggunaan otot-otot
tambahan pernafasan
8. Observasi tanda-tanda
vital dan pola nafas
9. Monitor AGD,
elektrolit, status mental.
Ketidakefektifan Status perfusi 1. Lakukan penilaian
perfusi jaringan jaringan. Setelah komprehensif pada
perifer dilakukan tindakan sirkulasi perifer secara
berhubungan keperawatan rutin (misal: cek nadi,
32
dengan penurunan ketidakefektifan perifer, edema, CRT,
kadar oksigen perfusi jaringan warna dan suhu kulit)
dalam darah perifer teratasi 2. Secara rutin mengecek
dengan kriteria hasil: pasien baik secara fisik
dan psikologis
1. Aliran darah
3. Monitoring toleransi
melalui pembuluh
pasien terhadap
darah pada tingkat
aktifitas
sel berdeviasi
4. Berikan oksigen
normal/ tercukupi
tambahan sesuai
2. Tidak ditemukan kebutuhan pasien
adanya nodul 5. Monitor efektifitas
terapi oksigen (saturasi
3. Hasil AGD dalam
oksigen, AGD) dengan
batas normal
tepat
4. CRT < 3 detik 6. Atur dan anjarkan
passion mengenai
penggunaan perangkat
oksigen yang
memudahkan mobilitas
Ketidakefektifan Status sirkulasi. 1. Monitor adanya daerah tertentu
perfusi jaringan Setelah dilakukan yang hanya peka terhadap
serebral tindakan tindakan panas, dingin, tajam, tumpul
berhubungan keperawatan 2. Monitor adanya
dengan abses otak ketidakefektifan paretese
perfusi jaringan 3. Intruksikan keluarga
serebral tidak terjadi untuk mengobservasi
dengan kriteria hasil: kulit jika ada isi atau
1. Tekanan laserasi
darah dalam 4. Gunakan sarung tangan
batas normal: untuk proteksi
sistol 89- 5. Batasi gerakan pada
112mmHg kepala, leher dan
33
dan diastol punggung
46-72mmHg 6. Monitor kemampuan
2. Komunikasi BAB
dengan jelas 7. Kolaborasi pemberian
dan sesuai analgetik
dengan 8. Monitor adanya
kemampuan tromboplebitis
3. Konsentrasi 9. Diskusikan penyebab
dan orientasi perubahan sensasi
34
4. Tidak ada
penurunan
kesadaran
Kekurangan Balance cairan 1. Monitor tanda-tanda
volume cairan Tanda dehidrasi vital
berhubungan Setelah dilakuakn 2. Catat intake output
dengan tindakan 3. Monitor status
peningkatan keperawatan dehidrasi
viskositas darah diharapkan kurang 4. Dorong masukan oral
volume cairan 5. Tawarkan snack
teratasi dengan 6. Dorong keluarga untuk
kriteria hasil: ingatkan minum
1. Tanda-tanda 7. Kolaborasi pemberian
vital normal cairan iv jika
2. Tidak ada diperlukan
tanda
dehidrasi
3. Hb dan Ht
dalam batas
normal
4. Balance
cairan
seimbang
5. Elastisitas
turgor kulit
baik dan
membran
mukosa
lembab
Gangguan nutrisi Anak dapat makan 1. Kaji makan dan minum
kurang dari secara adekuat dan yang disukai atau yang
kebutuhan tubuh dapat dipertahankan tidak disukai.
berhubungan sesuai dengan berat 2. Jelaskan dan
35
dengan sesak dan badan normal dan diskusikan pada
feeding difficult pertumbuhan normal. keluarga pentingnya
nutrisi.
Kriteria hasil :
3. Berikan makan sedikit
1. Anak tapi sering untuk
menunjukan mengurangi kelemahan
kenaikan berat disesuaikan denmgan
badan sesuai aktivitas selama makan
dengan umur. (menggunakan terapi
2. Anak dapat bermain).
menghabiskan 4. Ciptakan lingkungan
porsi makan yang yang menyenangkan
disediakan. dan bersama dengan
3. Peningkatan pasien lain.
toleransi makan. 5. Timbang berat badan
4. Hasil lab tidak anak setiap pagi tanpa
menunjukan diapers pada alat ukur
tanda malnutrisi, yang sama dan di
albumin dan Hb. dokumentasikan.
5. Mual dan muntah 6. Berikan perawatan
tidak ada. mulut untuk
6. Anemia tidak ada. meningkatkan nafsu
makan anak.
7. Gunakan dot yang
lembut bagi bayi dan
berikan waktu istirahat
di sela makan dan
sendawakan.
8. Berikan susu formula
yang mengandung
kalori tinggi yang
disesuaikan dengan
36
kebutuhan.
9. Catat intake dan output
secara akurat.
10. Kolaborasi dengan tim
gizi dalam pemberian
makanan
11. Bila ditemukan tanda
anemia kolaborasi
pemeriksaan
laboratorium.
Gangguan Pertumbuhan dan 1 Sediakan kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan dapat nutrisi yang ada kuat
perkembangan mengikuti kurva 2 Monitor BB / TB , buat
berhubungan tumbuh kembang catatan khusus sebagai
dengan tidak sesuai dengan usia. monitor.
adekuatnya suplai 3 Kolaborasi intake Fe
Kriteri hasil :
oksigen dan zat dalam nutrisi
nutrisi ke jaringan Pasien dapat
mengikuti tahap
pertumbuhan dan
perkembangan yang
sesuai dengan usia
37
normal sesuai umur 3. Jelaskan dan
2. Anak mencapai diskusikan tentang
peningkatan pentingnya
teloransi aktivitas pembatasan
sesuai umur aktivitas. (terlalu
3. Fatiq dengan lama / permainan
kelelahan yang banyak
berkurang membutuhkan
4. Anak mau tenaga / energi, dll)
berpartisipasi 4. Beri kesempatan
dalam setiap pada pasein untuk
kegiatan yang memilih kegiatan /
dijadwalkan permainan yang
5. Anak dapat tidur tidak banyak
dengan lelap membutuhkan
energi seperti
membaca buku
cerita, bergambar,
menyusun balok,
dll ( fasilitas
perkembangan
motorik, sensori,
kognitif, sosial,
kemandirian anak,
dll. ).
5. Bantu anak dalam
memenuhi
kebutuhan ADL
dan dukung ke
arah. Kemandirian
anak sesuai dengan
indikasi.
38
6. Jadwalkan sesuai
dengan usia,
kondisi, dan
kemampuan anak.
7. Tunjukan pada
pasien tentang
tanda-tanda fisik
bahwa aktivitas
melebihi batas.
Resiko terjadinya Serangan Spell 1. Kenali tanda – tanda
spell berulang berulang tidak spell seperti :
berhubungan terjadi. menangis
dengan hipoksia Setelah dilakukan berkepanjangan,
tindakan keperawatan bertambah sianosis,
diharapkan pernafasan cepat dan
penurunan curah dalam, gelisah, lemas,
jantung tidak terjadi kesadaran menurun
dengan kriteria hasil: dan kejang disertai
1. Tidak ditemukan kejang.
sianotik yang 2. Monitor tanda -tanda
bertambah, vital
pernapasan cepat 3. Ciptakan lingkungan
dan dalam, yang tenang, hindari
kesadaran lingkungan penuh
menurun dan stress.
kejang. 4. Batasi aktivitas dan
1. Tanda- tanda vital pengujung.
daalam batas 5. Atur posisi squatting
normal sesuai atau knee chest jika
dengan umur terjadi tanda – tanda
2. Akral hangat dan spell mulai terjadi
kesadaran 6. Berikan makanan yang
composmentis lunak dan mudah
39
dicerna.
7. Kolaborasi pemberian
O₂/Obatbatuk/
penurun panas/
pelunak feces/
penenangserta
propranolol jika
diperlukan.
Resiko perdarahan Koagulasi darah 1. Monitor tanda- tanda
berhubungan Setelah dilakukan vital
dengan defisiensi tindakan 2. Monitor ketat tanda-
trombosit keperawatan resiko tanda perdarahan
perdarahan tidak 3. Monitor nilai lab
terjadi dengan 4. Hindari terjadi
kriteria hasil: konstipasi dengan
1. Tekanan menganjurkan untuk
darah dalam mempertahankan
batas normal intake cairan yang
2. Hb dan Ht adekuat
dalam batas 5. Hindari pemberian
normal aspirin daan
(Hb:12- antikoagulan
14g/dl; Ht:
35.8-42.4%)
3. Plasma PT,
APTT dalam
batas normal
(PT 9.4-12.5
dt; APTT
25.1-36.5 dt)
4. Tidak ada
hematuria
dan
40
hematemesis
Defisiensi Pengetahuan 1. Berikan penilaian
pengetahuan kebiasaan sehat. tentang tingkat
berhubungan Setelah dilakukan pengetahuan keluarga
dengan kurang tindakan tentang proses
informasi keperawatan penyakit yang
perawatan diharapkan defisiensi spesifik
pengetahuan tidak 2. Gambarkan tanda dan
terjadi dengan kriteri gejala yang biasa
a hasil: muncul pada penyakit
1. Keluarga 3. Identifikasi
menyatakan kemungkinan
pemahaman penyebab dengan cara
tentang yang tepat
penyakit 4. Diskusikan perubahan
2. Keluarga gaya hidup yang
mampu mungkin diperkukan
menjelaskan untuk mencegah
kembali apa komplikasi
yang 5. Instruksikan pasien
dijelaskan untuk mengulang
kembali pendidikan
kesehatan yang
diberikan
41
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
3.1.1.1 Data Demografi
Tanggal pengkajian : 20/09/2019
Nama : An. M
Agama : Islam
Umur : 35 Th Umur : 34 Th
42
3.1.1.3 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
3.1.1.3.1 Umur Ibu saat mengandung adalah 28 tahun
3.1.1.3.2 GIII PIII A0 HIII
3.1.1.3.3 Selama kehamilan ketiga, Ibu pasien rutin kontrol ke bidan dengan
intensitas sebulan sekali.
3.1.1.3.4 Riwayat pemakaian obat-obatan dan jamu selama kehamilan serta
paparan zat –zat berbahaya tidak pernah. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa selama hamil ia terpapar oleh asap rokok suaminya.
3.1.1.3.5 Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya dilahirkan melalui persalinan
normal pada usia kehamilan 36 minggu dan ditolong oleh bidan. Anak
langsung menangis spontan, dan tidak biru.
3.1.1.3.6 BBL 2500 gram (BBLR)
3.1.1.3.7 PBL : 45 cm
43
3.1.1.6 Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Ibu pasien mengatakan, saat usia 6 bulan putranya jika diberi ASI suka
berhenti, lebih sering diamnya daripada menyusunya. Sejak saat itu berat
badan susah naik. Saat sudah bisa berjalan, putranya cepat merasa lelah,
kalau lelah bibir dan jari- jari suka biru, serta suka jongkok.
Ibu pasien juga mengatakan putranya bisa mulai miring 6 bulan, duduk
usia 9 bulan, berjalan mulai usia 2.5 tahun, Saat usia 3 tahun, pasien
mengalami diare dan dibawa ke rumah sakit yang ada di Kalimantan.
Pasien dirawat di RS Kalimantan selama 3 hari dan selanjutnya dibuatkan
rujukan ke Surabaya karena curiga ada masalah jantung. Di RS B pasien
diperiksa Echo dan kateterisasi. Kemudian dari RS B dirujuk ke RS A
untuk tindak lanjut.
44
Pada tanggal 04/ 09/ 2019, pasien dilakukan tindakan R-BT Shunt. Pasien
dirawat di ICU dari tanggal 04/09/2019 disampai tanggal 09/09/2019.
Pasien pindah ke IWA pada tanggal 09/09/2019. Klien terpasang drain.
Pada pukul 17.36 drain rembes, tampak clothing sepanjang tube.
Dilakukan evaluasi echo didapatkan hasil: BT SHUNT paten, terdapat
cloting di USG paru. Tanggal 09/09/2019 jam 21.00 pasien kembali ke OK
untuk torakotomi dan evakuasi hematoma ±350 cc. Pasien di observasi di
ICU selama satu malam. Tanggal 11/09/2019 pasien kembali ke IW Anak.
Tanggal 14/09/2019 pasien pindah ke RA dengan TD: 95/64mmHg, O₂
2lpm, HR 115x/menit, SpO₂ 60-78%. Saat pengkajian tanggal 21/09/2019
ibu pasien mengatakan tidak tahu cara merawat luka anaknya jika pulang
nanti, ibu pasien juga mengatakan tidak tahu makanan yang harus
dikonsumsi anaknya jika pulang nanti. Ibu pasien mengatakan tidak tahu
sebatas mana aktivitas yang bisa dilakukan anaknya.
3.1.1.8 Riwayat Penyakit yang menyertai
Tidak ada penyakit penyerta yang dialami oleh pasien.
3.1.1.9 Riwayat Penyakit keluarga
Ibu dan Ayah mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
3.1.1.10 Riwayat Personal dan Sosial
3.1.1.10.1 Sumber dana pasien
Asuransi Pemerintah (BPJS)
3.1.1.10.2 Keluarga pasien adalah tipe keluarga dengan ekonomi yang cukup.
Ayah pasien bekerja sebagai anggota POLRI. Lingkungan rumah
pasien merupakan lingkungan yang cukup padat penduduk.
3.1.1.11 Pola Akitifitas dan Personal Hygiene
3.1.1.12 Pasien beraktifitas secara mandiri, pasien sering lelah jika bermain
dengan temannya. Jika lelah pasien sering jongkok.
3.1.1.13 Pasien dapat mandi sendiri dan dibantu saat memakai baju.
45
3.1.1.12 Pola Nutrisi
3.1.1.12.1 Pasien makan 3x sehari, pasien makan dibantu oleh ibunya. Pasien
makan hanya ½ porsi saja. Ibu pasien mengatakan berat badan anaknya
sulit naik.
3.1.1.12.2 Pasien minum air putih 1000mL/hari, pasien minum susu 2x 240mL.
Tetapi pasien sering minum susu hanya setengah saja dari yang
disiapkan (120mL).
46
Suhu: 36,9 C
Sat O2: 75- 80%
3.1.1.16 Thoraks
3.1.1.16.1 Pola napas : Regular
3.1.1.16.2 Pergerakan dada : Simetris
3.1.1.16.3 Bentuk dada : Normal, retraksi otot bantu pernapasan tidak
ada, tampak ada luka di mid axila dextra bekas
drain pleura dan tampak di verban
3.1.1.16.4 Bentuk punggung : Normal tegak
3.1.1.16.5 Auskultasi paru : Vesikuler pada seluruh lapang paru
3.1.1.16.6 Auskultasi jantung : S1 normal dan S2 tunggal dan terdengar
murmur sistolik 3/6, terdapat di ICS 2
parasternal sinistra.
3.1.1.17 Abdomen
3.1.1.17.1 Bentuk abdomen : Supel
3.1.1.17.2 Asites : Tidak ditemukan
3.1.1.17.3 Hepatomegali : Tidak ditemukan
3.1.1.17.4 Bising usus : 8x/menit (normal)
47
3.1.1.17.5 Distensi lambung : Tidak ditemukan
3.1.1.18 Ekstremitas
3.1.1.18.1 Warna ektremitas : Kebiruan
3.1.1.18.2 Warna kuku : Kebiruan pada seluruh ujung jari
3.1.1.18.3 Clubbing finger : semua jari nampak clubbing finger
3.1.1.18.4 Capillary refill : 4 detik
3.1.1.18.5 Tanda deformitas kekakuan : Tidak ditemukan
3.1.1.18.6 Nyeri pada persendian : Tidak ditemukan
3.1.1.18.7 Akral : Dingin
5 5
3.1.1.19 Kulit
3.1.1.19.1 Warna kulit : Sawo matang nampak kebiruan pad extremitas dan
bibir.
3.1.1.19.2 Kelembaban : Baik dan teraba dingin
3.1.1.19.3 Turgor kulit : Kurang elastis
3.1.1.19.4 Lesi : Terdapat luka di mid axila dextra bekas drain
pleura dan tampak di verban
3.1.1.19.5 Petekie : Tidak ditemukan
3.1.1.19.6 Eritema : Tidak ditemkan
3.1.1.19.7 Nodul : Tidak ditemukan
48
3.1.2.8.2 Perkembangan motorik kasar
Belum mampu berdiri dengan 1 kaki, belum seimbang., belum
maksimal untuk melakukan gerakan olah tubuh dan keseimbangan
tubuh, belum dapat makan menggunakan sendok garpu, anak sering
main gadget.
3.1.2.8.3 Perkembangan motorik halus
Belum bisa membaca, berhitung, menggambar, mewarnai dan
merangkai kata dengan baik, jarang bercerita, fokus dengan
menonton, bicara belum jelas.
Gambar 2.11
Irama reguler, HR: ± 150 x/m, Gelombang P normal Lebar: ± 0.07 mm/sec
Tinggi: ± 0,2 mV, Interval PR 0,11 mm/ sec, kompleks QRS ± 0,08 mm/
sec, tidak ada perubahan ST segmen. Axis RAD.
Kesimpulan: Sinus Tachicardia dengan disertai RVH Axis RAD.
49
3.1.2.2 X ray
Gambar 2.12
Cor: CTR <50 % ,apex terkesan terangkat. Segmen pulmonal tidak
menonjol. Mediastinum superior tidak melebar. Aorta dilatasi (25%).
Paru: Hilus baik dan tidak menebal. Vaskularisasi paru menurun. Situs
costofrenikus dan diafragma kanan kiri baik. Tulang dan soft tissue baik.
Kesan: Cor terkesan dilatasi ventrikel kanan dan Pulmo dalam batas
normal.
50
3.1.2.3 Echocardiofgrafi
Gambar 2.13
Situs solitus, AV-VA Concordance, semua PV ke LA, ASD (-) PDA (-)
VSD pm besar R-L Shunt dengan Overiding Aorta ± 50%. LV fungsi
baik, EF 67%. RV fungsi baik TAPSE 1,4 cm Katub Mitral dan
Trikuspid baik, Tight PS Infundibular. Flow RV ke PA minimal gradient
32 mmHg. Pa conluense RPA 5-6 mm LPA 7-8 mm. Arkus Aorta dikiri,
Coartasio Aorta (-)
51
Hasil MSCT : TOF, VSD multiple, PDA kecil, bilateral BCPS, CPA
6.13/7.46 RPA 6.33/7.72 AOD 11.3
3.1.2.5 Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
02/09/2019 Hematologi :
Hemostasis
PT 13.2 detik 9,4 – 12,5
Kontrol 11 detik
INR 1.19 Nilai rujukan:
0.8 – 1.2
Target terapi:
2,00 – 4,80
Fungsi Hati
Albumin 4.1 g/ dL 3,5 – 5,2
Bilirubin total 0.88 mg/dL 0 – 1,4
Blirubin Direk 0.22 mg/dL 0 – 0.30
Bilirubin Indirek 0.66 mg/ dL 0 – 0,75
SGPT (ALT) < 5 U/L 0 – 41
SGOT (AST) 22 U/ L 0 – 50
52
Fungsi Ginjal
Ureum 23 mg/dL 10.7 – 38.52
BUN 11 mg/dL 5 – 18
Kreatinin 0.41 mg/Dl 0.29 – 0.47
eGFR
Infeksi/
Inflamasi
CRP < 0.3 <5
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
Anti- HCV Non Reaktif Non Reaktif
Elektrolit
Natrium 139 mmol/L 136 – 145
Klorida 4.1 mmol/ L 3.5 – 5.1
Kalium 102 mmol/ L 98 – 107
17/09/2019 Hematologi :
Inhalasi Ventolin 3 x 1
53
Inj.Ceftriaxone 1 x 55 mg,
3. Suhu: 36.9°C
4. RR: 20x/mnt
9. Akral dingin
20/ DS: Intoleransi Ketidakseimba
09/ 1. Ibu pasien mengatakan anak
Aktivitas ngan suplai
2019
cepat lelah saat bermain
54
DO : dan kebutuhan
1. TD : 109/84 mmhg oksigen
HR : 120 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.9 C
Sat O2 : 75- 80%
2. Capillary Refill Time 4 detik
3. Clubbing finger ditemukan pada
keseluruhan jari.
4. Kuku dan bibir tampak sianosis.
5. Pasien nampak hanya duduk dan
tiduran di tempat tidur.
20/09 DS : Gangguan Ketidak
/2019
1. Ibu pasien mengatakan bahwa pertumbuhan adekuatan
berat badan anaknya sulit naik. dan suplai oksigen
2. Ibu pasien juga mengatakan perkembangan dan zat nutrisi
putranya bisa mulai miring 6 ke jaringan
bulan, duduk usia 9 bulan,
berjalan mulai usia 2.5 tahun
DO :
1. Berat badan 11 kg
2. TB 102 cm
55
menggambar, mewarnai dan
merangkai kata dengan baik,
jarang bercerita, fokus dengan
menonton, bicara belum jelas.
20/09 DS: Resiko Efek samping
/2019
Ibu pasien mengatakan anaknya perdarahan terapi
habis operasi tanggal 4/9/19
DO:
1. Terdapat balutan pada mid
axila dextra bekas drain
pleura
2. Pasien mendapat terapi
aspilet 1x 50mg
20/09 DS: Resiko infeksi Post operasi
/2019
Ibu pasien mengatakan anaknya
habis operasi tanggal 4/9/19
DO:
1. Terdapat balutan pada mid axilla
dextra bekas drain pleura
2. Pasien hari perawatan ke 16
20/09 DS: Kurang Perawatan luka
/2019
Ibu pasien mengatakan anaknya pengetahuan post operasi
habis operasi tanggal 4/9/19
Ibu pasien mengatakan tidak tahu
cara merawat luka anaknya jika
pulang
DO:
Terdapat balutan pada mid axilla
dextra bekas drain pleura
Kondisi luka bersih
56
Ibu pasien juga mengatakan tidak pengetahuan gizi
tahu makanan yang harus
dikonsumsi anaknya jika pulang
nanti
DO:
Berat badan 11 kg
TB 102 cm
Gambar 3.5
57
pemberian normal 3. Monitor nilai lab
asuhan 2. Tidak ada 4. Hindari terjadi konstipasi
keperawatan, tanda dengan menganjurkan untuk
resiko perdarahan mempertahankan intake cairan
perdarahan 3. Hb dan Ht yang adekuat
tidak terjadi dalam batas 5. Monitor daerah post operasi
normal 6. Kolaborasi dengan farmasi
tentang efek samping dan
kegunaan terapi.
58
perkembangan 7. Kolaborasi dengan fisioterapi
5. Pasien dapat untuk pelatihan fisik anak sesuai
mengikuti tahap dengan usia
pertumbuhan dan
perkembangan
yang sesuai
dengan usia.
Gambar 3.6
59
Aspilet. 3. Monitor nilai lab
Respon: keluarga dapat 4. Hindari terjadi konstipasi
menjelaskan ulang dengan menganjurkan
edukasi yang diberikan untuk mempertahankan
intake cairan yang adekuat
5. Monitor daerah post
operasi
20/09/ 2 1. Memonitor tanda-tanda S: -
2019 vital :
O:
Respon:
11.00 - Kesadaran CM
Tingkat kesadaran compos
- TTV
mentis, TD : 94/50 mmhg,
TD : 94/50 mmhg, HR :
HR : 120x/mnt, RR :
120x/mnt, RR : 20x/mnt,
20x/mnt, Suhu : 36,6 C,
Suhu : 36,6 C, SpO2 : 75-
SpO2 : 75- 80%
80%
2. Monitor daerah permukaan
balutan post operasi bersih, tanda
luka operasi
tanda infeksi (-)
12.00 Respon: balutan post
ibu pasien mengerti tata cara cuci
operasi bersih, tanda tanda
tangan sebelum kontak dengan
infeksi (-)
pasien
3. Memberi edukasi kepada
A: Masalah teratasi sebagian
keluarga cara cuci tangan
sebelum kontak dengan P: Lanjutkan intervensi
60
via i.v line, tetesan lancar. penuh stress
6. Batasi aktivitas dan
pengunjung.
7. Beri edukasi kepada
keluarga agar mencuci
tangan sebelum menyentuh
pasien
8. Kolaborasi pemberian
antibiotic.
20/09/ 3 1. Monitor pertumbuhan dan S:-
2019 perkembangan (BB, TB).
O: - BB :11 Kg, PB: 102 cm,
10.00 Respon:
IMT : 11,3 Kg/m2
BB: 11 Kg
- Memberikan susu sebanyak
TB : 102 cm
200 cc, anak tidak mampu
12.00 IMT : 10.57 Kg/m menghabiskan
N: 115x/mnt
A: Masalah belum teratasi
10.00 S: 36.6°C
P: Lanjutkan intervensi
RR: 20x/mnt keperawatan
61
gelas (100mL) sering
4. Menemani anak saat 3. Observasi kebutuhan gizi
bermain sesuai dengan 4. Sediakan kebutuhan nutrisi
tugas perkembangan, yang adekuat.
Respon : Anak lebih 5. Temani anak saat bermain
memilih bermain HP di sesuai dengan tugas
tempat tidur dari pada perkembangan
bermain di ruang bermain 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
5. Memotivasi anak untuk dalam pemberian nutrisi yang
makan siang. cukup
Respon: makan habis 1/4
porsi
Gambar 3.7
62
Keluarga memahami efek samping dan kegunaan obat seperti resiko
perdarahan yang ditandai dengan: gusi berdarah, adanya ptekie (bintik-
bintik merah dikulit, BAB berwarna hitam atau kemerahan dan BAK
berwarna merah, muntah darah. Anjurkan untuk menggunakan sikat
gigi yang lembut.
3.6.5 Tehnik cuci tangan contoh dalam melakukan perawatan luka
Keluarga mengerti dan dapat mendemonstrasikan tehnik mencuci
tangan
3.6.6 Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal yang mencemaskan dan
tanda-tanda komplikasi.
Jika ada sesak, demam segera ke fasilitas kesehatan terdekat atau
dokter spesialis jika memungkinkan.
63
BAB IV
PEMBAHASAN
5.1 Pengkajian
Berdasakan hasil pengkajian dan menurut beberapa teori penyebab terjadinya
Tetralogy of fallot adalah akibat adanya gangguan atau kegagalan pada
tahapan embryogenesis jantung, dimana terdiri dari 4 tahapan yaitu : Tubing
(pembentukan buluh jantung), cardiac looping (pembentukan jerat jantung),
septasi (pembentukan sekat jantung) dan migrasi (pergeseran bagian-bagian
jantung sebelum mencapai bentuk akhir). Terutama pada saat embrio berusia
tiga minggu sampai delapan minggu intrauteri, dimana terjadi pembentukan
ruang-ruang di jantung.
Pada tahap ini kemungkinan kelainan bisa tidak terjadi karena selama hamil
ibu klien selalu melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur dan tidak ada
masalah pada saat kehamilan dan ibu klien tidak ada riwayat penyakit
sebelumnya. Tetapi kelainan ini bisa saja terjadi karena ibu pasien juga
mengatakan bahwa selama hamil ia terpapar oleh asap rokok suaminya,
dimana itu bisa menjadi factor penyebab karena lingkungan yang tidak sehat
(polusi).
Pada kasus An. M juga saat pengkajian tidak ditemukan Spell, karena saat
pengkajian pasien Post dilakukan RBT Shunt.
64
sebelum kontak dengan pasien, menjaga luka tetap bersih, perawatan luka
sesuai jadwal.
Diagnosa ketiga adalah kurang pengetahuan berhubungan dengan
penatalaksaan gizi, berfokus pada edukasi kepada keluarga pasien untuk
pemantauan dan pemenuhan status nutrisi pasien, serta pemenuhan tugas
perkembangan.
65
BAB V
KESIMPULAN
5.1 KESIMPULAN
Tetralogy of Fallot merupakan salah satu penyakit jantung bawaan sianotik
yang ditandai dengan 4 defek khas, yaitu stenosis pulmonal, hipertrofi
ventrikel kanan, ventricular septal defect dan overriding aorta. Ada sebelas
diagnosa pada tinjauan teoritis, tetapi pada tinjauan kasus kelompok hanya
menemukan tujuh diagnosa. Pada asuhan keperawatan yang kelompok
lakukan pada pada kasus Tetralogy of Fallot pada pasian An. M, kelompok
mengangkat masalah keperawatan sebagai berikut : Resiko perdarahan
berhubungan dengan efek terapi, resiko infeksi berhubungan dengan
perawatan luka post operasi, kurang pengetahuan berhubungan dengan
penatalaksaan gizi.
Dari ketiga diagnosa yang dilakukan perencanaan dan penatalaksanaan
keperawatan, berdasarkan kriteria hasil didapatkan evaluasi bahwa masalah
keperawatan teratasi sebagian, dikarenakan waktu yang kelompok dapatkan
di lapangan terbatas. Disamping itu, discharge planning sangat penting
diberikan kepada keluarga, guna meningkatkan status kesehatan pasien.
5.2 SARAN
Berdasarkan dari semua yang kelompok tulis pada makalah ini, ada beberapa
saran yang perlu dilakukan sebagai berikut :
5.2.1 Bagi Institusi Diklat
Semoga makalah ini dapat menjadi tambahan referensi, dan sumber
pengetahuan dalam memberikan pelayanan keperawatan terutama pada
kasus PJB sianotik khususnya Tetralogi Of Fallot dengan mengadakan
kegiatan pelatihan kesehatan yang berkesinambungan.
5.2.2 Bagi Ruangan dan Rumah Sakit
Diharapkan Rumah sakit dapat mempertahankan pelayanan asuhan
keperawatan yang sudah cukup baik di ruang perawatan anak, serta lebih
66
meningkatan kualitas dalam melakukan asuhan keperawatan pada semua
pasien terutama pada kasus PJB sianotik, khususnya Tetralogi Of Fallot.
67
DAFTAR PUSATAKA
AHA. 2013. Congenital Heart Defects (CHD) in Children, Youth and Adults .
Circulation.
A.H Markum. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak,jilid 1. Jakarta: Fakultas
kedokteran UI
Brunner dan Suddart. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Buku Ajar Kardilogi Dasar. 2015. Diklat; Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita.
Carpenito J.Lynda. 2011. Diagnosa Keperawatan,edisi 8. Jakarta: EGC.
Djer, M Mulyadi. 2014.PenangananPenyakit Jantung BawaanTanpa Operasi
(KardiologiInterveni) PetunjukPraktis Menangani Pasien DanMengeduksi
Keluarga. Jakarta : Sagung Ceto.
Hartono, Andi dkk. 2005. Buku ajar keperawatan pedriatik wong, ed. Vol:2.
Jakarta:EGC.
Hidayat, A, Aziz, Alimul. 2016. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Kasron. 2012. Kelainan DanPenyakit Jantung Pencegahan Serta Pengobatannya.
Yogjakarta : Nuha Medika.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Park K Myung. 2008. Pediatric Cardiology for practitioners. 5thed. Philadelphia:
Elsivier;
PERKI. 2016. Panduan Praktek Klinik dan Clinical Pathway Penyakit Jantung
dan Pembuluh darah. Jakarta: IDI
Richard E. 2015. Konsep Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: EGC
68
Roebiono, Poppy. 2014. Diagnose dan Tatalaksanan Penyakit Jantung Bawaan.
(Accessed at 15th Oct 2018)on https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjs
0Nert8TcAhXYT30KHcAUBwIQFjAEegQIARAC&url=http%3A%2F
%2Fwww.journals.ac.za%2Findex.php%2FSAHJ%2Farticle%2Fdownload
%2F2899%2F1745&usg=AOvVaw3D5NuphnTL5izTb1o9h854 dibuka tanggal
22 September 2019.
69
https://www.google.com/search?
q=gambaran+sirkulasi+normal+dan+pada+TOF diakses tanggal 21
September 2019
https://www.google.com/search?q=gambaran+echo+TOF diakses tanggal
22 September 2019
https://www.google.com/search?
q=gambaran+torax+TOF&oq=gambaran+torax+TOF diakses tanggal 22
September 2019
https://www.google.com/knee+chest+position+pada+pasien+tof&oq=knee
+chest+position+pada+pasien+tof diakses tanggal 22 September 2019
https://www.google.com/search?q=bt+shunt&oq=bt+Shunt diakses
tanggal 22 September 2019
https://www.google.com/search?q=korektif+TOF diakses tanggal 22
September 2019
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjs0Nert8TcAhXYT30KHcAUBwIQFjAEegQIARAC&url=http
%3A%2F%2Fwww.journals.ac.za%2Findex.php%2FSAHJ%2Farticle
%2Fdownload
%2F2899%2F1745&usg=AOvVaw3D5NuphnTL5izTb1o9h854 diakses
tanggal 22 September 2019.
https://www.cardiology.theclinics.com/cms/attachment/2038638099/2052
633114/main.pdf.png diakses tanggal 25 September 2019.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_202Diagnosis%20dan%20Tata
%20Laksana%20Tetralogy%20of%20Fallot.pdf diakses tanggal 26
September 2019
70