Anda di halaman 1dari 47

Laporan Kasus

GAGAL JANTUNG AKUT ET CAUSA


KARDIOMIOPATI PERIPARTUM

Disusun Oleh:
Arif Rahman Hakim, S.Ked.
71 2019 031

Pembimbing:
dr. Ni Made Elva Mayasari, Sp. Jp

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus yang Berjudul:


Gagal Jantung Akut et Causa Kardiomiopati Peripartum
Oleh
Arif Rahman Hakim, S.Ked.
71 2019 031
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah SakitMuhammadiyah Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang periode Januaei 2021.

Palembang, Januari 2021


Pembimbing,

dr. Ni Made Elva Mayasari, Sp. Jp

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan
karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan laporan
kasus, yang berjudul “Gagal Jantung Akut et causa Kardiomiopati
Peripartum” ini kepada dr. Ni Made Elva Mayasari, Sp. Jp, dan terakhir, bagi
semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, rela
maupun tidak rela, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis
haturkan terima kasih atas bantuannya hingga laporan kasus ini dapat
terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan imbalan
setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa didalam laporan kasus ini masih banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupun isi laporan kasus. Karena itu, Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya referat ini.
Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................
BAB II. LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi................................................................................................. 3
2.2 Anamnesis.................................................................................................. 2
2.3 Pemeriksaan fisik....................................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan penunjang............................................................................. 6
2.5 Diagnosis................................................................................................... 8

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA


3.1. Anatomi.................................................................................................... 11
3.2. Sistem Konduksi Jantung......................................................................... 13
3.3. Demam Rematik Akut.............................................................................. 16
3.4. Penyakit Jantung Katup............................................................................ 18
3.5. Diagnosis Mitral Stenosis.......................................................................... 23
3.6. Katup Aorta Bikuspid................................................................................ 26

BAB IV. ANALISIS KASUS......................................................................... 29


BAB V. PENUTUP......................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab penting mortalitas dan
morbiditas selama kehamilan.1 Sekitar 0,2 – 4% kehamilan di negara maju
disertai komplikasi penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular ini
merupakan penyebab tingginya angka kematian maternal selama masa
kehamilan terutama di negara maju. Salah satu penyakit kardiovaskular yang
dapat terjadi pada periode kehamilan adalah kardiomiopati peripartum. 2
Berdasarkan National Heart and Blood Institute dan Office of Rare Diseases
dari National Institute of Healthy, gagal jantung pada kardiomiopati peripartum
disebabkan oleh disfungsi sistolik ventrikel kiri yang terjadi selama akhir
kehamilan dan lima bulan setelah postpartum tanpa penyebab lain dari gagal
jantung dan penyakit sebelumnya.3
Kardiomiopati peripartum adalah bentuk kardiomiopati idiopatik yang
parah, yang menyerang wanita muda yang sebelumnya sehat selama akhir
kehamilan atau pascapartum, yang dapat mengancam nyawa. Insiden
Kardiomiopati peripartum rendah yaitu 0,1% pada kehamilan, tetapi morbiditas
dan mortalitas cukup tinggi antara 5-32%. Insiden aktual Kardiomiopati
peripartum tidak diketahui dan laporan yang sangat bervariasi ada di berbagai
negara, dengan 1: 299 kelahiran hidup di Haiti, 1: 1.000 kelahiran hidup di
Afrika Selatan, dan 1: 1.149 hingga 4.000 kelahiran hidup di AS. 1
Kardiomiopati peripartum jarang didapat, namun merupakan komplikasi serius
kehamilan. Sangat sedikit yang diketahui tentang Kardiomiopati peripartum,
kebanyakan penelitian dilakukan di USA, Afrika Selatan, dan Eropa. 4 Faktor
risiko Kardiomiopati peripartum termasuk usia ibu lanjut, multiparitas,
kehamilan multipel, hipertensi gestasional atau preeklamsia, dan tokolisis
berkepanjangan. Karena wanita melahirkan anak di usia yang lebih tua,
kejadian Kardiomiopati peripartum dapat meningkat.4
Diagnosis Kardiomiopati peripartum seringkali terlambat karena gejala
Kardiomiopati peripartum tidak spesifik, terutama pada kehamilan lanjut. Pada

1
beberapa wanita, klinis dan ekokardiografi bisa membaik hingga kembali ke
kondisi normal, namun pada beberapa wanita lain bisa berkembang menjadi
gagal jantung dan kematian jantung mendadak. Oleh karena itu kewaspadaan
terkait gejala kardiomiopati peripartum perlu ditingkatkan. Diagnosis dini dan
terapi terbaru untuk gagal jantung memiliki peran penting dalam menurunkan
mortalitas dan morbiditas Kardiomiopati peripartum. 3 Tujuan terapi
Kardiomiopati peripartum adalah memperbaiki oksigenasi dan
mempertahankan cardiac output, sehingga prognosis fetal dan maternal
menjadi lebih baik. Intervensi diperlukan untuk menurunkan preload dan
afterload, serta memperbaiki kontraktilitas jantung.4

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. X
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :
Agama :
Suku :
No. Reg :

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas (dyspnea)

Riwayat Perjalanan Penyakit


Seorang wanita berusia 43 tahun datang ke IGD mengeluh sesak nafas
(dyspnea), edema tungkai dan asites. Keluhan bertambah berat dalam lima bulan
terakhir. Pasien  mengeluh mudah lelah saat beraktivitas, batuk dan  terbangun
saat tidur karena sesak.
Pasien 5 bulan yang lalu melahirkan secara sectio caesarea di rumah sakit.
Selama hamil sampai trimester terakhir tidak ada tanda-tanda pasien memiliki
preeklamsia, dan hanya mengeluh sesak ringan seperti keluhan biasa di
penghujung kehamilan., Sebelum operasi, tekanan darah naik menjadi 150/90
mmHg dan sesekali terdapat gambaran PVC pada pemeriksaan elektrokardiografi.
Selanjutnya pasien di rujuk ke spesialis kardiologi. Hasil radiografi dada
didapatkan kardiomegali dengan kongesti pulmonal. Dari ekhokardiografi, hasil
yang diperoleh yaitu LV dilatasi, segmental normokinetik LV dan ejeksi fraksi
LV 60%. Setelah 2 hari diterapi, kondisi pasien membaik. Pasien selanjutnya
diperbolehkan untuk pulang dengan terapi oral digoxin, Furosemid, Valsartan,

3
Spironolactone. Keluhan pasien membaik dan tidak pernah kembali untuk tindak
lanjut. 5 bulan kemudian, pasien mengeluh dispneu lebih berat dengan edema
tungkai dan asites.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
sebelumnya, juga tidak memiliki riwayat adanya benjolan di leher. Riwayat nyeri
dada dan sesak nafas sebelumnya disangkal.

Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini

Riwayat Sosial Ekonomi


Seorang ibu rumah tangga dengan ekonomi menengah keatas

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 120 x/menit
RR : x/menit.
Suhu : 36.20C
Saturasi O2 : 99% dengan 3 lpm oksigenasi nasal
Kulit : Turgor kulit cukup
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor 3 mm,
reflek cahaya +/+
Telinga : kelainan anatomis (-/-), discharge (-/-)
Hidung : discharge (-/-)
Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-)
Leher : simetris; JVP meningkat

4
Thorax
Pulmo :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi
(-)
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : redup pada kedua lapang paru
Auskultasi : ronki basah di pulmo kanan dan kiri
Jantung :
Inspeksi : ikhtus kordis tidak tampak
Palpasi : ikhtus kordis teraba di ICS VI linea axillaris anterior sinistra,
thrill (-)
Perkusi :
- Batas kanan atas jantung : ICS II linea parasternalis dextra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea parasternalis dextra
- Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
- Batas kiri bawah jantung : ICS VI linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I normal, bunyi jantung II normal, tidak ada bunyi
tambahan
Abdomen :
Inspeksi : cembung (asites)
Palpasi : hepar/lien tak teraba, nyeri tekan (-), defans muskuler (-)
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), pekak hepar (+)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Edema (-/-) (+/+)

5
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 15,3 g/dl 14-18
Leukosit 8000 103 µL 4,2-11
Trombosit 203.000 103 µL 150-440
Hematokrit 45,1 % 42-52
Natrium 147,8 meq/L 135-148
Kalium 3,5 meq/L 3,5-5,5
Klorida 108,7 meq/L 94-111
Albumin 3,7 g/dl 3,5-5,9
Ureum darah 7,9 mg/dl 6-21
Kreatinin klirens 0,78 mg/dl 0,60-1,50

Pemeriksaan EKG
Kesan : sinus takikardi, deviasi aksis kiri

Pemeriksaan Rontgen Thorax


Kesan : kardiomegali dengan kongestif pulmonal dan efusi pleura

Pemeriksaan Ekhokardiografi
Kesan : semua ruang dilatasi, hipokinetik ventrikel kiri segmental global dengan
fraksi ejeksi ventrikel kiri 32,68%

2.5 Diagnosis
Gagal Jantung akut et causa kardiomiopati peripartum

2.6 Tatalaksana
- Pasien menjalani terapi gagal jantung akut dengan oksigenasi hidung 3 lpm
O2, 0,9% NaCl IVFD 1000cc / 24 jam, dan kateter urin.
- Terapi farmakologis diberikan pompa Furosemid 5 mg / jam, Nitrat 5 mg
diminum tiga kali sehari, dan Candesartan diminum 4 mg dua kali sehari.
- Hari pertama pengobatan pasien masih mengeluh dispneu tetapi sudah mulai
berkurang, edema tungkai dan asites juga berkurang. Memantau produksi urin

6
650cc / 24 jam. Untuk terapi, diuretik diganti dengan diuretik intravena tiga
kali sehari.
- Hari kedua tidak ada keluhan dispneu, bengkak pada tungkai dan asites.
Pemantauan produksi urine 450 cc / 2 jam, pasien diberi tambahan terapi oral
Carvedilol 6,25 mg pada malam hari. Pada hari ketiga pasien stabil dan
membaik.
- Pasien pulang setelah tiga hari dirawat di rumah sakit dengan terapi rumah
Furosemid 40 mg pagi hari, Candesartan 4 mg dua kali sehari, Nitrat 5 mg
tiga kali sehari, Spironolakton 25 mg pagi hari, Carvedilol 6.25 mg malam
hari.

7
BAB III
TINJAUN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Fisiologi


Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya 250-
300 gram. Jantung mempunyai empat ruangan yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan
berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung dan
mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.5
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru
dan mengalirkan darah 2 tersebut ke ventrikel kiri. Ventrikel kanan berfungsi
menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru. Ventrikel
kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput
pembungkus disebut epikardium, lapisan tengan merupakan lapisan inti dari
janting terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terdalam
yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium.5

8
Gambar 2.1. Anatomi Jantung

Fisiologi Jantung6
a. Fungsi umum otot jantung yaitu:
1. Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa adanya
rangsangan dari luar.
2. Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang
rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal.
3. Tidak dapat berkontraksi tetanik.
4. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
b. Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia untuk
berkontraksi. Energi terutama berasal dari metabolism asam lemak dalam jumlah

9
yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat dan glukosa. Proses
metabolism jantung adalah aerobic yang membutuhkan oksigen
c. Pengaruh Ion Pada Jantung
1. Pengaruh ion kalium : kelebihan ion kalium pada CES menyebabkan
jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
2. Pengaruh ion kalsium: kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung
berkontraksi spastis.
3. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.

d. Elektrofisiologi Sel Otot jantung


Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas
membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensial aksi
yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis.
Lima fase aksi potensial yaitu:
- Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negative(polarisasi) dan bagian luar
bermuatan positif.
- Fase depolarisasi(cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas membrane
terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke dalam.
- Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat
masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif dalam sel menjadi
berkurang.
- Fase plato(keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil agak lama
sesuai masa refraktor absolute miokard.
- Fase repolarisasi(cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur tidak
mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
e. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
- SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam
dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
- AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum
atrium dekat muara sinus koronari.

10
- Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada tepi
posterior dan tepi bawah pars membranasea septum interventrikulare.
- Serabut penghubung terminal(purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
f. Siklus Jantung
Empat pompa yang terpisah yaitu: dua pompa primer atrium dan dua
pompa tenaga ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung sampai kontraksi
berikutnya disebut siklus jantung.
g. Fungsi jantung sebagai pompa
Lima fungsi jantung sebagai pompa yaitu:
1. Fungsi atrium sebagai pompa
2. Fungsi ventrikel sebagai pompa
3. Periode ejeksi
4. Diastole
5. Periode relaksasi isometric
Dua cara dasar pengaturan kerja pemompaan jantung
1. Autoregulasi intrinsic pemompaan akibat perubahan volume darah yang
mengalir ke jantung.
2. Reflex mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui saraf
otonom
h. Curah jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama
besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit disebut
curah jantung (cardiac output).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung:
1. Beban awal
2. Kontraktilitas
3. Beban akhir
4. Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1. Periode systole
2. Periode diastole

11
3. Periode istirahat
i. Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
1. Bunyi pertama: lup
2. Bunyi kedua : Dup
3. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
4. Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi
pertama

3.2. Gagal Jantung Akut


3.2.1. Definisi
Gagal jantung akut adalah terminologi yang digunakan untuk
mendeskripsikan kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala
gagal jantung. Kondisi ini mengancam kehidupan dan harus ditangani dengan
segera, dan biasanya berujung pada hospitalisasi. Ada 2 jenis persentasi gagal
jantung akut, yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi pertama kali ( de
novo ) dan gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang
sebelumnya stabil. Penyebab tersering dari gagal jantung akut adalah
hipervolum atau hipertensi pada pasien dengan gagal jantung diastolik.7

3.2.2. Epidemiologi
Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia
sekaligus penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan
menghabiskan biaya yang tinggi. Prevalensi kasus gagal jantung di komunitas
meningkat seiring dengan meningkatnya usia: 0,7 % (40-45 tahun), 1,3 %
(55-64 tahun), dan 8,4 % (75 tahun ke atas). Lebih dari 40% pasien kasus
gagal jantung memiliki ejeksi fraksi lebih dari 50%. Pada usia 40 tahun,
risiko terjadinya gagal jantung sekitar 21% untuk lelaki dan 20.3 % pada
perempuan.8 Dari survey registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan
di RS, perempuan 4,7% dan laki-laki= 5,1% adalah berhubungan dengan
gagal jantung. Sebagian dari gagal jantung ini adalah dalam bentuk
manifestasi klinis berupa gagal jantung akut, dan sebagian besar berupa
eksaserbasi akut gagal jantung kronik.8 Pasien dengan gagal jantung akut

12
memiliki prognosis yang sangat buruk. Dalam satu randomized trial yang
besar, pada pasien yang dirawat dengan gagal jantung yang mengalami
dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6%, dan apabila dikombinasi
dengan mortalitas dan perawatan ulang dalam 60 hari jadi 35,2%. Angka
kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung
berat, dengan mortalitas 30% dalam 12 bulan. Hal yang sama pada pasien
edema paru akut, angka kematian di rumah sakit 12%, dan mortalitas satu
tahun 40%. Prediktor mortalitas tinggi adalah antara lain tekanan baji kapiler
paru (Pulmonary Capillary Wedge Pressure) yang tinggi, sama atau lebih
dari 16 mmHg, kadar natrium yang rendah, dimensi ruang ventrikel kiri yang
meningkat , dan konsumsi oksigen puncak yang rendah.9

3.2.3. Etiologi7
Dalam Buku Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung yang diterbitkan oleh
PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia) disebutkan
beberapa faktor pencetus dan penyebab gagal jantung akut yang dapat terjadi
secara sangat cepat maupun tidak terlalu cepat.7
Tabel 2.1. Faktor Pencetus dan penyebab gagal jantung akut

3.2.4. Patofisiologi

13
Kegagalan pada jantung dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari beberapa
mekanisme utama di bawah ini:10
- Kegagalan pompa
Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah, tidak adekuat, atau
karena relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian
ventrikel.
- Obstruksi aliran
Obstruksi dapat disebabkan adanya lesi yang mencegah terbukanya katup
atau keadaan lain yang dapat menyebabkan peningkatan ventrikel jantung,
seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
- Regurgitasi
Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik dan beban kerja ventrikel,
seperti yang terjadi pada keadaan regurgitasi aorta serta pada regurgitasi
mitral.
- Gangguan konduksi yang menyebabkan kontraksi miokardium yang tidak
maksimal dan tidak efisien.
Beberapa keadaan di atas dapat menyebabkan overload volume dan tekanan
serta disfungsi regional pada jantung sehingga akan meningkatkan beban kerja
jantung dan menyebabkan remodeling structural jantung. Jika beban kerja
jantung semakin progresif, maka akan semakin memperberat remodeling
sehingga akan menimbulkan gagal jantung.10

3.2.5. Klasifikasi
Klasifikasi klinis gagal jantung akut dibuat berdasarkan perfusi dan
kongesti, dikelompokkan menjadi empat tipe. Tipe hangat dan basah (perfusi
baik dan kongesti) merupakan tipe terbanyak, tipe dingin dan basah
(hipoperfusi dan kongesti), tipe dingin dan kering (hipoperfusi tanpa kongesti)
serta tipe hangat dan kering (kompensasi, perfusi baik tanpa kongesti).5,6
Terdapat lima subtipe GJA, yaitu gagal jantung kronis dekompensata akut
(ADHF), edema paru akut, syok kardiogenik, gagal jantung hipertensif, dan
gagal jantung kanan. 11,12

14
- ADHF tersering ditemukan di instalasi gawat darurat dengan perburukan
gejala dan tanda gagal jantung, pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri
rendah (EF < 40%).
- Edema paru akut
ditandai dengan distress pernapasan berat disertai penurunan saturasi
oksigen (SaO2 <90%), biasa ditemukan pada pasien sindrom koroner akut
(SKA)
- Syok Kardiogenik
Merupakan entitas klinis syok dengan penurunan perfusi perifer, sering
ditemukan akibat SKA.
- Gagal Jantung Hipertensif
Adalah gagal jantung pada pasien hipertensi, klinis gagal jantung disertai
tekanan darah tinggi dan fungsi ventrikel kiri masih baik (EF>50%)
- Gagal jantung kanan
Terdapat pada pasien dengan fungsi ventrikel kanan rendah disertai klinis
hepatomegali, tekanan jugularis meningkat, kaki bengkak.

3.2.6. Manifestasi Klinis11,12


Mayoritas pasien mengalami sesak napas memberat yang akut sehingga
membutuhkan pertolongan segera.
ADHF: perburukan gejala gagal jantung kronis, ditandai dengan sesak napas
yang makin memberat, edema tungkai, ortopnea, ronki basah halus; rontgen
dada biasanya normal. Dapat dibagi berdasarkan profil hemodinamiknya
(perfusi-hangat, dingin dan kongesti-basah, kering).
Edema paru akut: sesak napas tiba-tiba disertai distress pernapasan dan
penurunan saturasi oksigen (<90%), ronki basah lebih dari ½ lapangan paru
dapat disertai wheezing atau batuk darah.
Syok kardiogenik: didapati tanda klinis syok (hipoperfusi jaringan) dapat
berupa penurunan tekanan darah <90/60 mmHg, akral dingin, kesadaran
menurun, disertai nyeri dada dan sesak napas, lebih sering karena sindrom
koroner akut (NSTEMI atau STEMI).

15
Gagal jantung hipertensif: gejala mirip dengan ADHF atau edema paru akut,
namun fungsi ventrikel kiri baik dan ditemukan hipertensi. Pada foto toraks
terlihat adanya tanda edema paru akut.
Gagal jantung kanan: ditandai dengan sindrom low output, hipotensi, sesak
napas, asites, hepatomegali, edema tungkai, serta tekanan jugular meningkat.
Tabel 2.2. Manifestasi Klinis Gagal Jantung

16
3.2.7. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan
penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto
toraks, biomarker, dan ekokardiografi. Diagnosis gagal jantung juga dapat
ditegakkan dengan kriteria Framingham. Jika terdapat minimal 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor, maka diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan.10
Tabel 2.3. Kriteria Framingham
Kriteria Mayor
 Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
 Distensi vena leher
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 Gallop S3
 Peninggian tekanan vena jugularis
 Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
 Edema ekstremitas
 Batuk malam hari
 Dyspnea on Effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
 Takikardi

17
Gambar 2.2. Skema Diagnostik untuk pasien dicurigai gagal jantung

Setelah memastikan diagnosis gagal jantung, maka dari keseluruhan


anamnesi sampai pada pemeriksaan penunjang kita dapat menentikan derajat
berat ringannya gagal jantung pada pasien. Derajat berat ringannya gagal
jantung ini sangat menentukan tatalaksana atau rencana terapi dari seorang
dokter baik di layanan primer maupun sekunder terutama pasien dengan
penyakit komplikasi atau penyakit komorbid yang berarti. Berikut klasifikasi
gagal jantung berdasarkan abnormalitas struktural jantung (ACC/AHA) atau
berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA) :

18
Tabel 2.4. Klasifikasi Derajat Gagal Jantung

Elektrokardiografi
Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas
EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika
EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat
kecil (< 10%).

Tabel 2.5. Kriteria Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung7
Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis
Sinus takikardi Gagal jantung Penilaian klinis
dekompensasi, anemia, Pemeriksaan laboratorium
demam, hipertroidisme
Sinus bradikardi Obat penyekat β, anti Evaluasi terapi obat
aritmia, hipotiroidisme, Pemeriksaan laboratorium
sindroma sinus sakit
Atrial Hipertiroidisme, infeksi, Perlambat konduksi AV,
takikardi/Futer/Fibrilasi gagal jantung konversi medik,
dekompensasi, infark elektroversi, ablasi kateter,
miokard antikoagulasi
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, Pemeriksaan laboratorium,
kardiomiopati, miokardits, tes latihan beban,

19
hipokalemia, pemeriksaan perfusi,
hipomagnesemia, overdosis angiografi koroner, ICD
digitalis
Iskemia/infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi, troponin,
Angiografiikoroner,
revaskularisasi
Gelombang Q Infark, kardiomiopati Ekokardiografi, angiografii
hipertrofi, LBBB, preexitasi koroner
Hipertrofi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup Ekokardiografi, doppler
aorta, kardiomiopati
hipertrofi
Blok atrioventrikuler Infark miokard, Intoksikasi Evaluasi penggunaan obat,
obat, miokarditis, pacu jantung, penyakit
sarkoidosis, Penyakit Lyme sistemik
Mikrovoltase Obesitas, emfisema, efusi Ekokardiograf, rontgen
perikard, amiloidosis toraks
Durasi QRS > 0,12 detik Disinkroni elektrik dan Ekokardiograf, CRT-P,
dengan morfologi LBBB mekanik CRT-D
LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter Defbrillator
CRT-P = Cardiac Resynchronizaton Therapy-PACEImaker; CRT-D = Cardiac
Resynchronizaton Therapy-Defbrillator

2.6. Abnormalitas fototoraks yang umum ditemukan pada gagal jantung7


Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekokardiograf, doppler
ventrikel kanan, atria,
efusi perikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis Ekokardiografi, doppler
aorta, kardiomiopati
hipertrofi
Tampak paru normal Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian ventrikel kiri gagal jantung kiri
Edema intersital Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian ventrikel kiri gagal jantung kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan etologi
peningkatan tekanan nonkardiak (jika efusi
pengisian jika efusi banyak)
bilateral Infeksi paru,
pasca bedah/ keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekananMitral stenosis/gagal
limfatik jantung kronik
Area paru hiperlusen Emboli paru atau
Pemeriksaan CT,
emfisema Spirometri,
ekokardiografi
Infeksi paru Pneumonia Tatalaksana kedua
sekunder akibat penyakit: gagal jantung
kongesti paru dan infeksi paru

20
Infltrat paru Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostik
lanjutan

2.7. Abnormalitas laboratorium yang umum ditemukan pada gagal jantung7

2.8. Abnormalitas ekokardiografi yang umum ditemukan pada gagal jantung7

21
3.2.8. Tatalaksana

22
Gambar 2.2. Skema Penilaian dini pasien dengan kecurigaan gagal jantung
akut7

23
Gambar 2.3. Algoritma manajemen edema/kongesti paru akut7

Pasien dengan edema/kongesti paru tanpa syok7


- Diuretika loop (IV) direkomendasikan untuk mengurangi sesak nafas, dan
kongesti. Gejala , urin, fungsi renal dan elektrolit harus diawasi secara
berkala selama penggunaan diuretika IV
- Pemberian Oksigen dosis tinggi direkomendasikan bagi pasien dengan
saturasi perifer < 90% atau PaO2 < 60 mmHg, untuk memperbaiki
hipoksemia
- Profilaksis tromboemboli direkomendasikan pada pasien yang belum
mendapat antikoagulan dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap
antikoagulan, untuk menurunkan risiko deep vein thrombosis dan emboli paru
- Pemberian ventilasi non invasive (CPAP, dll) harus dipertimbangkan bagi
pasien dengan edema paru dan pernafasan > 20x/ menit untuk mengurangi

24
sesak nafas, mengurangi hiperkapnia dan asidosis. Ventilasi non invasive
dapat menurunkan tekanan darah dan tidak dipergunakan pada pasien dengan
tekanan darah sistolik < 85 mmHg
- Opium (IV) harus dipertimbangkan terutama bagi pasien yang gelisah, cemas
atau distress untuk menghilangkan gejala-gejala tersebut dan mengurangi
sesak nafas. Kesadaran dan usaha nafas harus diawasi secara ketat, karena
pemberian obat ini dapat menekan pernafasan
- Pemberian nitrat (IV) harus dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti
paru dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki
stenosis katup mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler
paru dan resistensi vascular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan
dispnoe dan kongesti. Gejala dan tekanan darah harus dimonitor secara ketat
selama pemberian obat ini.
- Infus sodium nitroprusid dapat dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti
paru dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki
stenosis katup mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler
paru dan resistensi vascular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan
dispnoe dan kongesti. Gejala dan tekanan darah harus dimonitor secara ketat
selama pemberian obat ini.
- Obat inotropic TIDAK direkomendasikan kecuali pasien mengalami
hipotensi ( tekanan darah sistolik < 85 mmHg ), hipoperfusi atau syok,
dikarenakan faktor keamanannya (bias menyebabkan aritmia
atrial/ventricular, iskemia miokard dan kematian)

Pasien dengan hipotensi, hipoperfusi atau syok7


- Kardioversi elektrik direkomendasikan bila aritmia ventricular atau atrial
dianggap sebagai penyebab ketidakstabilan hemodinamik untuk
mengembalikan irama sinus dan memperbaiki kondisi klinis pasien
- Pemberian inotropic (IV) harus dipertimbangkan pada paien dengan hipotensi
(tekanan darah sistolik < 85 mmHg) dan atau hipoperfusi untuk
meningkatkan curah jantung, tekanan darah dan memperbaiki perfusi perifer.

25
EKG harus domonitor secara kontinu karena inotropic dapat menyebabkan
aritmia dan iskmia miokardial
- Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara perlu dipertimbangkan (sebagai
‘jembatan’ untuk pemulihan) pada paien yang tetap dalam keadaan
hipoperfusi walaupun sudah mendapat terapi inotropic dengan penyebab yang
reversible (mis. Miokarditis virus) atau berpotensial untuk menjalani tindakan
intervensi (mis. Ruptur septum intraventrikular)
- Levosimendan (IV) atau penghambat fosfodiesterase dapat dipertimbangakn
untuk mengatasi efek penyekat beta bila dipikirkan bahwa penyekat beta
sebagai penyebab hipoperfusi. EKG harus dimonitor karena obat ini bias
menyebabkan aritmia dan atau iskemia miokardial dan juga obat ini
mempunyai efek vasodilator sehingga tkanan darah juga harus dimonitor
- Vasopesor (mis. Dopamine atau norepinefrin) dapat dipertimbangakan bagi
pasien yang mengalami syok kardiogenik, walaupun sudah mendapat
inotropic, untuk meningkatkan tekanan darah dan perfusi organ vital. EKG
harus dimonitor karena obat ini dapat menyebabakan aritmia dan atau iskemia
miokardial. Pemasangan monitor tekanan darah intra-arterial juga harus
dipertimbangkan
- Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara juga harus dipertimbangalan
pada pasien yang mengalami perburukan kondisi dengan cepat sebelum
evalusi klinis dan diagnostik lengkap dapat dikerjakan

Pasien dengan Sindroma Koroner Akut7


- Tindakan Intervensi Koroner Perkutaneus Primer (IKPP) atau Bedah Pintas
Arteri Koroner (BPAK) direkomendasikan bila terdapat elevasi segmen ST
atau LBBB baru untuk mengurangi perluasan nekrosis miosit dan risiko
kematian mendadak
- Alternatif IKPP atau BPAK : trombilitik (IV) direkomendasikan, bila iKPP/
BPAK tidak dapat dilakukan, pada elevasi segmen ST atau LBBB baru ,
untuk mengurangi perluasan nekrosis miosit dan risiko kematian mendadak
- IKP dini (atau BPAK pada pasien tertetu) direkomendasikan pada sindroma
koroner akut non elevasi segmen ST untuk mengurangi risiko sindroma

26
koroner akut berulang. Tindakan revaskularisasi secepat direkomendasikan
bagi pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil
- Antagonis mineralokortikoid direkomendasikan untuk menurunkan risiko
kematian dan perawatan karena masalah cardiovascular pada pasein dengan
fraksi ejeksi < 40%
- ACE (ARB) direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi < 40%,
setelah kondisi stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard
berulang dan perawatan oleh karena gagal jantung
- Penyekat β direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi < 40 %,
setelah kondisi stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard
berulang dan perawatan oleh karena gagal jantung
- Opiat (IV) harus dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri iskemik yang
hebat (dan memperbaiki sesak nafas). Kesadaran dan usaha nafas harus
dimonitor secara ketat karena opiate dapat menyebabkan depresi pernafasan
tidak stabil
- Antagonis mineralokortikoid direkomendasikan untuk menurunkan risiko
kematian dan perawatan karena masalah cardiovascular pada pasein dengan
fraksi ejeksi < 40%
- ACE (ARB) direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi < 40%,
setelah kondisi stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard
berulang dan perawatan oleh karena gagal jantung
- Penyekat β direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi < 40 %,
setelah kondisi stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard
berulang dan perawatan oleh karena gagal jantung
- Opiat (IV) harus dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri iskemik yang
hebat (dan memperbaiki sesak nafas). Kesadaran dan usaha nafas harus
dimonitor secara ketat karena opiate dapat menyebabkan depresi pernafasan

Pasien dengan Fibrilasi Atrial dan laju ventrikuler yang cepat 7

27
- Pasien harus mendapat antikoagulan (mis.heparin) selama tidak ada
kontraindikasi, segera setelah dideteksi irama fibrilasi atrial, untuk mengurani
risiko tromboemboli
- Kardioversi elektrik direkomendasikan pada pasien dengan hemodinamik
yang tidak stabil yang diharuskan untuk segera kembali ke irama sinus, untuk
memperbaiki kondisi klinis dengan cepat
- Kardioversi elektrik atau farmakologik dengan amiodaron harus
dipertimbangkan pada pasien yang diputuskan untuk kembali ke irama sinus
tetapi( strategi‘kontrol irama’ ). Stretegi ini hanya ditujukan bagi pasien yang
baru pertama kali mengalami fibrialsi atrial dengan durasi < 48 jam (atau
pada pasien tanpa thrombus di appendiks atrium kiri pada ekokardiografi
transesofagus)
- Pemberian glikosida kardiak harus dipertimbangkan untuk mengontrol laju
ventrikel
- Antiaritmia kelas I, tidak direkomendasikan karena pertimbangkan
keamanannya (meningkatkan risiko kematian dini), terutama pada pasien
dengan disfungsi sistolik

3.3. Kardiomiopati Peripartum


3.3.1. Definisi
Definisi peripartum kardiomiopati yang umum digunakan dari National
Heart and Blood Institute dan Office of Rare Diseases dari National Institute
of Healthy adalah gagal jantung yang disebabkan oleh disfungsi sistolik
ventrikel kiri yang terjadi selama akhir kehamilan dan 5 bulan masa
postpartum tanpa penyakit kardiovaskuler lain.1 Definisi terbaru yang
disampaikan dari kelompok kerja pada Association of European Society of
Cardiology lebih sederhana dengan menghilangkan batasan waktu.
Kardiomiopati peripartum adalah kardiomiopati idiopatik yang menunjukkan
adanya gagal jantung akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri pada akhir
kehamilan atau beberapa bulan setelah melahirkan, di mana tidak ditemukan
penyebab gagal jantung lain. Ini adalah kriteria pengecualian. Ventrikel kiri
tidak dapat berdilatasi tetapi fraksi ejeksi hampir selalu turun di bawah 45%.2

28
3.3.2. Epidemiologi
Insiden PPCM cukup rendah yaitu 0,1% pada kehamilan, namun
morbiditas dan mortalitas cukup tinggi antara 5-32%. Pada beberapa wanita,
klinis dan ekokardiografi dapat membaik hingga kembali ke kondisi normal,
namun pada beberapa wanita lain dapat berkembang menjadi gagal jantung
dan kematian jantung mendadak. Insiden kardiomiopati peripartum
bervariasi, yang telah dilaporkan di Haiti: 1 dari 299 kelahiran hidup, 1 dari
2229 kelahiran hidup di California dan 1 dari 4000 kelahiran hidup di
Amerika Serikat. Variasi yang luas ini disebabkan oleh perbedaan geografi
dan pola pelaporan, selain itu akses ekokardiografi menyebabkan
overestimasi kasus ini. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan ibu
hamil mengalami PPCM antara lain peningkatan usia ibu, multiparitas dan
kehamilan dengan preeklamsia atau hipertensi gestasional. 3 Demakins et al
dan Brar et al menemukan bahwa wanita Afrika Amerika 2,9 kali lebih
banyak terkena PPCM. dibandingkan dengan wanita kulit putih dan 7 kali
lebih banyak dari wanita hispanik. Insiden hipertensi yang lebih besar di
Afrika-Amerika dapat menyebabkan hal ini.

3.3.3. Etiologi dan Patofisiologi


Kardiomiopati peripartum adalah bentuk penyakit miokard primer
idiopatik yang berhubungan dengan kehamilan. Meskipun beberapa
mekanisme etiologi telah diajukan tetapi tidak satupun dari mereka
merupakan etiologi yang pasti.6 Kardiomiopati peripartum dibedakan dari
kardiomiopati lain karena kejadiannya terkait dengan kehamilan.
Faktor resiko kardiomiopati peripartum adalah multiparitas, usia ibu
yang tua, kehamilan ganda, pre-eklampsia, hipertensi gestasional, dan ras
Afrika-Amerika. Sampai saat ini, etiologi pastinya belum ditemukan,
diperkirakan karena miokarditis, respon imun abnormal terhadap kehamilan,
respon maladaptif terhadap stress hemodinamik saat hamil, aktivasi sitokin
akibat stress, dan terapi tokolitik yang berkepanjangan. Banyak proses
etiologi yang diduga menjadi penyebab Kardiomiopati peripartum, yaitu
miokarditis viral, respon imun abnormal yang berhubungan dengan

29
kehamilan, respon maladaptif terhadap stres hemodinamik selama kehamilan,
sitokin yang mengaktifkan stres, ekspresi prolaktin yang berlebihan,
penggunaan tokolitik dan malnutrisi yang berkepanjangan. European Society
of Cardiology mengklasifikasikan Kardiomiopati peripartum sebagai bentuk
nonfamilial, non-genetik dari kardiomiopati dilatatif.3
Miokarditis virus adalah mekanisme utama yang diduga sebagai
penyebab Kardiomiopati peripartum dan pertama kali dilaporkan oleh Goulet
dan Melvin, yang menemukan miokarditis pada biopsi miokard pada 3 wanita
dengan Kardiomiopati peripartum. Namun secara klinis tidak bisa dibedakan
antara wanita dengan atau tanpa miokarditis.7 Respon imun yang abnormal
terhadap mikrochimerisme janin (sel janin dalam sirkulasi ibu) diduga
menjadi salah satu penyebab Kardiomiopati peripartum. Teori ini didukung
karena selama kehamilan sel janin dilepaskan ke dalam aliran darah ibu dan
tidak ada reaksi penolakan akibat penekanan kekebalan alami yang terjadi
selama kehamilan. Namun, setelah melahirkan, ketika sel janin menempel
pada jaringan miokard, respons autoimun patologis dapat terjadi,
menyebabkan Kardiomiopati peripartum pada ibu setelah melahirkan.7
Selama kehamilan, volume darah dan curah jantung meningkat. Otot
polos pembuluh darah mengalami relaksasi sehingga afterload berkurang. Hal
ini menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri reversibel untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi. Disfungsi ventrikel kiri sementara selama trimester
ketiga dan awal periode postpartum, dapat kembali normal setelah melahirkan
pada kehamilan normal. Kardiomiopati peripartum diduga terjadi karena
penurunan fungsi ventrikel yang drastis bila terjadi perubahan hemodinamik
selama kehamilan.4 Peningkatan konsentrasi plasma sitokin inflamasi
termasuk tumor necrosis factor α (TNF-α; C-reactive protein (CRP); dan Fas /
Apo-1, penanda plasma apoptosis, telah diidentifikasi dalam Kardiomiopati
peripartum. Fas / Apo-1 kadar ligan yang terdapat pada permukaan sel protein
yang berperan kunci dalam apoptosis, lebih tinggi pada wanita penderita
Kardiomiopati peripartum dibandingkan wanita sehat.3
Hilfiker-Kleiner dkk menemukan mekanisme patogenesis baru pada
Kardiomiopati peripartum, yaitu peningkatan produksi prolaktin. Jumlah

30
prolaktin dikaitkan dengan peningkatan volume darah, penurunan tekanan
darah, penurunan respon angiotensin dan penurunan jumlah air, natrium dan
kalium. Penelitian menunjukkan bahwa Kardiomiopati peripartum pada tikus
memiliki penghapusan spesifik STAT3 pada kardiomiosit. Pada wanita
dengan Kardiomiopati peripartum, kadar protein STAT3 rendah di jantung
dan jumlah serum cathepin D dan prolaktin 16-kD meningkat. Penggunaan
tokolitik berkepanjangan adalah penggunaan agen simpatomimetik selama
lebih dari 4 minggu. Lamper dkk menemukan adanya hubungan antara
penggunaan terapi tokolitik dan perkembangan edema paru pada wanita hamil
dan hubungan antara penggunaan simpatomimetik beta dan Kardiomiopati
peripartum.

3.3.4. Manifestasi Klinis


Perubahan pada kehamilan normal seperti peningkatan volume darah,
peningkatan kebutuhan metabolik, anemia ringan, perubahan resistensi
vaskular yang berhubungan dengan dilatasi ventrikel ringan dan peningkatan
curah jantung. Semua kondisi ini yang membuat onset kardiomiopati
peripartum dapat dengan mudah ditutup-tutupi dan tidak diketahui, karena
kesamaannya.
Wanita dengan kardiomiopati peripartum sering ditemukan sesak,
lelah saat beraktivitas, pusing, nyeri dada, batuk, edema tungkai, vena
jugularis meningkat, ronki paru, dan suara jantung S3. Tingkat keparahan
gejala bervariasi dari NYHA I hingga IV. Namun kelas III dan IV adalah
yang paling sering. Komplikasi yang mengancam jiwa termasuk gagal
jantung refrakter, syok kardiogenik, aritmia ventrikel berat, kegagalan
multiorgan, tromboemboli, dan kematian.10
Dalam kasus ini pasien datang ke IGD dengan keluhan dyspneu, kaki
bengkak, mudah lelah saat aktif dan batuk serta sesak jika berbaring.
Penderita yang datang sudah dalam keadaan gagal jantung yang semakin
parah yaitu ditemukan tanda-tanda jantung kiri tersumbat dan jantung kanan.
Pada pemeriksaan fisik terjadi peningkatan tekanan vena jugularis, ronkhi

31
basah di kedua paru, edema ekstremitas dan asites. Pasien datang sudah
dalam keadaan gagal jantung kelas NYHA III-IV.
Diagnosis kardiomiopati peripartum seringkali terlambat karena gejala
kardiomiopati peripartum tidak spesifik, terutama pada kehamilan lanjut.
Kardiomiopati peripartum harus dipertimbangkan pada wanita peripartum
dengan tanda dan gejala gagal jantung atau pasien yang sudah lama sembuh.
Riwayat keluarga perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mengetahui pola
keluarga pada kardiomiopati. Beberapa elektrokardiogram nonspesifik di
kardiomiopati peripartum menunjukkan kelainan non-spesifik, interval QT
yang berkepanjangan, dilatasi QRS, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium. Beberapa tes laboratorium juga penting tetapi tidak khusus untuk
kardiomiopati peripartum.11
Dalam kasus ini, keluhan awal post partum pasien hanya dispneu
ringan, dan kaki bengkak juga dianggap keluhan normal pada ibu postpartum.
Hal ini membuat pasien mengabaikan keluhannya. Kesadaran akan tanda dan
gejala serta kepatuhan terhadap terapi dapat mempengaruhi prognosis pasien.
Keluhan ekokardiografi awal menunjukkan dilatasi ventrikel kiri,
normokinetik ventrikel kiri segmental dan Fraksi Ejeksi 60%. Lima bulan
tanpa terapi dan pemantauan pasien jatung dalam kondisi yang lebih parah.
Dimana kita dapat menemukan semua dilatasi ruang, global segmental LV
hipokinetik dengan Fraksi Ejeksi <32,68%.
Studi terbaru mengenai biomarker yang mungkin khusus untuk
kardiomiopati peripartum termasuk prolaktin 16-kDa, microRNA-146a,
tirosin kinase 1 yang menyerupai larutan telah ditemukan, meskipun nilai
diagnostik dalam praktik klinis masih memerlukan verifikasi. Tingkat BNP
atau NT-pro BNP (N-terminal probrain natriuretic peptide). Konsentrasi BNP
plasma atau BNP NT-pro memiliki sensitivitas tinggi terhadap inklusi, dan
spesifisitas tinggi untuk menyingkirkan gagal jantung. Meskipun terdapat
stres hemodinamik yang signifikan, BNP atau NT pro-BNP tidak meningkat
selama kehamilan normal. BNP dan NT pro-BNP meningkat tidak signifikan
pada preeklamsia sedangkan di kardiomiopati peripartum meningkat
signifikan.11

32
Rontgen dada harus dilakukan pada pasien dengan dugaan
kardiomiopati peripartum. Rontgen ini dapat membantu jika terdapat edema
paru, kardiomegali, kongesti paru, dan efusi pleura. Ekokardiografi adalah
pemeriksaan non-invasif dan pemeriksaan evaluasi serial diperlukan pada
wanita hamil. Pada wanita penderita kardiomiopati peripartum secara
konsisten ditemukan gagal jantung yaitu penurunan fraksi ejeksi, dilatasi
global, dan penipisan dinding jantung.3 Kriteria ekokardiografi pada
kardiomiopati peripartum yaitu dimensi diastolik ujung LV <2,7 cm / m2 dan
M-mode Fractional shortening <30% atau fraksi ejeksi ventrikel kiri <45%.
Ekokardiografi dapat digunakan untuk mengecualikan beberapa diagnosis
banding.10 Pencitraan resonansi magnetik jantung (MRI) dapat menjadi
pelengkap ekokardiografi, terutama dengan fitur ekokardiografi yang kurang
optimal.

3.3.5. Tatalaksana
Manajemen kardiomiopati peripartum mirip dengan bentuk gagal
jantung lainnya. Namun, perhatian khusus diperlukan untuk keselamatan
wanita dan ekskresi obat atau metabolit selama persalinan hingga proses
menyusui setelah melahirkan. Tujuan utama penanganan gagal jantung adalah
untuk meningkatkan status hemodinamik, mengurangi tanda dan gejala, dan
mengoptimalkan hasil jangka panjang. Mengurangi preload dengan
vasodilator seperti nitrat penting yang sebagian besar aman untuk kehamilan
dan menyusui. Diuretik juga penting untuk mengurangi preload, tetapi
perhatian harus diberikan untuk mengurangi volume intavaskuler, sehingga
mengurangi suplai darah ke uterus dan juga ke janin. Manajemen akan fokus
pada pengurangan preload dan afterload serta meningkatkan inotropik.
Penatalaksanaan umumnya dibagi menjadi penatalaksanaan bila pasien
dengan gagal jantung kompensasi dan gagal jantung akut. Penatalaksanaan
yang ideal adalah hidralazine, nitrat, digoksin, dan diuretik. Penghambat
enzim pengubah angiotensin (ACE-i) dikontraindikasikan selama persalinan
karena teratogenisitasnya tetapi terapi ini adalah terapi PPCM utama setelah

33
melahirkan untuk penurunan afterload. Antagonis aldosteron efektif bila ACE
tidak ditoleransi tetapi tidak dapat diberikan selama kehamilan.3
Antagonis adrenergik beta seperti metoprolol dan carvedilol dapat
diberikan pada kardiomiopati peripartum dan dapat meningkatkan angka
harapan hidup. Beta blocker tidak boleh diberikan pada tahap awal
kardiomiopati peripartum karena dapat mengurangi perfusi pada gagal
jantung akut. Digoxin sebagai agen inotropik juga aman digunakan selama
kehamilan, dianjurkan untuk ibu hamil dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri
dan fraksi ejeksi kurang dari 40% dengan kegagalan. Berikut pedoman untuk
gagal jantung kompensasi pada kardiomiopati peripartum. Berikut pedoman
penatalaksanaan gagal jantung terkompensasi di kardiomiopati peripartum.3
Tabel 2.8. Manajemen Kardiomiopati peripartum dengan gagal jantung
terkompensasi
Non Pharmaceutical Therapies
Low-sodium diet: limit of 2 g sodium per day
Fluid restriction: 2 L/day
Light daily activity: if tolerated (eg, walking)
Antepartum Management of PPCM
Beta blocker : Carvedilol, Metoprolol
Vasodilator: Hydralazine Digoksin
Thiazide diuretic: Hidroklorotiazide
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
Captopril, Enalapril, Ramipril, Lisinopril
Angiotensin-receptor blocker (bila ACE-I tidak mampu menoleransi)
Candesartan, Valsartan
Vasodilator
Hydralazine, Isosorbid Dinitrat
Aldosterone antagonist
Spironolacton, Eplerenone
Beta blocker
Carvedilol, Metoprolol
Warfarin (jika fraksi ejeksi <35%)
Penatalaksanaan pasien kardiomiopati peripartum dengan gagal
jantung akut dimulai dari jalan nafas, pernafasan dan siklus. Penilaian jalan
napas sangat penting karena volume intravaskular kehamilan yang berlebihan.
Pernafasan perlu dibantu dengan oksigenasi tambahan untuk mengurangi
tanda dan gejala hipoksemia serta mengukur saturasi oksigen secara terus
menerus. Pemantauan tekanan darah dan pemantauan janin perlu dilakukan.

34
Secara farmakologis dapat diberikan diuretik intravena dengan perhatian,
vasodilator dan agen inotropik. Furosemid diberikan dengan pertimbangan
pembersihan kreatinin dan nitrogliserin diberikan sesuai dengan status klinis
dan tekanan darah.
Dalam kasus ini, pasien menjalani terapi gagal jantung akut dengan
oksigenasi hidung 3 lpm O2, 0,9% NaCl IVFD 1000cc / 24 jam, dan kateter
urin. Terapi farmakologis diberikan pompa Furosemid 5 mg / jam, Nitrat 5
mg diminum tiga kali sehari, dan Candesartan diminum 4 mg dua kali sehari.
Hari pertama pengobatan pasien masih mengeluh dispneu tetapi sudah mulai
berkurang, edema tungkai dan asites juga berkurang. Memantau produksi urin
650cc / 24 jam. Pompa furosemid diganti dengan diuretik intravena tiga kali
sehari. Pemantauan hari kedua produksi urine 450 cc / 24 jam, pasien diberi
tambahan terapi oral Carvedilol 6,25 mg pada malam hari. Pasien pulang
setelah tiga hari dirawat di rumah sakit dengan terapi dibawa pulang
Furosemid 40 mg pada pagi hari, Candesartan 4 mg dua kali sehari, Nitrat 5
mg tiga kali sehari, Spironolakton 25 mg pada pagi hari, Carvedilol 6,25 mg
pada malam hari. Pasien ini menunjukkan respon terapi yang baik dan gejala
klinis menghilang selama 3 hari pengobatan.
3.3.6. Prognosis
Prognosis kardiomiopati peripartum berhubungan positif dengan
peningkatan fungsi ventrikel. Kegagalan ukuran jantung untuk kembali ke
ukuran normal dikaitkan dengan mortalitas dan morbiditas. Wanita dengan
disfungsi ventrikel persisten lebih sulit untuk bertahan hidup dan kembali ke
fungsi jantung normal dibandingkan dengan wanita dengan peningkatan
fungsi ventrikel kiri. Sliwa et al mengatakan fraksi ejeksi adalah alat bantu
yang kuat dari hasil pada wanita dengan PPCM.12
Abboud dkk. melaporkan 50% wanita dengan PPCM kembali ke fungsi
ventrikel normal dalam 6 bulan setelah melahirkan.13 Terapi medis menurut
pedoman ACCF / AHA sebaiknya dilanjutkan jika fungsi jantung belum
kembali normal. Diagnosis dini dan terapi terbaru gagal jantung memiliki
peran penting dalam menurunkan mortalitas dan morbiditas PPCM. Perhatian
juga harus diberikan pada kehamilan berikutnya pada pasien dengan PPCM

35
yang membaik. Perbaikan fungsi ventrikel kiri merupakan prediktor untuk
kehamilan berikutnya.14
BAB IV
ANALISIS KASUS

Kasus ini membahas seorang wanita usia 43 tahun datang ke IGD


dengan keluhan sesak nafas. Keluhan disertai edema tungkai dan asites.
Keluhan bertambah berat dalam lima bulan terakhir. Pasien  mengeluh mudah
lelah saat beraktivitas, batuk dan  terbangun saat tidur karena sesak. Pasien 5
bulan lalu melahirkan dan hanya mengeluh sesak ringan seperti keluhan biasa
di penghujung kehamilan, setelah diterapi keluhan pasien membaik dan tidak
pernah kontrol lagi. 5 bulan kemudian keluhan sesak nafas bertambah parah
disertai keluhan edema tungkai dan asites.
Menurut Manurung (2014), Wanita dengan kardiomiopati peripartum
sering ditemukan sesak, lelah saat beraktivitas, pusing, nyeri dada, batuk,
edema tungkai, vena jugularis meningkat, ronki paru, dan suara jantung S3.
Tingkat keparahan gejala bervariasi dari NYHA I hingga IV. Namun kelas III
dan IV adalah yang paling sering. Komplikasi yang mengancam jiwa
termasuk gagal jantung refrakter, syok kardiogenik, aritmia ventrikel berat,
kegagalan multiorgan, tromboemboli, dan kematian.
Penderita yang datang sudah dalam keadaan gagal jantung yang
semakin parah yaitu ditemukan tanda-tanda jantung kiri tersumbat dan
jantung kanan. Pada pemeriksaan fisik terjadi peningkatan tekanan vena
jugularis, ronkhi basah di kedua paru, edema ekstremitas dan asites. Pasien
datang sudah dalam keadaan gagal jantung kelas NYHA III-IV.
Dalam kasus ini, keluhan awal post partum pasien hanya dispneu
ringan, dan kaki bengkak juga dianggap keluhan normal pada ibu postpartum.
Hal ini membuat pasien mengabaikan keluhannya. Kesadaran akan tanda dan
gejala serta kepatuhan terhadap terapi dapat mempengaruhi prognosis pasien.
Keluhan ekokardiografi awal menunjukkan dilatasi ventrikel kiri,
normokinetik ventrikel kiri segmental dan Fraksi Ejeksi 60%. Lima bulan
tanpa terapi dan pemantauan pasien jatung dalam kondisi yang lebih parah.

36
Dimana kita dapat menemukan semua dilatasi ruang, global segmental LV
hipokinetik dengan Fraksi Ejeksi <32,68%.
Menurut Ponikowski, dkk (2016) Diagnosis kardiomiopati peripartum
seringkali terlambat karena gejala kardiomiopati peripartum tidak spesifik,
terutama pada kehamilan lanjut. Kardiomiopati peripartum harus
dipertimbangkan pada wanita peripartum dengan tanda dan gejala gagal
jantung atau pasien yang sudah lama sembuh. Riwayat keluarga perlu
dikembangkan lebih lanjut untuk mengetahui pola keluarga pada
kardiomiopati.
Pada pemeriksaam fisik didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg,
denyut nadi 120 x/menit, suhu 36,2 C, saturasi O2 99% dengan 3 lpm
oksigenasi nasal, tekanan vena jugularis meningkat. Pemeriksaan paru
didapatkan perkusi redup di kedua lapang paru dan pada auskultasi
didapatkan suara ronki basah di kedua lapang paru. Pemeriksaan jantung
didapatkan batas kantung kiri melebar, bunyi jantun I dan II normal regular,
tidak terdapat bunyi jantung tambahan. Pemeriksaan abdomen didapatkan
asites. Pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema pada kedua tungkai.
. Diagnosis gagal jantung juga dapat ditegakkan dengan kriteria
Framingham. Jika terdapat minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor,
maka diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan. Menurut kriteria
Framingham, pada kriteria mayor terdapat Paroxysmal Nocturnal Dyspnea,
Distensi vena leher, Ronki paru, Kardiomegali, Edema paru akut, Gallop S3,
Peninggian tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular. Sementara kriteria
minor terdiri dari edema ekstremitas, batuk malam hari, dyspnea on effort,
Hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal,
takikardi.
Berdasarkan pemeriksaan EKG didapatkan kesan sinus takikardi dan
deviasi aksis kiri. Menurut PERKI (2015) Abnormalitas EKG sering dijumpai
pada gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil
dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung
khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%). Kriteria
Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung yaitu sinus

37
takikardi, sinus bradikardi, atrial fibrilasi, aritmia ventrikel, iskemia/infark,
gelombang Q, hipertrofi ventrikel kiri, blok atrioventrikuler, LBBB.
Berdasarkan pemeriksaan Rontgen dada, didapatkan kardiomegali
dengan kongestif pulmonal dan efusi pleura. Rontgen dada harus dilakukan
pada pasien dengan dugaan kardiomiopati peripartum. Rontgen ini dapat
membantu jika terdapat edema paru, kardiomegali, kongesti paru, dan efusi
pleura. Menurut PERKI (2015) Abnormalitas rotngen dada sering dijumpai
pada gagal jantung. Abnormalitas fototoraks yang umum ditemukan pada
gagal jantung yaitu kardiomegali, hipertrofi ventrikel, tampak paru normal,
kongesti vena paru, edema interstisial, efusi pleura, Garis Kerley B, Area paru
hiperlusen, Infeksi, dan Infltrat paru.
Berdasarkan pemeriksaan ekokardiografi, didapatkan semua ruang
dilatasi, hipokinetik ventrikel kiri segmental global dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri 32,68%. Menurut PERKI (2015), abnormalitas ekokardiografi
yang umum ditemukan pada gagal jantung yaitu fraksi ejeksi ventrikel kiri
menurun <40% ; fungsi ventrikel kiri akinesis, hipokinesis, diskinesis ;
diameter akhir diastolik (meningkat >55 mm), diameter akhir sistolik
(meningkat >45 mm), fractional shortening (menurun <25%) ; ukuran atrium
kiri (meningkat >40 mm), ketebalan ventrikel kiri (hipertrofi (>11-12 mm) ;
struktur dan fungsi katup (stenosis atau regurgitasi katup) ; profil aliran
diastolic mitral (abnormalitas pola pengisian diastolic dini dan lanjut) ;
pericardium (efusi, hemoperikardium, penebalan pericardium) ; aortc outlow
velocity (menurun <15 cm), vena cava inferior (dilatasi, retrograde flow).
Pada wanita penderita kardiomiopati peripartum secara konsisten
ditemukan gagal jantung yaitu penurunan fraksi ejeksi, dilatasi global, dan
penipisan dinding jantung. Kriteria ekokardiografi pada kardiomiopati
peripartum yaitu dimensi diastolik ujung LV <2,7 cm / m2 dan M-mode
Fractional shortening <30% atau fraksi ejeksi ventrikel kiri <45%.
Ekokardiografi dapat digunakan untuk mengecualikan beberapa diagnosis
banding.
Dalam kasus ini, pasien menjalani terapi gagal jantung akut dengan
oksigenasi hidung 3 lpm O2, 0,9% NaCl IVFD 1000cc / 24 jam, dan kateter

38
urin. Terapi farmakologis diberikan pompa Furosemid 5 mg / jam, Nitrat 5
mg diminum tiga kali sehari, dan Candesartan diminum 4 mg dua kali sehari.
Hari pertama pengobatan pasien masih mengeluh dispneu tetapi sudah mulai
berkurang, edema tungkai dan asites juga berkurang. Memantau produksi urin
650cc / 24 jam. Pompa furosemid diganti dengan diuretik intravena tiga kali
sehari. Pemantauan hari kedua produksi urine 450 cc / 24 jam, pasien diberi
tambahan terapi oral Carvedilol 6,25 mg pada malam hari. Pasien pulang
setelah tiga hari dirawat di rumah sakit dengan terapi dibawa pulang
Furosemid 40 mg pada pagi hari, Candesartan 4 mg dua kali sehari, Nitrat 5
mg tiga kali sehari, Spironolakton 25 mg pada pagi hari, Carvedilol 6,25 mg
pada malam hari.
Pasien ini menunjukkan respon terapi yang baik dan gejala klinis
menghilang selama 3 hari pengobatan. Menurut Septi (2018) Penatalaksanaan
pasien kardiomiopati peripartum dengan gagal jantung akut dimulai dari jalan
nafas, pernafasan dan siklus. Penilaian jalan napas sangat penting karena
volume intravaskular kehamilan yang berlebihan. Pernafasan perlu dibantu
dengan oksigenasi tambahan untuk mengurangi tanda dan gejala hipoksemia
serta mengukur saturasi oksigen secara terus menerus. Pemantauan tekanan
darah dan pemantauan janin perlu dilakukan. Secara farmakologis dapat
diberikan diuretik intravena dengan perhatian, vasodilator dan agen inotropik.
Furosemid diberikan dengan pertimbangan pembersihan kreatinin dan
nitrogliserin diberikan sesuai dengan status klinis dan tekanan darah.
Menurut PERKI (2016) Pemberian Digoxin tidak diperlukan pada
kasus ini. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung
disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial,
digunakan bersama sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker. Pada pasien
tidak terdapat fibrilasi atrial, maka tidak diperlukan pemberian digoksin.
Menurut Syarif (2012) Setelah fase akut teratasi, pasien dapat
ditambahkan pemberian Captopril mulai dari 6.25 mg dapat dinaikkan hingga
mencapai dosis optimal. Captopril adalah golongan Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACE), berperan sebagai vasodilator untuk mengurangi
beban preload pada gagal jantung. Obat golongan ini bekerja dengan cara

39
menghambat kerja enzim pengubah angiotensin sehingga perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II dapat diblok. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor kuat dan juga menstimulasi sekresi aldosteron. Jika
pembentukan angiotensin II dihambat maka vasokonstriksi (pengecilan
pembuluh darah) tidak terjadi, sekresi aldosterone menurun, aliran darah ke
ginjal meningkat sehingga sekresi natrium meningkat. Hal tersebut
mengurangi beban preload jantung.
Furosemid adalah golongan loop diuretic. Furosemida merupakan
suatu derivat asam antranilat yang efektif sebagai diuretik. Efek kerjanya
cepat dan dalam waktu yang singkat. Mekanisme kerja furosemid adalah
menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal. Furosemida
meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak
mempengaruhi tekanan darah yang normal. Pada penggunaan oral,
furosemida diabsorpsi sebagian secara cepat dan diekskresikan bersama urin
dan feses.
Spironolakton merupakan antagonis spesifik aldosterone, yang
bertndak terutama mellui pengikatan secara kompetitif pada reseptor yang
berkairan engan aldosterone, tempat pertukaran natrium-kalium di distal
tubulus ginjal. Spironolakton menyebabkan peningkatan jumlah dan air untuk
disekresi, sedangkan kehilangan kalium diminimalkan.
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor konduktan
natrium duktus kolektifus (triamteren dan amirolid). Obat-obat ini sangat
kurang efektif bila digunakan sendiri tanpa kombinasi dengan obat lain untuk
penatalaksaanaan gagal jantung. Meskipun demikian, bila digunakan dalam
kombinasi dengan tiazid atau loop diuretic, obat-obat golongan ini efektif
dalam mempertahankan kadar kalium yang normal dalam serum.

BAB V
PENUTUP

Pasien pada kasus ini mengalami gagal jantung akut yang disebabkan oleh
peripartum kardiomiopati. Pasien memiliki riwayat setelah melahirkan pasien

40
mengeluh dispneu, setelah mendapat terapi pasien tidak pernah kembali kontrol.
Lima bulan kemudian pasien datang dengan keluhan dispneu yang lebih parah,
edema tungkai dan asites serta hasil ekokardiografi menunjukkan fraksi ejeksi
lebih rendah yaitu 32,68%.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan perkusi redup di kedua lapang paru,
ronki basah di paru kanan dan kiri, ikhtus kordis teraba di ICS VI linea axillaris
anterior sinistra, abdomen asites, dan edema kedua tungkai. Pemeriksaan EKG
didapatkan sinus takikardi, HR 120 x/menit, deviasi aksis kiri. Hasil pemeriksaan
X-ray thoraks didapatkan gambaran kardiomegali dengan kongestif pulmonal dan
efusi pleura. Hasil pemeriksaan ekokardiografi didapatkan semua ruang dilatasi,
hipokinetik ventrikel kiri segmental global dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri
32,68%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sliwa K, Bohm M. Incidence and prevalence of pregnancy-related heart


disease. Cardiovasc Res 2014;101:554-560.

41
2. Sulistyanti D & Suryono B. Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati
Peripartum. Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia. 2019. 2(2) : 109-21.
3. Septi F & Ali A. Woman with Acute Heart Failure et Causa Peripartum
Cardiomyopathy - A Case Report. International Journal of Science and
Research (IJSR). 2018. 7(9) : 1127-31.
4. Sliwa K, Hilfi ker-Kleiner D, Petrie MC, Mebazaa A, Pieske B, Buchmann E,
et al. current state of knowledge on aetiology, diagnosis, management, and
therapy of peripartum cardiomyopathy: A position statement from the heart
failure association of the European society of cardiology working group on
peripartum cardiomyopathy. Eur J Heart Failure 2010; 12(8):767-78.
5. Snell, R.S. Anatomi Klinik Berdasarkan Sistem. Dialihbahasakan oleh
Suguharto L. Jakarta: EGC. 2012.
6. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Philadelphia (PA): Elsevier, Inc.; 2016.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. PERKI. 2015.
8. Permenkes No 5 Tahun 2014 : Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2014.
9. Leonard, S. Lilly (editor) Patophysiology of the heart : a collaborative project
of medical students and faculty 5th Ed. : Lippicont Williams &Wikkins, a
WolterKhower Business, 2011.
10. Manurung D. Tata Laksana Gagal Jantung Akut. Dalam (Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Ed 6. Jakarta: InternaPublishing. 2014 : 1515-9.
11. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, et al. Diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure: The task force for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure of the European
Society of Cardiology (ESC) developed with the special contribution of the
Heart Failure Association (HFA) of the ESC. Eur Heart J. 2016;37(27):
2129–200.
12. Felker GM, Teerlink JR. Diagnosis and management of acute heart failure
syndromes. In: Bonow, RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P, editors.

42
Braunwald’s heart disease a textbook of cardiovascular medicine. 10th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2015 .p.486-504.
13. Abboud J, Murad Y, Chen-Scarabelli C, Saravolatz L, Scarabelli TM.
Peripartum Cardiomyopathy: a comprehensive review. Int J Cardiol. 2007.
118(3):295-303.
14. Brar SS, Khan SS, Sandhu GK, et al. Incidence, mortality, and racial
differences in peripartum cardiomyopathy. Am J Cardiol. 2007. 100(2):302-
304.
15. PERKI. Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah Jakarta. PERKI. 2016.
16. Syarif, Amir et al. Farmakologi dan Terapi: Edisi kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2012.

43

Anda mungkin juga menyukai