Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

TATALAKSANA PENGUBURAN JENAZAH


DIDUGA PENYAKIT MENULAR
(ASPEK ETIKOLEGAL)

Oleh:
Zadi Oktariansyah, S.Ked (712019051)
Assyifa Salsabila, S.Ked (712019046)
Dhea Nadhila, S.Ked (712019035)

Pembimbing:
Kompol dr. Mansuri, Sp.KF

DEPARTEMEN FORENSIK
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Referat berjudul
TATALAKSANA PENGUBURAN JENAZAH
DIDUGA PENYAKIT MENULAR
(ASPEK ETIKOLEGAL)

Dipersiapkan dan disusun oleh


Zadi Oktariansyah, S.Ked (712019051)
Assyifa Salsabila, S.Ked (712019046)
Dhea Nadhila, S.Ked (712019035)

Telah dilaksanakan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan
Klinik Senior Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Palembang

Palembang, Agustus 2020


Dosen Pembimbing

Kompol dr. Mansuri, Sp.KF

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah swt, zat Yang Maha Kuasa dengan segala
keindahan-Nya, zat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang
terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Tatalaksana Penguburan Jenazah Diduga
Penyakit Menular (Aspek Etikolegal)” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik RS
Bhayangkara Palembang.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
Kompol dr. Mansuri, Sp.KF selaku dosen pembimbing.
Semoga Allah swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu
hanya milik Allah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Palembang, Agustus 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Maksud dan Tujuan ........................................................................... 2
1.4 Manfaat .............................................................................................. 2
1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................................2
1.4.2 Manfaat Praktis .........................................................................2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi................................................................................................ 4
2.2. Epidemiologi........................................................................................5
2.3. Etiologi.................................................................................................5
2.4. Patofisiologi......................................................................................... 6
2.5. Manifestasi Klinis................................................................................ 7
2.6. Diagnosis..............................................................................................8
2.7. Tatalaksana...........................................................................................9
2.8. Komplikasi dan Prognosis................................................................... 12
2.9. Paduan Penatalaksanaan Jenazah COVID 19......................................13
2.9.1. Dasar Hukum…………………………………......................... 13
2.9.2. Ruang Lingkup...........................................................................13
2.9.3. Ketentuan................................................................................... 14
2.9.4. Prosedur Penguburan Jenazah Covid 19....................................15
2.9.4.1. Prosedur Pelaporan dan Penanganan Jenazah............ 15
2.9.4.2. Prosedur Konfirmasi dan Persiapan Petugas.............. 16
2.9.4.3. Prosedur Penanganan Jenazah.................................... 17
2.9.4.4 Pedoman Penguburan Jenazah.....................................18
2.10 Aspek Etik dan Hukum Penyakit Menular......................................... 19
2.10.1. Wabah Penyakit Menular.........................................................19
2.10.2. Sumber Penyakit...................................................................... 20

iv
2.10.3. Peraturan tentang Wabah Penyakit Menular............................20
2.10.4. Pemberantasan Penyakit Menular dalam UU Kesehatan.........22
BAB III : KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan .......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………......25

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Corona Virus Disease (Covid 19) diidentifikasi sebagai pandemi global oleh
WHO pada awal Maret 2020. Covid 19 disebabkan oleh Coronavirus Sindrom
Pernafasan Akut Berat (SARS-CoV-2), virus RNA beruntai tunggal yang
sekarang adalah 1 dari 7 coronavirus yang diketahui menginfeksi manusia.1
SARS-CoV2 telah terbukti sebagai salah satu bentuk corona virus yang
mematikan, terutama menginfeksi pada paru-paru tetapi dengan efek pada
beberapa sistem organ lain, terutama ginjal, hematologi, dan sistem saraf.2 Di
Indonesia, jumlah kematian akibat Covid 19 terus meningkat, di Sumatera
Selatan sampai tanggal 18 Juni 2020 terdapat 1596 kasus terkonfirmasi positif
Covid 19 dengan Palembang sebagai kota dengan kasus terbanyak.3
Covid 19 merupakan penyakit yang penularannya melalui droplet (percikan
cairan tubuh pada saat bersin atau batuk) serta ketika seseorang menyentuh pasien
atau permukaan benda-benda yang terduga dihinggapi virus corona. Pada jenazah
Covid 19, penularan ke orang hidup dapat terjadi melalui droplet yang keluar dari
lubang tubuh, ketika jenazah dipindahkan atau ketika kontak dengan cairan tubuh
jenazah.4
Pada saat terjadinya wabah Covid 19, dibutuhkan kewaspadaan bersama
ketika menemukan kasus kematian, baik dari pasien dengan kasus suspect dan
konfirmasi positif Covid 19, jenazah yang meninggal dengan sebab yang belum
diketahui seperti pada keadaan sudden death (mati mendadak) maupun jenazah
dengan penyakit lain namun dicurigai Covid 19.4 Pasal 5 UU No 4 Tahun 1984
tentang Wabah menjelaskan upaya penanggulangan wabah, salah satunya adalah
melalui penanganan jenazah akibat wabah. Dijelaskan bahwa kematian yang
disebabkan penyakit yang menimbulkan wabah atau jenazah tersebut, merupakan
sumber penyakit yang dapat menimbulkan wabah harus dilakukan secara khusus

1
2

menurut jenis penyakitnya, tanpa meninggalkan norma agama serta harkatnya


sebagai manusia.5 Penanganan jenazah Covid19 telah diatur dalam pedoman yang
diterbitkan oleh World Health Organization (WHO), Kementrian Kesehatan,
Kementrian Agama, Pemda, Panduan yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter
Forensik Indonesia (PDFI) dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bagi
jenazah muslim.6
Segera setelah seseorang dinyatakan meninggal dunia, akan terjadi perubahan
pada tubuh jenazah. Secara umum perubahan dini yang dapat kita amati adalah
berhentinya detak jantung, berhentinya pernafasan dan tubuh menjadi pucat dan
lemas. Tiga puluh menit setelah mati akan muncul perubahan lanjut (tanda pasti
mati) berupa lebam jenazah (livor mortis), sedangkan kaku jenazah (rigor mortis)
akan terbentuk 2 jam setelah mati. Terjadi juga penurunan suhu tubuh jenazah
(algor mortis). Setelah 24 jam, pada perut kanan bagian bawah jenazah akan
terlihat perubahan warna menjadi hijau kebiruan karena proses pembusukan
(decomposition) dan jenazah mulai mengeluarkan aroma pembusukan.7
Penanganan jenazah Covid 19 harus dilaksanakan dibawah 4 jam sejak waktu
kematian dengan memperhatikan aspek etika dan kewaspadaan standar
penanganan jenazah infeksius. Penanganan jenazah Covid 19 harus dilaksanakan
di rumah sakit oleh petugas pemulasaraan.4

1.2. Rumusan Masalah


Permasalahan yang kami angkat dalam refrat ini adalah:
1. Bagaimana tatalaksana penguburan jenazah yang diduga penyakit menular?
2. Bagaimana aspek etikolegalnya?

1.3. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan penulisan referat ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan dokter muda dapat memahami aspek etik dan legal mengenai
penyakit menular
3

2. Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapat


mengenai tatalaksana penguburan jenazah diduga penyakit menular selama
menjalani kepaniteraan klinik dan seterusnya.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan penulisan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan
dan sebagai tambahan referensi dalam bidang kedokteran forensik
terutama mengenai tatalaksana penguburan jenazah diduga penyakit
menular.

1.3.2 Manfaat Praktis


Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari referat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS)
dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi
Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran
pernafasan yang disebabkan oleh Coronavirus. Virus SARS-CoV-2
merupakan Coronavirus, jenis baru yang menyebabkan epidemi, dilaporkan
pertama kali di Wuhan Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019.8 Analisis
isolat dari saluran respirasi bawah pasien tersebut menunjukkan penemuan
Coronavirus tipe baru, yang diberi nama oleh WHO COVID-19. Pada
tanggal 11 Februari 2020, WHO memberi nama penyakitnya menjadi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).9 Coronavirus tipe baru ini
merupakan tipe ketujuh yang diketahui di manusia. SARS-CoV-2
diklasifikasikan pada genus beta Coronavirus.10

2.2.Epidemiologi
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus Covid 19 di
China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari
2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar,
kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China.11
Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi Covid 19 di
China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan,
Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura,
Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia,
Prancis, dan Jerman.12 Hingga tanggal 18 Juni 2020, terdapat 8.242.999 kasus
dan 445.535 jumlah kematian di seluruh dunia.13
Covid 19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
sejumlah dua kasus. Data update kasus Covid 19 pada 18 Juni 2020 tercatat
terdapat 1331 kasus baru sehingga total kasus Covid 19 di Indonesia
berjumlah 42.762 kasus, jumlah pasien yang sembuh sebanyak 16.798 orang,

4
5

Orang Dalam Pemantauan (ODP) sebanyak 36.698 orang, Pasien Dalam


Pengawasan (PDP) sebanyak 17.923 orang dan 2.339 kasus kematian.14
Sumatera Selatan sampai tanggal 18 Juni 2020 terdapat 1596 kasus
terkonfirmasi positif Covid 19 dengan Palembang sebagai kota dengan kasus
terbanyak. 3

2.3. Etiologi
Dalam analisis genom virus lengkap mengungkapkan bahwa virus
tersebut berbagi 88% identitas urutan dengan bat-like coronavirus akut (SARS)
yang diturunkan kelelawar. Oleh karena itu, sementara itu disebut 2019-novel
coronavirus (2019-nCoV). 15
Coronavirus adalah virus yang berselubung dan dengan asam ribonukleat
beruntai tunggal. Nama tersebut didapatkan dari seperti solar korona karena
paku permukaan yang panjangnya 9-12 nm. Ada empat protein struktural
utama yang dikodekan oleh genom koronaviral yang berselubung, salah
satunya adalah tonjolan protein yang berikatan dengan angiotensin-converting
enzyme 2 (ACE 2) receptor dan memediasi fusi selanjutnya antara sel
berselubung dan sel host untuk membantu entri virus ke dalam sel host.16,17
Pada 11 Februari 2020, Kelompok Studi Coronavirus (CSG) dari Komite
Internasional tentang Taksonomi Virus akhirnya menetapkannya sebagai
sindrom pernafasan akut berat coronavirus 2 (SARS-CoV 2) berdasarkan
filogeni, taksonomi, dan praktik yang sudah mapan.18
Segera kemudian, WHO menyebut penyakit yang disebabkan oleh
coronavirus ini sebagai Penyakit Coronavirus 2019 (Covid 19). Berdasarkan
data saat ini, Covid 19 mungkin awalnya dihosting oleh kelelawar, dan
mungkin telah ditransmisikan ke manusia melalui trenggiling atau hewan liar
lainnya yang dijual di pasar makanan laut Huanan tetapi penyebaran
selanjutnya melalui transmisi manusia ke manusia. Masa inkubasi virus
sampai timbul penyakit sekitar 3-7 hari.19
6

2.4.Patofisiologi
Pada manusia, SARS-CoV 2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran
nafas yang melapisi alveoli. SARS-CoV 2 akan berikatan dengan reseptor-
reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat
pada envelope spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa
ACE2 pada SARS-CoV 2. Di dalam sel, SARS-CoV 2 melakukan duplikasi
materi genetik dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian
membentuk virion baru yang muncul di permukaan sel.20
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV 2 diduga setelah virus masuk
ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan
ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya,
genom virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus
yang baru terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau
Golgi sel. Terjadi pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA
dan protein nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum
endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung
partikel virus akan bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan
komponen virus yang baru.21
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang
signifikan dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu.21 Telah diketahui
bahwa masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara
membran virus dengan plasma membran dari sel. Pada proses ini, protein S2’
berperan penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi
terjadinya proses fusi membran. Selain fusi membran, terdapat juga
clathrindependent dan clathrin-independent endocytosis yang memediasi
masuknya SARS-CoV ke dalam sel pejamu.21
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek
sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan
keparahan infeksi.22 Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam
kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV 2. Respons imun yang tidak
7

adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain,


respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV 2 juga belum
sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang
ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam
sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC).
Presentasi antigen virus terutama bergantung pada molekul major
histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun, MHC kelas II juga turut
berkontribusi.23
Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi respons imunitas humoral
dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik terhadap
virus. Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap SARS-
CoV. IgM terhadap SARS-CoV hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG
dapat bertahan jangka panjang.23 Hasil penelitian terhadap pasien yang telah
sembuh dari SARS menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+
dan CD8+ memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya
menurun secara bertahap tanpa adanya antigen.24 Virus memiliki mekanisme
untuk menghindari respons imun pejamu. SARS-CoV dapat
menginduksiproduksi vesikel membran ganda yang tidak memiliki pattern
recognition receptors (PRRs) dan bereplikasi dalam vesikel tersebut sehingga
tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I juga diinhibisi oleh SARS-CoV
dan MERS-CoV. Presentasi antigen juga terhambat pada infeksi akibat
MERS-CoV.23

2.5.Manifestasi Klinis

Berdasarkan data WHO sampai tanggal 20 Februari 2020 dan


berdasarkan 55924 kasus yang dikonfirmasi di laboratorium, tanda dan
gejala khas pada Covid-19 meliputi: demam (87,9%), batuk kering
(67,7%), kelelahan (38,1%), produksi sputum (33,4%), sesak nafas
8

(18,6%), sakit tenggorokan (13,9%), sakit kepala (13,6%), mialgia atau


arthralgia (14,8%), mual atau muntah (5,0%), kongesti hidung (4,8%),
diare (3,7%), hemoptisis (0,9%), dan kongesti konjungtiva (0,8%).25
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38 C), batuk dan
kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue,
mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain.
Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat
perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis
metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi
dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien, gejala yang muncul ringan,
bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis
baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal.26

2.6.Diagnosis
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama:
demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak.
Tapi perlu dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa
keadaan, terutama pada usia geriatri atau pada mereka dengan
imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot,
lemas, diare dan batuk darah. Riwayat paparan atau kontak dekat dengan
pasien yang dikonfirmasi atau dicurigai terinfeksi adalah petunjuk penting
untuk diagnosis.26 Pada kesimpulannya, diagnosis Covid 19 harus
menggabungkan riwayat epidemiologi, manifestasi klinis dan imaging, dan uji
RT-PCR (standar referensi).27 Klasifikasi gejala infeksi COVID-19: 28
a. Gejala ringan
- Demam >38ºC
- Batuk
- Nyeri tenggorokan
- Hidung tersumbat
9

- Malaise
- Tanpa pneumonia, tanpa komorbid
b. Gejala sedang
- Demam >38 ºC
- Sesak nafas, batuk menetap dan sakit tenggorokan (pneumonia ringan)
- Pada anak : batuk dan takipneu
c. Gejala berat
- Demam >38 ºC yang menetap
- ISPA berat/pneumonia berat : dengan demam atau dalam pengawasan
infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas
>30x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2)
<90% pada udara kamar.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau
beratnya manifestasi klinis: 26
- Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
- Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat.
- Saturasi oksigen dapat normal atau turun.
- Dapat disertai retraksi otot pernapasan
Pemeriksaan fisik paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis
dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara
napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.

2.7.Tatalaksana28
1.Terapi
1.1 Terapi Suportif Dini dan Pemantauan
a. Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat
dan distress pernapasan, hipoksemia, atau syok.
- Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5 L/menit dengan
nasal kanul dan titrasi untuk mencapai target SpO2 ≥90% pada
10

anak dan orang dewasa yang tidak hamil serta SpO2 ≥ 92%-
95% pada pasien hamil.
- Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan (obstruksi napas
atau apneu, distres pernapasan berat, sianosis sentral, syok,
koma, atau kejang) harus diberikan terapi oksigen selama
resusitasi untuk mencapai target SpO2 ≥94%;
- Semua pasien dengan ISPA berat dipantau menggunakan pulse
oksimetri dan sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan
semua alat-alat untuk menghantarkan oksigen (nasal kanul,
sungkup muka sederhana, sungkup dengan kantong reservoir)
harus digunakan sekali pakai.
- Terapkan kewaspadaan kontak saat memegang alat-alat untuk
menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana,
sungkup dengan kantong reservoir) yang terkontaminasi dalam
pengawasan atau terbukti COVID-19.
b. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA
berat tanpa syok.
Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam pemberian
cairan intravena, karena resusitasi cairan yang agresif dapat
memperburuk oksigenasi, terutama dalam kondisi keterbatasan
ketersediaan ventilasi mekanik.
c. Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi.
Pada kasus sepsis (termasuk dalam pengawasan COVID-19)
berikan antibiotik empirik yang tepat secepatnya dalam waktu 1
jam.
Pengobatan antibiotik empirik berdasarkan diagnosis klinis
(pneumonia komunitas, pneumonia nosokomial atau sepsis),
epidemiologi dan peta kuman, serta pedoman pengobatan. Terapi
empirik harus di de-ekskalasi apabila sudah didapatkan hasil
pemeriksaan mikrobiologis dan penilaian klinis.
11

d. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk


pengobatan pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis
kecuali terdapat alasan lain.
Penggunaan jangka panjang sistemik kortikosteroid dosis
tinggi dapat menyebabkan efek samping yang serius pada pasien
dengan ISPA berat/SARI, termasuk infeksi oportunistik, nekrosis
avaskular, infeksi baru bakteri dan replikasi virus mungkin
berkepanjangan. Oleh karena itu, kortikosteroid harus dihindari
kecuali diindikasikan untuk alasan lain.
e. Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang
mengalami perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan
intervensi perawatan suportif secepat mungkin.
f. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan
pengobatan dan penilaian prognosisnya.
Perlu menentukan terapi mana yang harus dilanjutkan dan
terapi mana yang harus dihentikan sementara. Berkomunikasi
secara proaktif dengan pasien dan keluarga dengan memberikan
dukungan dan informasi prognostik.
g. Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan
penyesuaian dengan fisiologi kehamilan.
Persalinan darurat dan terminasi kehamilan menjadi tantangan
dan perlu kehati-hatian serta mempertimbangkan beberapa faktor
seperti usia kehamilan, kondisi ibu dan janin. Perlu dikonsultasikan
ke dokter kandungan, dokter anak dan konsultan intensive care.
h. Terapi simptomatik
Terapi simptomatik diberikan seperti antipiretik, obat batuk
dan lainnya jika memang diperlukan.
12

1.2 Terapi Spesifik anti Covid 19


Sampai saat ini tidak ada pengobatan spesifik anti-COVID-19 untuk
pasien dalam pengawasan atau konfirmasi COVID-19. Selain itu, saat
ini masih belum ada vaksin untuk mencegah COVID-19 ini.

2. Pencegahan
Langkah-langkah pencegahan yang paling efektif meliputi:
- Melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan
tidak terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat
kotor;
- Menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;
- Terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut
dengan lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke
tempat sampah;
- Pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan melakukan
kebersihan tangan setelah membuang masker;
- Menjaga jarak (minimal 1 meter) dari orang yang mengalami gejala
gangguan pernapasan.
- Konsumsi gizi seimbang dan suplemen vitamin
- Aktifitas fisik/senam ringan
- Istirahat cukup
- Tidak merokok
- Mengendalikan komorbid (misal diabetes mellitus, hipertensi, kanker).

2.8. Komplikasi dan Prognosis28


Komplikasi COVID-19 paling umum adalah Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), sepsis, dan syok septik. Untuk prognosis umumnya
bergantung pada usia dan faktor penyakit komorbid yang diderita.
13

2.9. Paduan Penatalaksaan Jenazah COVID 19


2.9.1 Dasar Hukum29
1. Undang - Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
2. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam keadaan tertentu
3. Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 9.A. Tahun 2020 tentang
Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah
Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia
4. Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A Tahun 2020 tentang
Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah
Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia
5. Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan ibadah
dalam situasi terjadi wabah Covid 19
6. Fatwa MUI no 18 tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah
(tajhiz al-jana’iz) muslim yang meninggal karena covid-19
7. Pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 Kementerian
Kesehatan

2.9.2 Ruang Lingkup29


1. Jenazah dari dalam rumah sakit dengan diagnosis ISPA, pneumonia,
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) dengan atau tanpa
keterangan kontak dengan penderita COVID-19 yang mengalami
perburukan kondisi dengan cepat.
2. Jenazah Pasien Dalam Pemantauan (PDP) dari dalam rumah sakit
sebelum keluar hasil swab.
3. Jenazah dari luar rumah sakit, yang memiliki riwayat yang termasuk
ke dalam Orang Dalam Pengawasan (ODP) atau Pasien Dengan
Pemantauan (PDP). Hal ini termasuk pasien DOA (Death on Arrival)
rujukan dari rumah sakit lain.
14

2.9.3 Ketentuan29
A. Ketentuan Umum
1. Petugas adalah petugas yang melaksanakan pengurusan jenazah.
2. Syahid akhirat adalah muslim yang meninggal dunia karena
kondisi tertentu (antara lain karena wabah (tha’un), teng- gelam,
terbakar, dan melahirkan), yang secara syar’i dihukumi dan
mendapat pahala syahid (dosanya diampuni dan dimasukkan ke
surga tanpa hisab), tetapi secara duniawi hak-hak jenazahnya
tetap wajib dipenuhi.
3. APD (alat pelindung diri) adalah alat pelindung diri yang digu-
nakan oleh petugas yang melak- sanakan pengurusan jenazah.
4. Jenazah adalah Pasien dengan diagnosis COVID-19 atau Pasien
dalam Pengawasan (PDP)/probabel yang meninggal namun
belum ada hasil pemeriksaan COVID-19, jenazah lain yang
dicurigai sebagai suspect COVID-19 atau jenazah terkonfirmasi
sebagai COVID-19
5. Petugas Puskesmas adalah satu (1) orang tenaga medis yang
ditunjuk oleh Kepala Puskesmas setempat untuk supervisi
pelaksanaan dan otopsi verbal.
6. Pelaksana Pemulasaran Jenazah adalah tim yang ditunjuk oleh
Posko Gugus Tugas COVID-19 tingkat Desa/Kecamatan/Tingkat
Kota/Kabupaten untuk melaksanakan pemulasaran sebanyak 4
(empat) orang atau sekurang-kurangnya 2 (dua) orang.
7. Petugas Mobil Jenazah adalah petugas yang ditunjuk oleh Dinas
terkait dan atau yayasan yang terdiri dari 1 (satu) supir dan
minimal 2 (dua) orang petugas pengangkut jenazah.

B. Ketentuan Hukum Syara’


1. Menegaskan kembali Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun
2020 angka 7 yang menetapkan: Pengurusan jenazah (tajhiz al-
15

jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan


dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan
dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap
memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk
menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana
biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.
2. Umat Islam yang wafat karena wabah Covid-19 dalam
pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat dan hak-hak
jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, dishalati,
dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga
keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan
protokol medis.

2.9.4 Prosedur Penguburan Jenazah COVID 1929


2.9.4.1 Prosedur Pelaporan dan Penanganan Jenazah
1. Keluarga / anggota / masyarakat melaporkan kejadian
kematian yang diduga sebagai ODP, PDP kepada Ketua
RT/RW.
2. Ketua RT/RW segera mungkin mengklarifikasi kejadian
kematian dengan memastikan bahwa jenazah tersebut
terduga ODP atau PDP.
3. Ketua RT/RW menjelaskan kepada keluarga dan
masyarakat agar tidak menangani jenazah terlebih dahulu
sampai mendapat konfirmasi dari petugas medis /
Puskesmas atau gugus tugas Tingkat Desa
/Kelurahan/Tingkat Kecamatan (bila ada)
/Kabupaten/Kota
4. Ketua RT/RW melaporkan kejadian kematian ke
Desa/Kelurahan dan atau Puskesmas dan Camat wilayah
dimana jenazah berdomisili.
16

5. Bila konfirmasi kepada pihak yang berwenang tidak


diperolah maka gugus tugas dapat memutuskan
penanganan jenazah sesuai prosedur jenazah Covid-19.

2.9.4.2 Prosedur Konfirmasi dan Persiapan Petugas Puskesmas


1. Petugas Puskesmas/gugus tugas melakukan wawancara
melalui telepon untuk mengetahui riwayat penyakit kepada
keluarga dan atau ketua RT. Apabila hasil wawancara
mengarah ke COVID-19 petugas dapat mempersiapkan
kelengkapan sebelum menuju lokasi untuk memastikan
penyebab kematian (otopsi verbal).
2. Petugas minimal 2 orang, menuju lokasi dengan membawa
kelengkapan berupa masing-masing 1 (satu) set APD, formulir
otopsi verbal, kantong plastik infeksius minimal 3 (buah) dan
disinfeksi.
3. Melakukan otopsi verbal, untuk memastikan penyebab
kematian (Pasien dengan diagnosis COVID-19 atau Orang
dalam Pengawasan (ODP) serta Pasien dalam Pengawasan
(PDP)).
4. Apabila jenazah dipastikan meninggal karena COVID - 19,
petugas menghubungi Posko Gugus Tugas Tingkat Desa
/Kelurahan / Kecamatan / Kabupaten / Kota atau Provinsi.
5. Memberikan penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan
penyakit menular (Penjelasan tersebut terkait sensitivitas
agama, adat istiadat, dan budaya, serta stigma masyarakat)
6. Petugas memberikan penjelasan kepada keluarga untuk :
a. Melaksanakan desinfeksi pada seluruh permukaan tempat
setelah selesai pelaksanaan pemulasaran jenazah.
17

b. Dalam Pelaksanaan pemakaman, jenazah tidak


diperbolehkan dibawa keluar atau masuk dari pelabuhan,
bandar udara, atau pos lintas batas darat Negara.

2.9.4.3 Prosedur Penanganan Jenazah


1. Tim Pemulasaran Jenazah memakai APD lengkap (gaun
lengan panjang sekali pakai dan kedap air, sarung tangan
nonsteril (satu lapis) dan sarung tangan yang menutupi
manset gaun, pelindung wajah atau kacamata/ goggle (untuk
antisipasi adanya percikan cairan tubuh), masker bedah, dan
sepatu tertutup dengan shoes cover.
2. Selain tim pemulasaran jenazah, tidak diperkenankan untuk
memasuki ruangan
3. Tidak dilakukan suntik pengawet dan tidak dibalsem
4. Lakukan disinfeksi pada jenazah menggunakan cairan
desinfektan. Tutup semua lubang tubuh, dan bekas luka
akibat tindakan medis atau lainnya dengan plester kedap air.
5. Masukan jenazah ke dalam kantong jenazah yang tidak
tembus air
6. Pastikan tidak ada kebocoran cairan tubuh yang dapat
mencemari bagian luar kantong jenazah.
7. Pastikan kantong jenazah disegel dengan menggunakan lem
silikon dan tidak boleh dibuka lagi.
8. Lakukan disimfeksi bagian luar kantong jenazah dan
ruangan (permukaan datar tempat pemulasaran jenazah)
menggunakan cairan desinfektan.
9. Jenazah dimasukkan ke dalam peti kayu yang telah
disiapkan, (posisi miring ke kanan / telinga kanan
menempel dasar peti / menghadap kiblat) tutup peti dengan
rapat menggunakan lem silikon, kemudian dipaku/diskrup.
18

10. Peti jenazah dibungkus dengan plastik lalu didisimfeksi


sebelum masuk mobil jenazah.
11. Jika tidak tersedia peti jenazah, cukup hanya
menggunakan kantong jenazah kemudian tutup kembali
menggunakan bahan plastik lalu didesinfeksi sebelum
masuk mobil jenazah.
12. Jenazah sebaiknya disemayamkan tidak lebih dari 4
(empat) jam sejak dinyatakan meninggal

2.9.4.4 Pedoman Penguburan Jenazah Yang Terpapar Covid 196,29


1. Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol
medis.
2. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama
petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti,
plastik, dan kafan
3. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur
dibolehkan karena darurat (al-dharurah al-syar’iyyah)
sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor
34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-
Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.
4. Pastikan penguburan tanpa membuka peti jenazah atau
kantong jenazah.
5. Penguburan dapat dilaksanakan di tempat pemakaman
umum yang sudah ditentukan dan pihak keluarga dapat
turut dalam penguburan jenazah tersebut dengan tetap
menjaga kewaspadaan, dengan menerapkan physical
distancing; yaitu dengan menjaga jarak masing-masing
minimal 2 meter.
19

6. Apabila proses pemulasaran jenazah selesai setelah jam


20.00 maka jenazah dititipkan sementara ke RSUD
terdekat untuk dimakamkan esok harinya
7. Petugas kamar jenazah RSUD menerima jenazah dan
melakukan pencatatan.
8. Dinas terkait memastikan mengambil jenazah yang
dititipkan di RSUD pada pagi harinya untuk
dimakamkan di tempat yang telah ditentukan.

2.10. Aspek Etik dan Hukum Penyakit Menular30


Ada dua hal yang perlu disampaikan tentang aspek etik dan hukum
penyakit menular, yaitu yang berkaitan dengan:
1. Wabah Penyakit Menular
2. Penyakit Menular Seksual (PMS) atau Sexual Trasmitted Disease
Wabah Penyakit Menular lebih banyak berkaitan dengan masalah
epidemiologi dengan beberapa ketentuan hukum terkait, sementara Penyakit
Menular Seksual (PMS) perlu dibicarakan karena penyakit ini banyak
menimbulkan permasalahan etik dan hukum dengan pasien dan keluarga jika
para dokter dan kalangan kesehatan tidak berhati-hati menghadapinya.
Kebijakan ini perlu diperhatikan dokter dan tenaga kesehatan lainnya agar
pasien secara moral turut bertanggung jawab sehingga penyakit menular atau
wabah demikian tidak tertular kepada orang lain.

2.10.1 Wabah Penyakit Menular30


Penyakit menular (Communicable Disease) adalah penyakit yang
disebabkan oleh adanya agen penyebab yang mengakibatkan perpindahan
atau penularan penyakit dari orang atau hewan yang terinfeksi, kepada
orang atau hewan yang rentan (potential host), baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui perantara (vector) atau lingkungan hidup.
20

Dalam kurun waktu 20-30 tahun terakhir, perkembangan penyakit


menular menjadi sedemikian menonjol sehingga memerlukan perhatian
yang menuntut berbagai kebijakan nasioanl ataupun internasional untuk
mengatasinya. Paling tidak, ditemukan sekitar 30 penyakit infeksi baru
(new emerging diseases) yang diperkirakan berkaitan dengan perubahan
lingkungan hidup, laju pertambahan penduduk, peningkatan lalu lintas
internasional, perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
Masalah lain adalah adanya mikroorganisme yang menjadi kebal terhadap
pengobatan yang ada sekarang (drug resistance microorganism).

2.10.2 Sumber Penyakit30


Bagaimanapun masalah utama adalah sumber penyakit. Jika dahulu
sumbernya adalah dari manusia, tetapi kini ternyata sumber penyakit ini
bisa dari:
a. Manusia
b. Hewan
c. Tumbuhan
d. Benda-benda yang mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit
(mikroorganisme) yang dapat menimbulkan wabah.
Tidak heran, berbagai macam wabah silih berganti datang dari suatu
tempat, merebak keberbagai daerah/negara dengan cepat. Pada
tahun 2014 ini kita dihebohkan oleh MERS (Middle East
Respiratory Syndrome) yaitu penyakit pernapasan yang disebabkan
oleh corona virus yang sangat berbahaya, dapat menyebabkan angka
kematian sampai dengan 30%. Penyakit ini pertama dikenal di
Saudi Arabia, dan kini telah menyebar luas ke berbagai negara.

2.10.3 Peraturan tentang Wabah Penyakit Menular30


Undang-undang tentang wabah yang diatur dalam UU No. 6 Tahun
1962 dan UU No.7 tahun 1968 tentang perubahan pasal 3 UU No. 6 tahun
21

1962 tentang Wabah, ternyata kurang mampu memenuhi kebutuhan untuk


penanggulangan wabah dewasa ini. Masalahnya adalah pengertian wabah
dalam UU ini didasarkan pada penjalaran penyakit yang dalam waktu
singkat menyebabkan jumlah pasien meningkat. Sementara saat ini,
menghendaki suatu wabah dapat segera ditetapkan, walaupun penyakit
tersebut belum menjalar dan menimbulkan malapetaka dalam masyarakat.
Karena itu, untuk melindungi penduduk dari malapetaka yang
ditimbulkan wabah dan mengatasi sedini mungkin, pemerintah
mengeluarkan UU RI No.4 Tahun 1982 tentang Wabah Penyakit Menular.
Dalam UU ini dinyatakan wabah penyakit menular atau disebut wabah
adalah kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat
yang jumlah pasiennya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Aspek etik dan hukum dalam penanggulangan wabah penyakit
menular perlu diketahui kalangan kedokteran dan kesehatan karena mereka
termasuk orang-orang yang memiliki tanggung jawab dalam lingkungannya
dalam mengatasi dampak dan upaya penanggulangannya.
Upaya penanggulangan dimaksud meliputi penyelidikan
epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi pasien
termasuk tindakan karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan
penyebab penyakit, penanganan jenazah akibat wabah penyuluhan kepada
masyarakat dan penanggulangan lainnya.
Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang dapat
menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporannya dan tata cara
penganggulangan seperlunya, tata cara penyampaian laporannya, dan tata
cara penanggulangan seperlunya, diperoleh kejelasan tentang jenis penyakit
yang dapat menimbulkan wabah serta cara pelaporan dan
penanggulangannya. Dalam Peraturan Menteri ini, disebut jenis penyakit
yang dapat menimbulkan penyakit wabah, antara lain: Kolera, PES,
22

Demam Kuning, Demam Rekuren, Tifus bercak wabah, Demam Berdarah


Dengue, Campak, Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza,
Hepatitis, Tifus perut, Meningitis, Ensefalitis, dan Antraks. Penyakit lain
yang dapat menimbulkan wabah dapat ditentukan kemudian oleh Menteri
Kesehatan.

2.10.4 Pemberantasan Penyakit Menular dalam UU Kesehatan30


Pemberantasan Penyakit yang diatur dalam UU Kesehatan No. 36
Tahum 2009, disusun lebih jelas dari UU Kesehatan sebelumnya meliputi 6
pasal tentang penyakit menular dan 4 pasal mengenai penyakit tidak
menular. Yang dibahas disini adalah tentang penyakit menular.
Pertama, yang diingatkan adalah upaya pencegahan, pengendalian,
dan pemberantasan penyakit menular adalah tanggung jawab pemerintah,
pemerintah daerah dan semua komponen masyarakat sehingga dampak
sosial dan ekonimi dapat ditekan dan dikendalikan. Kegiatan ini
diutamakan untuk promotif, preventif selain kuratif dan rehabilitatif.
Karena yang dihadapi adalah penyakit yang cepat berjangkit ke segala arah
atau daerah/negara, maka harus dilakukan secara lintas sektoral dan
berbasis wilayah, jika perlu kerja sama antarnegara.
Penyakit menular ini sering dapat diatasi dengan imunisasi, dan oleh
sebab itu adalah tugas pemerintah untuk menjamin ketersediaan bahan
imunisasi yang aman, bermutu, efektif, terjangkau dan merata bagi
masyarakat.
Untuk mengantasipasi kejadian penyakit menular, pemerintah
maupun pemerintah daerah menetapkan perlunya dilakukan surveilans
terhadap penyakit menular dan mengumumkan dan menetapkan secara
berkala jenis serta persebaran penyakit yang berpotensi menular.
Dalam melaksanakan upaya pencegahan, pengendalian dan
pemberantasan penyakit menular, pemerintah dapat menyatakan wilayah
dalam keadaan wabah, letusan atau Kejadian Luar Biasa (KLB),
23

berdasarkan hasil penelitian yang diakui keakuratannya. Dalam hal ini


tenaga kesehatan yang berwenang dapat memeriksa tempat-tempat yang
dicurigai berkembangnya.
BAB III
PENUTUP

1.1.Kesimpulan
Aspek etik dan hukum penyakit menular, yaitu yang berkaitan dengan
adalah wabah penyakit menular dan penyakit menular seksual. Wabah
Penyakit Menular lebih banyak berkaitan dengan masalah epidemiologi
dengan beberapa ketentuan hukum terkait, sementara Penyakit Menular
Seksual (PMS) perlu dibicarakan karena penyakit ini banyak menimbulkan
permasalahan etik dan hukum dengan pasien dan keluarga jika para dokter
dan kalangan kesehatan tidak berhati-hati menghadapinya. Kebijakan ini perlu
diperhatikan dokter dan tenaga kesehatan lainnya agar pasien secara moral
turut bertanggung jawab sehingga penyakit menular atau wabah demikian
tidak tertular kepada orang lain.
Pasal 5 UU No 4 Tahun 1984 tentang Wabah menjelaskan upaya
penanggulangan wabah, salah satunya adalah melalui penanganan jenazah
akibat wabah. Dijelaskan bahwa kematian yang disebabkan penyakit yang
menimbulkan wabah atau jenazah tersebut, merupakan sumber penyakit yang
dapat menimbulkan wabah harus dilakukan secara khusus menurut jenis
penyakitnya, tanpa meninggalkan norma agama serta harkatnya sebagai
manusia. Hal-hal prinsip seperti memandikan, mengafani, mensholatkan,
dan menguburkan jenazah, disadur dari fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor 18 Tahun 2020, yang disesuaikan dengan protap dan tingkat risiko
kasus.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Huang C, Wang Y, Li X, et al. Clinical features of patients infected with 2019


novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020;395:497-506
2. Bobker, S.M., Robbins. Covid-19 and Headache: a Primer for Trainees.
American Headache Society . 2020; 0:1-6.
3. Hallo Palembang. Palembang Tanggap Covid-19. 2020. [updated 2020 June 5;
cited 2020 July 1] diakses pada : https://hallo.palembang.go.id/covid19/
4. Hidayat, T. 2020. Penatalaksanaan Jenazah Penderita Covid 19. FK UNAND:
KSM Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RS Unand
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Pasal 5 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular.
6. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Pedoman
Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi Covid 19.
7. Guyton. 2009. Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier
8. WHO. Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report-1. Januari 21. 2020.
9. WHO. WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-nCov on
11 February 2020. Diakses pada: https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-
director-generals-remarks-at-the-media-briefing-on-2019-ncov-on-11
february2020 ; cited on )
10. Centers for Disease Control and Prevention. Human Coronavirus types. Diakses
pada: https://www.cdc.gov/coronavirus/types.html.
11. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and Important Lessons From the
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China: Summary of a
Report of 72314 Cases From the Chinese Center for Disease Control and
Prevention. JAMA. 2020; published online February 24. DOI:
10.1001/jama.2020.2648
12. World Health Organization. Situation Report – 10 [Internet]. 2020 [updated 2020
January 30; cited 2020 June 4]. Available from
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation=d0b2e480_

25
26

13. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation


Report – 70 [Internet]. WHO; 2020 [updated 2020 June 5; cited 2020 July 1].
Available from: https://www.who.int/ docs/default-
source/coronaviruse/situation-reports/20200330-sitrep-70-covid
19.pdf?sfvrsn=7e0fe3f8_2.
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Info Infeksi Emerging Kementerian
Kesehatan RI [Internet]. 2020 [updated 2020 March 30; cited 2020 July 1].
Available from: https:// infeksiemerging.kemkes.go.id/
15. Lu R, Zhao, X, Li, J et al. Genomic characterisation and epidemiology of 2019
novel coronavirus: implications for virus origins and receptor binding. Lancet.
2020 Jan 30:S0140-6736(20)30251-8. doi: 10.1016/S0140-6736(20)30251-8.
16. Kirchdoerfer RN, Cottrell CA, Wang N et al. Prefusion structure of a human
coronavirus spike protein. Nature. 2016; 531(7592):118–121.
doi:10.1038/nature17200. Crossref, Medline.
17. Xu X, Chen P, Wang J et al. Evolution of the novel coronavirus from the ongoing
Wuhan outbreak and modeling of its spike protein for risk of human
transmission. Sci China Life Sci. 2020 Jan 21. doi: 10.1007/s11427-020-1637-5.
18. Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS et al. Severe acute respiratory syndrome-
related coronavirus: the species and its viruses – a statement of the coronavirus
study group. BioRxiv preprint first posted online February 11,
doi:10.1101/2020.02.07.937862. Accessed 1st June, 2020.
19. Zhang L, Shen FM, Chen F, Lin Z. Origin and evolution of the 2019 novel
coronavirus. Clin Infect Dis. 2020 Feb 3:ciaa112. doi: 10.1093/cid/ciaa112.
20. Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. The reproductive number of
COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus. J Travel Med. 2020;27(2).
21. de Wit E, van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS: recent
insights into emerging coronaviruses. Nat Rev Microbiol. 2016;14(8):523-34.
22. Qin C, Zhou L, Hu Z, Zhang S, Yang S, Tao Y, et al. Dysregulation of immune
response in patients with COVID-19 in Wuhan, China. Clin Infect Dis. 2020;
published online March 12. DOI: 10.1093/ cid/ciaa248.
27

23. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and


diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal. 2020; published online March 5. DOI:
10.1016/j.jpha.2020.03.001
24. Fan YY, Huang ZT, Li L, Wu MH, Yu T, Koup RA, et al. Characterization of
SARS-CoV-specific memory T cells from recovered individuals 4 years after
infection. Arch Virol. 2009;154(7):1093-9.
25. World Health Organization (WHO). 2020. Report of the WHO-China Joint
Mission on Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Diakses pada
https://who.int/docs/default-source/coronaviruse/who-china-joint-mission-on-
covid-19-final-report-pdf.
26. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis : Pneumonia 2019-
nCov. 2020. PDPI : Jakarta
27. Chinese Society of Radiology. Radiological diagnosis of new coronavirus
infected pneumonitis: Expert recommendation from the Chinese Society of
Radiology (First edition). Chin J Radiol, 2020,54(00): E001-E001. DOI:
10.3760/cma.j.issn.1005-1201.2020.0001.
28. Kementrian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disease (COVID-19) revisi 4. Direktorat Jendral Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit. Jakarta. Pp. 1-93
29. Kementrian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Pemulasaran Jenazah dan Penguburan
Jenazah Akibat COVID-19 di Masyarakat.
30. Hanafiah, M. Yusuf dan Amri Amir. 2016. Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan. Jakarta: Kedokteran EGC. Hlm. 173-180.

Anda mungkin juga menyukai