Anda di halaman 1dari 39

Referat

PERAN ANESTESI PADA PASIEN COVID-19

Oleh:

Arif Rahman Hakim, S.Ked.

712019031

Pembimbing:
dr. Rizki Novianti Dani, Sp. An
 

DEPARTEMEN ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat berjudul
Peran Anestesi pada Pasien Covid-19

Dipersiapkan dan disusun oleh

Arif Rahman Hakim, S.Ked.

712019031

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari.

Palembang, September 2020


Dosen Pembimbing

dr. Rizki Novianti Dani, Sp. An

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah swt, Yang Maha Esa dengan segala keindahan-
Nya, zat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari
segala sifat lemah semua makhluk. 
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Peran Anestesi pada Pasien Covid-19”
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu
Anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
dr. Rizki Novianti Dani, Sp. An selaku dosen pembimbing.
Semoga Allah swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu
hanya milik Allah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Palembang, September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... 2
KATA PENGANTAR.................................................................................. 3
DAFTAR ISI................................................................................................. 4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 COVID-19................................................................................. 3
2.1.1 Definisi............................................................................ 3

2.1.2 Etiologi............................................................................ 3
2.1.3 Epidemiologi.................................................................. 4
2.1.4 Patofisiologi..................................................................... 5
2.1.5 Manifestasi Klinis............................................................. 7
2.1.6 Diagnosis......................................................................... 10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................... 12
2.1.8 Diagnosis Banding............................................................ 14
2.1.9 Tatalaksana...................................................................... 16
2.2 Anestesi pada Manajemen Jalur Napas......................................... 22
2.3 Peran Anestesi pada COVID-19.................................................. 23
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Wabah pneumonia yang sedang berlangsung terkait dengan coronavirus baru,


yang disebut Coronavirus Sindrom Pernafasan Akut Berat (SARS-CoV-2),
dilaporkan di Wuhan, provinsi Hubei, China pada Desember 2019.1 Infeksi virus
ini kemudian menyebar ke seluruh China dan negara-negara lain di seluruh dunia
yang ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO) dengan
gejala umum infeksi dari virus ini adalah demam tinggi (>38 C), batuk, sesak
napas dan kesulitan bernafas. Pada kasus yang lebih parah, infeksi dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian.2 WHO memberi nama virus baru tersebut Severe acute respiratoy
syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama penyakitnya sebagai
Coronavirus disease 2019 (COVID-19).3 pada mulanya transmisi virus ini belum
dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia.
Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan waktu dan akhirnya
dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke
manusia. Hingga tanggal 18 September 2020, terdapat 29.737.453 kasus dan
937.391 jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara di Indonesia sudah
ditetapkan 1.676.648 kasus dengan positif COVID-19 dan 9336 kasus kematian.4
Sementara di Sumatera Selatan didapatkan kasus positif sebanyak 5293 kasus
dengan 320 kasus kematian, di Palembang juga ditemukan kasus positif sebanyak
2288 kasus dengan 99 kasus kematian.5
Tantangan utama bagi ahli anestesi adalah perawatan untuk pasien dengan
diagnosis COVID-19 yang dicurigai atau dikonfirmasi. Semua layanan
anestesiologi harus memiliki alur proses yang jelas untuk perawatan pasien ini
dan untuk melindungi profesional yang terlibat. Meskipun, pada saat pandemi
semua pasien dapat menimbulkan risiko menjadi pembawa virus, ruang operasi
khusus direkomendasikan untuk perawatan pasien kritis, terutama jika ruang
bertekanan negatif, yang ideal untuk skenario ini, tidak memungkinkan. Karena
seluruh rutinitas blok pembedahan akan diubah, jika ada pasien yang dicurigai
atau dikonfirmasi, pelatihan yang sesuai, pemeriksaan sistematis, daftar periksa

1
yang dapat diakses dan area khusus untuk pembalutan dan pelepasan harus
diterapkan.6
Ahli anestesi adalah ahli dalam manajemen jalan napas dan berada di garis
depan perawatan banyak pasien dengan COVID-19. Analisis terhadap lebih dari
70 ribu kasus di China menunjukkan bahwa 3,8% orang yang terinfeksi adalah
profesional kesehatan, 14,8% di antaranya dianggap parah, dengan lima kematian
dilaporkan. Mengingat mereka adalah individu yang paling terlatih untuk
mendekati saluran udara, ahli anestesi juga harus melindungi diri mereka sendiri
dengan tepat saat menangani pasien dengan covid-19.7

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. COVID-19
2.1.1. Definisi
Pneumonia COVID-19 adalah peradangan pada parenkim paru yang
diduga disebabkan oleh SARS-CoV-2.8 Virus SARS-CoV-2 merupakan
Coronavirus, jenis baru yang menyebabkan epidemi, dilaporkan pertama kali di
Wuhan Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019.9 Analisis isolat dari saluran
respirasi bawah pasien tersebut menunjukkan penemuan Coronavirus tipe baru,
yang diberi nama oleh WHO COVID-19.
Pada tanggal 11 Februari 2020, WHO memberi nama penyakitnya menjadi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).10 Coronavirus tipe baru ini merupakan
tipe ketujuh yang diketahui di manusia. SARS-CoV-2 diklasifikasikan pada genus
beta Coronavirus.11 Pada 10 Januari 2020, sekuensing pertama genom SARS-
CoV-2 teridentifikasi dengan 5 subsekuens dari sekuens genom virus dirilis.
Sekuens genom dari Coronavirus baru (SARS-CoV-2) diketahui hampir mirip
dengan SARS-CoV dan MERS-CoV. Secara pohon evolusi sama dengan SARS-
CoV dan MERS-CoV tetapi tidak tepat sama.1

2.1.2. Etiologi
Dalam laporan awal, analisis genom virus lengkap mengungkapkan bahwa
virus tersebut berbagi 88% identitas urutan dengan bat-like coronavirus akut
(SARS) yang diturunkan kelelawar, tetapi lebih jauh dari coronavirus sindrom
pernafasan akut berat (SARS-CoV). Oleh karena itu, sementara itu disebut 2019-
novel coronavirus (2019-nCoV). 12
Coronavirus adalah virus yang berselubung dan dengan asam ribonukleat
beruntai tunggal. Nama tersebut didapatkan dari seperti solar korona karena paku
permukaan yang panjangnya 9-12 nm. Ada empat protein struktural utama yang
dikodekan oleh genom koronaviral yang berselubung, salah satunya adalah
tonjolan protein yang berikatan dengan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2)

3
receptor dan memediasi fusi selanjutnya antara sel berselubung dan sel host untuk
membantu entri virus ke dalam sel host.13,14
Pada 11 Februari 2020, Kelompok Studi Coronavirus (CSG) dari Komite
Internasional tentang Taksonomi Virus akhirnya menetapkannya sebagai sindrom
pernafasan akut berat coronavirus 2 (SARS-CoV-2) berdasarkan filogeni,
taksonomi, dan praktik yang sudah mapan.15
Segera kemudian, WHO menyebut penyakit yang disebabkan oleh
coronavirus ini sebagai Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19). Berdasarkan
data saat ini, tampaknya COVID-19 mungkin awalnya dihosting oleh kelelawar,
dan mungkin telah ditransmisikan ke manusia melalui trenggiling atau hewan liar
lainnya yang dijual di pasar makanan laut Huanan tetapi penyebaran selanjutnya
melalui transmisi manusia ke manusia.16

2.1.3. Epidemiologi
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di
China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari
2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar,
kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsilain dan seluruh China.17
Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di
China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan,
Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura,
Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis,
dan Jerman.18
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi
berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian.19 Tingkat mortalitas COVID-19 di
Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di
seluruh dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19,
dengan kasus dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki
peringkat pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus
baru sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol

4
dengan 6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia,
yaitu 11,3%.20

Gambar 2.1. Negara, wilayah, atau wilayah dengan kasus Penyakit Coronavirus yang dikonfirmasi

2019 (COVID-19). 20

2.1.4. Patofisiologi
Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran
napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-
reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada
envelope spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada
SARS-CoV-2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik
dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion
baru yang muncul di permukaan sel.21
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk
ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan
ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom

5
virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru
terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi
pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein
nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan
Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan
bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang
baru.22
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang
signifikan dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu. 22 Telah diketahui bahwa
masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara membran virus
dengan plasma membran dari sel. Pada proses ini, protein S2’ berperan penting
dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya proses fusi
membran. Selain fusi membran, terdapat juga clathrindependent dan clathrin-
independent endocytosis yang memediasi masuknya SARS-CoV ke dalam sel
pejamu.22
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV.35
Efek sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan
keparahan infeksi.23 Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan
jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak adekuat
menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun
yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum
sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang
ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam sel,
antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC). Presentasi
antigen virus terutama bergantung pada molekul major histocompatibility
complex (MHC) kelas I. Namun, MHC kelas II juga turut berkontribusi.24
Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi respons imunitas humoral dan
selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik terhadap virus.30
Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap SARS-CoV. IgM
terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG dapat bertahan
jangka panjang.24 Hasil penelitian terhadap pasien yang telah sembuh dari SARS

6
menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+ dan CD8+ memori yang
spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun secara bertahap tanpa
adanya antigen.25 Virus memiliki mekanisme untuk menghindari respons imun
pejamu. SARS-CoV dapat menginduksiproduksi vesikel membran ganda yang
tidak memiliki pattern recognition receptors (PRRs) dan bereplikasi dalam vesikel
tersebut sehingga tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I juga diinhibisi
oleh SARS-CoV dan MERS-CoV. Presentasi antigen juga terhambat pada infeksi
akibat MERS-CoV.24

2.1.5. Manifestasi Klinis


Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38 C), batuk dan kesulitan
bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala
gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien
timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan
progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa
pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.
Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi
kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika
terinfeksi.8
Klasifikasi Klinis Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi :
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat
disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan
nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien
immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain
itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif
ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya
dehidrasi, sepsis atau napas pendek.8

b. Pneumonia ringan

7
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak
ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat
ditandai dengan batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas
cepat atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat.8
Definisi takipnea pada anak:
 < 2 bulan : ≥ 60x/menit
 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
 1-5 tahun : ≥ 40x/menit.
c. Pneumonia berat
Pada pasien dewasa gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga
infeksi saluran napas. Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: >
30x/menit), distress pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien < 90% udara
luar. 8 Kriteria definisi Severe Community-acquired Pneumonia (CAP) menurut
Diseases Society of America/American Thoracic Society :

Tabel 2.1. Kriteria Severe Community-acquired Pneumonia (CAP)


Jika terdapat salah satu kriteria mayor atau ≥ 3 kriteria minor

Kriteria Mayor Frekuensi napas ≥ 30x/menit Rasio


Pa02/FiO2 ≤ 250 Infiltrat
multilobular Penurunan kesadaran
Uremia (BUN) ≥ 20 mg/dL
Leukopenia (4000 cell/mikrol)
Trombositopenia
(<100.000/microliter)
Hipotermia(<36 C) Hipotensi perlu
resusitasi cairan agresif
Kriteria Minor Syok septik membutuhkan
vasopressor Gagal napas
membutuhkan ventilasi mekanik

Pada pasien anak-anak memiliki gejala:


- batuk atau tampak sesak, ditambah satu diantara kondisi berikut: - Sianosis
central atau SpO2 <90%
- Distress napas berat (retraksi dada berat)

8
- Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau minum; letargi
atau penurunan kesadaran; atau kejang)
Dalam menentukan pneumonia berat ini diagnosis dilakukan dengan
diagnosis klinis, yang mungkin didapatkan hasil penunjang yang tidak
menunjukkan komplikasi. 8
d. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah
diketahui kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi
hipoksemia. Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO₂) dibagi
fraksi oksigen inspirasi (FIO₂) kurang dari< 300 mmHg. 8
Pemeriksaan penunjang yang penting yaitu pencitraan toraks seperti foto
toraks, CT Scan toraks atau USG paru. Pada pemeriksaan pencitraan dapat
ditemukan: opasitas bilateral, tidak menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau
kolaps paru atau nodul. Sumber dari edema tidak sepenuhnya dapat dijelaskan
oleh gagal jantung atau kelebihan cairan, dibutuhkan pemeriksaan objektif lain
seperti ekokardiografi untuk mengeksklusi penyebab hidrostatik penyebab
edema jika tidak ada faktor risiko. Penting dilakukan analisis gas darah untuk
melihat tekanan oksigen darah dalam menentukan tingkat keparahan ARDS
serta terapi. Berikut rincian oksigenasi pada pasien ARDS. 8
e. Sepsis
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek
infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda
disfungsi organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas
cepat, saturasi oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit
mottling atau terdapat bukti laboratorium koagulopati, trombositopenia,
asidosis, tinggi laktat atau hiperbilirubinemia. 8
Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai
0-24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui
tekanan oksigen atau fraksi oksigen), koagulasi (trombositopenia), liver
(bilirubin meningkat), kardivaskular (hipotensi), system saraf pusat (tingkat
kesadaran dihitung dengan Glasgow coma scale) dan ginjal (luaran urin

9
berkurang atau tinggi kreatinin). Sepsis didefinisikan peningkatan skor
Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assesment (SOFA) ≥ 2 poin. Pada
anak-anak didiagnosis sepsis bila curiga atau terbukti infeksi dan ≥ 2 kriteria
systemic inflammatory Response Syndrom (SIRS) yang salah satunya harus
suhu abnormal atau hitung leukosit. 8
f. Syok septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum
adekuat sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65
mmHg dan serum laktat > 2 mmol/L.8
Definisi syok septik pada anak yaitu hipotensi dengan tekanan sistolik <
persentil 5 atau >2 SD dibawah rata rata tekanan sistolik normal berdasarkan
usia atau diikuti dengan 2-3 kondisi berikut :
- Perubahan status mental
- Bradikardia atau takikardia
Pada balita: frekuensi nadi 160x/menit
Pada anak-anak:
- frekuensi nadi 150x/menit
- Capillary refill time meningkat (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan
bounding pulse
- Takipnea
- Kulit mottled atau petekia atau purpura
- Peningkatan laktat
- Oliguria
- Hipertemia atau hipotermia

2.1.6. Diagnosis
Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan
pada parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis yang muncul beragam, dari
mulai tidak berkomplikasi (ringan) sampai syok septik (berat).8 Pada anamnesis

10
gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam, batuk kering
(sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu dicatat bahwa
demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri
atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri
kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat
terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory
Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan riwayat
demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu
perawatan di rumah sakit. Tidak adanya demam tidak mengeksklusikan infeksi
virus.1,8

Tabel 2.2. Kriteria COVID-19 menurut tingkat keparahannya

11
Pemeriksaan fisis Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan
atau beratnya manifestasi klinis.
- Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
- Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan
darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat.
- Saturasi oksigen dapat normal atau turun.
- Dapat disertai retraksi otot pernapasan
- Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan
dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara
napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.8

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:
a. Pemeriksaan radiologi
foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada pencitraan dapat
menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps
paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat bayangan
multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di
perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-
glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan
konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi pleura (jarang).26

12
Gambar 2.3. Radiografi dada dari pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Seorang wanita berusia 53 tahun mengalami demam dan batuk selama 5 hari. Bercak multifokal
opasitas dapat dilihat di kedua paru-paru.
b. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
- Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)
- Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)8
- Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia).
Ketika melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat.
Ketika mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral
(Dacron steril atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan
sampel dari tonsil atau hidung.
- Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau
sakit berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi
diagnosis dan tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan.
Klinisi dapat hanya mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung
tersedia seperti pasien dengan intubasi. Jangan menginduksi sputum
karena meningkatkan risiko transmisi aerosol. Kedua sampel (saluran
napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis patogen lain.
- Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi. Pada kasus
terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari saluran

13
napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi
pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta
secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk
keperluan pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat diambil
sesering mungkin yaitu harian.8
c. Bronkoskopi
d. Pungsi pleura sesuai kondisi
e. Pemeriksaan kimia darah
- Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun;
hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP
meningkat.
- Analisis gas darah

2.1.8. Diagnosis Banding


Penyakit lain banyak menyerupai pneumonia COVID-19 dan wajib
membedakan, termasuk community-acquired pneumonia seperti pneumonia
streptokokus, pneumonia terkait mikoplasma dan klamidia, serta infeksi virus
korona lainnya. Diagnosis banding sangat penting untuk awal karantina pasien
yang diduga menderita demam dan juga mengurangi infeksi silang.
Pada tabel menunjukkan temuan klinis dan imaging khas yang meniru
COVID-19 seperti flu biasa, influenza, dan penyakit coronavirus lainnya termasuk
SARS dan MERS. Riwayat paparan Wuhan atau kontak dekat dengan pasien yang
dikonfirmasi atau dicurigai adalah petunjuk penting untuk diagnosis. Namun,
untuk pasien dengan riwayat epidemiologis yang tidak diketahui, penampilan
klinis dan imaging yang khas dapat menunjukkan dugaan penyakit COVID-19;
Tes RT-PCR harus dilakukan pada pasien ini. Pada kesimpulannya, diagnosis
COVID-19 harus menggabungkan riwayat epidemiologi, manifestasi klinis dan
imaging, dan uji RT-PCR (standar referensi).27

14
Tabel 2.3. Perbandingan Radiografi Common cold, Influenza, SARS, MERS, dan
COVID-19

Menurut PDPI, diagnosis banding dari COVID-19 adalah sebagai berikut :8


1. Pneumonia bakterial Gejala umum yang muncul diantaranya batuk, batuk
berdahak, atau memberat seperti muncul dahak purulen, dahak berdarah,
dengan atau tanpa adanya nyeri dada. Pada umumnya tidak bersifat
infeksius, dan bukan penyakit infeksius.
2. SARS/MERS Jenis virus baru ini memiliki kemiripan dengan virus SARS
dan MERS namun analisis genetik menunjukkan serupa tetapi tidak sama.
Virus jenis baru ini sudah mengalami evolusi. Studi menunjukkan virus
baru ini kemampuan penyebaran dan patogenisitasnya lebih rendah
daripada SARS.
3. Pneumonia Jamur
4. Edema paru kardiogenik (gagal jantung)

15
2.1.9. Tatalaksana
Karena sifatnya yang baru, tidak ada obat khusus yang diketahui untuk
mengobati COVID-19. Para peneliti sedang berusaha untuk menggunakan
kembali obat antivirus yang ada, seperti obat HIV lopinavir / ritonavir, dan / atau
mengembangkan yang baru. Selain itu, para peneliti di seluruh dunia telah bekerja
untuk mengembangkan vaksin. Dari obat antivirus yang diketahui, remdesivir,
yang merupakan antivirus spektrum luas dengan sifat menghambat polimerase
yang bergantung pada RNA, menunjukkan harapan yang tinggi. Wang dkk
menemukan bahwa remdesivir secara ampuh memblokir infeksi SARS-CoV-2
pada konsentrasi mikromolar rendah secara in vitro. Demikian pula, Holshue et
al30 melaporkan hasil remdesivir yang menggembirakan dalam pengobatan
pasien dengan COVID-19 di Amerika Serikat. Favipiravir, obat yang
dikembangkan untuk mengobati influenza baru di China, juga telah dipelajari. Ini
adalah tipe baru dari RNA polymerase inhibitor yang bergantung pada RNA. Dari
obat nonantiviral yang diketahui, chloroquine phosphate, obat antimalaria yang
banyak digunakan, telah terbukti memiliki sifat anti-SARS-CoV-2 dengan
kemanjuran untuk mengobati COVID-19. Ini memblokir masuknya virus ke
dalam endosom, dan telah berhasil menghambat eksaserbasi pneumonia dan
meningkatkan temuan pencitraan paru-paru. Obat lain yang berpotensi efektif
termasuk cepharanthine, selamectin, dan mefloquine hydrochloride. Dengan tidak
adanya vaksin atau obat yang efektif, tindakan nonfarmakologis seperti jarak
sosial dan karantina telah menjadi strategi tanggapan yang paling penting untuk
memperlambat penyebaran virus. Karantina wajib untuk pasien COVID-19 yang
bergejala.28
1. TANPA GEJALA (OTG) 28
a. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
- Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas FKTP
- Kontrol di FKTP setelah 14 hari karantina untuk pemantauan klinis
b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa
ke rumah) :

16
Pasien :
- Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi
dengan anggota keluarga
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik /
wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya
sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci
- Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi dan jam 19 malam.
- Segera berinformasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika
terjadi peningkatan suhu tubuh > 38 C
Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
- Membuka jendela kamar secara berkala
- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar
(setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle.
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
- Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektasn lainnya
Keluarga:
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
- Anggota keluarga senanitasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien

17
- Senantiasa mencuci tangan
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar
- Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien
misalnya gagang pintu dll
c. Farmakologi
Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor
dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis
Penyakit Dalam ATAU Dokter Spesialis Jantung
Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30
hari)
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
2. Gejala Ringan28
a. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
- Ditangani oleh FKTP, contohnya Puskesmas, sebagai pasien rawat jalan
- Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis
b. Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).
c. Farmakologis
- Vitamin C dengan pilihan:
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet/24 jam (selama 30
hari)

18
- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,B, E, zink
- Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5 hari) atau
Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) 400 mg/24 jam/oral (untuk 5
hari)
- Azitromisin 500 mg/24 jam/oral (untuk 5 hari) dengan alternatif
Levofloxacin 750 mg/24 jam (5 hari)
- Pengobatan simtomatis seperti paracetamol bila demam
- Bila diperlukan dapat diberikan Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam/oral
ATAU Favipiravir (Avigan) 600mg/12 jam / oral (untuk 5 hari)
3. Gejala Sedang28
a. Isolasi dan Pemantauan
- Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit
Darurat Covid-19
- Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit
Darurat Covid-19 selama 14 hari
b. Non Farmakologis
- Istirahat total, intake kalori adekuat, control elektrolit, status hidrasi,
saturasi oksigen
- Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati dan ronsen dada secara berkala.
c. Farmakologis
- Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
- Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) atau
Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) hari pertama 400 mg/12
jam/oral, selanjutnya 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari)
- Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) dengan
aternatif Levofloxacin 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)
- Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).

19
- Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam oral atau Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
4. Gejala Berat28
a. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
b. Non Farmakologis
- Istirahat total, intake kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi
cairan), dan oksigen
- Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
- Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
- Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
- Limfopenia progresif,
- Peningkatan CRP progresif,
- Asidosis laktat progresif.
- Monitor keadaan kritis
- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, shock atau gagal
Multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
- Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan
ventilator mekanik
- 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu
sebagai berikut :

20
 Gunakan high flow nasal canulla (HFNC) atau non-invasive
mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau
efusi paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV.
 Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan
edema paru.
 Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone
position).
- Prinsip terapi oksigen:
- NRM : 15 liter per menit.
- HFNC
 Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan respirator
(PAPR, N95).
 Batasi flow agar tidak melebihi 30 liter/menit.
 Lakukan pemberian HFNC selama 1 jam, kemudian lakukan
evaluasi. Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria
ventilasi aman (indeks ROX >4.88 pada jam ke-2, 6, dan 12
menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif,
sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan
intubasi).
- NIV
 Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan respirator
(PAPR, N95).
 Lakukan pemberian NIV selama 1 jam, kemudian lakukan evaluasi.
Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman
(volume tidal [VT] <8 ml/kg, tidak ada gejala kegagalan pernapasan
atau peningkatan FiO2/PEEP) maka lanjutkan ventilasi dan lakukan
penilaian ulang 2 jam kemudian.
 Pada kasus ARDS berat, disarankan untuk dilakukan ventilasi invasif.
 Jangan gunakan NIV pada pasien dengan syok.
 Kombinasi Awake Prone Position + HFNC / NIV 2 jam 2 kali sehari
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan

21
intubasi pada ARDS ringan hingga sedang. Hindari penggunaan
strategi ini pada ARDS berat.

2.2. Anestesi pada Manajemen Jalur Napas

Terdapat beberapa aturan yang harus dipahami pada anestesi dalam


manajemen jalan napas yaitu :29
- Teknik masker wajah yang tidak tepat dapat mengakibatkan deflasi terus
menerus pada kantong reservoir anestesi meskipun katup pembatas
tekanan yang dapat disesuaikan ditutup, biasanya menunjukkan kebocoran
substansial di sekitar masker. Sebaliknya, timbulnya tekanan sirkuit
pernapasan tinggi dengan gerakan dada dan suara napas yang minimal
menyiratkan saluran napas yang terhalang atau tuba yang terhalang.
- Jalan napas sungkup laring melindungi sebagian laring dari sekresi faring,
tetapi tidak untuk regurgitasi lambung.
- Setelah penyisipan tabung endotrakeal (ETT), manset dipompa dengan
jumlah udara paling sedikit yang diperlukan untuk membuat segel selama
ventilasi tekanan positif untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan
ke mukosa trakea.
- Meskipun deteksi CO2 yang terus-menerus dengan kapnograf adalah
konfirmasi terbaik dari penempatan ETT di trakea, itu tidak dapat
mengecualikan intubasi bronkial. Bukti paling awal dari intubasi bronkial
adalah peningkatan tekanan inspirasi puncak.
- Setelah intubasi, manset ETT tidak boleh terasa di atas level kartilago
krikoid, karena lokasi intralaring yang berkepanjangan dapat
menyebabkan suara serak pasca operasi dan meningkatkan risiko ekstubasi
yang tidak disengaja.
- Intubasi esofagus yang tidak dikenali dapat menghasilkan hasil yang
sangat buruk. Pencegahan komplikasi ini tergantung pada visualisasi
langsung dari ujung ETT yang melewati pita suara, auskultasi yang hati-

22
hati untuk mengetahui adanya suara napas bilateral dan tidak adanya
geguk lambung saat melakukan ventilasi melalui ETT, analisis gas yang
dihembuskan untuk mengetahui adanya CO2 (metode otomatis yang
paling andal), radiografi dada, ultrasonografi saluran napas, atau
penggunaan bronkoskopi fiberoptik.
- Petunjuk untuk diagnosis intubasi bronkial termasuk suara napas
unilateral, hipoksia tak terduga dengan oksimetri nadi (tidak dapat
diandalkan dengan konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi),
ketidakmampuan untuk meraba manset ETT di takik sternal selama inflasi
manset, dan penurunan kepatuhan kantong pernapasan (tekanan inspirasi
puncak tinggi ).
- Tekanan intratoraks negatif yang besar yang ditimbulkan oleh pasien yang
mengalami spasme laring dapat menyebabkan edema paru akibat tekanan
negatif, terutama pada pasien yang sehat.

Pengelolaan Jalan Napas Rutin29


Penatalaksanaan jalan nafas rutin yang berhubungan dengan anestesi umum
terdiri dari:
- Penilaian jalan napas sebelum anestesi
- Persiapan dan pemeriksaan peralatan
- Posisi pasien
- Preoksigenasi (denitrogenasi)
- Ventilasi kantong dan masker
- Intubasi atau penempatan masker laring jalan napas (jika ada indikasi)
- Konfirmasi pemasangan selang atau saluran napas yang tepat
- Ekstubasi

2.3. Peran Anestesi Pada Covid-19


Tim Manajemen Jalan Napas
COVID-19 memiliki persamaan dan perbedaan dengan SARS dan Sindrom
pernapasan Timur Tengah (MERS) dalam istilah periode infeksi, penularan,
keparahan klinis, dan luasnya penyebaran komunitas. Dengan bertambahnya ilmu

23
dari kemajuan klinis kasus COVID-19, waktunya ventilasi invasif berubah.
Seperti yang ditunjukkan oleh hasil CT, 5-8 hari setelah timbulnya gejala awal
infeksi dengan cepat diperburuk dan meluas ke paru multi-lobar bilateral efusi dan
konsolidasi. Meski ventilasi noninvasif meningkatkan oksigenasi sementara pada
pasien COVID-19, itu mungkin belum tentu mengubah perjalanan alami sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS) . Intubasi trakea untuk kasus pneumonia virus
corona baru , di mana kriteria intubasi trakea didefinisikan sebagai indeks
oksigenasi <150 mm Hg setelah setidaknya 2 jam terus menerus tekanan saluran
napas positif (CPAP) dengan oksigen 100%, dan itu merekomendasikan agar
intubasi dijadwalkan daripada muncul. Menurut kriteria baru, pasien akan
melakukannya menerima terapi intubasi dan ventilasi lebih awal. Hasil dari, lebih
banyak pasien membutuhkan intubasi. Di banyak rumah sakit, tim manajemen
jalan nafas yang terdiri dari ahli anestesi yang terampil didirikan untuk memenuhi
kebutuhan intubasi.30
Bergantung pada ahli anestesi yang tersedia, ukuran tim manajemen jalan
napas adalah 4-18 orang. Anggota tim manajemen jalan napas bekerja secara
bergilir, dengan hanya satu hingga dua ahli anestesi di bangsal isolasi pada satu
waktu. Ukuran minimal membantu menghindari paparan virus yang tidak perlu.
Gerobak intubasi yang berisi paket obat dan bahan modular disimpan di bangsal
untuk meminimalkan lalu lintas orang yang membawa materi ke dalam ruangan.
Videolaringoskopi dengan pisau yang dapat diganti banyak digunakan untuk
menghindari menempatkan wajah ahli anestesi dekat dengan pasien. Light wand,
laryngeal mask airway (LMA), flexible bronchoscope, dan cricothyroid puncture
kit juga tersedia di kereta jika terjadi intubasi yang sulit. Protokol untuk kesulitan
jalan nafas yang tak terduga diikuti, menyoroti peran dari LMA intubasi. 30
Pasien COVID-19 yang diketahui atau dicurigai harus dianggap sebagai
risiko sangat tinggi. Intubasi trakea pada pasien ini adalah prosedur jalan napas
yang menghasilkan aerosol berisiko tinggi yang memerlukan perlengkapan
pelindung pribadi (APD) kelas 3 standar termasuk masker N95, kacamata,
pelindung wajah, gaun ganda, sarung tangan ganda, sepatu pelindung luar, dan
alat bantu pernapasan bertenaga. 30

24
Kelompok Manajemen Jalan Nafas dari CSA mengeluarkan 'Rekomendasi
Ahli untuk Intubasi Trakea pada Pasien Sakit Kritis dengan Penyakit Novel
Coronavirus 2019' pada 22 Februari 2020. Berdasarkan rekomendasi dan bukti
saat ini, prinsip-prinsipnya mencakup meminimalkan pembentukan aerosol.
Ventilasi bag-mask sebelum intubasi, batuk pasien selama laringoskopi atau
intubasi, dan sedasi yang tidak memadai yang membuat pasien berisiko agitasi
dapat menimbulkan aerosol. 30
Dengan preoksigenasi yang memadai, ventilasi bag-mask idealnya dapat
dihindari. CPAP dengan oksigen 100% selama 5 menit direkomendasikan untuk
preoksigenasi. Jika tersedia, sistem pengiriman kanula hidung aliran tinggi
(HFNC) dapat digunakan untuk pra-oksigenasi, meskipun ini dapat meningkatkan
risiko penyebaran virus melalui pembentukan aerosol. Untuk meminimalkan
risiko ini, mulut dan hidung pasien dapat ditutup dengan kain kasa normal saline
jenuh selama preoksigenasi. Untuk menghindari agitasi dan batuk, paling baik
intubasi dilakukan dengan menggunakan teknik intubasi urutan cepat. Midazolam,
propofol, dan etomidate dapat digunakan tergantung pada kondisi pasien. Setelah
sedasi, setidaknya 0,9 mg kg 1 rocuronium atau 1 mg kg 1 succinylcholine harus
digunakan. Filter hidrofobik harus dipasang pada kantong resusitasi, antara
masker atau selang trakea (TT) dan kantong. Ketika jalan nafas yang sulit
diantisipasi, intubasi bronkoskopi fleksibel dapat dilakukan dengan menggunakan
videobronkoskop. Intubasi fibreoptik yang terjaga harus dihindari untuk
mengurangi paparan aerosol. Jika terjadi kesulitan jalan nafas yang tidak terduga,
LMA intubasi dan pembedahan jalan nafas dapat dipertimbangkan. 30
Ekstubasi dengan agitasi dan batuk minimal penting untuk pasien ICU dan
pasien bedah. Penyedotan yang hati-hati dengan alat penghisap dahak yang
tertutup sebelum kesadaran kembali bisa menjadi penting. Sebuah meta-analisis
baru-baru ini melaporkan bahwa prosedur (termasuk dexmedetomidine,
remifentanil, fentanyl, dan lidocaine i.v., intracuff, trakea, atau topikal) semuanya
lebih baik daripada plasebo dalam mengurangi batuk yang sedang sampai parah,
dengan dexmedetomidine digolongkan sebagai yang paling efektif.
Dexmedetomidine dan lidocaine dengan berbagai cara telah digunakan dalam
kasus COVID-19. Ekstubasi sebelum kembalinya kesadaran dianjurkan untuk

25
pasien tanpa kesulitan jalan nafas. Namun, perangkat untuk reintubasi harus
tersedia. Ekstubasi tanpa melepas filter itu penting. 30
Perawatan Intensif
Ahli anestesi di ICU bedah (SICU) dan ICU anestesi (AICU) berkontribusi
besar dalam penanganan kasus COVID-19. Di Rumah Sakit Jinyintan di Wuhan,
16 dari 17 pasien yang mengembangkan ARDS, memburuk dalam waktu singkat.
Di Rumah Sakit Zhongnan di Wuhan, 47,2% pasien di ICU menerima ventilasi
invasif dan empat dialihkan ke oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO).
Laporan pracetak kematian mengungkapkan bahwa durasi dari gejala awal hingga
kematian singkat (15 hari; rentang antar kuartil, 11-20 hari) . Hasil otopsi kasus
COVID-19 menunjukkan lendir yang sangat lengket di saluran udara kecil.
Sebagian besar pasien di ICU memerlukan intervensi jalan napas 'aktif', dan
pasien yang sakit kritis dapat memperoleh manfaat dari ECMO, dua bidang yang
ahli anestesiologi. 30
Selama wabah, layanan perawatan kritis di China dihadapkan pada
peningkatan permintaan sumber daya yang cepat. Semua rumah sakit dan
organisasi lain terlibat dalam perawatan kasus COVID-19. Di banyak rumah sakit,
anggota tim jalan napas bertanggung jawab atas manajemen ventilasi setelah
intubasi trakea. Setelah diintubasi, strategi ventilasi klasik efektif pada pasien
COVID-19 yang sakit kritis, termasuk strategi ventilasi mekanis pelindung paru
dan ventilasi posisi tengkurap. Strategi ventilasi mekanis pelindung paru-paru
meliputi target volume tidal yang rendah (6 ml kg 1 berat badan yang diprediksi),
tekanan dataran tinggi 30 cm H2O, target SaO2 88-95%, pH 7,25, dan manuver
rekrutmen intermiten. 30
Ultrasonografi, teknik lain yang banyak digunakan di bidang anestesiologi,
sangat berguna dalam manajemen pasien COVID-19 yang sakit kritis. Ahli
anestesi biasanya menggunakan ultrasonografi untuk blok saraf, tusukan vaskular,
dan pemeriksaan darurat pada dada dan perut. Mengingat potensi keterlambatan
dalam memperoleh pemeriksaan termasuk radiografi dada untuk pasien di bawah
isolasi airborne, ultrasonografi portabel berguna untuk membantu dengan cepat
dalam diagnosis kondisi seperti efusi pleura dan pneumotoraks. APD, terutama
alat pemurni respirator, dapat menghalangi prosedur seperti auskultasi.

26
Ultrasonografi juga dapat digunakan dalam evaluasi jalan napas dan penentuan
kedalaman TT. 30
Tim resusitasi respon cepat
Berdasarkan pengalaman saat wabah SARS, responnya cepat tim resusitasi
yang terdiri dari sebagian besar ahli anestesi diselenggarakan di beberapa rumah
sakit di Wuhan. Anggota tim resusitasi tetap siaga di dekat area isolasi. Selama
upaya resusitasi awal oleh responden pertama, anggota tim resusitasi respon cepat
akan mengenakan APD dan bertanggung jawab atas resusitasi. Seperti kereta
manajemen jalan napas, kereta resusitasi dilengkapi dengan obat dan peralatan
modular untuk menghindari lalu lintas yang tidak perlu. Ukuran tim biasanya
diminimalkan menjadi empat untuk menghindari paparan virus yang tidak perlu. 30
Anestesi Klinis
Selama wabah COVID-19, pertimbangan terpenting untuk anestesi klinis
adalah pengendalian infeksi. Pada 10 Februari 2020, sebagian besar rumah sakit
di China hanya menerima kasus darurat. Namun, belakangan ini operasi elektif
meningkat pesat. Selain Wuhan, banyak daerah lain juga mungkin memiliki
banyak orang yang terinfeksi. Dengan demikian, ahli anestesi memainkan peran
penting dan menuntut dalam evaluasi pra operasi risiko infeksi COVID-19. Saat
ini, kecurigaan terhadap infeksi COVID-19 membutuhkan dua gejala dengan
kaitan epidemiologis, atau tiga tanpa kaitan epidemiologis. Hubungan
epidemiologis termasuk perjalanan dalam 14 hari ke daerah yang terkena, atau
kontak dekat dalam waktu 14 hari sejak timbulnya penyakit dengan pasien yang
dikonfirmasi, atau kontak dekat dengan orang yang mengalami demam dan gejala
pernafasan dan perjalanan ke daerah yang terkena dalam waktu 14 hari sejak
timbulnya penyakit. Demam mungkin tidak terjadi pada semua pasien. Tidak
adanya demam pada COVID-19 lebih sering terjadi dibandingkan SARS dan
MERS, jadi tindakan pencegahan pengendalian infeksi yang tepat harus dilakukan
bahkan pada mereka yang tidak memiliki gejala khas. Dengan penyebaran virus
ke lebih banyak daerah dan negara, ahli anestesi di seluruh dunia mungkin
menghadapi tantangan untuk menimbang risiko infeksi dan kebutuhan perawatan
medis pasien. 30

27
Dukungan psikologis untuk ahli anestesi garis depan
Dalam perawatan pasien COVID-19, ahli anestesi rentan terhadap infeksi
dan masalah kesehatan mental. Mereka mungkin mengalami depresi karena
situasinya, takut tertular, dan takut menyebarkan virus ke keluarga dan orang lain.
Beban kerja yang berat dan ketidaknyamanan saat memakai APD dalam jangka
waktu lama dapat memperburuk depresi. Petugas kesehatan dalam pengaturan
klinis berisiko tinggi seperti unit SARS memiliki gejala stres pasca-trauma yang
jauh lebih banyak. Pada 13 Februari 2020, CSA membentuk platform untuk
memberikan dukungan psikologis bagi penyedia layanan kesehatan, terutama
untuk ahli anestesi lini depan dan keluarganya. Lebih dari 20 psikolog
memberikan konsultasi untuk ahli anestesi yang merawat pasien COVID-19. 30

Pembaruan informasi terus menerus tentang COVID-19


Komunikasi yang jelas dengan pembaruan rutin dan akurat tentang wabah
COVID-19 diberikan kepada ahli anestesi untuk meningkatkan kualitas perawatan
dan untuk mengatasi rasa ketidakpastian dan ketakutan mereka. CSA dan Asosiasi
Ahli Anestesi China (CAA) mengeluarkan dan memperbarui serangkaian
rekomendasi praktik dan pedoman konsensus, yang mencakup organisasi fasilitas
dan perawatan anestesi selama wabah pneumonia COVID-19. Salah satu yang
terbaru adalah rekomendasi ahli untuk anestesi dan pengendalian infeksi dalam
operasi elektif selama pemulihan setelah wabah. CSA juga mendirikan platform
untuk informasi tentang perawatan pasien COVID-19. Pertanyaan yang paling
sering diajukan tentang COVID-19 dikumpulkan dan dijawab secara terus
menerus. 30
Diskusi online tentang perawatan anestesi oleh para ahli dan ahli anestesi lini
depan
CSA dan CAA menyelenggarakan diskusi online tentang berbagai topik
termasuk manajemen jalan napas, pengendalian infeksi, dan perawatan medis
untuk populasi tertentu, seperti ibu melahirkan, selama wabah COVID-19. Para
ahli dengan pengalaman dalam manajemen H1N1, SARS, dan Ebola serta ahli
anestesi garis depan diundang ke dalam diskusi. Kesimpulannya, ahli anestesi
Tiongkok sangat penting untuk berbagai aspek penting dalam menanggapi wabah

28
COVID-19. Ventilasi invasif lebih dini, pembentukan tim manajemen jalan napas
dan tim resusitasi respons cepat, dan penggunaan ultrasonografi di tempat
perawatan merupakan kontribusi utama. Dengan perubahan karakteristik
epidemiologi pasien COVID-19, ahli anestesi mengambil tanggung jawab
pengendalian infeksi juga. 30
 

Urgensi Prosedur Neurosurgikal


Pandemi COVID-19 mengharuskan pengurangan operasi elektif untuk
meningkatkan kapasitas dan membebaskan sumber daya; ini termasuk pembatasan
prosedur bedah saraf. Namun demikian, beberapa pasien akan terus membutuhkan
intervensi bedah saraf yang segera dan darurat untuk kondisi yang mengancam
jiwa. Bedah saraf yang mendesak akan memerlukan pertimbangan khusus selama
pandemi.Kriteria diagnostik untuk kasus COVID 19 yang dicurigai atau
dikonfirmasi meliputi riwayat epidemiologi, manifestasi klinis, uji reaksi rantai
polimerase (RT-qPCR) kuantitatif fluoresensi waktu nyata, dan IgM dan IgG
spesifik COVID-19 tes antibodi. Tes RT-qPCR pada spesimen pernapasan,
termasuk usap nasofaring, cairan lavage bronchoalveolar, sputum, atau aspirasi
bronkial, untuk SARSCoV-2 RNA saat ini banyak digunakan untuk diagnosis
kasus. Karena kemungkinan hasil tes RT-qPCR negatif palsu, pengujian RT-
qPCR pada 2 sampel pernapasan berturut-turut yang diperoleh dengan selang
waktu setidaknya 24 jam harus dipertimbangkan jika sumber daya
memungkinkan. Bersama-sama, gejala klinis khas, pencitraan dada, dan riwayat
epidemiologis (perjalanan atau pajanan berisiko tinggi) dapat digunakan untuk
menilai risiko infeksi COVID-19 dan indikasi untuk pengujian. Kriteria yang
diterima untuk diagnosis COVID-19 meliputi 1 dari berikut ini: (1) RTqPCR
positif COVID-19 asam nukleat; (2) gen virus yang diidentifikasi oleh sekuensing
gen sangat homolog dengan COVID-19 yang diketahui; atau (3) adanya antibodi
IgM dan IgG yang spesifik untuk COVID-19.31

Prosedur Radiologi Neurointervensional

29
Dengan pengecualian terapi endovaskular untuk stroke iskemik akut,
sebagian besar prosedur radiologi neurointervensional yang dilakukan selama
pandemi akan dianggap mendesak, bukan darurat (misalnya, embolisasi
aneurisma intrakranial, tumor tulang belakang). Oleh karena itu, setiap pasien
dengan dugaan COVID 19 harus diuji sebelum melakukan prosedur (asalkan hasil
pengujian tersedia dalam <24 jam), dan APD yang sesuai diterapkan sesuai
dengan kebijakan institusi. Untuk kasus di mana pengujian tidak memungkinkan
karena kasus yang mendesak, pasien harus diperlakukan sebagai dugaan positif
COVID-19. Hanya personel penting yang harus hadir selama pengelolaan jalan
napas dan, idealnya, intubasi harus dilakukan di ruang isolasi airborne dengan
tekanan negatif relatif terhadap area sekitarnya. Namun, diketahui bahwa ini
mungkin tidak tersedia di dekat banyak ruang radiologi intervensi, dan intubasi
kemudian perlu dilakukan di ruang radiologi dengan hanya personel penting yang
hadir. 31
Anestesi untuk prosedur radiologi neurointervensional selama pandemi
memerlukan beberapa pertimbangan lain yang unik. Misalnya, penyedia anestesi
harus memastikan bahwa pelindung timbal digunakan sebelum APD, karena
praktisi anestesi mungkin diminta untuk tetap berada di ruang radiologi intervensi
daripada di ruang kontrol. Setelah itu, setelan timbal yang dikenakan selama
prosedur memerlukan dekontaminasi yang ketat dengan tisu desinfeksi yang
mengandung senyawa amonium kuaterner dan alkohol; urutan pembersihan top-
down dapat mengurangi beban biologis. Lokasi untuk mengenakan, melepaskan,
dan membersihkan timbal perlu didirikan di dekat suite intervensi, dan APD yang
sesuai tersedia di lokasi itu. Akhirnya, mengingat lokasi terpencil dari banyak
ruang radiologi intervensi, diperlukan rencana ekstubasi. Pengangkutan ke ruang
isolasi bertekanan negatif di lokasi lain untuk ekstubasi harus dipertimbangkan.
Setelah ekstubasi, minimal, kehati-hatian harus dilakukan untuk memastikan
bahwa pasien dipindahkan tanpa risiko intervensi jalan napas yang mendesak atau
batuk selama transit. 31

30
BAB III
KESIMPULAN

Pneumonia COVID-19 adalah penyakit baru yang telah menjadi pandemi.


Penyakit ini harus diwaspadai karena penularan yang relatif cepat, memiliki
tingkat mortalitas yang tidak dapat diabaikan, dan belum adanya terapi definitive.
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-
2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi
virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan ringan
pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. Peran
Anestesi pada kasus pasien dengan COVID-19 yaitu dengan membentuk tim
manajemen jalan napas, melakukan perawatan di ruang intensif, membentuk tim
resusitasi respon cepat, mempertimbangkan klinis anestesia, dan juga perlu
diperhatikan keadaan psikologis untuk ahli anetesi garis depan agar tidak
menimbulkan gejala stress pasca trauma akibat takut tertular dan kelelahan, serta
para anestesi juga perlu memperbaharui informasi terus menerus tentang COVID-
19.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Huang C, Wang Y, Li X et al. Clinical features of patients infected with


2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet, 2020 ; 395: 497–506.
doi: 10.1016/S0140-6736(20)30183-5.
2. Wang, D., HU, B., HU, C., Zhu, F., Liu, X., Zhang, J., Wang, B., Xiang,
H., Cheng, Z., Xiong, Y. Zhao, Y., 2020. Clinical characteristics of 138
hospitalized patients with 2019 novel coronavirus–infected pneumonia in
Wuhan, China. Jama.
3. World Health Organization. WHO Director-General’s remarks at the
media briefing on 2019-nCov on 11 February 2020. 2020. Available
from : https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals-
remarks-at-the-media-briefing-on-2019-ncoV-on-11-february-2020.
4. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19)
Situation Report – 70 [Internet]. WHO; 2020 [updated 2020 September
18; cited 2020 September 18]. Available from: https://www.who.int/
docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200330-sitrep-70-
covid 19.pdf?sfvrsn=7e0fe3f8_2.
5. Hallo Palembang. Palembang Tanggap Covid-19. 2020. [updated 2020
September 18; cited 2020 September 18] diakses pada :
https://hallo.palembang.go.id/covid19/.
6. Peng PWH, Ho PL, Hota SS. Outbreak of a new coronavirus: what
anaesthetists should know. Br J Anaesth. 2020.
https://doi.org/10.1016/j.bja.2020.02.008
7. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and important lessons from the
coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak in China: summary of a
report of 72,314 cases from the Chinese Center for Disease Control and
Prevention. JAMA. 2020. http://doi.org/10.1001/jama.2020.2648
8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis : Pneumonia
2019-nCov. 2020. PDPI : Jakarta.
9. WHO. Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report-1. Januari 21.
2020.

32
10. WHO. WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-
nCov on 11 February 2020. Available on:
https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals-remarks-at-
the-media-briefing-on-2019-ncov-on-11-february2020 ; cited on )

11. Centers for Disease Control and Prevention. Human Coronavirus types.
Cited June 2nd 2020. Available on:
https://www.cdc.gov/coronavirus/types.html (Jan 10th 2020).

12. Lu R, Zhao, X, Li, J et al. Genomic characterisation and epidemiology of


2019 novel coronavirus: implications for virus origins and receptor
binding. Lancet. 2020 Jan 30:S0140-6736(20)30251-8. doi:
10.1016/S0140-6736(20)30251-8.

13. Kirchdoerfer RN, Cottrell CA, Wang N et al. Pre-fusion structure of a


human coronavirus spike protein. Nature. 2016; 531(7592):118–121.
doi:10.1038/nature17200. Crossref, Medline.

14. Xu X, Chen P, Wang J et al. Evolution of the novel coronavirus from the
ongoing Wuhan outbreak and modeling of its spike protein for risk of
human transmission. Sci China Life Sci. 2020 Jan 21. doi:
10.1007/s11427-020-1637-5.

15. Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS et al. Severe acute respiratory
syndrome-related coronavirus: the species and its viruses – a statement of
the coronavirus study group. bioRxiv preprint first posted online February
11, doi:10.1101/2020.02.07.937862.

16. Zhang L, Shen FM, Chen F, Lin Z. Origin and evolution of the 2019 novel
coronavirus. Clin Infect Dis. 2020 Feb 3:ciaa112. doi:
10.1093/cid/ciaa112.

17. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and Important Lessons From the


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China: Summary of a
Report of 72314 Cases From the Chinese Center for Disease Control and
Prevention. JAMA. 2020; published online February 24. DOI:
10.1001/jama.2020.2648

18. World Health Organization. Situation Report – 10 [Internet]. 2020


[updated 2020 January 30]. Available from:

33
https://www.who.int/docs/default-source/ coronaviruse/situation-
reports/20200130-sitrep-10-ncov. pdf?sfvrsn=d0b2e480_2.

19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Info Infeksi Emerging


Kementerian Kesehatan RI [Internet]. 2020 [updated 2020 March 30]
Available from: https:// infeksiemerging.kemkes.go.id/

20. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19)


Situation Report – 70 [Internet]. WHO; 2020 [updated 2020 June 5].
Available from: https://www.who.int/ docs/default-
source/coronaviruse/situation-reports/20200330- sitrep-70-covid-19.pdf?
sfvrsn=7e0fe3f8_2

21. Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. The reproductive number


of COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus. J Travel Med.
2020;27(2).

22. de Wit E, van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS:
recent insights into emerging coronaviruses. Nat Rev Microbiol.
2016;14(8):523-34.

23. Qin C, Zhou L, Hu Z, Zhang S, Yang S, Tao Y, et al. Dysregulation of


immune response in patients with COVID-19 in Wuhan, China. Clin Infect
Dis. 2020; published online March 12. DOI: 10.1093/ cid/ciaa248.

24. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis


and diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal. 2020; published online March
5. DOI: 10.1016/j.jpha.2020.03.001

25. Fan YY, Huang ZT, Li L, Wu MH, Yu T, Koup RA, et al.


Characterization of SARS-CoV-specific memory T cells from recovered
individuals 4 years after infection. Arch Virol. 2009;154(7):1093-9.

26. Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control


and Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.

27. Chinese Society of Radiology. Radiological diagnosis of new coronavirus


infected pneumonitis: Expert recommendation from the Chinese Society of
Radiology (First edition). Chin J Radiol, 2020,54(00): E001-E001. DOI:
10.3760/cma.j.issn.1005-1201.2020.0001.

34
28. Erlina B, Agus D, Sally A, Eka G, Ceva W, et al. Protokol Tatalaksana
Covid-19. Pedoman Tatalaksana COVID-19. 2020.

29. Morgan & Mikhail’s. Clinical Anesthesiology. 6 th ed., Lane Medical


Books/MsGraw Hill, New York, 2018 : 528-34
30. Manping Y, Hailong D, dan Zhihong L. Role of anaesthesiologists during
the COVID-19 outbreak in China. British Journal Of Anesthesia. 2020.
124(6) : 666-9.
31. Alana M. Flexman, Arnoley S. Abcejo, Rafi Avitsian, Veerle De Sloovere,
David Highton. Neuroanesthesia Practice During the COVID-19
Pandemic: Recommendations From Society for Neuroscience in
Anesthesiology and Critical Care (SNACC). Journal Neurosurgical
Anesthesia. 2020;32:202–209

35

Anda mungkin juga menyukai