Anda di halaman 1dari 28

Referat

ETIKOMEDIKOLEGAL ABORSI

Oleh :
Muhammad Al-Kautsar, S.Ked (71 2019 045)
Muthia Khairunnisa, S.Ked (71 2019 053)
Sindy Olivia Sari, S.Ked (71 2019 072)
Arya Maulana, S.Ked (71 2019 057)

Pembimbing :
Kompol. dr. Mansuri, Sp.KF

SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Referat dengan Judul


ETIKOMEDIKOLEGAL ABORSI

Disusun Oleh
Muhammad Al-Kautsar, S.Ked (71 2019 045)
Muthia Khairunnisa, S.Ked (71 2019 053)
Sindy Olivia Sari, S.Ked (71 2019 072)
Arya Maulana, S.Ked (71 2019 057)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Rumah sakit Bhayangkara Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Agustus 2020

Pembimbing,

Kompol. dr. Mansuri, Sp.KF

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat ini sebagai salah satu
tugas di bagian Ilmu Kedokteran Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan dimasa mendatang.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan
maupun tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih terutama kepada:
1. Kompol. dr. Mansuri, Sp.KF selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis berharap semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah Subhanahu Wata ‘ala. Aamiin.

Palembang, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………….…......... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3


2.1. Pemulasaran Jenazah …....……………………………………...... 3
2.1.1. Definisi …………..………………………………………….......... 3
2.1.2. Persiapan Pemulasaran Jenazah ………..…………........................ 3
2.1.3. Proses Pemulasaran Jenazah ….…………………………..…....... 4
2.1.4. Persiapan Sebelum Memandikan Jenazah …..……………..…...... 4
2.1.5. Perawatan Jenazah .………………………………………….......... 5
2.1.6. Standara Kamar Mayat .…………………………………….......... 6
2.1.7. Dasar Hukum Kamar Mayat ….…………………………….......... 6
2.1.8. Kategorisasi Jenazah ….…………………………………….......... 7
2.2. HIV-AIDS ….……..………………………………………….......... 9
2.2.1 Definisi …….……..………………………………………….......... 9
2.2.2 Masa Penularan Post Moretem ..…………………………….......... 9
2.2.3 Perjalanan HIV_AIDS ..…………………………………….......... 11
2.2.4 Tahapan Infeksi HIV ….…………………………………….......... 12
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik HIV-AIDS ….…………………….......... 12
2.2.6 Pencegahan diri terhadap HIV-AIDS ……………………….......... 13
2.2.7 Pemulasaran Jenazah ODHA …….………………………….......... 14
2.2.8 Penanganan Alat terkontaminasi ………………………............... 15
2.2.9 Tujua Kewaspadaan Universal …………………………............... 17

iii
2.2.10 Prosedur Kewaspadaan Universal .……………………............... 17
2.2.11 Perawata Jenazah di Sarana Kesehatan .………………............... 18
2.2.12 Pemulasaran Jenazah diuar Sarana Kesehatan …………............. 20

BAB III KESIMPULAN .................................................................................. 34


DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kamar jenazah adalah layanan rumah sakit yang digunakan untuk
mengamankan dan menyelamatkan mayat manusia yang menunggu
identifikasi atau pemindahan untuk otopsi, pemakaman atau ritual pasca
kematian lainnya. Kamar mayat telah lama digunakan sebagai tempat untuk
mengawetkan dan mencegah kerusakan mayat manusia. Kamar jenazah juga
berfungsi untuk melacak catatan dan informasi tentang orang mati dan untuk
penelitian.1
Kamar jenazah merupakan sumber infeksi yang potensial, tidak hanya
untuk ahli patologi anatomi otopsi, tetapi juga untuk pengunjung dan petugas
pemulasaran jenazah. Beberapa studi telah melaporkan bahwa dengan
berakhirnya kehidupan seseorang, mikro-organisme patogenik tertentu masih
dapat dilepaskan dari tubuh jenazah, yang jika tidak diwaspadai dapat
ditularkan kepada orang–orang yang menangani jenazah tersebut. Penularan
mikro-organisme patogenik tersebut dapat melalui inhalasi aerosol, tertelan,
inokulasi direk / tusukan benda tajam, luka pada kulit, dan membrana mukosa
mata, hidung, dan mulut. Terlebih lagi, setelah meninggal akan didapatkan
sawar darah-otak dan sistem retikulo-endotelial yang sudah tidak berfungsi
lagi, sehingga patogen dapat menyebar dengan lebih mudah dalam tubuh
jenazah.2
Personel yang bertugas menangani jenazah baik secara langsung
maupun tidak langsung beresiko terjangkit infeksi blood-borne virus seperti
Human Immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis B, Hepatitis C, dan
Tuberkulosis serta infeksi dari patogen–patogen lainnya.2
Patogen yang dapat menular melalui darah, terutama virus, sebagian
besar berasal dari inokulasi melalui kulit. Beberapa virus, seperti Human
Immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis B, dan Hepatitis C, bertahan dalam

1
6 jangka waktu yang lama dalam tubuh jenazah setelah kematian pasien.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) misalnya, telah dilaporkan dapat
bertahan hidup hingga enam belas hari setelah kematian, dan dalam empat
belas hari masih berada dalam limpa bila berada dalam suhu kamar. Virus
tersebut masih dapat ditemukan dan diisolasi dari tulang kranial, otak, cairan
serebrospinal, kelenjar getah bening, limpa, dan darah dalam waktu lima hari
setelah kematian meskipun jenazah berada dalam suhu 6⁰C.3
Petugas pemulasaran jenazah merupakan salah satu anggota dari
kamar jenazah yang memiliki resiko tinggi untuk tertular infeksi dapatan dari
kamar jenazah, karena merekalah yang bertugas untuk merawat mayat
sebelum dimakamkan. Salah satu faktor yang meningkatkan resiko terjadinya
infeksi dapatan dari kamar jenazah adalah ketidaktahuan mengenai potensi
bahaya dan resiko yang dapat terjadi.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PEMULASARAN JENAZAH


2.1.1 DEFINISI
Pemulasaran jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, yang
meliputi persiapan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke
kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik
pasien. jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas,
perawatan jenazah setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.4
Perawatan setelah kematian termasuk:4
1. Menghormati agama atau budaya dari orang yang meninggal dan
keluarga/pengasuh mereka sambil memastikan kewajiban hukum terpenuhi
2. Mempersiapkan jenazah untuk dipindahkan kekamar mayat
3. Menawarkan dan memberikan kesempatan bagi keluarga dan pengasuh
untuk berpartisipasi dalam proses perawatan dan mendukung mereka untuk
melakukannya
4. Memastikan bahwa privasi dan martabat orang yang meninggal
dipertahankan
5. Memastikan kesehatan dan keselamatan semua orang yang bersentuhan
dengan tubuh dilindungi

2.1.2 Prinsip pemulasaran jenazah


Jenazah secara etis diperlakukan penghormatan sebagaimana manusia,
karena jenazah adalah manusia. Martabat kemanusiaan ini secara khusus adalah
perawatan keberhasilan sebagaimana kepercayaan/adatnya, perlakuan sopan dan
tidak merusak badannya tanpa indikasi atau kepentingan kemanusian, termasuk
penghormatan atas kerahasiaannya. Oleh karenanya kamar jenazah harus bersih

3
dan bebas dari kontaminasi khususnya hal yang membahayakan petugas atau
penyulit analisa kemurnian identifikasi (termasuk kontaminasi DNA dalam kasus
forensik mati). Demikian pula aman bagi petugas yang bekerja, termasuk
terhadap resiko penularan jenazah terinfeksi karena penyakit mematikan.5

2.1.3 Proses Pemulasaran Jenazah


a. Ketentuan umum penanganan jenazah :
1. Semua petugas/keluarga/masyarakat yang menangani jenazah
sebaiknya telah mendapatkan vaksinasi Hepatitis-B sebelum
melaksanakan pemulasaraan jenazah (catatan: efektivitas vaksinasi
Hepatitis-B selama 5 tahun).
2. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh lainnya.
2. Luka dan bekas suntikan pada jenazah diberikan desinfektan.
3. Semua lubang-lubang tubuh, ditutup dengan kasa absorben dan
diplester kedap air.
4. Badan jenazah harus bersih dan kering.
5. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh di buka lagi.
6. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan atau
autopsi, kecuali oleh petugas khusus.
7. Dalam hal tertentu autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit.

2.1.4 Persiapan sebelum memandikan jenazah


Persiapan tempat
 Fasilitas kesehatan: Tempat atau lokasi pemandian jenazah
diusahakan harus:
a. Berdekatan dengan saluran pembuangan air/parit dan air harus
mengalir ke instalasi pembuangan air limbah (IPAL) rumah
sakit/fasilitas kesehatan.
b. Tersedia bak pemandian jenazah.

4
 Rumah: Tempat atau lokasi pemandian jenazah diusahakan harus:
a. Berdekatan dengan saluran pembuangan air/parit (permukaan
tanah).
b. Jika tak ada parit, galilah lubang serapan untuk pembuangan air.
c. Tersedia meja pemandian jenazah.

2.1.5 Perawatan Jenazah (Memandikan Jenazah)


Persiapan :
1. Alat pelindung petugas: sarung tangan karet sampai siku, sepatu boot dari
karet, gaun, celemek plastik dan masker.
2. Tempat memandikan jenazah.
3. Washlap, handuk, waskom berisi air, desinfektan (larutan klorin 0,5%)
dan sabun.
4. Plester kedap air, kapas pembalut, sisir, pewangi.
5. Kantong jenazah/plastik.
6. Brankart jenazah.
7. Kacamata pelindung.
Prosedur :
1. Siapkan larutan Klorin 0,5%.
2. Kenakan pakaian yang memenuhi standar kewaspadaan universal.
3. Pindahkan jenazah ke meja tempat memandikan jenazah, tidak
diperbolehkan memandikan jenazah dengan dipangku.
4. Lepaskan semua baju yang dikenakan jenazah.
5. Siram seluruh tubuh jenazah dengan larutan klorin 0,5% secara merata
keseluruh tubuh mulai dari sela-sela rambut, lubang telinga, lubang
hidung, mulut, tubuh dan kaki; kemudian tunggu hingga 10 menit.
6. Mandikan jenazah dengan sabun dan air mengalir.
7. Bilas jenazah dengan air mengalir.
8. Keringkan jenazah dengan handuk.

5
9. Sumbat semua lubang tubuh jenazah yang mengeluarkan cairan dengan
kapas.
10. Bungkus jenazah dengan kain kafan atau pembungkus lain sesuai dengan
agama/kepercayaannya.
11. Selesai ritual keagamaan, jenazah dimasukkan ke dalam kantong plastik
dengan ketebalan tertentu.
12. Pindahkan jenazah langsung ke peti jenazah disaksikan pihak keluarga,
kemudian peti ditutup kembali (peti jenazah disesuaikan dengan
kemampuan dan adat istiadat masyarakat atau agama yang dianut).
13. Jenazah diangkut ke dalam mobil jenazah untuk diantarkan ke rumah
duka.
14. Siram meja tempat memandikan jenazah dengan larutan klorin 0,5% dan
bilas dengan air mengalir.
15. Lepaskan perlengkapan kewaspadaan universal (sesuai protap pemakaian
kewaspadaan universal).

2.1.6 Standar Kamar Mayat3


a) Letak kamar jenazah harus memiliki akses langsung dengan ruang gawat
darurat, ruang kebidanan, ruang rawat inap, ruang operasi, dan ruang
perawatan intensif.
b) Akses menuju kamar jenazah bukan merupakan akses umum dan
diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan
psikologis.
c) Bangunan Rumah Sakit harus memiliki akses dan lahan parkir khusus
untuk kereta jenazah.
d) Lahan parkir khusus untuk kereta jenazah harus berdekatan dengan kamar
jenazah.

2.1.7 Dasar Hukum Kamar Mayat3


a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

6
b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
c) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah. d) Undang – undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
d) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah Pusat dan Propinsi.
e) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1277/Menkes/SK/XI/ 2001
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
f) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 106/Menkes/SK/1/2004 tentang
Sistim Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) dan Pelatihan
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) General Emergency
Life Support (GELS) Tingkat Pusat.
g) SKB Kapolri dan Menkes No 1078 / MENKES / SKB/VII/2003 No Polisi
/ 3889 /VII/2003 tentang Identifikasi Korban Mati Pada Bencana Massal.

2.1.8 Kategorisasi Jenazah


Berdasarkan cara transmisi dan resiko infeksi terhadap penyakit yang berbeda,
pencegahan dalam menangani jenazah dibagi dalam 3 kategori:
 Kategori 1 Ditandai dengan label biru, standart precaution direkomendasikan
kepada semua jenazah selain dari jenazah yang memiliki penyakit menular
seperti kategori 2 dan 3
 Kategori 2 Ditandai dengan label kuning, sebagai tambahan pada standart
precaution, additional precaution direkomendasikan kepada jenazah dengan:
- Infeksi HIV ( human immunodeficiency virus)
- Hepatitis C
- Creutzfeldt-Jacob disease (CJD), tanpa otopsi
- SARS ( severe acute respiratory syndrom)
- Avian Influenza
- Middle East respiratory syndrom ( MERS)
- Penyakit menular lain

7
 Kategori 3 Ditandai dengan label merah sebagai tambahan pada standart
precaution, stringen precaution direkomendasikan kepada jenazah dengan:
- Anthrax
- Plaque
- Rabies
- Viral haemorrhagic fever
- Creutzfeldt-Jacob disease (CJD), dengan otopsi
- Penyakit menular lain

Label 1. label biru, standart precaution direkomendasikan kepada semua


jenazah selain dari jenazah yang memiliki penyakit menular seperti kategori 2
dan 3

8
Label 2. label kuning, sebagai tambahan pada standart precaution, additional
precaution

Label 3. label merah sebagai tambahan pada standart precaution, stringen


precaution

2.2 HIV-AIDS
2.2.1 Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut termasuk sel T-4 atau sel T-Helper atau disebut juga sel CD-4. HIV
tergolong dalam kelompok retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai
kemampuan untuk mengkopi cetak materi genetik di dalam materi genetik sel-sel
yang ditumpanginya. Melalui proses ini, HIV dapat mematikan sel-sel CD-4.
Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh.
HIV & AIDS merupakan virus yang dapat ditularkan, berikut beberapa
kondisi yang dapat mempermudah penularan dan penyebaran HIV dan AIDS antara
lain :6
1. Peningkatan industri seksual komersial.
2. Prevalensi penyakit kelamin tinggi.

9
3. Pemakaian kondom rendah.
4. Proses urbanisasi yang cepat.
5. Terjadinya hubungan seksual secara berganti-ganti pasangan.

2.2.2 Masa Penularan Post Mortem


Media penularan HIV pada pasien hidup hampir sama dengan pada pasien
yang telah meninggal. Dalam hal ini yang memiliki resiko besar untuk mendapat
paparan HIV adalah ahli patologi, dokter yang melakukan otopsi dan asisten otopsi.
Beberapa cara tentang penularan HIV yaitu:
a) Penularan melalui hubungan seksual dengan seorang pengidap HIV tanpa
perlindungan atau menggunakan kontrasepsi (kondom).
b) HIV dapat menular melalui transfusi dengan darah yang sudah tercemar
HIV.
c) Seorang ibu yang mengidap HIV bisa pula menularkannya kepada bayi
yang dikandung, itu tidak berarti HIV /AIDS merupakan penyakit turunan,
karena penyakit turunan berada di gen-gen manusia sedangkan HIV
menular saat darah atau cairan vagina ibu membuat kontak dengan cairan
atau darah anaknya.
d) Penularan melalui pemakaian jarum suntik, jarum tindik dan peralatan
lainnya yang sudah dipakai oleh pengidap HIV.
Otopsi terbuka lengkap memiliki risiko lebih besar terkena HIV dan juga
aerosolisasi dan penyebaran patogen oportunistik, sebuah otopsi lengkap tidak wajib
dipertimbangkan ketika diagnosis ante-mortem AIDS ditegakkan. Namun, jika
prasarana yang memadai dan fasilitas yang ada pemeriksaan dapat dipertimbangkan
untuk tujuan akademis.6
HIV dapat masuk ke tubuh melalui cedera perkutan (misalnya, tertusuk jarum
atau terpotong dengan benda tajam) dan kontak mukosa atau kulit yang tidak utuh.
Studi telah memperkirakan rata-rata risiko penularan HIV setelah pajanan
percutaneous sebesar 0,3%. Rata-rata 99,7% dari petugas kesehatan, yang terpapar
HIV, tidak akan terinfeksi. Untuk paparan mukosa risiko adalah 0,09% dan untuk

10
kulit yang tidak utuh bahkan kurang.Ini meningkat ketika kulit yang terkena pecah-
pecah, terkelupas, atau menderita dermatitis. Dalam konteks otopsi, beberapa cairan
tubuh lainnya (kecuali darah) yang berpotensi menular:
a) Air mani
b) Ekskresi vagina
c) Cairan serebrospinal
d) Cairan synovial
e) Cairan pleural
f) Cairan peritoneal
g) Cairan pericardial
h) Cairan ketuban.
Weston dan Locker menunjukkan prevalensi 8% dari tusukan sarung tangan
di petugas kesehatan di kamar mayat, dan peningkatan risiko tusukan 3 - 4 kali lipat
jika seorang teknisi bukan ahli patologi melakukan pembedahan tubuh. Namun,
31,8% dari tusukan sarung tangan tidak diketahui, dan kulit terpapar dengan bahan
yang berpotensi terinfeksi secara berkepanjangan. Tercatat juga bahwa sekitar 67%
dari luka pisau bedah didapatkan di daerah tersebut terdiri dari jari kelingking, ibu
jari dan jari tengah distal dari tangan tidak dominan.6
Penelitian menyarankan bahwa beberapa faktor dapat mempengaruhi risiko
HIV transmisi setelah pemaparan dalam pekerjaan berikut:
a) Prosedur yang melibatkan jarum ditempatkan langsung di vena atau arteri,
b) Alat-alat terlihat terkontaminasi dengan darah pasien,
c) Pasien cedera,
d) Pasien dengan penyakit terminal.
Virus HIV masih tetap aktif selama kurang lebih empat jam didalam tubuh
penderita yang telah meninggal sehingga tetap berpotensi menular pada orang
disekelilingnya. Ada beberapa penelitian yang telah melihat seberapa lama HIV
bertahan dalam tubuh yang sudah meninggal. Dalam tubuh yang tidak didinginkan,
HIV umumnya bertahan hingga 24-36 jam setelah kematian. Namun dalam sebuah
penelitian pada badan berpendingin, tubuh yang disimpan pada suhu 6 derajat celcius,

11
HIV masih dapat bertahan hingga 6 hari. Dalam studi lain, badan yang didinginkan
pada 2 derajat Celcius ditemukan memiliki HIV hingga 16,5 hari.6

2.2.3 Perjalanan HIV & AIDS


Perjalanan HIV & AIDS dapat dibagi menjadi 4 (empat) stadium :6
1. Stadium pertama: HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologic ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif berubah menjadi
positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi
terhadap HIV menjadi positif disebut window period (masa jendela). Lama
window period antara 1 – 3 bulan.
2. Stadium kedua: Asimtomatik
Di dalam tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejalagejala.
Keadaan ini berlangsung rata-rata 5 – 10 tahun. Cairan tubuh ODHA ini dapat
menularkan HIV kepada orang lain.
3. Stadium ketiga: Pembesaran
Kelenjar Limfa Ditandai dengan pembesaran kelenjar limfa secara menetap
dan merata (Persistent Generalized Lymphadenopathy) yang tidak hanya
muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.
4. Stadium keempat: AIDS
Keadaan ini disertai berbagai macam penyakit.
Gejala klinis pada stadium AIDS :
a. Gejala mayor (2 dari 3 gejala utama):
- Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.
- Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang ataupun terus menerus.
- Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan.
b. Gejala minor (1 dari 3 gejala minor):
- Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan.
- Munculnya herpes zoster berulang.
- Bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.

12
2.2.4 Tahapan/Fase/Derajat Infeksi HIV
Tahapan/fase/derajat infeksi HIV, dikelompokkan atas 4 (empat) yaitu:6
1. Infeksi HIV primer.
2. HIV dengan defisiensi imun dini (CD-4 > 500/μL).
2. HIV dengan defisiensi imun sedang (CD-4 200 - 500/μL).
3. HIV dengan defisiensi imun berat (CD-4 < 200/ μL) disebut dengan AIDS.
Infeksi Oportunistik (IO) adalah infeksi yang menyerang orang yang
kekebalan tubuhnya rendah. Pada saat jumlah CD-4 dibawah 500/ μL.

2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Tes HIV adalah suatu tes terhadap darah, cairan tubuh atau organ tubuh yang
dipakai untuk memastikan apakah seseorang telah terinfeksi HIV atau tidak. Tes
skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA. Tes lain yang biasa
digunakan untuk mengkonfirmasi hasil ELISA adalah Western Blot, Indirect
Immunofluoresence Assay (IFA) atau Radio Immuno Precipitation Assay. Tes HIV
digunakan terutama untuk 3 hal, yaitu :6
1. Memastikan persediaan darah di bank darah tidak terinfeksi HIV.
2. Untuk menggambarkan besarnya masalah epidemik HIV & AIDS di masyarakat.
3. Untuk mengetahui secara dini status HIV seseorang.

Prosedur tes HIV :


1. Menilai risiko diri seseorang terhadap HIV & AIDS.
2. Mempertimbangkan untuk melakukan tes HIV.
2. Konseling pre-test dengan konselor.
3. Dengan sukarela bersedia dites darah dengan membuat pernyataan tertulis
(informed concern).
4. Pelaksanaan tes darah.
5. Status HIV disampaikan secara langsung dan pribadi dalam konseling pasca tes
oleh konselor yang sama.

13
2.2.6 Pencegahan Diri Terhadap HIV & AIDS
Mengingat belum adanya obat dan vaksin HIV, maka satu-satunya cara
penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara mencegah terjadinya perilaku
yang beresiko terhadap penularannya. Pencegahan virus HIV harus dikaitkan dengan
cara-cara penularannya. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan seseorang dalam
mencegah tertularnya HIV, antara lain sebagai berikut :6
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual :
a. Abstinence (tidak berhubungan seks sebelum menikah).
b. Be faithful (tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya).
c. Condom (melakukan hubungan seksual secara aman termasuk menggunakan
kondom; pada setiap hubungan seks berisiko).
d. Don’t Drugs (tidak menggunakan narkoba, terutama narkoba suntik).
e. Education (pengetahuan dan pendidikan yang benar tentang HIV & AIDS).

Pencegahan penularan melalui alat-alat yang terinfeksi HIV :


1. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tattoo, pisau
cukur) harus disterilkan dengan cara yang benar.
2. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit secara bergantian
dengan orang lain.
Pencegahan penularan dari Ibu ke Anak:
Seorang ibu yang terinfeksi HIV, risiko penularan terhadap janin yang dikandungnya
atau bayinya kemungkinan sebesar 30-40%. Resiko itu akan semakin besar bila ibu
telah terkena atau menunjukkan gejala AIDS. Oleh karena itu, bagi ibu yang sudah
terinfeksi HIV dianjurkan untuk periksa dan konsultasi guna perencanaan kehamilan.
Risiko proses menyusui pada Ibu hamil yang terinfeksi HIV terhadap bayinya cukup
besar, sehingga dianjurkan setiap ibu hamil untuk mengikuti program Prevention
from Mother To Child Transmission (PMTCT) atau Program Pencegahan Penularan
dari Ibu ke Anak.

14
2.2.7 Pemulasaran Jenazah ODHA
Seseorang yang meninggal disebabkan oleh penyakit menular seperti HIV &
AIDS adalah suatu kematian yang wajar, karena kematian merupakan bagian dari
siklus kehidupan; yaitu lahir, hidup dan mati. Masyarakat dan keluarga terdekat tidak
perlu khawatir dan takut akan terjangkit penyakit menular, termasuk HIV & AIDS.
Namun kita tetap mempertimbangkan saran dari kalangan medis yaitu kewaspadaan
universal.6
a. Prinsip dalam pemulasaraan jenazah ODHA :
1. Selalu menerapkan Kewaspadaan Universal (memperlakukan setiap cairan
tubuh, darah dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan yang infeksius).
3. Pastikan jenazah sudah didiamkan selama kurang lebih 4 (empat) jam sebelum
dilakukan perawatan jenazah. Ini perlu dilakukan untuk memastikan kematian
seluler (matinya seluruh sel dalam tubuh).
4. Tidak mengabaikan budaya dan agama yang dianut keluarga.
5. Tindakan petugas mampu mencegah penularan.

b. Kewaspadaan Universal Petugas/Keluarga/Masyarakat


Kewaspadaan Universal (Universal Precaution adalah tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan/keluarga/masyarakat
dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi.
Secara umum, Kewaspadaan Universal meliputi :
1. Pengelolaan alat kesehatan habis pakai.
2. Cuci tangan dengan sabun guna mencegah infeksi silang.
3. Pemakaian alat pelindung diri, misalnya pemakaian sarung tangan untuk
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
6. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.
7. Desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang.
8. Pengelolaan linen.6

15
2.2.8 Penanganan alat-alat yang sudah terkontaminasi dengan cairan tubuh
ODHA
Dekontaminasi alat-alat
Dekontaminasi adalah suatu tindakan yang dilakukan agar alat-alat kesehatan dapat
ditangani secara aman oleh petugas pembersih alat medis. Alat kesehatan yang
dimaksud adalah meja pemeriksaan, meja operasi, alat-alat bedah, sarung tangan dan
peralatan kesehatan lain yang terkontaminasi oleh cairan tubuh ODHA setelah
pelaksanaan suatu prosedur atau tindakan medis. Alat kesehatan yang digunakan
direndam dalam larutan desinfektan yaitu chlorine 0.5% selama 10 – 30 menit.
Dekontaminasi peralatan yang tidak bisa direndam misalnya permukaan meja, dapat
dilakukan dengan menggunakan lap yang dibasahi desinfektan.6

Pencucian dan pembilasan


Pencucian alat-alat kesehatan adalah proses secara fisik untuk menghilangkan darah,
cairan tubuh atau benda-benda asing (debu atau kotoran). Setelah dicuci dengan
deterjen, alat kesehatan dibilas dengan air bersih.6
Sterilisasi
Macam-macam sterilisasi yang biasa dilakukan :
1. Sterilisasi fisik
o Pemanasan basah, untuk koagulasi dan denaturasi protein. Dilakukan pada suhu
121 derajat Celcius selama 20 – 30 menit.
o Pemanasan kering, yaitu melalui oven, pembakar, sinar infra merah. Digunakan
untuk membunuh spora. Pemanasan dilakukan pada suhu 150 – 170 derajat
Celcius selama 30 menit.
o Radiasi sinar gamma. Biaya sangat mahal dan hanya digunakan pada industri
besar misalnya jarum suntik, spuit disposable dan alat infuse.
2. Sterilisasi kimiawi

16
o Glutaraldehyde 2% untuk merendam alat kesehatan 8 – 10 jam dan
formaldehyde 8%. Kedua zat ini tidak dianjurkan karena dapat mengiritasi
kulit, mata dan saluran nafas.
o Gas etiline oxide, merupakan gas beracun. Digunakan untuk alat yang tidak
tahan panas (contoh : karet, plastik, kabel, dll).6
Desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Desinfeksi tingkat tinggi adalah suatu proses yang menghilangkan sebagian besar
mikro organisme namun tidak dapat membunuh endospora dengan sempurna seperti
tetanus dan gas gangren.
Cara melakukan DTT:
- Merebus dalam air mendidih selama 20 menit.
- Rendam dalam desinfektan kimiawi

2.2.9 Tujuan kewaspadaan universal pemulasaraan jenazah ODHA :


1. Agar prosedur pemulasaraan jenazah dengan HIV & AIDS berjalan dengan
baik dan teratur.
2. Meminimalkan risiko penularan virus HIV dan penyakit menular lainnya
dari jenazah ke petugas/keluarga/ masyarakat yang menangani.
3. Memberikan rasa aman pada petugas/keluarga/ masyarakat.
4. Memberikan rasa aman pada lingkungan tempat dirawatnya jenazah.6

2.2.10 Prosedur Kewaspadaan Universal Pemulasaraan Jenazah :


1. Periksa ada atau tidaknya luka terbuka pada tangan atau kaki petugas yang
akan memandikan jenazah. Jika didapatkan luka terbuka atau borok pada
tangan atau kaki, petugas tidak boleh memandikan jenazah.
2. Kenakan gaun pelindung.
3. Kenakan sepatu boot dari karet.
4. Kenakan celemek plastik.

17
5. Kenakan masker pelindung mulut dan hidung.
6. Kenakan kacamata pelindung.
7. Kenakan sarung tangan karet.
2. Setelah jenazah selesai dimandikan, siram meja tempat memandikan jenazah
dengan larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan air mengalir.
3. Rendam tangan yang masih mengenakan sarung tangan karet dalam larutan
klorin 0,5%, lalu bilas dengan sabun dan air mengalir.
4. Lepaskan kacamata pelindung, lalu rendam dalam larutan klorin 0,5%.
5. Lepaskan masker pelindung, buang ke tempat sampah medis.
6. Lepaskan celemek plastik, buang ke tempat sampah medis.
7. Lepaskan gaun pelindung, rendam pada larutan klorin 0,5%.
8. Celupkan bagian luar sepatu pada lautan klorin 0,5%, bilas dengan air bersih
lalu lepaskan sepatu dan letakkan di tempat semula.
9. Terakhir lepaskan sarung tangan plastik, buang ke tempat sampah medis.6

2.2.11 Perawatan Jenazah di Sarana Kesehatan


Perawatan jenazah di sarana kesehatan meliputi :
1 Perawatan jenazah di ruang perawatan dan pemindahan jenazah ke kamar
jenazah.
Persiapan

18
Gambar 1. Perlengkapan Pemulasaran Jenazah

1. Sarung tangan latex


2. Gaun pelindung
3. Kain bersih penutup jenazah
4. Klem dan gunting
5. Plester kedap air
6. Kapas, kasa absorben dan pembalut
7. Kantong jenazah kedap air
8. Wadah bahan infeksius
9. Wadah barang berharga
10. Brankart jenazah

Gambar 2. Petugas Yang Sudah Menggunakan APD

Prosedur :

19
Petugas/orang yang menangani jenazah harus :
1. Cuci tangan.
2. Memakai sarung tangan, gaun, masker.
3. Lepas selang infus dll, buang pada wadah infeksius.
4. Bekas luka diplester kedap air.
5. Lepaskan pakaian dan tampung pada wadah khusus lekatkan kasa pembalut
pada perineum (bagian antara lubang dubur dan alat kelamin) dengan plester
kedap air Letakkan jenazah pada posisi terlentang.
6. Letakkan handuk kecil di belakang kepala.
7. Tutup kelopak mata dengan kapas lembab, tutup telinga dan mulut dengan
kapas/kasa.
8. Bersihkan jenazah.
9. Tutup jenazah dengan kain bersih disaksikan keluarga.
10. Pasang label sesuai kategori di pergelangan kaki/ibu jari kaki.
11. Beritahu petugas kamar mayat, bahwa pasien meninggal adalah penderita
penyakit menular.
12. Masukkan jenazah ke dalam kantong jenazah.
13. Tempatkan jenazah ke dalam brankart tertutup dan dibawa ke kamar mayat.
14. Cuci tangan dan lepas gaun untuk direndam pada tempatnya, buang bahan
yang sekali pakai pada tempat khusus.
2 Persiapan pemakaman/ke rumah duka.

2.2.12 Pemulasaraan Jenazah di Luar Sarana Kesehatan


Tata cara perawatan jenazah dengan HIV & AIDS di luar sarana kesehatan
sebaiknya tetap dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun kelompok masyarakat
yang sudah terlatih dengan tetap memperhatikan faktor-faktor penularan penyakit
yang mungkin ditularkan oleh jenazah. Pada prinsipnya sama dengan prosedur
pemulasaraan jenazah di sarana kesehatan.6

20
BAB III
KESIMPULAN

Kamar jenazah merupakan sumber infeksi yang potensial, tidak hanya untuk
ahli patologi anatomi otopsi, tetapi juga untuk pengunjung dan petugas pemulasaran
jenazah. Beberapa studi telah melaporkan bahwa dengan berakhirnya kehidupan
seseorang, mikro-organisme patogenik tertentu masih dapat dilepaskan dari tubuh
jenazah, yang jika tidak diwaspadai dapat ditularkan kepada orang–orang yang
menangani jenazah tersebut. Penularan mikro-organisme patogenik tersebut dapat
melalui inhalasi aerosol, tertelan, inokulasi direk / tusukan benda tajam, luka pada
kulit, dan membrana mukosa mata, hidung, dan mulut. Terlebih lagi, setelah
meninggal akan didapatkan sawar darah-otak dan sistem retikulo-endotelial yang
sudah tidak berfungsi lagi, sehingga patogen dapat menyebar dengan lebih mudah
dalam tubuh jenazah.
Personel yang bertugas menangani jenazah baik secara langsung maupun tidak
langsung beresiko terjangkit infeksi blood-borne virus seperti Human
Immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis B, Hepatitis C, dan Tuberkulosis serta

21
infeksi dari patogen–patogen lainnya. Sehingga petugas diharuskan untuk berhati-hati
dan selalu mengikuti prosedur dalam pemulasaran jenazah.
Pemulasaran jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, yang meliputi
persiapan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenazah
dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik pasien. jika pasien
meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan jenazah
setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kazungu, J., Nanyingi, M., Katongole, S,P., Robert, A., Wampande, L.N. The
State of Mortuary and Mortuary Services inPublic Health Facilities of South
Western Uganda. International Journal of Public Health Research 2015; 3(6):
360-369
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penyelenggaraan Jenazah
pada ODHA. Kementrian Kesehatan RI. 2017.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Kamar Jenazah. Jakarta:
Departemen Kesehatan. 2004. Hal 204-207
4. Olausson J dan Ferrell BR. Care of the Body After Death: Nurses’ Perspectives of
the Meaning of Post-Death Patient Care. Clinical Journal of Oncology Nursing,
2013: Hal. 647-5
5. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah. Tata Cara Pemulasaran
Jenazah Orang Dengan HIV dan AIDS. 2012.

22
6. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing. 2016. Hal 1221-1228

23

Anda mungkin juga menyukai