Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma menjadi masalah dibanyak tempat didunia, dan trauma vaskuler adalah bagian
yang penting didalam masalah tersebut.Di Amerika Serikat, sekurang-kurangnya 2.6 juta orang
dirawat di rumah sakitsetiap tahunnya karena trauma vaskuler akibat kecelakaan. Kasus-kasus
trauma vaskular tersebut terjadi karena luka tembus(70- 80%), sebagian besar dari jumlah luka
tembus tersebut disebabkan oleh luka tembak dengan kecepatan tinggi dan trauma tumpul seperti
patah tulang, lukatusuk (10-15%), dan luka tumpul (5-10%).1,2
Menurut Virchow Triad bahwa pembentukan dan propagasi thrombus dihasilkan dari
kelainan pada tiga bidang utama yaitu : aliran darah, dinding pembuluh darah, komponen darah..
Fitur dari Virchowtriad kini telah lebih disempurnakan yaitu : Stasis sirkulasi, cedera dinding
pembuluh darah dankeadaan hiperkoagulasi, dimana stasis sirkulasi adalah kelainan
hemorheologi dan turbulensi di pembuluh darah dan daerah stenosis. Cedera dinding pembuluh
darah merupakan kelainan pada endotelium seperti aterosklerosis dan peradangan vascular
terkait. Keadaan hiperkoagulasi merupakan kelainan pada jalur koagulasi dan fibrinolitik serta
fungsi trombosit terkait dengan peningkatan risiko VTE dan penyakit kardiovaskuler lainnya.
Trauma pada pembuluh darah menyebabkan ancaman pada kelangsungan hidup bagian
tubuh yang diperdarahinya. Trauma vaskular adalah trauma yang melibatkan pembuluh darah
arteri maupun vena serta struktur lain seperti saraf, otot, dan jaringan lunak. Ekstremitas
merupakan lokasi paling sering terjadinya trauma vaskuler, di ekstremitas bawah lebih banyak
terjadi dibandingkan ekstremitas atas. 50-60% terjadi di arteri femoralis atau arteri poplitea dan
30% di arteri brakialis.1,2
Trauma vaskular dapat melibatkan pembuluh darah arteri dan vena. Trauma vaskuler
sebagian besar mengakibatkan pendarahan, pembentukan hematom, pembengkakan dan
deformitas sehingga memerlukan diagnosis dan tindakan penanganan yang cepat untuk
menghindarkan akibat fatal berupa amputasi. Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak
terkontrol dengan cepat akan mengarah kepada kematian pasien, atau bila terjadi iskemia akan
berakibat kehilangan tungkai, stroke, nekrosis dan kegagalan organ multipel.1,2,3
Trauma vaskuler sering terdapat bersamaan dengan trauma organ lain seperti syaraf, otot
dan jaringan lunak lainnya atau bersamaan dengan fraktur atau dislokasi pada ekstremitas.

1
Bentuk trauma vaskular biasanya tangensial atau transeksi komplit. Perdarahan akan menjadi
lebih berat pada lesi arteri yang inkomplit, sedangkan pada pembuluh yang putus seluruhnya
akan terjadi retraksi dan konstriksi pembuluh darah sehingga dapat mengurangi atau menahan
perdarahan.2,3,4
Trauma vaskuler dapat ditegakan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
(hard signs dan soft signs) yang menunjang diagnosis. Selain itu, dapat juga dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti USG Doppler /USG Duplex yang dapat digunakan untuk
menentukan lokasi lesi vaskuler, CT Angiografi untuk menentukan adanya spasme arteri,
sumbatan, ekstravasasi kontras, memperkirakan lokasi cedera pembuluh darah sebelum
dilakukan eksplorasi, dan Arteriografi terutama digunakan dalam menegakkan diagnosis,
menghentikan perdarahan, penentuan tetapi, serta evaluasi hasil rekonstruksi.2,4
Prinsip penanganan trauma vascular ialah pengendalian perdarahan (hemostasis) dan
perbaikan (repair) dari pembuluh darah. Setelah penanganan awal selesai, dilakukan evaluasi
terhadap kerusakan pembuluh darah untuk kemungkinan dilakukan tindakan perbaikan. Pada
dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada perdarahan yang banyak dan
atau memancar yang akan membahayakan jiwa, tentunya pertolongan pertama adalah
menghentikan perdarahan sedangkan tindakan defenitif dilakukan setelah perdarahan berhenti.
Golden Period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam.2,4

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Trauma vaskular adalah trauma yang melibatkan pembuluh darah arteri maupun vena
serta struktur lain seperti saraf, otot, dan jaringan lunak. Trauma vaskular dapat berupa luka
tembus, trauma tumpul, trauma himpit, iatrogenik ataupun radiasi, yang jumlah kasusnya
cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya kecelakaan lalu lintas, kekerasan senjata
tajam/tumpul, kecelakaan kerja, ataupun tindakan yang ada di rumah sakit.2
Berdasarkan bentuknya, trauma vaskular dapat terjadi secara tangensial maupun transeksi
komplit. Selain itu, perlu diperhatikan adanya kemungkinan perdarahan yang tidak terdeteksi
yang dapat meningkatkan angka mortalitas pasien.2

2.2. Mekanisme Trauma


Trauma vaskular dapat dibagi menjadi dua yaitu trauma tembus dan trauma tumpul. Luka
tembus termasuk luka tikam dan tembak, luka tusukan biasanya ada cedera jaringan lunak yang
minimal namun di leher dan ekstremitas atas kerusakan saraf harus di curigai. trauma tembus
menyebabkan kavitasi sementara yang diakibatkan oleh penyaluran energi kinetik dari alat
proyektil ke jaringan yang bersangkutan. Hal ini dapat diikuti oleh pembentukan kavitas
permanen yang disebabkan oleh pemindahan jaringan.2,4,5,6
Sedangkan trauma tumpul sering di sebabkan oleh fraktur arteri femoralis dan fraktur
poplitea dengan insiden 10% hingga 40%. Setelah terjadi trauma tumpul akan terbentuk kavitas
jaringan sementara yang disebabkan oleh deselerasi atau akselerasi yang cepat. Tegangan
ekstrim terjadi pada titik fiksasi anatomis selama pembentukan kavitas sementara tersebut.
Tekanan dapat terjadi baik sepanjang sumbu longitudinal (tegangan tensil atau kompresi) dan
sumbu transversal (teganan shear). Tekanan tersebut dapat menyebabkan deformitas, robekan,
dan fraktur jaringan.Penting untuk disadari bahwa meskipun arteri tetap utuh, kerusakan intima
dengan resiko trombosis bersamaan dapat terjadi.2,4,5,6
Trauma iatrogenik meningkat pada komplikasi dari prosedur invasif. Kateterisasi
kardiologi dan radiologi menyebabkan antara 60% dan 70% dari semua trauma iatrogenik.
Prosedur orthopedi termasuk penggantian sendi dapat juga menyebabkan trauma vaskular ke

3
arteri iliaka eksternal, arteri femoralis, atau arteri poplitea.Tipe trauma yang paling sering terjadi
adalah laserasi parsial dan transeksi komplit.2,4,5,6
Transeksi komplit dapat berakibat kepada retraksi dan trombosis pada ujung proksimal
dan distal pembuluh darah, yang dapat menyebabkan iskemia. Sementara itu, laserasi parsial
dapat menyebabkan perdarahan persisten atau pembentukan pseudoaneurisma. Laserasi parsial,
seperti halnya kontusio, dapat dibarengi dengan flap intima, yang dapat berujung kepada
trombosis. Kontusio arteri kecil dengan intima flap yang terbatas dapat tidak menyebabkan
penurunan hemodinamik daerah distal,dan karena itu dapat tidak terdiagnosis. Hal ini disebut
sebagai trauma arteri occult atau minimal jika dilihat dari angiografi. Trauma ini memiliki risiko
trombosis yang kecil, dan seringkali dapat sembuh secara spontan. Trauma arteri dan vena yang
bersamaan dapat menyebabkan terbentuknya fistula arteriovena.2,4,5,6

2.3. Manifestasi Klinis


Masalah yang dihadapi pada trauma vaskular adalah perdarahan, iskemia jaringan, atau
gabungan dari keduanya. Adanya riwayat trauma yang signifikan dengan hard signs
mengharuskan eksplorasi pembuluh darah baik dengan arteriografi maupun non arteriografi,
sedangkan jika didapat soft signs harus dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis. Berikut gejala klinis yang mengarah pada kemungkinan trauma vaskular:2,4
 Hard Signs yang membutuhkan operasi segera :
6P :
 Pallor
 Paresthesia
 Paralysis
 Pain
 Pulselessness
 Poikilothermia
 Pulsatile bleeding and Expanding haematoma
 Soft Signs:
 Ditemukan deficit neurologis
 Hematom yang terbatas pada bagian tubuh tertentu
 Riwayat timbulnya perdarahan di tempat kejadian
 Pulsasi yang melemah pada pembuluh darah besar2,4

4
2.4. Diagnosis
 Anamnesa dan pemeriksaan fisik (hard signs dan soft signs) yang menunjang
diagnosis.
 Semua pasien trauma dengan mekanisme yang signifikan dan menunjukkan gejala
soft signs harus dilakukan evaluasi sirkulasi distal. Salah satu cara yang praktis
adalah dengan ABI (ankle-brachial index). Jika ABI < 1, hal tersebut menandakan
adanya trauma arteri.
 Adanya psudoaneurisma atau fistula arteriovena harus dipikirkan pada kasus trauma
penetrasi ekstremitas yang didapati hematoma pulsatil dengan disertai bruit atau
thrill.
 Mangled Extremity Severity Score (MESS) merupakan suatu sistem penilaian yang
yang diterapkan pada ekstremitas yang hancur dan membantu menentukan bagian
anggota badan yang akhirnya akan diamputasi. MESS adalah sistem penilaian gradasi

5
berdasarkan cedera tulang dan jaringan lunak, syok, iskemia, dan usia.12

 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah perifer dan
pemeriksaan lain yang bertujuan untuk menilai toleransi operasi maupun
mendiagnosis cedera penyerta yang terjadi
 Pulse oxymetry, untuk menilai saturasi pasien

6
 USG Doppler /USG Duplex dapat digunakan untuk menentukan lokasi lesi
vaskuler
 CT Angiografi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan aadanya spasme
arteri, sumbatan, ekstravasasi kontras, memperkirakan lokasi cedera pembuluh
darah sebelum dilakukan eksplorasi
 Arteriografi. Penggunaan arteriografi terutama digunakan dalam menegakkan
diagnosis, memghentikan perdarahan, penentuan tetapi, serta evaluasi hasil
rekonstruksi.1,2,4,6,7

Berikut algoritma diagnosa gangguan arteri :

2.5. Tatalaksana
Prinsip penanganan trauma vascular ialah pengendalian perdarahan (hemostasis) dan
perbaikan (repair) dari pembuluh darah. Setelah penanganan awal selesai, dilakukan evaluasi
terhadap kerusakan pembuluh darah untuk kemungkinan dilakukan tindakan perbaikan. Teknik
perbaikan arteria tau vena, dapat disertai fasiotomi (jika diperlukan), berupa anastomosis primer,

7
penambalan jahitan langsung, maupun graft vena. Pemberian antibiotic spectrum luas, obat-
obatan simtomatis, dan antikoagulan sampai batas waktu yang diperlukan sangat tergantung dari
dokter yang menanganinya. 1,2,4,5
Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada perdarahan yang
banyak dan atau memancar yang akan membahayakan jiwa, tentunya pertolongan pertama
adalah menghentikan perdarahan sedangkan tindakan defenitif dilakukan setelah perdarahan
berhenti. Golden Period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam. Tanda-tanda iskemia yang jelas
terlihat umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf lebih tidak tahan terhadap adanya
iskemia1,2,4,5
1. Tatalaksana Umum :
 Stabilisasi kondisi umum pasien (airway, breathing, dan circulation)
 Menghentikan perdarahan aktif, dapat dilakukan dengan :
- Penekanan pada daerah perdarahan jika ada perdarahan aktif. Pemasangan
turniket secara terus-menerus tidak disarankan karena dapat merusak system
kolateral dari pembuluh darah yang terkena trauma. Turniket dipasang pada
bagian proksimal lesi vascular. Turniket dikencangkan hingga perdarahan
berhenti, tetapi penting untuk diingat, setiap 10-15 menit turniket harus
dilonggarkan untuk mencegah nekrosis jaringan distal.
- Teknik endovaskuler dengan memasang endostent atau balon oklusi.
 Anastomosis sementara pembuluh darah yang terpotong (thrombo resistant
plastic tube) dapat dipasang untuk mencegah timbulnya iskemia pada bagian
distal trauma selama operasi. Thrombo resistant plastic tube merupakan
sejenis materi plastic dengan agen anti-trombosis untuk membuat sejenis
materi yang resisten terhadap thrombosis dan digunakan untuk prosedur yang
berkontak dengan darah atau produk darah, misalnya jantung artifisial, mesin
jantung-paru, mesin dialysis ginjal, pacu jantung, graft vascular dan lainnya.
 Rekonstruksi pembuluh darah lewat tindakan operasi. Rekonstruksi arteri
dilakukan lebih dulu, baru kemudian vena. Prosedur ini membutuhkan
keahlian di bidang bedah vascular. Tujuan utama rekonstruksi vascular adalah
untuk menurunkan angka amputasi.

8
Prosedur rekonstruksi arteri sangat bergantung dengan luasnya luka dan
mekanisme trauma. Bagian proksimal dan distal dibebaskan terlebih dahulu
dan kedua ujungnya dipotong dengan rapi. Jahitan pada arteri harus mengenai
seluruh lapisan, baik dari intima maupun adventisia. Penting untuk diamati
agar tidak ada penyempitan dan tegangan pada pembuluh darah. Bila perlu,
digunakan graft menggunakan vena autogen (misalnya vena safena) atau
PTFE/dacron.
 Fasciotomi dapat dilakukan jika diperkirakan akan timbul reperfusion injury
setelah revaskularisasi.1,2,4,5

2. Tatalaksana Khusus
a. Trauma vascular pada fraktur ekstremitas
 Rekonstruksi pembuluh darah dilakukan terlebihdulu pada kasus iskemia,
baru dilakukan fiksasi tulang
 Dapat dipasang fiksasi eksterna pada fraktur ekstremitas bawah
 Fasiotomi dilakukan pada kondisi yang diperlukan akan terjadi peningkatan
tekanan intrakompartemen. Fasiotomi dapat memperbaiki sirkulasi kolateral
sehingga mencegah terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
 Amputasi primer pada fraktur tibia terbuka dengan trauma vascular
dipertimbangkan jika terdapat :
- Indikasi absolut : terdapat kerusakan berat atau terputus pada saraf
posterior; ekstremitas remuk dengan iskemia panas lebih dari 6 jam.
- Indikasi relative : trauma ganda pada ekstremitas lain; trauma berat pada
ekstremitas yang sama; tidak cukup jaringan untuk menutup luka.
Amputasi dilakukan jika terdapat salah satu indikasi absolute atau minimal
dua dari indikasi relative.
b. Trauma vascular pada rongga panggul
 Konservatif, jika hematoma yang timbul tidak meluas dengan sirkulasi yang
stabil
 Embolisasi arteri iliaka interna dengan teknik endovascular

9
 Eksplorasi pembuluh darah pada rongga panggul lewat transperitoneal
(laparotomi) atau ekstraperitoneal tergantung indikasi.
c. Trauma aorta, vena kava, dan vena iliaka
Penderita jarang sekali dapat bertahan hidup hingga mendapatkan pertolongan di
rumah sakit. Diperlukan seorang ahli bedah vascular untuk menangani dan
memperbaiki cedera ini. 1,2,4,5

3. Pencegahan dan Edukasi


Setelah operasi, perlu dilakukan latihan fisis segera guna mencegah stasis vena
maupun merangsang pembentukan pembuluh kolateral baru. Pasien sebaiknya
dikonsulkan kebagian Rehabilitasi Medik untuk fisioterapi. Penting pula diingatkan
agar pasien berhenti merokok, mengontrol kadar gula darah, dan mencegah factor
resiko untuk penyembuhan pembuluh darah yang optimal.1,2,4,5

2.6. Sindrom kompartemen


Sindrom kompartemen merupakan kumpulan gejala yang terjadi saat tekanan dalam
ruang tertutup kompartemen otot meningkat sampai tingkat berbahaya. Peningkatan
tekanan dalam kompartemen otot biasanya diawali oleh proses trauma yang disertai
fraktur. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh fraktur, ataupun oleh serangkaian tindakan
selama penanganan fraktur. Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan
menjadi dua:14
1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen tetap; dapat
disebabkan oleh: Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga darah
mengisi ruang intra-kompartemen, Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan
pembengkakan, Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang
intrakompartemen.
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen yang tetap:
Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur, Luka bakar yang menyebabkan
kekakuan/ konstriksi jaringan ikat sehingga mengurangi ruang kompartemen.

10
Kemampuan perfusi sangat tergantung pada perbedaan antara tekanan perfusi kapiler dan
tekanan cairan interstitial. Peningkatan tekanan pada ruang tertutup, misalnya pada kompartemen
tungkai bawah akan menyebabkan tekanan vena ikut meningkat. Jika tekanan interstitial
melebihi tekanan kapiler, kapiler akan kolaps dan akan terjadi iskemi jaringan. Otot yang
iskemia akan melepaskan mediator yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Cairan
akan berpindah dari pembuluh darah ke interstitial, sehingga makin meningkatkan tekanan dalam
kompartemen dan memperburuk kondisi iskemia. Sindrom kompartemen ditandai oleh 6P yaitu
pain, pulseless, paresthesia, pallor, paralysis, dan poikilothermia.
Akibat dari sindrom kompartemen antara lain :
1. Kerusakan jaringan akibat hipoksemia
Sindroma kompartemen dengan peningkatan tekanan intramuskuler (IM) dan kolaps
aliran darah lokal sering terjadi pada cedera dengan hematoma otot, cedera remuk
(crushed injury), fraktur atau amputasi. Bila tekanan perfusi (tekanan darah sistolik)
rendah, sedikit saja kenaikan tekanan IM dapat menyebabkan hipoperfusi lokal.
2. Kerusakan akibat reperfusi
Jika hipoksemia lokal (tekanan IM tinggi, tekanan darah rendah) berlangsung lebih dari 2
jam, reperfusi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang ekstensif. Pada

11
kasus-kasus ekstremitas dengan syok berkepanjangan, kerusakan akibat reperfusi sering
lebih buruk dibanding cedera primernya.
Apabila kenaikan tekanan dalam kompartemen naik 30 mmHg, tindakan operatif
harus segera dilakukan untuk mencegah kematian otot dan saraf tepi yang akan terjadi
dalam 6-10 jam.14

2.7. Komplikasi trauma Vaskular


o Kausalgia : Nyeri yang timbul akibat adanya cedera pada saraf perifer; sering ditemui
pada trauma arteri;
o Sindrom kompartemen akut;
o Infeksi local maupun sistemik;
o Fistula arteri-vena
o Amputasi ekstremitas bersangkutan.

Komplikasi paska operatif8,9


o Kausalgia
o Thrombosis akut paska-rekonstruksi
o Infeksi local maupun sistemik
o Stenosis
o Fistula arteri-vena
o Aneurisma palsu.

2.8. Prognosis
Angka mortalitas trauma vascular bervariasi sesuai lokasinya; toraks dan abdomen sekitar
30-50% sedangkan trauma vascular pada ekstremitas sekitar 5%. Sementara untuk morbiditas,
bila dilakukan ligase pembuluh darah secara spesifik (tanpa system kolateral), didapat angka
amputasi sebagai berikut :arteri aksilaris dan brakialis 45-60%, arteri femoralis 80%, arteri
femoral superfisial 45%, arteri poplitea 85%. Diharapkan dengan dilakukannya revaskularisasi
dapat menurunkan angka amputasi tersebut. 1,8,10

12
BAB 3
KESIMPULAN

Trauma vaskular adalah trauma yang melibatkan pembuluh darah arteri maupun vena
serta struktur lain seperti saraf, otot, dan jaringan lunak.Trauma vaskuler sebagian besar
mengakibatkan pendarahan, pembentukan hematom, pembengkakan dan deformitas sehingga
memerlukan diagnosis dan tindakan penanganan yang cepat untuk menghindarkan akibat fatal
berupa amputasi. Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak terkontrol dengan cepat akan
mengarah kepada kematian pasien, atau bila terjadi iskemia akan berakibat kehilangan tungkai,
stroke, nekrosis dan kegagalan organ multiple

13
DAFTAR PUSTAKA
1. Sah B, Shrestha KG, Tiwari KK et al. Analysisof Consecutive Cases of Vascular Injury
in Tertiary Level Hospital in Central Nepal. JCMS Nepal. 2017; 13(3): 357-62
2. Jusi HD. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2008. H:50-65.
3. Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A. Vascular Trauma 2nd Ed. USA: Elsevier Saunders.
2004.
4. Bjerke HS, 2010. Extremity Vascular Trauma. From emedicine.
medscape.com/article/462753-treatmentandmanagement [Accessed on : 14
Nopember2017]
5. Hansen J.T., 2011. Netter’s Anatomy Coloring Book 2nd ed. : Saunders Publications,
United Kingdom.
6. Brohi K, 2002. Peripheral Vascular Trauma.
From : www.trauma.org/archive/vascular/PVTmanage.html. [Accessed on : 14
Nopember2014]
7. Davies AH, Brophy CM (2006). Vascular Surgery. Springer Science & Business Media.
8. Hands L, Sharp M, Ray-Chaundhuri S dan Murphy M (2007). Vascular Surgery. Oxford
University Press.
9. Hansen J.T., 2011. Netter’s Anatomy Coloring Book 2nd ed. : Saunders Publications,
United Kingdom.
10. Nuraini P, 2013. Ruptur Arteri Brachialis, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
11. Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A. Vascular Trauma 2nd Ed. USA: Elsevier Saunders.
2004.
12. Slauterbeck.JR, Britton C, Mangled extremity severity socre : An accurate guide to
treatment of the severely injured upper extremity. 1994.
13. David R.Kumar, BS, Erin Hanlin. Virchow’s Contribution to the Understanding of
Thrombosis and Cellular Biology. 2009.
14. Aprianto P. Sindrom Kompartemen Akut Tungkai Bawah. CDK-253.2017; 44(6):402-
404

14

Anda mungkin juga menyukai