Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Disusun oleh :
dr. Anisa Fazrin

Pembimbing :
dr. Hj. Sofiana
dr. Meliana Mulyawati

RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA I


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
KEMENKES REPUBLIK INDONESIA
DESEMBER 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.
Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika
disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan penurunan
kualitas hidup, tingginya rehospitalisasi karena kekambuhan yang tinggi dan peningkatan
angka kematian. Prevalensi kasus gagal jantung di komunitas meningkat seiring dengan
meningkatnya usia yaitu berkisar 0,7% (40-45 tahun), 1.3% (55-64 tahun), dan 8,4% (75
tahun ke atas). Lebih dari 40% pasien gagal jantung memiliki fraksi ejeksi lebih dari 50%.
Pada usia 40 tahun, risiko terjadinya gagal jantung sekitar 21% untuk lelaki dan 20,3% pada
perempuan.
World Health Organization mencatat 17,5juta orang di dunia meninggal akibat
gangguan kardiovaskular. Lebih dari 75% penderita kardiovaskular terjadi di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah, dan 80% kematian kardiovaskuler disebabkan oleh
serangan jantung dan stroke. Jumlah kejadian penyakit jantung di Amerika Serikat pada
tahun 2012 adalah 136 per 100.000 orang, di negara-negara Eropa seperti Italia terdapat 106
per 100.000 orang, Perancis 86 per 100.000. Selanjutnya jumlah kejadian penyakit jantung
di Asia seperti di China ditemukan sebanyak 300 per 100.000 orang, Jepang 82 per 100.000
orang, sedangkan di Asia Tenggara menunjukkan Indonesia termasuk kelompok dengan
jumlah kejadian tertinggi yaitu 371 per 100.000 orang lebih tinggi dibandingkan Timur Leste
sebanyak 347 per 100.000 orang dan jauh lebih tinggi dibandingkan Thailand yang hanya
184 per 100.000 orang.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruangan yang terletak di rongga
dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih
kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Jantung
mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri.
Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah
ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa
darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh.
Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan
darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan
dan memompakannya ke paru-paru. ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang
kaya oksigen keseluruh tubuh.
Pericardium yang meliputi jantung terdiri dari 2 lapisan yaitu pericardium viceralis
dan pericardium parietalis. Jantung sendiri terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar
epikardium (selaput pembungkus), lapisan tengah miokardium (otot-otot jantung) dan
endokardium (jaringan endotel).3,4
Fisiologi Jantung
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran
darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik).
Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan
kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat
karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah
sistemik.ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya
mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya lebih rendah.3
Jantung mempunyai keistimewaan dibandingkan organ-organ lain dalam aktivitasnya,
hal ini disebabkan karena didalam otot jantung terdapat peacemaker (gardu listrik) sehingga
jantung dapat berdenyut secara teratur (rhythm) dan independent tanpa harus menunggu

2
arahan dari otak, dengan kata lain apabila jantung sehat kita pisahkan dengan tubuh, maka
jantung masih bisa berdenyut hal ini dikarenakan sel-sel pacemaker alami yang secara
automatis mengeluarkan impuls secara teratur.
Adanya jaringan neuromuskular yang membentuk lintasan atau jalan khusus sebagai
kawat penghantar bioelektrik secara normal dimulai dari sino-atrial node (SA node), atrio-
ventrikuler node (AV node) dan bundle of his (berkas his) purkinje fiber (serabut purkinje)
yang selanjutnya akan diteruskan ke sel-sel otot jantung sehingga menimbulkan
kontraktilitas jantung.3

2.2. Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung adalah suatu sindrom klinik yang terjadi karena gagalnya respons
homeostasis tubuh terhadap kerusakan atau kelainan pada jantung yang berlanjut, kemudian
menyebabkan penurunan fungsi pemompaan darah karena gangguan fungsi kontraktilitas,
sehingga output yang dipompakan tidak adekuat.2

2.3. Etiologi Gagal Jantung


Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup mitral
atau aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit miokardium primer. Penyebab
tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru
dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa
disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh
paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau
trikuspid.5

2.4. Patofisiologi Gagal Jantung


Faktor fisiologis yang berperan pada fungsi jantung supaya didapatkan cardiac output
yang adekwat adalah: kontraktilitas otot jantung, besaran preload dan -afterload, serta juga
Heart Rate yang adekuat. Faktor utama untuk mendapatkan stroke volume yang cukup adalah
faktor kontraktilitas jantung, dimana yang berperan adalah unsur Calcium dan ATP intra sel
miokard, berikut dengan unsur-unsur pendukung seperti cAMP dan lain-lain. Sebagai
kompensasi awal, bila terjadi Gagal Jantung (GJ) adalah dengan meningkatkan preload,
sesuai dengan Hukum Frank Starling, yaitu dapat meningkatkan daya kontraktilitas
ventrikel, setelah ventrikel lebih banyak diisi dengan volume darah. Tentu saja hal ini

3
mempunyai keterbatasan, bila underlying cause tidak diatasi. Heart rate ditingkatkan supaya
dapat mengimbangi stroke volume yang mengecil, sehingga didapatkan angka cardiac
output yang diharapkan dapat mencukupi. Kemudian karena terjadi penurunan tekanan darah
pada awal GJ, maka sebagai respons homeostasis berikutnya adalah dengan meningkatkan
afterload yaitu terjadi vasokonstriksi. Semua efek ini didapatkan dari efek neurohumoral
ANS dan RAAS, serta juga sitokin seperti TNFα dan IL.
ANS terdiri atas Norepinephrine (NE) yang dikeluarkan oleh cardiac sympathetic
nerve terminals dan Epinephrine (Epi) yang dihasilkan oleh kelenjar Medulla Adrenal. NE
dan Epi bersama-sama berefek pada jantung, dan masuk melalui reseptor adrenergic β
(βAR). Pada keadaan Gagal Jantung, kadar NE dapat meningkat sampai 50 kali dari normal.
Efek ANS adalah: kronotropik positif yang dapat menjadi predisposisi aritmia, inotropik
positif, lusitropik positif (mempercepat relaksasi cardiac), menurunkan kapasitas venosa.
Efek peningkatan kontraktilitas terjadi setelah NE dan EPI berikatan dengan βAR (reseptor),
menstimulasi G5 protein, kemudian menstimulasi effektor Adenylate Cyclase (AC), yang
merubah ATP menjadi cAMP, selanjutnya mengaktifasi Phosphokinase A (PKA) yang
kemudian menghasilkan bertambahnya konsentrasi Ca intraseluler. Selain itu PKA juga
menstimulasi L-type Calcium Channel (LTCC) di membrane dan sarco plasmic reticulum
(SR)- located ryanodine receptor (RyRs) sehingga memperbanyak konsentrasi Ca di
sitoplasme. Dengan demikian kontraksi miokard akan bertambah. Sebagai penyeimbang
yaitu GRK5 (GPCR Kinase) yang mengantagonis NE dan Epi, bila terjadi kadar
catecholamin berlebihan. Efek sitotoksik katecholamin dapat menyebabkan hipoksia
relative, permeabilitas sarcolemma meningkat, calcium overload, yang kemudian dapat
menyebabkan fibrosis interstitial, dan dapat terjadi apoptosis cardiac, dilatasi ventrikel
dengan disfungsi ventrikel.
Ekspresi αAR (α Adrenergic Receptor) mempunyai level lebih rendah (20%) daripada
βAR, namun demikian tetap terjadi juga vasokonstriksi pada arteri major. Cara kerjanya
adalah dengan mengaktifasi Gq/11 protein, menstimulasi PLCβ dan terjadilah IP3 dan DAG.
IP3 mengikat reseptor SR, yang kemudian terjadi pelepasan Ca intrasel. Sedangkan DAG
mengaktifasi PKC dan TRPV (transient receptor potential channel) sehingga konsentrasi
Ca intrasel bertambah dengan akibat terjadi vasokonstriksi. (PLC =Phospholipase C; IP=
Inositol-triphosphate; DAG= 2-Diacyl Glycerol; PKC = Proteinkinase C; SR= Sarcolemma
Reticulum).

4
RAAS berefek menahan air dan garam yang akan meningkatkan preload,
meningkatkan efek simpatis yang akan memperkuat kontraksi, dan juga vasokonstriksi. ATII
meningkatkan pelepasan NE dan mencegah reuptake NE di nerve ending, sehingga kadar
ANS akan meningkat. ATII adalah mediator penting untuk terjadinya remodeling kardiak.
ATII menstimulasi fibroblast untuk menjadi kolagen, menyebabkan hipertrofi sel miosit
jantung dan menimbulkan fibrosis kardiak. Aldosterone dapat juga merangsang terjadinya
fibrosis dengan demikian terjadi remodeling kardiak dan menurunkan fungsi jantung. Kadar
Aldosterone dapat meningkat sampai 20 kali, yang distimulasi oleh ATII. RAAS mempunyai
sistem 2 arm yaitu: 1 arm yang menyebabkan excitatory dan 1 arm lain sebagai protective.
Arm excitatory terdiri atas ATII, ACE dan AT1R (AT1 reseptor), sedangkan Arm protector
terdiri atas AT1-7, AT2R (AT2 reseptor), ACE2 dan Mas reseptor. Pada CHF terjadi
sympathoexcitation, karena peningkatan rantai ATII- AT1R-ACE sedangkan pada arm
AT2R- ACE2 terjadi penurunan. Akibatnya terjadi peningkatan sympathetic.(2)

2.5. Klasifikasi Gagal Jantung


Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit
jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload
dan memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru
tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung
kronis.
2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat
atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi:


1. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga
curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik
menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

5
2. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih
dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-
normal, tipe restriktif.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi:


1. Low Output
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard.
2. High Output Heart Failure
High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik
seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A –V, beri-beri, dan Penyakit Paget
. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.

2.6. Manifestasi Klinis Gagal Jantung


Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus
memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau
saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau
edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung
saat istrahat (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Tanda dan gejala gagal jantung


Definisi gagal jantung
Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti :
Gejala khas gagal jantung : sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema
tungkai
DAN
Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipneu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan
tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali
DAN
Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat, kardiomegali, suara
jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi, kenaikan
konsentrasi peptida natriuretik
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment ocuf ate and chronic heart
failure.

6
Tabel 2. Manifestasi klinis gagal jantung
Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
 Sesak nafas  Peningkatan JVP
 Orthopneu  Refluks hepatojugular
 Paroxysmal nocturnal dyspnea  Suara jnatung S3 (gallop)
 Toleransi aktivitas yang berkurang  Apex jantung bereser ke lateral
 Cepat lelah  Bising ‘jantung
 Bengkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
 Batuk di malam/dini hari  Edema perifer
 Mengi  Krepitasi pulmonal
 BB bertambah >2 kg/minggu  Suara pekak di basal paru pada
 Berat badan turun (gagal jantung perkusi
stadium lanjut)  Takikardia
 Perasaan kembung/begah  Nadi irregular
 Nafsu makan menurun  Nafas cepat
 Perasaan bingung (terutama  Hepatomegaly
pasien usia lanjut)  Asites
 Depresi  Kaheksia
 Berdebar
 Pingsan
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure.

2.7. Diagnosis Gagal Jantung


Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.

Kriteria Diagnosis : Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
7
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.

Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA).

Tabel 3. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA


Klasifikasi Fungsional NYHA
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi
aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang
dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari –
hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.
Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan
akan semakin meningkat.

8
Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of Cardiology dan
American Heart Association.

Tabel 4. Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA


Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai
abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.
Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat
dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.
Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural
jantung.
Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala gagal
jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum,
enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk
menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada
atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya
disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan
bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi pleura.
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak
pada gejala pasien.
4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan
menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/
Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi
LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau
9
pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial
kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic
pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan
EF yang normal. Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran
ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan
penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap
anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume
LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi
dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan
noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli.
Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena
EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF
meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang
bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%),
fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).6,7

2.8. Tatalaksana Gagal Jantung


Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non
farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun
kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.

 Non –farmakologi :
a. Anjuran Umum
- Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
- Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.
- Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
- Vaksinasi terhadap infeksi influenza dan pneumokokus bila mampu.
- Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan
hormone dosis rendah masih dapat dianjurkan.

10
b. Tindakan Umum
- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5
liter pada gagal jantung ringan).
- Hentikan rokok
- Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.
- Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

 Farmakologi
- Diuretik : kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretic regular dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis
normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic atau
tiazid. Bila respom tidak cukup baik, dosis dapat dinaikan, berikan diuretic intravena
atau kombinasi loop diuretic dengan tiazid. Diuretic hemat kalium, spironolakton
dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung
sistolik.
- Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada
gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai
dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
- Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom
gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretic.
- Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi
penggunaan penghambat ACE.
- Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang
intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.

11
- Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama
diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.
- Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli
serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, thrombosis dan transient ischemis attack, thrombus intrakardiak dan
aneurisma ventrikel.
- Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia
ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindarkan kecuali pada
aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian
mendadak.
- Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.8,9

2.9. Prognosis Gagal Jantung


Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang,
tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5%
pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan
progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi
ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen
maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin
plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya
merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian
lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang
mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan
terapi paliatif yang sangat cermat.9

12
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS
Nama : Ny. A
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kavling Telaga Indah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
MRS : 4 Desember 2019
No. RM :36-48-38-00

3.2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 2 minggu SMRS, os mengeluh sesak napas yang tidak dipengaruhi cuaca dan
emosi, bertambah hebat saat aktivitas seperti berjalan 50 m, sesak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3-4 bantal tersusun. Os sering terbangun
malam hari karena sesak dan batuk. Batuk tidak disertai dahak maupun darah, dan
juga tidak disertai dengan bunyi mengi.
Selain itu, os mengeluh kedua tangan dan tungkai bengkak. Bengkak pertama
kali timbul di tungkai. Bengkak tidak bertambah saat aktivitas, bengkak tidak
berkurang pada saat istirahat. BAK sedikit, BAB biasa. Keluhan demam, muntah,
nyeri dada disangkal.
Sejak 1 jam SMRS, os mengeluh sesak bertambah hebat, tidak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi. Keluhan disertai dengan batuk berdahak mual. Akhirnya
os memutuskan untuk ke IGD RS Karya Medika 1.

13
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama 3 bulan yang lalu
 Riwayat darah tinggi sejak 1 tahun
 Riwayat kencing manis sejak 1 tahun
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat sakit ginjal disangkal

d. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum melakukan pengobatan untuk keluhan saat ini. Tiga bulan yang lalu,
pasien sempat dirawat di RSKM 1 dengan keluhan yang sama. Pasien rutin kontrol
ke poli jantung dan poli penyakit dalam. Obat-obatan yang dikonsumsi :
Furosemide 2 x 40mg, Spironolactone 1 x 50mg, Captopril 2 x 12,5mg, Miniaspi 1
x 1tab, Insulin 3 x 8U

e. Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat disangkal

f. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal

g. Riwayat Kebiasaan :
Pasien melakukan aktivitas sebagai ibu rumah tangga seperti menyapu, mencuci,
dan membersihkan rumah. Riwayat minum jamu-jamuan disangkal.

h. Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien menggunakan asuransi kesehatan BPJS.

14
3.3. PEMERIKSAAN FISIK (IGD, 4 Desember 2019)
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 105 x/menit, reguler
Pernafasan : 32 x/menit
Saturasi Oksigen : 94%
Suhu : 36,6o C

Status Gizi
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 158 cm
IMT : 28,11 (Obese I)

a. Status Generalis :
• Kepala
Kepala bentuk normocephale, rambut warna hitam keputihan, distribusi merata
dan tidak mudah rontok, deformitas (-), krepitasi (-), dan bekas luka (-)
• Mata
Kelopak mata tidak edema, eksopthalmus (-), endothalmus (-), konjungtiva pucat
-/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
• Hidung
Deformitas (-), konka edema (-), sekret (-), krepitasi (-)
• Telinga
Simetris kiri dan kanan, meatus acusticus eksternus normal, sekret (-),
pendengaran normal, tinitus (-)
• Mulut
Sianosis (-), mukosa kering (-), deviasi lidah (-) perdarahan gusi (-), dan tonsil
tidak membesar
• Leher
Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-), JVP meningkat (5 ± 3 mmHg)
• Thorax Anterior :

15
– Inspeksi
Bentuk normochest simetris, bekas luka (-) deformitas (-), ictus cordis tidak
nampak
– Palpasi
Nyeri tekan lapang paru (-), fremitus taktil (-),ictus cordis teraba di ICS VI
linea aksilaris anterior sinistra, reguler, dan kuat angkat
– Perkusi
Sonor seluruh lapang paru, batas paru – hepar di ICS VI, batas kanan jantung
di ICS IV linea parasternalis dextra, apeks jantung di ICS VI linea aksilaris
anterior sinistra, dan pinggang jantung di ICS IV parasternalis sinistra
– Auskutasi
Vesikuler +/↓, Ronkhi halus basal paru +/+, Wheezing -/-, fremitus vocal (+),
Bunyi jantung 1 – 2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
• Thorax Posterior :
– Inspeksi
Bentuk normal tidak skoliosis, lordosis, kifosis, tidak ada bekas luka dan jejas
– Palpasi
Nyeri tekan (-) fremitus taktil (+) simetris
– Perkusi
Sonor di seluruh lapang paru
– Auskultasi
Vesikuler +/↓, Ronkhi halus basal paru +/+, wheezing -/-, fremitus vocal (+)
• Abdomen :
– Inspeksi
Bekas luka (-) benjolan (-) pelebaran pembuluh darah (-)
– Auskultasi
Bising usus (+) normal
– Perkusi
Timpani di seluruh lapang abdomen, ukuran hepar normal
– Palpasi
Supel, distensi (+), nyeri tekan epigastrium (+), palpasi hepar, lien, dan ginjal
tidak ada pembesaran, asites (-)
• Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema tungkai +/+
16
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Pemeriksaan lab tanggal 4 Desember 2019
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
DARAH LENGKAP
LED 9 mm 0 - 15
Hemoglobin 11.7 g/dL 11 - 16
Hematokrit 38.4 * % 40 - 48
Hitung Eritrosit 6.07 * Juta/μl 4-5
MCV/VER 63.3 * fL 82 – 92
MCH/HER 19.3 * PG 27 – 31
MCHC/KHER 30.5 * g/dL 32 – 36
Hitung Leukosit 9.8 ribu/μl 5 – 10
HITUNG JENIS
Basofil 0* % 0–1
Eosinofil 2 % 1–3
Batang 2 % 2–6
Segmen 73 * % 50 – 70
Limfosit 18 % 20 – 40
Monosit 5 % 2–8
Trombosit 361 ribu/ul 150 – 400
KIMIA DARAH
SGPT/ALT 11 U/L 0 – 41
Kreatinin 1.09 Mg/dL 0.50 – 1.50
DIABETES
Glukosa Sewaktu 320 * mg/dL <170
NA, K, CL
Natrium 140.1 mmol/L 135 – 145
Kalium 3,54 mmol/L 3.50 – 5
Klorida 100.6 mmol/L 94 – 111

17
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
URINE LENGKAP
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Ph 5.0 E.U 5.00 – 8.00
Berat Jenis 1025 E.U 1005 – 1030
Albumin +3* E.U Negatif
Glukosa - E.U Negatif
Keton - E.U Negatif
Urobilinogen 0.2 E.U 0.10 – 1.00
Bilirubin - E.U Negatif
Darah Samar +2* E.U Negatif
Leukosit Esterase +3 * E.U Negatif
Nitrit Positif * E.U Negatif
SEDIMEN
Eritrosit 5–7* LPB 0–1
Leukosit 27 – 30 * LPB 1–5
Silinder Negatif LPK Negatif
Epitel Gepeng +1 Gepeng +1
Kristal Negatif Negatif
Bakteri +3* Negatif
Lain-lain Negatif

18
EKG

- Sinus takikardia
- Q path V1-V3

RADIOLOGI
Rontgen Thorax PA

Interpretasi :
- Kedua apeks pulmo tampak tenang
- Tampak infiltrat tipis di paracardial dextra et sinistra
- Fissura minor tampak prominent
- Tampak area semiopak berbatas tak tegas di hemithorax sinistra aspek basal
- Diafragma dextra tampak licin

19
- Tak tampak penebalan kedua pleural space
- Cor, CTR = 0,73 dengan gambaran apeks jantung tenggelam
- Tampak penonjolan arkus aorta
- Sistema tulang yang tervisualisai tampak intak
Kesan :
- Bronchopneumonia disertai gambaran efusi pleura dextra et sinistra
- Cardiomegali disertai elongasi aorta, mengarah tanda HHD

3.5. DIAGNOSIS
Diagnosis Utama : Gagal Jantung Kongestif NYHA III-IV
Diagnosis Tambahan :
- Diabetes Mellitus Tipe II
- Dyspepsia

3.6. TATALAKSANA
- O2 Nasal 3lpm
- Inhalasi Ventolin 3x/hari
- RL 100cc/24jam
- Inj. Furosemid 2 x 20mg
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Spironolactone tab 1 x 50mg
- Omeprazole tab 2 x 20mg
- Ondancetron tab 3 x 4 mg
- Ambroxol syr 3 x CI
- Sucralfat syr 4 x CI

3.7. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Dubia
Quo Ad functionam : Dubia Ad malam
Quo Ad sanationam : Dubia Ad malam

20
3.8. FOLLOW-UP
Tanggal Follow up
5/12/2019 S/ sesak (+), makan & minum biasa, BAK banyak, BAB (-)
O/
Hari ke 1 KU : TSS KS : Compos Mentis
TD : 130/90 HR : 88 x/menit
T : 36,8 ºC RR : 26 x/menit
Mata : CA: -/- , SI: -/- ,
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Vesikuler +/↓, Ronkhi halus basal paru +/+, wheezing -/-
Abdomen : supel, BU +
Ekstermitas : Akral hangat, edema +/+
GD2PP : 334
A/ CHF
DM Tipe II
Dispepsia
P/ - O2 Nasal 3lpm
- Inhalasi Ventolin 3x/hari
- RL 100cc/24jam
- Inj. Furosemid 2 x 20mg
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Spironolactone tab 1 x 50mg
- Omeprazole tab 2 x 20mg
- Ondancetron tab 3 x 4 mg
- Ambroxol syr 3 x CI
- Sucralfat syr 4 x CI
- Metformin tab 2 x 500mg

Tanggal Follow Up
6/12/2019 S/ sesak (+), makan & minum biasa, lemas (+)
O/
Hari ke 2 KU : TSS KS : Compos Mentis
TD : 130/80 HR : 88 x/menit
T : 36,4 ºC RR : 26 x/menit
Mata : CA: -/- , SI: -/- ,
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Vesikuler +/↓, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : supel, BU +
Ekstermitas : Akral hangat, edema +/+
GDS : 289
A/ CHF
DM Tipe II
Dispepsia
P/ terapi lanjut

21
Tanggal Follow Up
7/12/2019 S/ sesak berkurang, makan & minum biasa, BAK banyak, BAB (-)
O/
Hari ke 3 KU : TSS KS : Compos Mentis
TD : 130/80 HR : 88 x/menit
T : 36,4 ºC RR : 24 x/menit
Mata : CA: -/- , SI: -/- ,
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Vesikuler +/↓, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : supel, BU +
Ekstermitas : Akral hangat, edema +/+
GD2PP : 265
A/ CHF
DM Tipe II
Dispepsia
P/ terapi lanjut

Tanggal Follow Up
8/12/2019 S/ sesak berkurang, makan & minum biasa
O/
Hari ke 4 KU : TSS KS : Compos Mentis
TD : 140/90 HR : 90 x/menit
T : 36 ºC RR : 22 x/menit
Mata : CA: -/- , SI: -/- ,
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Vesikuler +/↓, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : supel, BU +
Ekstermitas : Akral hangat, edema +/+
GDS : 85
A/ CHF
DM Tipe II
Dispepsia
P/ terapi lanjut

Tanggal Follow Up
9/12/2019 S/ sesak berkurang, makan & minum biasa
O/
Hari ke 5 KU : TSS KS : Compos Mentis
TD : 160/100 HR : 92 x/menit
T : 36 ºC RR : 22 x/menit
Mata : CA: -/- , SI: -/- ,
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Vesikuler +/↓, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : supel, BU +
Ekstermitas : Akral hangat, edema +/+
GD2PP : 128
A/ CHF
DM Tipe II
Dispepsia
22
P/ - ventolin inhalasi 3x/hari
- RL 100cc/24jam
- Inj. Furosemid 3 x 20mg
- Omeprazole tab 2 x 20mg
- Sucralfat syr 4 x CI
- Ondancetron tab 3 x 4 mg
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Spironolactone tab 1 x 50mg
- Ambroxol syr 3 x CI
- Captopril 2 x 12,5 mg
- Glimepirid 1 x 2
10/12/2019 Lapor dr. Andriga, Sp.JP → acc pulang
Hari ke 6

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Kepustakaan Kasus
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal jantung : Pada pasien ini, terdapat gejala-gejala
 Sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, seperti yang ada di kepustakaan, kecuali
kelelahan, edema tungkai hepatomegali.
 Takikardia, takipneu, ronki paru, efusi
pleura, peningkatan tekanan vena
jugularis, edema perifer, hepatomegali
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada Pada pasien ini, terdapat 6 kriteria major
2 kriteria mayor atau 1 kriteria major dan 2 dan 4 kriteria minor, yaitu :
kriteria minor. Kriteria Major :
Kriteria Major : 1. Paroksismal nokturnal dispnea
1. Paroksismal nokturnal dispnea 2. Distensi vena leher
2. Distensi vena leher 3. Ronki paru
3. Ronki paru 4. Kardiomegali
4. Kardiomegali 5. Edema paru akut
5. Edema paru akut 7. Peninggian tekanan vena jugularis
6. Gallop S3 Kriteria Minor :
7. Peninggian tekanan vena jugularis 1. Edema eksremitas
8. Refluks hepatojugular 2. Batuk malam hari
Kriteria Minor : 3. Dispnea d’effort
1. Edema eksremitas 4. Efusi pleura
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Takikardi(>120/menit)

24
Tatalaksana
Tatalaksana awal gagal jantung : Pada pasien ini diberi terapi berupa :
- Tingkatkan oksigenasi - O2 Nasal 3lpm
- Diuretik - Inhalasi Ventolin 3x/hari
- ACEi / ARB - RL 100cc/24jam
- Inj. Furosemid 2 x 20mg
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Spironolactone tab 1 x 50mg
- Omeprazole tab 2 x 20mg
- Ondancetron tab 3 x 4 mg
- Ambroxol syr 3 x CI
- Sucralfat syr 4 x CI

25
BAB V
PENUTUP

Seorang wanita, usia 47 tahun mengeluh sesak sejak 2 minggu SMRS dan memberat
sejak 1 jam SMRS. Sesak napas yang tidak berkurang saat istirahat, tidak ada mengi, Selain
itu, terdapat keluhan batuk tidak berdahak maupun darah, dan bengkak pada kedua tangan
dan kaki. Dari pemeriksaan tanda vital, didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 105
x/m, dan pernafasan 32 x/m. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan adanya rhonki pada kedua
paru, asites, serta edema pada ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan lab, didaptkan
hasil gula darah sewaktu 320 g/dL. Dari pemeriksaan EKG, didapatkan hasil Q path V1-V3.
Pada pemeriksaan rontgen thorax, didapatkan adanya kardiomegali dan efusi pleura kiri.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan maka pasien tersebut didiagnosis gagal jantung kongestif NYHA III + DM.
Kemudian, pasien diberikan terapi berupa O2 Nasal 3lpm, Inhalasi Ventolin 3x/hari,
RL 100cc/24jam, Inj. Furosemid 2 x 20mg, Aspilet tab 1 x 80 mg, Spironolactone tab 1 x
50mg, Omeprazole tab 2 x 20mg, Ondancetron tab 3 x 4 mg, Ambroxol syr 3 x CI, Sucralfat
syr 4 x CI. Setelah 6 hari perawatan pasien dipulangkan oleh DPJP karena keluhan sudah
berkurang.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal


Jantung.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2019. Kumpulan Naskah
Pertemuan Ilmiah Nasional ke-17 (PIN XVII) PAPDI Tahun 2019.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dtt. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna
publishing, 2009.h.1586-1601
4. Barret KE. Barman SM. Boitano S. Brooks HL. Ganong’s review of medical

physiology. 23rd ed. Singapore: Mc Graw Hill; 2010.p.489-505.

5. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1514-7.
6. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia,
Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology.
American Journal of Gastroenterology.
7. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 261-5.
8. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th
Edition. Mc Graw Hill. h. 464-8.
9. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. h. 83-6.

27

Anda mungkin juga menyukai