Anda di halaman 1dari 11

4.

upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit hipertensi


Latar belakang
Menururt World Health Organization (WHO), hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
suatu kondisi terjadinya peningkatan tekanan dalam pembuluh darah secara terus menerus.
Seseorang dikatakan menderita hipertensi ketika tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan
diastolik >90 mmHg. Hipertensi merupakan masalah kesehatan besar di seluruh dunia, selain
tingginya prevalensi, hipertensi juga berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular (WHO, 2010). Menurut American Heart Association (AHA) di Amerika,
tekanan darah tinggi ditemukan 1 dari setiap 3 orang atau 65 juta orang dan 28% atau 59 juta
orang mengidap prehipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu pertiganya
yang mengetahui keadaanya dan hanya 61% medikasi (Muhammadun, 2010).

Berdasarkan data yang didapat dari WHO dan The International Society of Hypertension
(ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahun, dimana 7 dari 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
secara adekuat (Rahajeng, 2009). Di Indonesia, hipertensi merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni 6,7% dari populasi kematian pada semua
umur.

Menurut Kemenkes (2012), upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi dimulai


dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih
sehat. Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan pencegahan
primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko hipertensi sebelum
penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet sehat dengan cara makan
seimbang, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok. Puskesmas
juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini
untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara
dini. Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup
penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan
hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak
memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan
respon cepat juga menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit
hipertensi dapat terkendali dengan baik. Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita
hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup
dan memperpanjang lama ketahanan hidup.

Permasalahan
Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. dari hasil laporan bulanan
yg terdiagnosa Hipertensi di ruang lingkup puskesmas pasar kepahiang dari bln Juli-
september sebanyak 145 orang.

Seberapa tinggi pengetahuan masyarakat di wilayah puskesmas pasar kepahiang terhadap


penyakit hipertensi.

Perencanaan dan evaluasi intervensi

mengajak masyarakat untuk

- mengubah pola hidup penderita:


- Menurunkan berat badan sampai batas ideal.
- Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
- Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram
natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan
kalium yang cukup) dan mengurangi alkohol.
- Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.
- Berhenti merokok

Pelaksanaan
pemeriksaan tekanan darah
pemberian obat dan konsultasi
mengajak masyarakat untuk

- mengubah pola hidup penderita:


- Menurunkan berat badan sampai batas ideal.
- Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
- Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram
natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan
kalium yang cukup) dan mengurangi alkohol.
- Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.
- Berhenti merokok.

Monitoring dan evaluasi


pemeriksaan berkala di poyandu kampung bogor , puskesmas dan rumah sakit
Rutin mengkonsumsi obat
Penyuluhan tentang Penyakit Paru Obstruktif Kronik di nagari Mundam sakti

 LATAR BELAKANG

Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012, jumlah penderita PPOK
mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa di tahun
2020 mendatang dan setengah dari angka tersebut terjadi di Negara berkembang,
termasuk negara Indonesia. Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan
kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. PPOK dianggap sebagai penyakit yang
berhubungan dengan interaksi genetic dengan lingkungan. Adapun factor
penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja
(terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting
yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Dari beberapa factor resiko ini yang
banyak ditemukan adalah merokok, untuk itu perlu tindakan lebih lanjut agar
penyakit ini tidak berkembang di nagari mundam .

 PERMASALAHAN

Permasalahanya adalah masih banyak ditemukan warga yang merokok dirumah,


banyak warga yang merokok dirumah dan ketika saya Tanya sering bapak merokok
di dalam rumah ? dan beliau menjawab sering. Bapak ini merokok 3 bungkus per hari
sejak umur 20 tahun dan tidak berhenti sampai sekarang, namun yang sangat
disayangkan adalah kelurga mereka yang tinggal serumah dengan beliau, ada anak
balita dan keluarga lainya dirumah, yang menderita batuk dan sesak nafas, dan juga
ditemukan masalah pada kasus ini adalah, bapak ini merokok karna mau bekerja, dan
stigmanya kalau mereka tidak merokok , tidak akan kuat bekerja. Dan dari
masyarakat yang ada ditemukan permasalahnya kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang penyakit ppok ini dan bahaya perokok pasif baik dirumah maupun di
kehidupan bermasyarakat.

 PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

perencanaan : melakukan penyuluhan tentang penyakit PPOK ini kalau bias setiap
bulan dan mengumpulkan masyrakat yang benar benar belum dapat terapi
pengobatan apapun dan bias diberikan edukasi dan pengobatan.
intervensi : melakukan pengecekan secara berkala, kalau bias masyarakat yang
terkena penyakit PPOK harus dilakukan cek smoke lizer agar mereka tidak
berbohong kepada petugas untuk tidak merokok atau mengurangi merokok.

 
PELAKSANAAN

Pelaksanaan tempat pelaksanaan : nagari Mundam sakti


kegiatan : melakukan penyuluhan tentang PPOK kepada masyarakat nagari Mundam
sakti
setelah dilakukan pemeriksaan dan screening pada penyakit ppok ini , masih banyak
warga masyarkat mundam ini ditemukan menderita ppok dan factor resiko yang
paling tinggi adalah merokok, dan yang kedua adalah debu pasir karna banyak
masyrakat disini bekerja sebagai penambang pasir, oleh karna itu dilakukan
konseling dan edukasi mengenai Penyakit PPOK.

 MONITORING & EVALUASI

monitoring : melakukan pengecekan secara berkala, kalau bias masyarakat yang


terkena penyakit PPOK harus dilakukan cek smoke lizer minimal sekali sebulan agar
mereka tidak berbohong kepada petugas untuk tidak merokok atau mengurangi
merokok.
evaluasi : sebaiknya dilakukan penyuluhan tentang PPOK ini setiap bulan agar kita
bias melakukan kontroling penyakit ini dengan lancar , baik menilai factor resiko
yang bias dicegah sampai melakukan tatalaksana yang komprehensif di puskesmas
agar masyarakat menyadari pentingnya menjaga pola hidup sehat, serta menghindari
dan memakai alat pelindung diri untuk keluarga dan masyarakat di sekitar.

penyuluhan tentang Penyakit Diare pada anak di nagari tanjung raya mundam

LATAR BELAKANG
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare di
Indonesia dari tahun ke tahun Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
penyakit diare disebabkan oleh penyebaran kuman melalui kontaminasi
makanan/minuman yang tercemar tinja dan dari faktor resiko lainnya yang
merupakan faktor penjamu dan oleh faktor lingkungan dan perilaku yang kurang
baik terhadap pencegahan diare. Oleh karena itu diperlukan kerjasama lintas
program/sektor terkait serta partisipasi aktif masyarakat sehingga penyebab diare
dapat ditekan. Faktor penjamu yang menyebabkan kerentanan terhadap diare salah
satunya adalah kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pencegahan terjadinya
penyakit diare.

PERMASALAHAN
setelah dilakukan penyuluhan tentang penyakit diare ini , masih banyak anak balita
ditemukan menderita diare dan itu disebabka oleh beberapa faktor tadi, baik dari
faktor makanan hinga kebersihan dan sanitasi diri untuk tidak terjangkit penyakit
ini, untuk itu disini saya ingin melakukan pemeriksaan kepada ibu yang mempunyai
anak balita, sejauh mana pengetahuan ibu ibu ini tentang diare dan bagaimana cara
mencegahnya.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI


perencanaan : melakukan penyuluhan tentang penyakit diare ini dan memberi tahu
apa saja penyebab terjadinya diare baik dari kuman dari luar maupun dari makanan
atau tidak cocoknya makanan terhadap tubuh seseorang.
intervensi : melakukan pengecekan secara berkala, kerumah warga baik dari segi
faktor makaanan kebersihan dan pengetahuan ibu dan bapak dirumah tentang diare
dan menjelaskan diare yang berbahaya untuk anak dan segera di bawa ke
puskesmas.

PELAKSANAAN
Pelaksanaan
tempat pelaksanaan : nagari mundam , tanjung raya
kegiatan : melakukan penyuluhan tentang penyakit diare ini dan memberi tahu apa
saja penyebab terjadinya diare baik dari kuman dari luar maupun dari makanan atau
tidak cocoknya makanan terhadap tubuh seseorang.dan melakukan pengecekan
secara berkala, kerumah warga baik dari segi faktor makaanan kebersihan dan
pengetahuan ibu dan bapak dirumah tentang diare dan menjelaskan diare yang
berbahaya seperti diare berlendri dan berdarah agar segra dibawa kepuskesmas atau
pasien diare dengan syok hypovolemik

MONITORING & EVALUASI


monitoring : melakukan evaluasi terhadap kinerja kader tentang kebersihan
lingkungan.
evaluasi : melakukan promotif dan preventif gaya hidup sehat agar terhindar dari
penyakit ini salah satunya menjaga tidak bab disungai dan makan makanan yang
bergizi dan tidak kadarluasa sehinga tidak menimbulkan masalah terutama diare,
karna jika diare dibiarkan akan terjadi syok bahkan bisa menyebabkan kematian.
Penyuluhan tentang Pengobatan Gizi buruk

 LATAR BELAKANG
Gizi buruk merupakan tingkat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gizi
buruk diketahui dengan cara pengukuran berat badan (BB) menurut tinggi badan
(TB) dan atau umur dibandingkan dengan standar, dengan atau tanpa tanda-tanda
klinis (marasmus, kwarsiorkor). Batas gizi buruk pada balita adalah kurang dari -3.0
SD baku WHO. Survei Sosial Ekonomi Nasional 1998 melaporkan sekitar 2,4 juta
anak balita menderita gizi buruk, dengan dampak jangka pendek meningkatkan
angka morbiditas dan dampak jangka panjangnya adalah rendahnya kualitas sumber
daya manusia generasi mendatang dilihat dari kecerdasan, kreativitas, dan
produktivitas. IQ penderita gizi buruk lebih rendah 10-15 poin dan tinggi badan yang
lebih rendah 8 cm dibandingkan anak bukan penderita gizi buruk. Penyebab gizi
buruk dapat dilihat dari berbagai jenjang/tingkatan, yaitu penyebab langsung,
penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar. Penyebab langsung merupakan
faktor yang langsung berhubungan dengan kejadian gizi buruk, yakni konsumsi
makanan yang buruk dan adanya penyakit. Bahkan antara asupan gizi dan penyakit
terjadi interaksi yang saling menguatkan untuk memperburuk keadaan. Interkasi ini
dapat berakibat fatal penyebab kematian dini pada anak-anak. Penyebab tidak
langsung merupakan faktor yang mempengaruhi penyebab langsung. Seperti akses
mendapatkan makanan yang kurang, perawatan dan pola asuh anak kurang, dan
pelayanan kesehatan serta lingkungan buruk atau tidak mendukung kesehatan anak-
anak.

 PERMASALAHAN
1. Terdeteksinya anak yang mengalami gizi buruk.
2. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap gizi buruk.
3. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap dampak yang ditimbulkan akibat gizi buruk.
4. Kurangnya perhatian keluarga terhadap tumbuh kembang anak.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI


Melakukan penyuluhan dan penatalaksanaan gizi buruk.

PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal :10 April 2019
Jam : 09.00 – 09.45
Tempat : nagari palangki
Jumlah Peserta : 2 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang gizi buruk.
2. Menjelaskan tentang penyebab gizi buruk.
3. Menjelaskan tentang dampak gizi buruk.
4. Menjelaskan tentang penanganan gizi buruk.
5. Menjelaskan tentang keterlibatan dan dukungan keluarga dalam menangani gizi
buruk.
6. Pemberian Makanan Tambahan untuk penderita gizi buruk.
 MONITORING & EVALUASI
1. Konseling berjalan dengan lancar.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Pemberian makanan tambahan untuk sebulan, diharapkan dikonsumsi sesuai
dosis.
4. Meningkatnya pengetahuan ibu pasien terhadap gizi buruk.
5. Meningkatnya pengetahuan ibu pasien terhadap penyebab gizi buruk.
6. Meningkatnya pengetahuan ibu pasien terhadap dampak gizi buruk.
7. Meningkatnya pengetahuan ibu pasien terhadap penangan gizi buruk.
8. Meningkatnya kesadaran terhadap keterlibatan keluarga dalam penanganan gizi
buruk.

pengobatan dan penyuluhan asma bronkial

LATAR BELAKANG
Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara
maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for
Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita
asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus
meningkat hingga 180.000 orang per tahun. Data WHO juga menunjukkan data yang
serupa bahwa prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir
terutama di negara maju. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat
di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan
ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak
di dada akibat penyumbatan saluran napas.

PERMASALAHAN
1.Banyaknya pasien yang mengalami penyakit Asma Bronkhial.
2.Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Asma Bronkhial.
3.Kurangnya pengetahuan pasien terhadap pencetus Asma Bronchial.
4.Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan Asma Bronkhial

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI


Melakukan pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Asma Bronkhial.
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal :1 April 2019
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Umum Puskesmas Muro bodi
Jumlah Peserta : 2 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1.Menjelaskan tentang penyakit Asma Bronkhial.
2.Menjelaskan tentang pencetus penyakit Asma Bronkhial.
3.Menjelaskan tentang penanganan penyakit Asma Bronkhial.

MONITORING & EVALUASI


1.Konseling berjalan dengan lancar.
2.Adanya komunikasi dua arah.
3.Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Asma Bronkhial.
4.Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap pencetus penyakit Asma Bronkhial.
5.Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penanganan Asma Bronkhial.

PENJARINGAN KUSTA

A. Latar Belakang
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas,
sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf
pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun
sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk
menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki.
Sampai saat ini epidemiologi penyakit kusta belum sepenuhnya
diketahui secara pasti. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia terutama di
daerah tropis dan subtropis. Dapat menyerang semua umur, frekuensi tertinggi
pada kelompok umur antara 30-50 tahun dan lebih sering mengenai laki-laki
daripada wanita.
Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir pada seluruh propinsi
dengan pola penyebaran yang tidak merata. Meskipun pada pertengahan tahun
2000 Indonesia secara nasional sudah mencapai eliminasi kusta namun pada
tahun tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan penderita
kusta baru. Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta baru di Indonesia
sebanyak 17.921 orang. Propinsi terbanyak melaporkan penderita kusta baru
adalah Maluku, Papua, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dengan
prevalensi lebih besar dari 20 per 100.000 penduduk.tahun 2010, tercatat
17.012 kasus baru kusta di Indonesia dengan angka prevalensi 7,22 per
100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2011, tercatat 19.371 kasus baru
kusta di Indonesia dengan angka prevalensi 8,03 per 100.000 penduduk.
Di sejumlah provinsi, jumlah penderita kusta masih tinggi. Padahal,
beban yang ditimbulkan oleh penyakit lama tersebut sangat besar karena dapat
menimbulkan kecacatan. Saat ini masih ada 14 propinsi dengan jumlah kasus
kusta tinggi. Diantaranya yakni provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Sulawesi Selatan. Di daerah-daerah itu ada lebih dari 1.000 kasus
per tahun kasus terbanyak di Jawa Timur sebanyak 4.653 kasus. Sedang
urutan kedua di Jawa Barat (1.749 kasus) dan ketiga Jawa Tengah (1.740
kasus).
Di Salatiga sendiri juga masih terdapat penduduk yang menderita
kusta. Di wilayah kerja Puskesmas Cebongan terdapat 4 kasus kusta pada
tahun 2015. Case detection rate untuk penyakit kusta ini sebesar 17,75% untuk
tahun 2015.

B. Permasalahan
Minimnya pengetahuan tentang kusta menyebabkan pengidap
terlambat berobat sehingga menimbulkan cacat dan berpotensi menularkan
kuman. Masa inkubasi kusta yang panjang, bisa lebih dari 10 tahun dan tanpa
rasa sakit menyebabkan pengidap kerap tidak menyadari dirinya terkena kusta,
sehingga hal tersebut berdampak pada kasus kusta yang setiap tahunnya
meningkat. Kondisi itu ditemui pada pengidap yang terlambat ditemukan dan
diobati. Masih tingginya stigma negatif akan penyakit kusta membuat
penderita enggan untuk berobat dan bahkan menyembunyikan penyakitnya,
sehingga transmisi infeksi kusta terus berlangsung dalam masyarakat.
Masih adanya kasus kusta yang terjadi di daerah Salatiga, termasuk di
desa Ngaglik kelurahan Ledok maupun desa di sekitarnya, menyebabkan
keresahan di antara para warga. Kurangnya pemahaman tentang penyakit
kusta yang benar serta tindakan pencegahan yang ideal di antara para warga
menyebabkan timbulnya persepsi-persepsi individual yang dapat semakin
menimbulkan keresahan pada warga di sekitarnya.
Selain itu, di kelurahan Ledok ada satu kematian kasus kusta yang
belum diketahui secara pasti penyebab kematiannya. Oleh karena itu, tim
puskesmas mengambil keputusan untuk melakukan penjaringan kusta di
kelurahan tersebut untuk mengetahui apakah ada warga yang menderita kusta
di kelurahan Ledok, dan persebaran penyakit kusta di kelurahan Ledok.

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


1. Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu penjaringan penyakit kusta.
Penjaringan ini dilakukan dengan mengunjungi dan memeriksa warga RT 02
dan 03/ RW 04 desa Ngaglik, kelurahan Ledok untuk mengetahui apakah
terdapat warga yang menderita kusta serta untuk mendeteksi secara dini
penyakit kusta di wilayah Ledok.

2. Menentukan Sasaran
Sasaran ini adalah sasaran primer yaitu seluruh warga desa Ngaglik RT 02 dan
03/ RW 04 Kelurahan Ledok.

3. Menetapkan Tujuan
Tujuan umum adalah terciptanya perilaku hidup sehat di kalangan warga desa.
Tujuan khusus adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kusta
dan tindakan pencegahannya sehingga dapat menekan angka penyakit kusta.
.
4. Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE
Penjaringan kusta dilakukan pada seluruh warga Ngaglik, Ledok untuk
mengetahui apakah ada yang menderita kusta, disertai edukasi langsung
kepada warga mengenai penyakit kusta dan pencegahannya.

5. Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari dokter internsip dan petugas
KesLing di Puskesmas Cebongan.

D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Penjaringan Kusta
Tujuan : mengetahui dan mendeteksi warga yang terkena kusta dan
mengetahui persebaran penyakit kusta di kelurahan Ledok
Sasaran : warga desa Ngaglik RT 02 dan 03/ RW 04
Hari/ tanggal : Rabu, 13 Januari 2016
Waktu : 15.00 - selesai
Metode : anamnesis dan pemeriksaan fisik singkat mengenai klinis
kusta disertai penjelasan singkat mengenai kusta.
Penanggung Jawab : Dokter internsip dan petugas puskesmas Cebongan

E. Kesimpulan, Monitoring, dan Evaluasi

Kegiatan penjaringan kusta ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini


apakah ada kasus baru kusta di desa Ngaglik, kelurahan Ledok. Monitoring dan
evaluasi dilakukan dengan pengecekan pemahaman warga mengenai penyakit
kusta dan apa yang harus segera dilakukan bila didapati temuan baru kusta.
Diharapkan dengan ditemukannya kusta secara dini, penanganan dan pengobatan
kusta dapat segera dilakukan sehingga tidak timbul komplikasi dan kecacatan
lanjut karena kusta dapat disembuhkan dengan obat-obatan dari puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai