Berdasarkan data yang didapat dari WHO dan The International Society of Hypertension
(ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahun, dimana 7 dari 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
secara adekuat (Rahajeng, 2009). Di Indonesia, hipertensi merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni 6,7% dari populasi kematian pada semua
umur.
Permasalahan
Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. dari hasil laporan bulanan
yg terdiagnosa Hipertensi di ruang lingkup puskesmas pasar kepahiang dari bln Juli-
september sebanyak 145 orang.
Pelaksanaan
pemeriksaan tekanan darah
pemberian obat dan konsultasi
mengajak masyarakat untuk
LATAR BELAKANG
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012, jumlah penderita PPOK
mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa di tahun
2020 mendatang dan setengah dari angka tersebut terjadi di Negara berkembang,
termasuk negara Indonesia. Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan
kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. PPOK dianggap sebagai penyakit yang
berhubungan dengan interaksi genetic dengan lingkungan. Adapun factor
penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja
(terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting
yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Dari beberapa factor resiko ini yang
banyak ditemukan adalah merokok, untuk itu perlu tindakan lebih lanjut agar
penyakit ini tidak berkembang di nagari mundam .
PERMASALAHAN
perencanaan : melakukan penyuluhan tentang penyakit PPOK ini kalau bias setiap
bulan dan mengumpulkan masyrakat yang benar benar belum dapat terapi
pengobatan apapun dan bias diberikan edukasi dan pengobatan.
intervensi : melakukan pengecekan secara berkala, kalau bias masyarakat yang
terkena penyakit PPOK harus dilakukan cek smoke lizer agar mereka tidak
berbohong kepada petugas untuk tidak merokok atau mengurangi merokok.
PELAKSANAAN
penyuluhan tentang Penyakit Diare pada anak di nagari tanjung raya mundam
LATAR BELAKANG
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare di
Indonesia dari tahun ke tahun Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
penyakit diare disebabkan oleh penyebaran kuman melalui kontaminasi
makanan/minuman yang tercemar tinja dan dari faktor resiko lainnya yang
merupakan faktor penjamu dan oleh faktor lingkungan dan perilaku yang kurang
baik terhadap pencegahan diare. Oleh karena itu diperlukan kerjasama lintas
program/sektor terkait serta partisipasi aktif masyarakat sehingga penyebab diare
dapat ditekan. Faktor penjamu yang menyebabkan kerentanan terhadap diare salah
satunya adalah kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pencegahan terjadinya
penyakit diare.
PERMASALAHAN
setelah dilakukan penyuluhan tentang penyakit diare ini , masih banyak anak balita
ditemukan menderita diare dan itu disebabka oleh beberapa faktor tadi, baik dari
faktor makanan hinga kebersihan dan sanitasi diri untuk tidak terjangkit penyakit
ini, untuk itu disini saya ingin melakukan pemeriksaan kepada ibu yang mempunyai
anak balita, sejauh mana pengetahuan ibu ibu ini tentang diare dan bagaimana cara
mencegahnya.
PELAKSANAAN
Pelaksanaan
tempat pelaksanaan : nagari mundam , tanjung raya
kegiatan : melakukan penyuluhan tentang penyakit diare ini dan memberi tahu apa
saja penyebab terjadinya diare baik dari kuman dari luar maupun dari makanan atau
tidak cocoknya makanan terhadap tubuh seseorang.dan melakukan pengecekan
secara berkala, kerumah warga baik dari segi faktor makaanan kebersihan dan
pengetahuan ibu dan bapak dirumah tentang diare dan menjelaskan diare yang
berbahaya seperti diare berlendri dan berdarah agar segra dibawa kepuskesmas atau
pasien diare dengan syok hypovolemik
LATAR BELAKANG
Gizi buruk merupakan tingkat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gizi
buruk diketahui dengan cara pengukuran berat badan (BB) menurut tinggi badan
(TB) dan atau umur dibandingkan dengan standar, dengan atau tanpa tanda-tanda
klinis (marasmus, kwarsiorkor). Batas gizi buruk pada balita adalah kurang dari -3.0
SD baku WHO. Survei Sosial Ekonomi Nasional 1998 melaporkan sekitar 2,4 juta
anak balita menderita gizi buruk, dengan dampak jangka pendek meningkatkan
angka morbiditas dan dampak jangka panjangnya adalah rendahnya kualitas sumber
daya manusia generasi mendatang dilihat dari kecerdasan, kreativitas, dan
produktivitas. IQ penderita gizi buruk lebih rendah 10-15 poin dan tinggi badan yang
lebih rendah 8 cm dibandingkan anak bukan penderita gizi buruk. Penyebab gizi
buruk dapat dilihat dari berbagai jenjang/tingkatan, yaitu penyebab langsung,
penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar. Penyebab langsung merupakan
faktor yang langsung berhubungan dengan kejadian gizi buruk, yakni konsumsi
makanan yang buruk dan adanya penyakit. Bahkan antara asupan gizi dan penyakit
terjadi interaksi yang saling menguatkan untuk memperburuk keadaan. Interkasi ini
dapat berakibat fatal penyebab kematian dini pada anak-anak. Penyebab tidak
langsung merupakan faktor yang mempengaruhi penyebab langsung. Seperti akses
mendapatkan makanan yang kurang, perawatan dan pola asuh anak kurang, dan
pelayanan kesehatan serta lingkungan buruk atau tidak mendukung kesehatan anak-
anak.
PERMASALAHAN
1. Terdeteksinya anak yang mengalami gizi buruk.
2. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap gizi buruk.
3. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap dampak yang ditimbulkan akibat gizi buruk.
4. Kurangnya perhatian keluarga terhadap tumbuh kembang anak.
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal :10 April 2019
Jam : 09.00 – 09.45
Tempat : nagari palangki
Jumlah Peserta : 2 orang
LATAR BELAKANG
Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara
maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for
Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita
asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus
meningkat hingga 180.000 orang per tahun. Data WHO juga menunjukkan data yang
serupa bahwa prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir
terutama di negara maju. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat
di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan
ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak
di dada akibat penyumbatan saluran napas.
PERMASALAHAN
1.Banyaknya pasien yang mengalami penyakit Asma Bronkhial.
2.Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Asma Bronkhial.
3.Kurangnya pengetahuan pasien terhadap pencetus Asma Bronchial.
4.Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan Asma Bronkhial
PENJARINGAN KUSTA
A. Latar Belakang
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas,
sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf
pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun
sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk
menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki.
Sampai saat ini epidemiologi penyakit kusta belum sepenuhnya
diketahui secara pasti. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia terutama di
daerah tropis dan subtropis. Dapat menyerang semua umur, frekuensi tertinggi
pada kelompok umur antara 30-50 tahun dan lebih sering mengenai laki-laki
daripada wanita.
Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir pada seluruh propinsi
dengan pola penyebaran yang tidak merata. Meskipun pada pertengahan tahun
2000 Indonesia secara nasional sudah mencapai eliminasi kusta namun pada
tahun tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan penderita
kusta baru. Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta baru di Indonesia
sebanyak 17.921 orang. Propinsi terbanyak melaporkan penderita kusta baru
adalah Maluku, Papua, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dengan
prevalensi lebih besar dari 20 per 100.000 penduduk.tahun 2010, tercatat
17.012 kasus baru kusta di Indonesia dengan angka prevalensi 7,22 per
100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2011, tercatat 19.371 kasus baru
kusta di Indonesia dengan angka prevalensi 8,03 per 100.000 penduduk.
Di sejumlah provinsi, jumlah penderita kusta masih tinggi. Padahal,
beban yang ditimbulkan oleh penyakit lama tersebut sangat besar karena dapat
menimbulkan kecacatan. Saat ini masih ada 14 propinsi dengan jumlah kasus
kusta tinggi. Diantaranya yakni provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Sulawesi Selatan. Di daerah-daerah itu ada lebih dari 1.000 kasus
per tahun kasus terbanyak di Jawa Timur sebanyak 4.653 kasus. Sedang
urutan kedua di Jawa Barat (1.749 kasus) dan ketiga Jawa Tengah (1.740
kasus).
Di Salatiga sendiri juga masih terdapat penduduk yang menderita
kusta. Di wilayah kerja Puskesmas Cebongan terdapat 4 kasus kusta pada
tahun 2015. Case detection rate untuk penyakit kusta ini sebesar 17,75% untuk
tahun 2015.
B. Permasalahan
Minimnya pengetahuan tentang kusta menyebabkan pengidap
terlambat berobat sehingga menimbulkan cacat dan berpotensi menularkan
kuman. Masa inkubasi kusta yang panjang, bisa lebih dari 10 tahun dan tanpa
rasa sakit menyebabkan pengidap kerap tidak menyadari dirinya terkena kusta,
sehingga hal tersebut berdampak pada kasus kusta yang setiap tahunnya
meningkat. Kondisi itu ditemui pada pengidap yang terlambat ditemukan dan
diobati. Masih tingginya stigma negatif akan penyakit kusta membuat
penderita enggan untuk berobat dan bahkan menyembunyikan penyakitnya,
sehingga transmisi infeksi kusta terus berlangsung dalam masyarakat.
Masih adanya kasus kusta yang terjadi di daerah Salatiga, termasuk di
desa Ngaglik kelurahan Ledok maupun desa di sekitarnya, menyebabkan
keresahan di antara para warga. Kurangnya pemahaman tentang penyakit
kusta yang benar serta tindakan pencegahan yang ideal di antara para warga
menyebabkan timbulnya persepsi-persepsi individual yang dapat semakin
menimbulkan keresahan pada warga di sekitarnya.
Selain itu, di kelurahan Ledok ada satu kematian kasus kusta yang
belum diketahui secara pasti penyebab kematiannya. Oleh karena itu, tim
puskesmas mengambil keputusan untuk melakukan penjaringan kusta di
kelurahan tersebut untuk mengetahui apakah ada warga yang menderita kusta
di kelurahan Ledok, dan persebaran penyakit kusta di kelurahan Ledok.
2. Menentukan Sasaran
Sasaran ini adalah sasaran primer yaitu seluruh warga desa Ngaglik RT 02 dan
03/ RW 04 Kelurahan Ledok.
3. Menetapkan Tujuan
Tujuan umum adalah terciptanya perilaku hidup sehat di kalangan warga desa.
Tujuan khusus adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kusta
dan tindakan pencegahannya sehingga dapat menekan angka penyakit kusta.
.
4. Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE
Penjaringan kusta dilakukan pada seluruh warga Ngaglik, Ledok untuk
mengetahui apakah ada yang menderita kusta, disertai edukasi langsung
kepada warga mengenai penyakit kusta dan pencegahannya.
5. Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari dokter internsip dan petugas
KesLing di Puskesmas Cebongan.
D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Penjaringan Kusta
Tujuan : mengetahui dan mendeteksi warga yang terkena kusta dan
mengetahui persebaran penyakit kusta di kelurahan Ledok
Sasaran : warga desa Ngaglik RT 02 dan 03/ RW 04
Hari/ tanggal : Rabu, 13 Januari 2016
Waktu : 15.00 - selesai
Metode : anamnesis dan pemeriksaan fisik singkat mengenai klinis
kusta disertai penjelasan singkat mengenai kusta.
Penanggung Jawab : Dokter internsip dan petugas puskesmas Cebongan