Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS SMF PENYAKIT DALAM

SEORANG PENDERITA CHRONIC HEART FAILURE DENGAN HIPERTENSI HEART


DISEASE

OLEH :
Hasan Basri
15700258
Pembimbing:
dr. Sany R. Siswardana, M. Biomed., Sp.JP

SMF PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SIDOARJO
2017

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskular sekarang merupakan penyebab kematian paling


umum di seluruh dunia. Penyakit kardiovaskular menyumbang hampir mendekati
40% kematian di negara maju dan sekitar 28% di negara miskin dan berkembang.
Menurut data dari studi Framingham, 90% orang yang berumur diatas 55 tahun akan
mengalami hipertensi selama masa hidupnya. Hipertensi berperan besar dalam
perkembangan penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian di
seluruh dunia Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5 -
10%. Dalam kurun 20 tahun terakhir, angka kematian karena serangan jantung dan
stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan, oleh karena itu terjadi
peningkatan penderita penyakit jantung hipertensi yang beresiko mengalami gagal
jantung kongestif. penderita hipertensi yang tidak diobati terbukti mengalami
pemendekan masa kehidupan sekitar 10 20 tahun. Bahkan individu yang mengalami
hipertensi ringan jika tidak diobati selama 7 10 tahun beresiko tinggi mengalami
komplikasi yaitu sekitar 30% terbukti mengalami aterosklerosis dan lebih dari 50%
akan mengalami kerusakan organ yang berhubungan dengan hipertensi itu sendiri,
seperti kardiomegali, gagal jantung kongestif, retinopati, masalah serebrovaskular,
dan/atau insufisiensi ginjal. Perkembangan hipertensi umumnya diawali dengan
hipertrofi ventrikel kiri sehingga menyebabkan penyakit jantung hipertensi. Keadaan
ini pada akhirnya akan meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan gagal jantung
kongestif.

Gagal jantung adalah kumpulan sindroma klinis kompleks yang diakibatkan


oleh gangguan struktur ataupun fungsi dan menyebabkan gangguan pengisian
ventrikel atau pemompaan jantung. Gagal jantung dibedakan menjadi gagal jantung
akut dan gagal jantung kronik.Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang
progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun
negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung
relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang
lebih berat. Angka kejadian gagal jantung semakin meningkat dari tahun ke tahun,
data WHO tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita
gagal jantung dan 700.000 diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit per
tahun. Faktor risiko terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut,
75% pasien yang dirawat dengan gagal jantung berusia 65 sekitar 75%. Terdapat 2
juta kunjungan pasien rawat jalan per tahun yang menderita gagal jantung. Kemudian
menurut penelitian angka kejadian gagal jantung kronik di Amerika Serikat,
jumlahnya sekitar tiga juta orang, lebih dari empat ratus ribu kasus baru dilaporkan
tiap tahun. Prevalensi gagal jantung berdasarkan yang terdiagnosis dokter atau gejala
di Indonesia sebesar 0,3%, dimana prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis
dokter tertinggi di Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), Jawa Tengah
(0,18%) sedangkan prevalensi gagal jantung di Sulawesi Utara (0,14%).
BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien :
Nama : Ny. L
Tempat,tanggal lahir : Sidoarjo, 22-05-1960
Umur : 65 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Kesamben 24/04 Porong
Tanggal MRS : 09-03-2017
Tanggal pemeriksaan : 14-03-2017
2. Anamnesis
Keluhan utama
Nyeri Dada
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 2 bulan yll. Nyeri dada kian
hari kian memburuk. Nyeri dada terutama dirasakan memberat pada siang
hari, nyeri nya terasa ditusuk-tusuk dan menjalar ke belakang. Keluhan
tersebut memburuk ketika pasien bekerja atau berkegiatan yang berat. Ketika
beristirahat keluhan tersebut membaik. Mual(+), Muntah (-) pusing(+) sejak 1
HMRS. Pusing dirasakan berdenyut terutama nyeri dibelakang kepala. Nyeri
kepala tersebut dirasakan tiba-tiba dan membaik setelah beristirahat. pasien
juga sempat tidak sadarkan diri ketika dibawa ke IGD tetapi sekarang sudah
sadar dan bisa berkomunikasi dengan baik. Keluhan lain yang dialami pasien
adalah merasa sesak nafas sejak 2 bulan tsb, sesak nafas awalnya tidak
masalah ketika beraktifitas ringan sekarang mulai sesak nafas bahkan berjalan
kaki saja juga sudah sesak nafas, pasien merasa berat badannya meningkat,
kaki terasa bengkak, bengkak dikatakan tidak berkurang ataupun bertambah
ketika dipakai berjalan atau diistirahatkan. Bengkak pada kaki juga tidak
berkurang saat kedua kaki ditinggikan. Keluhan kaki bengkak ini tidak
disertai rasa nyeri dan kemerahan. Pasien juga tidak mengeluhkan gejala kaki
terasa berat, dingin, dan mati rasa. Keluhan bengkak pada kelopak mata dan
lutut disangkal.
Riwayat penyakit dahulu:
Sebelumnya pernah MRS dengan keluhan
Riwayat hipertensi diakui
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat Penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat hipertensi diakui
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat pengobatan
Pasien minum obat yang pernah dikonsumsi setelah MRS
Pasien tidak rutin kontrol ke rumah sakit terakhir kontrol 2 tahun yll
Riwayat Sosial-ekonomi :
Pendidikan terahir tamat SMP
Tidak Bekerja
3. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum : Lemah
B. Kesadaran : Compos mentis
GCS : 456

C. Tanda Vital :

TD : 170/100 mmHg

N : 78x/menit

S : 36,7oC

R : 20x/menit

D. Kepala dan leher

Mata: konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+)

Hidung: sekret (-), perdarahan (-)

Telinga: sekret (-), perdarahan (-)

Mulut: sianosis (-), gusi berdarah (-)

Leher: trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)


E. Thorax

Jantung Inspeksi :

Inspeksi: iktus cordis tidak tampak

Palpasi: iktus kordis kuat angkat, thrill (-)

Perkusi:

o Batas kanan jantung 2 cm di sebelah lateral sternum pada ICS IV kanan

o Batas kiri jantung 6 cm di sebelah lateral sternum pada ICS V kiri

Auskultasi:

o Suara 1: tunggal regular

o Suara 2: tunggal regular

o Murmur (-)

o Gallop s3 (+)

Paru

Inspeksi: simetris kanan kiri, tidak ada pelebaran ICS

Palpasi: gerakan nafas simetris, fremitus vokal tidak ada lateralisasi

Perkusi: sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi: suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

F. Abdomen

Inspeksi: cembung (-), spider angioma (-), caput medusa (-)

Auskultasi: bising usus (+) normal

Perkusi: timpani (+) , asites (-)

Palpasi: nyeri tekan (-), distended (-), hepar: sulit dievaluasi, lien: sulit dievaluasi
G. Punggung

Nyeri ketok costovertebra (-/-)

G. Ektremitas

Superior:

Akral hangat +/+

Edema -/-

Jejas -/-

Clubbing finger -/-

Eritema palmaris -/-

Inferior:

Akral hangat +/+

Edema +/+

Jejas -/-

Clubbing finger (-)

4. Pemeriksaan penunjang :

A. Darah lengkap tanggal 9 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil
WBC 9,87 x 10 3 / uL
RBC 4,4 x10^6/ uL
HB 11,2 g/dL
HCT 33,4 %
PLT 296x 10^3 /uL
MCV 76,8 fl
MCH 25,7 pg
MCHC 33,5 g/dL
B. Kimia klinik 9 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil
Gula Darah Sewaktu 95 gr/dl
BUN 21,2 mg/dl
Creatinin 3,3 mg/dl

C. Elektrolit 9 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil
Natrium 134 mmol/l
Kalium 3,7 mmol/l
Chlorida 101 mmol/l

D. Imunologi (marker Jantung) 9 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil
CKMB 17 U/L
Troponin I Negatif

E. Hematologi ( Faal Hemostatis) 10 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil
PPT 10,6 detik
Control PPT 10,9 Detik
APTT 63,9 detik
Control APPT 32,5 detik

F. Kimia Klinik 10 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil
GDS 74
GD2JPP 85
Cholesterol Total 186
Trigliserida 210
HDL Cholesterol 34
LDL Cholesterol 130
Bilirubin Total 0,42
Bilirubin Direk 0,24
SGOT 21
SGPT 14

G. Hematologi (Faal Hemostatis) 11 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil
PPT 10,1 Detik
Control PPT 11,8 Detik
APPT 30,3 Detik
Control APPT 34,9 Detik
Waktu Perdarahan(BT) 300 detik
Waktu Pembekuan (CT) 800 detik

H. Kimia Klinik 11 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil
BUN 20,4 mg/dl
Creatinin 3,1 mg/dl

I.Elektrolit 11 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil
Natrium 138
Kalium 4.0
Chlorida 97
J. Elektrokardografi

Hasil Pembacaan EKG : Left Bundle Branch Block di lead AVR, v4-v6

K. Foto Rotgen Thorax


Kesan :

Kardiomegali

Hemidiafragma Kanan Letak Tinggi

6. Diagnosis :

Utama : Hypertensi Heart Disease (HHD) + Chronic Heart Failure (CHF)

7. Penatalaksaan :

Planning Diagnosis :

a. Elektrokardiografi (EKG)

b. Foto Rotgen Thorax

c. Kimia Klinik

d. Hematologi Klinik

Planning Terapi :

1. Non medikametosa

a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialaminya

b. Diet tinggi kalori tinggi protein

c. Tirah baring

d. Pasang kateter

2. Medikamentosa

a. 02 Nasal kanul 4 Lpm

b. Inj. Pz 7 tpm

c. Inj. Antrain 2x1


d. Inj Omeprazole 2x1

e. Inj. Lasix 2x1

f. Inj. Arivtra 1x2,5 mg

g. Inf.NS 8 tpm

h. Aspilet 1x160 mg

i. CPG 1x300 mg

j. Captopril 3x12,5 mg

k. NTG 20 mcg/min

l. Alprazolam 0,5 mg

m. Laxadine 3x c I
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan
berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung
memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang
meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap
menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin
terlihat.

Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan
stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau
angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh
otot jantung yang menebal.

Tekanan darah tinggi juga berpengaruh terhadap penebalan dinding pembuluh


darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang
akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko
seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama
penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi pada sekitar 7 dari 1000
orang.
Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahan yang merugikan pada struktur
dan fungsi jantung melalui 2 cara: secara langsung melalui peningkatan afterload dan
secara tidak langsung melalui nuerohormonal terkait dan perubahan vaskular.
Peningkatan perubahan tekanan darah dan tekanan darah malam hari dalam 24 jam.

Pada pasien ini berdasarkan anamnesa yang sudah dilakukan didapatkan gejala

Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang
kronik. Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak
diketahui, sebagian karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang mengalami
disfungsi tidak mampu menghasilkan tekanan darah yang tinggi, hal ini menaburkan
penyebab gagal jantung tersebut

Gagal jantung (heart failure) adalah kumpulan sindroma klinis yang kompleks
yang diakibatkan oleh gangguan struktur ataupun fungsi dan menyebabkan gangguan
pengisian ventrikel atau pemompaan jantung. Gagal jantung akut (acute heart failure)
adalah serangan cepat dari gejala-gejala atau tandatanda akibat fungsi jantung yang
abnormal. Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan baru dari gagal
jantung akut tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari
gagal jantung kronik. Disfungsi yang terjadi pada gagal jantung dapat berupa
disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Gagal jantung kronis (chronic heart failure)
juga didefinisikan sebagai sindroma klinik yang komplek disertai keluhan gagal
jantung berupa sesak, fatique baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas.

Kriteria diagnosis yang dipakai untuk mendiagnosis gagal jantung adalah


dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor dari kriteria
Framingham untuk diagnosis gagal jantung. Kriteria mayor adalah paroksismal
nokturnal dispneu, ronki paru, edema akut paru, kardiomegali, gallop S3, distensi
vena leher, refluks hepatojugular, peningkatan tekanan vena jugularis.1,8 Kriteria
minor adalah edema ekstremitas, batuk malam hari, hepatomegali, dispnea deffort,
efusi pleura, takikardi (120 kali per menit), kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal.

Dyspnea Bengkak pada kaki


Orthopnea Peningkatan berat badan tiba tiba
Paroxysmal nocturnal dyspnea Gangguan tidur (cemas atau lapar udara)
Batuk (recumbent atau exertional) Rasa tidak nyaman pada dada
Rasa tidak nyaman pada perut atau ulu hati Kebingungan yang tidak bisa dijelaskan,
gangguan status mental atau kelemahan
Ascites Mual atau anoreksia
Mudah kenyang Edema tanpa sebab yang jelas
Batuk berdarah atau dahak kotor

Tanda dan Gejala Penurunan Cardiac Output:


Mudah lelah Rasa tidak enak badan
Energi yang buruk Gangguan konsentrasi atau memori
Penurunan toleransi aktivitas Gangguan tidur
Cachexia Somnolence atau kebingungan
Kelemahan atau Penurunan massa otot Takikardia saat istirahat
Mual atau Penurunan nafsu makan Oligouria sepanjang hari, nocturia berbaring
Mudah kenyang Ekstremitas dingin atau vasokonstriksi
Penurunan berat badan yang tidak bisa Nafas Cheyne stoke (dengan atau tanpa periode
dijelaskan apneua)

Pada pasien ini, berdasarkan anamnesa yang sudah dilakukan didapatkan gejala
pasien yang mengarah pada keluhan yang sering didapatkan pada pasien Hipertensi
Heart Disease (HHD) adalah tensi tinggi,dada sering berdebar-debar,dan sering nyeri
kepala. nyeri dibelakang kepala. Nyeri kepala tersebut dirasakan tiba-tiba dan
membaik setelah beristirahat. Selain itu, pasien juga mempunyai gejala yang
menunjukkan telah terjadi proses penyakit yang mengarah ke Chronic Heart Disease
dimana pasien merasa sesak nafas sejak 2 bulan tsb, sesak nafas awalnya tidak
masalah ketika beraktifitas ringan sekarang mulai sesak nafas bahkan berjalan kaki
saja juga sudah sesak nafas, pasien merasa berat badannya meningkat, kaki terasa
bengkak, bengkak dikatakan tidak berkurang ataupun bertambah ketika dipakai
berjalan atau diistirahatkan. Bengkak pada kaki juga tidak berkurang saat kedua kaki
ditinggikan. maka berdasarkan dari metode framingham didapatkan 2 kriteria mayor
untukk dikategorikan sebagai Chronic Heart Failure.

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan Hipertensi Heart Disease adanya tensi
tinggi yang tidak turun secara signifikan setelah istirahat dan setelah pemberian obat
antihiperteni. Pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan TD : 170/100 mmHg
dimana tensi tinggi ini menunjukan adanya Hipertensi.

Selain itu pada pasien dengan Chronic Heart Failure ditemukan dari
pemeriksaan fisik Batas kiri jantung 6 cm di sebelah lateral sternum pada ICS V kiri
terdapat Gallop s3 (+) dari hasil pemeriksaan diatas dapat disimpulkan terjadi
pembesaran jantung pada pasien ini.

Pada pasien yang dicurigai menderita chronic heart Failure bisa dilakukan EKG dan
foto Thorax pada pasien ini hasil EKG didapatkan LBBB(Left Bundle Branch Block).
Di AVR,V4,V5,V6 dan ada LAD (Left Atrial Deviation). Pada foto thorax PA
didapatkan kardiomegali.

Selain itu, pada hasil laboratorium pasien ini didapatkan peningkatn kolesterol
210
,trigliserida 130 dan penurunan faal hematologi yaitu PPT 10,1 Detik dan APPT 30,3
Detik. Jika ada peningkatan kolesterol dan trigliserida dan penurunan faal hematologi
maka hal tersebut akan menjadi faktor yang bisa menyumbang terjadinya kegagalan
jantung yg lebih parah lagi atau juga bisa menyebabkan penyakit yang lain lagi
seperti Penyakit jantung koroner dimana terjadi penyumbatan pembuluh darah
koroner akibat adanya plak lemak yang lepas dan stroke akibat adanya penyumbatan
pembuluh darah d otak karena penumpukan lemak dan trombus.

Hasil laboratorium yang spesifik untuk mengetahui adanya kegagalan ginjal


adalah BUN dan Creatinin. Pada pasien ini BUN 20,4 creatinin 3,3 mg/dl
mengalami peningkatan maka dari itu dapat disimpulkan kegagalan ginjal juga terjadi
pada pasien ini.

Pada pasien Ny. L ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
keluhan dan tanda-tanda ynag mengarah ke Hipertensi Heart Disease dan Chronic
Heart Failure. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan foto
rotgen juga mendukung diagnosis Hipertensi Heart Disease dan Chronic Heart
Failure.

Komplikasi pada Hipertensi Heart Disease, Chronic Heart Failure adalah

1. Masalah katup jantung:

Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan


pada katup jantung.

2. Kerusakan hati:

Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu


banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkab jaringan parut yang
mengakibatkanhati tidak dapat berfungsi dengan baik.

3. Serangan jantung dan stroke:

Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di
jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda akan mengembangkan
pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau
stroke

4. Kerusakan atau kegagalan ginjal:


Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung
dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.

Penatalaksanaan kasus Hipertensi Heart Disease dan Chronic Heart Failure


dipengaruhi oleh etiologi dari 2 penyakit itu sendiri. Tujuan penatalaksanaan pada
penderita dengan gangguan fungsi jantung dapat dicapai dengan memfokuskan terapi
pada faktor yang dapat ditangani. Hipertensi merupakan salah satu faktor utama yang
dapat diperbaiki sekaligus juga merupakan faktor morbiditas utama pada kedua
kondisi tersebut, dan telah ditunjukkan bahwa kontrol tekanan darah yang baik (target
140/90 mmHG) dapat mempertahankan progresifitas penyakit ginjal pada penderita
diabetes ataupun tidak. Obat pilihan utama pada kondisi ini adalah golongan ACE
inhibitor, karena memiliki efek tambahan pada LVH dan outcome dari CHF. Namun,
beberapa masalah klinis muncul pada penggunaan obat golongan ini. Penghambatan
ACE dapat mengawali penurunan akut GFR yang diikuti peningkatan Kreatinin
serum. Penurunan resistensi anteriol eferen biasanya akan menurunkan tekanan
kapiler glomerulus dan menyebabkan penurunan laju filtrasi ginjal. Regulasi otomatis
dari laju darah glomerular dapat direspon lebih lanjut oleh penghambatan
prostaglandin dengan obat golongan antiinflamasi non steroid (NSAID). Oleh karena
itu pemberian kombinasi ACE inhibitor dengan NSAID sebaiknya dihindari pada
pasien dengan CHF. Dosis awal ACE inhibitor akan menyebabkan penurunan tekanan
darah yang bermakna walaupun efek ini lebih sedikit dibandingkan generasi
ketiganya seperti Perindopril. Rencana terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan terapi diuretic sehingga menghindari deplesi volume sentral pada siang
hari dan memberikan dosis awal ACE inhibitor pada malam hari. Sebagai tambahan
pasien CHF dengan penyakit jantung iskemia yang memilki kelainan vaskuler ginjal
seperti stenosis arteri ginjal biasanya akan terjadi gagal ginjal akut. Akhirnya,
keseimbangan potassium sangat memerlukan monitoring yang ketat. Kadarnya dalam
darah dapat meningkat akibat adanya disfungsi ginjal atau karena medikasi lainnya
seperti spironolactone dan penambahan ACE inhibitor dapat meningkatkan secara
tiba-tiba kadar potassium dan dapat menjadi fatal.

Penggunaan Diuretik

Seperti halnya fungsi ginjal yang telah memburuk, begitu pula pada respon ginjal
terhadap diuretic. Hal ini akan menimbulkan masalah pada retensi cairan dan
menimbulkan gejala terkait seperti edema, ascites dan yang berbahaya adalah edema
paru. Terdapat kemungkinan untuk meningkatkan dosis loop diuretic hingga 500 mg
tablet furosemid dan pada dosis yang sangat tinggi ini terkadang digunakan untuk
terapi pada kondisi oligouri. Seperti yang diperkirakan, terdapat resiko nyata dalam
mengurangi laju plasma ginjal dan konsekuensi berupa ATN sebagaimana juga bisa
terjadi gangguan keseimbangan potassium atau pemicu terjadinya retensi urin pada
laki-laki.

Strategi alternatif untuk terapi retensi cairan yang resisten termasuk penggunaan
diuretic intracena atau penggunaan dosis ekuivalen loop diuretic lainnya (seperti 1 mg
bumetanide untuk 40 mg furosemide). Efek diuretic intravena akan dipotensialkan
dengan pemberian lanjutan aminophylline atau dobutamine. Metolazone oral dengan
dosis kecil (2,5 mg 2x seminggu) dapat membantu walaupun dapat menggangu
keseimbangan elektrolit utama sehingga memerlukan pemantauaan yang lebih ketat.
Restriksi carian (hingga 1200ml perhari) dan restriksi natrium (hingga 50mmol
perhari) juga dapat membantu, namun perlu juga diperhatikan apabila terjadi
gangguan fungsi ginjal. Pada pola yang umum, kebanyakan pasien dengan CHF lebih
tampak basah (pulsasi vena jugular yang tampak, dan adanya edema ankle minimal)
dibandingkan kering yang menimbulkan rasa haus, lesu dan hipotensi yang akan
menambahkan kondisi lebih sulit. Pada akhirnya jika retensi cairan terjadi maka
konsultasi kepada nephrologist sebaiknya dilakukan untuk memastikan pilihan
penggunaan terapi dialysis atau ultrafiltrasi.

Terapi Lainnya

Terapi lainnya juga dapat menunjukkan manfaat pasa pasien dengan CHF, dilihat dari
penurunan angka mortalitas secara umum atau meningkatkan tampakan klinis seperti
kapasitas latihan atau derajat rawat inap di rumah sakit. Digoxin saat ini memberikan
manfaat yang tidak dapat diragukan pada pasien dengan fibrilasi atrial dan pada
pasien dengan irama sinus, dimana ditemukan penurunan durasi dan frekuensi rawat
inap. Ekskresi sangat bergantung pada fungsi ginjal dan peningkatan kadar plasma
yang terjadi akan mengakibatkan adanya anoreksia, mual dan aritmia. Pemantauan
kadar di plasma sangat diperlukan apabila terjadi kelainan fungsi ginjal. Antagonist
adrenoreseptor beta seperti bisoprolol, metoprolol dan carvedilol dapat pula
menurunkan angka kematian dengan baik dan lebih mengurangi masalah yang
ditimbulkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal namun tetap
direkomendasikan untuk melakukan pemantauan ketat kadar plasmanya.

Pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa antara lain:

1. 02 Nasal kanul 4 Lpm untuk memaksimalkan perfusi oksigen ke dalam darah


2. Inj. Lasix 2x1 merupakan diuretik kuat yg berfungsi untuk mengurangi cairan
didalam tubuh pasien (edema pada kaki)
3. Inj. Arixtra 1x2,5 mg (Na Fondaparinux) untuk mencegah terjadinya
tromboemboli vena karena pada pasien ini APTT dan PTT nya memanjang
4. Inf.NS 8 tpm diberikan untuk pengganti cairan ekstraseluler
5. Aspilet 1x160 mg merupakan antiplatelet untuk mencegah terjadinya
penimbunan platelet dan mencegah terjadinya proses pembekuan darah karena
pemompaan darah pada pasien ini kurang sehingga jika terjadi perlambatan
akan terbentuk trombus yang akan menyumbat pembuluh darah
6. CPG 1x300 mg diberikan untuk mengurangi kekentalan darah dengan
menghambat ikatan Adenosin Diphospate(ADP)
7. Captopril 3x12,5 mg anihipertensi ini diberikan untuk mengontrol hipertensi
dan aman bagi penderita gagal ginjal
8. NTG 20 mcg/min diberikan untuk mengurangi angina pectoris dan
menghasilkan hipotensi yang terkontrol
9. Alprazolam 0,5 mg diberikan untuk pasien agar pasien lebih tenang
10. Laxadine 3x c I untuk mengatasi susah buang air besar sehingga
pasien tidak terlalu mengejan ketika BAB
DAFTAR PUSTAKA

Masengi, K , et. al. 2016. Hubungan hiperurisemia dengan kardiomegali pada pasien
gagal jantung kongestif. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni
2016 pp. 1-3

Mc Murray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task Force for the
Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the
European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart. Eur
Heart J [Internet] 2013;32:e1641 e61. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22611136

Siswanto, et.al. 2015. Gagal jantung dan Komordibitas.Pedoman Tatalaksana Gagal


Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Hal 34-37

Dalimunthe,et.al.2016. Sindrom Kardiorenal Akibat Gagal Jantung. Jurnal Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Hal 3-7

Aoktafany, A.2016.Gagal Jantung Kongestif. J medula unila volume 5 nomer 1 mei


2016 hal 10-14

Anda mungkin juga menyukai