Disusun Oleh:
NIA MUSTIKA
1408465677
Pembimbing :
dr. Amir Aziz Alkatiri, SpJP-FIHA
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
selalu disebabkan oleh defek dalam kontraksi miokard (gagal miokard).1 Gagal
miokard juga dapat timbul dari abnormalitas ekstra miokard, seperti misalnya
aterosklerosis koroner yang menyebabkna iskemia miokard dan infark.1
Gagal jantung menurut statistik United States yaitu, 34% gagal jantung
dari kasus penyakit kardiovaskuler dihubungkan dengan kematian. 2 Rata-rata
670.000 kasus baru yang didiagnosis dengan gagal jantung.2 Di Indonesia belum
ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei Kesehatan
Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada profil Kesehatan Indonesia 2003
disebutkan bahwa penyakit jantung berada diurutan kedelapan (2,8%) pada 10
penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia.3
Gagal jantung disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu infark
miokard.1 Infark miokard adalah suatu keadaan terjadinya nekrosisyang
irreversibel pada otot jantung yang disebabkan oleh iskemia yang lama. 4 Hal ini
sering terjadi karena ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan oksigen,
yang mana disebabkan oleh plak yang lepas dari dindingpembuluh darah.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis yaitu adanya kelainan fungsi
Etiologi
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan gagal jantung adalah:1,2
1. Emboli paru
2. Infeksi
3. Anemia
4. Tirotoksikosis dan kehamilan
5. Aritmia
6. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya
7. Endokarditis infektif
8. Beban fisik, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan
9. Hipertensi sistemik
10. Infark miokard
11. Stenosis katup aorta
12. Stenosis katup mitral
13. Kardiomiopati genetik
2.1.3
Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut The New York Heart Association
Kriteria
II
III
akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang
tersebut di atas.
IV
Kriteria
Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal
jantung
Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan
pengobatan standar
2.1.4
Patofisiologi
respon
kompensatorik
ini
mencerminkan
usaha
untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada
awal perjalanan gagal jantung,dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja
ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas.
Dengna berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.5
1.2.4.3 Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk
menambah curah jantung. Selain itu juga akan terjadi vasokonstriksi arteri perifer
untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal,
kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai hukum starling.5
Seperti yang diharapkan kadar katekolamin dalam darah akan meningkat
pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung
mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respon miokardium
terhadap rangsangan simpatis akan menutun; katekolamin akan berkurang
pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.5
Dalam keadaan normal, katekolamin menghasilkan efek inotropik positif
pada ventrikel sehingga menggeser kurva ke atas dan ke kiri. Berkurangnya
respon ventrikel yang gagal terhadap rangsangan katekolamin menyebabkan
berkurangnya derajat pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini mungkin
berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan norepineprin dan
miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.5
1.2.4.4 Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem renin angiotensin
aldosteron
Aktivasi sitem renin angiotensi aldosteron menyebabkan retensi natrium
dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai
dengan hukum Starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sitem
renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun
diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti rangsangan simpatis adrenergik pada
reseptor beta di dalam aparatus jukstaglomerulus, respon reseptor makula densa
terhadap perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal, dan respon baroreseptor
terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi.5
Apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal jantung
akan memulai serangkaian peristiwa berikut:
1. Penurunan aliran darah ginjal
2. Pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus
3. Interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I
4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
5. Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjat adrenal
6. Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus koligens.
efek
kompensatorik
sirkulasi
memiliki
efek
yang
Diagnosis
2.1.5.1 Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan:1
1. Sesak
napas
(dispnea,
ortopnea,
dispnea
paroksismal
nokturnal,
pernapasan cheyne-stokes)
2. Kelelahan, kelemahan, dan berkurangnya kapasitas exercise
3. Gejala serebral (konfusio, gangguan mengingat, sakit kepala, insomnia)
2.1.5.2 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum1
Pada gagal jantung sedang, pasien tampaknya tidak menderita saat
istirahat kecuali merasa tidak nyaman jika berbaring terlentang selama
lebih dari beberapa menit. Pada gagal jantung yang lebih berat, tekanan
nadi mungkin berkurang, menunjukkan penurunan volume sekuncup dan
kadang-kadang, tekanan arteri diastolik meningkat akibat vasokonstriksi
menyeluruh. Pada gagal jantung akut, hipotensi mungkin menonjol.
2. Pemeriksaan vena jugularis6
a) Upayakan agar pasien merasa nyaman. Tinggikan sedikit kepala pasien
dengan
menaruh
bantal
dibawahnya
sehingga
otot-otot
sternokleidomastoideusnya kendur/rileks.
b) Tinggikan kepala ranjang atau meja periksa hingga sudut 30 o.
Miringkan kepala pasien sedikit menjauhi sisi leher yang akan anda
periksa.
c) Gunakan penerangan dari samping (tangensial) dan periksa kedua sisi
leher. Kenali vena jugularis eksterna pada setiap sisi., kemudian
temukan pulsasi vena jugularis interna
d) Jika perlu tinggikan atau turunkan kepala ranjang sampai anda dapat
melihat titik osilasi atau meniskus pulsasi vena jugularis interna pada
leher bagian bawah
e) Fokuskan perhatian anda pada vena jugularis interna kanan. Cari
pulsasinya
pada
insisura
sterni
di
antara
insersio
muskulus
sembilan puluh derajat yang tepat. Ukur jarak vertikal dalam satuan
sentimeter di atas angulus sterni tempat benda yang dipegang horizontal
itu menyilang penggaris.
3. Pemeriksaan paru1
Pada pasien gagal jantung dengan peningkatan tekanan kapiler serta vena
pulmonalis umum didaptkan ronki basah, krepitasi pada saat inspirasi pada
auskultasi dan bunyi pekak pada perkusi di basis paru. Pada pasien dengan
edema paru, ronki terdengar luas di seluruh lapangan paru, seringkali kasar
dan berdesis dan mungkin disertai oleh wheezing saat ekspirasi. Beberapa
pasien dengan gagal jantung lama tidak mempunyai ronki karena
meningkatnya drainase limfatik cairan alveolus.
4. Pemeriksaan jantung6
Inspeksi yang cermat pada dada anterior dapat mengungkapkan lokasi
iktus kordis atau atipical impulse (PMI; point of maximal impulse).
Palpasi berguna untuk memastikan karakteristik iktus kordis. Perkusi,
pekak jantung sering menempati daerah yang luas. Dengan memulainya
dari sisi sebelah kiri dada, lakukan perkusi mulaidari bunyi sonor paru ke
arah pekak jantung pada ruang sela iga ke-3, ke-4, ke-5, dan mungkin ke6. Auskultasi untuk mendengarkan bunyi dan bising jantung.
5. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas
Hepatomegali kongestif, hati yang membesar, lunak, berdenyut
juga menyertai hipertensi vena sistemik. Hepatomegali berat dan
berkepanjangan, seperti pada pasien dengan penyakit katup
trikuspid
atau
perikarditis
konstriktif,
juga
dapat
terjadi
pembesarann limpa.
Asites merupakan konsekuensi dari transudasi dan timbul akibat
meningkatnya tekanan dalam vena hepatika dan vena yang
mendrainase peritoneum. Asites yang nyata terjadi paling sering
pada pasien dengan penyakit katup trikuspid dan perikarditis
konstriktif.
Ikterus merupakan temuan lanjut pada gagal jantung kongestif dan
berkaitan dengan peningkatan bilirubin langsung dan tak langsung,
timbul akibat gangguan fungsi hati sekunder terhadap kongesti
paru dan hipoksia hepatoseluler berkaitan dengan atrofi lobulus
sentral.
Kriteria mayor
Paroksismal nokturnal dispnea
Kriteria minor
Edema ekstremitas
Ronki paru
Dispnea deffort
Kardiomegali
Hepatomegali
Efusi pleura
Gallop S3
Peningkatan
tekanan
jugularis
Refluks hepatojugular
dari normal
vena
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada gagal jantung dibagi menjadi dua yaitu secara non-
2. Penatalaksanaan farmakologis
Tatalaksana farmakologis sesuai dengan prinsip tatalaksana gagal
jantung, yaitu meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan
konsumsi
O2
melalui
istirahat/pembatasan
aktivitas,
darah yang tinggi dan pasien yang tidak berespon terhadap ACE inhibitor
atau ARB.
Terapi antikoagulan dan antiplatelet. Pada pasien gagal jantung
memiliki peningkatan risiko terjadinya
kejadian thromboembolik.
Heart foundation quick reference guide Chronic heart failure. Updated October 2011
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama
: Tn. B
Umur
: 54 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Status
: Menikah
Masuk RS
: 27 April 2015
Anamnesis
Autoanamnesis dan auloanamnesis (istri pasien)
Keluhan utama
Pasien mengeluhkan sesak napas yang memberat sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat
penyakit
jantung,
hipertensi,
diabetes
melitus,
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum
Kesadaran
Keadaan umum
Tekanan darah
Nadi
Napas
Suhu
Tinggi badan
Berat badan
BMI
: Komposmentis
: Tampak sakit sedang
: 160/100 mmHg
: 107 x/menit
: 28 x/menit
: 36,7C
: 160 cm
: 60 Kg
: 23,44
Paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
palpasi
perkusi
Ekstremitas
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin
Tanggal 27 April 2015
Leukosit
: 9.580/ul
Trombosit
: 195.000/ul
Hb
: 14,8 gr/dl
Ht
: 48 %
Elektrolit
Tanggal 27 April 2015
Na+
: 140 mmol/L
K+
: 3,9 mmol/L
Cl
: 1,19 mmol/L
Kimia Darah
Tanggal 27 April 2015
Glu1
: 243 mg/dl
CHOR
: 288 mg/dl
DHLD
: 65,6 mg/dl
: 117 mg/dl
ALB
: 2,37 gr/dl
AST
: 24 U/L
ALT
: 16 U/L
Ure
: 25 mg/dl
Cre
: 0.63 mg/dl
Globulin1
: 2.00 gr/dl
Ro Thoraks
Cor
Sinus takikardia
HR 107 x.menit
Normal axis
left atrial enlargement pada V1
ST elevasi (infark miokard anterior) pada lead V1-V4
Q patologis pada V2,V3,V4
Resume
Tn. B, 54 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak
1 hari SMRS. Pasien mengeluhkan sesak pertama kali 5 Bulan SMRS yang
dirasakan saat bekerja, sesak berkurang bahkan hilang saat beristirahat. 3 Bulan
SMRS pasien mengeluhkan sesak dan nyeri dada semakin sering dan muncul saat
beraktifitas ringan. Pada pasien ditemukan gejala Paroksismal Nocturnal
Dyspneu.
Sehari SMRS pasien mengeluh sesak dan nyeri dada yang tidak
Daftar masalah
1.
2.
3.
4.
5.
CHF
Old infark miokard anterior
Diabetes Melitus
Hiperlipidemia
Hipertensi
Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
Bedrest, posisi semi fowler dan aktivitas fisik dibatasi
Pemberian 02 Nasal kanul 3 liter
Diet rendah lemak dan rendah garam
3.7.2 Farmakologis
Infus RL 12 tpm
Follow up
Hari/ Tanggal
Selasa 5-5-15
S
Sesak Napas (+)
Nyeri dada (+)
O
TD :150/90
HR : 70 x/menit
RR : 24x/ menit
T : 36.5 C
KU : Baik
Rabu 6-5-15
TD : 130/90
HR : 73 x/menit
RR : 22 x/ menit
S : 36.5 C
KU : Baik
A
CHF
e.c
old
infark
miokard
anterior
P
02 3 L/ menit
IV RL 14 tpm
ISDN 5mg 3x1
Lasix inj. 2x10 mg
Captopril 2x6,25
KSR 3x600 mg
Aspilet 1x80 mg
CHF
e.c
old 02 3 L/ menit
infark
miokard IV RL 14 tpm
anterior
ISDN 5mg 3x1
Lasix inj. 2x10 mg
Captopril 2x6,25
KSR 3x600 mg
Aspilet 1x80 mg
PEMBAHASAN
Pasien Tn. B, usia 54 tahun masuk dengan keluhan sesak napas sejak 1
hari SMRS. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah gagal jantung
kongestif.
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan berdasarkan kriteria
Framingham dimana didapatkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor,
dari anamnesis pasien didapatkan paroksismal nokturnal dispneu dan dispnea
deffort kemudian dari pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi paru, kardiomegali,
peningkatan tekanan vena jugularis. Pada pasien ini didapatkan 4 kriteria mayor
dan 1 kriteria minor sehingga diagnosis pada pasien ini adalah gagal jantung
kongestif (CHF). Berdasarkan klasifikasi yang disusun oleh NYHA, maka gagal
jantung pada kasus ini tergolong kedalam stage III, yakni gejala dapat timbul pada
saat pasien berisirahat dan semakin berat setelah beraktivitas ringan.
Penyebab gagal jantung pada pasien ini dipikirkan adalah suatu penyakit
infark miokard. Infark miokard adalah penyebab tersering gagal jantung
kongestif. Infark miokard adalah suatu keadaan terjadinya nekrosis yang
irreversibel pada otot jantung yang disebabkan oleh iskemia yang lama. 4 Hal ini
sering terjadi karena ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan oksigen,
yang mana disebabkan oleh plak yang lepas dari dinding pembuluh darah.
Diagnosis infark miokard dapat dilihat dari hasil pemeriksaan EKG, yaitu
ditemukan Q patologis yang berarti infark miokard yang sudah ada sebelumnya
(old infark miokard) dan ST elevasi pada lead V1-V4 yang berarti lokasi
infarknya terletak pada daerah anterior. Faktor resiko terjadinya infark miokard
yaitu hiperlipidemia (dapat dilihat dari hasil laboratorium LDL 195 mg/dL),
hipertensi (160/100mmHg), diabetes (GDS nya 243 mg/dL), pasien juga
mempunyai kebiasaan merokok.
Sesak napas yang merupakan keluhan utama pada pasien ini disebabkan
oleh karena adanya kongesti pulmoner, dengan adanya akumulasi dari cairan
interstisial yang menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas untuk
sesak napas yang disebabkan oleh penyakit jantung. Sesak napas pada malam hari
saat pasien tidur merupakan akibat pasien tidur dalam keadaan datar sehingga
aliran balik darah meningkat, akibatnya ventrikel kanan juga memompakan darah
yang lebih banyak ke arteri pulmonalis. Banyaknya darah di vaskuler paru
mengakibatkan ekstravasasi cairan dari vaskuler ke intersisial, dengan adanya
ekstravasasi cairan ke intersisial jaringan paru akan menimbulkan suara ronki
basah basal saat di lakukan auskultasi pada kedua lapangan paru. Ronkhi yang
timbul akibat adanya peradangan paru dapat disingkirkan karena tidak adanya
manifestasi demam pada pasien ini.
Penatalaksanaan pasien gagal jantung pada kasus ini dapat dilakukan
dengan pemberian oksigen 3 liter yang adekuat yang berfungsi untuk mencegah
disfungsi end organ dan serangan gagal organ yang multipel. Pemberian ramipril
yang merupakan golongan ACEI, obat ini merupakan obat pilihan pada gagal
jantung kongestif, ACE inhibitor dapat mengurangi volume dan tekanan pengisian
ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Pada pasien ini juga
dikombinasikan dengan diuretik yaitu lasix, dan vasodilator juga diindikasikan
pada gagal jantung. Pemberian obat vasodilator pada pasien ini berupa pemberian
ISDN, pemberian obat ini berguna dalam mengurangi preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena. Pemberian aspilet menurunkan agregasi trombosit,
hingga tidak terbentuk trombus di dalam pembuluh dalah. Pemberian simvastatin
untuk menurunkan kadar LDL.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita gagal jantung kongestif
ec old infark miokard anterior NYHA fungsional kelas III.
SARAN
Pada pasien ini disarankan untuk melakukan kateterisasi jantung untuk
melihat lokasi penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah, kemudian
dilakukan tindakan Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Tindakan PCI ini
bertujuan untuk membuka penyempitan pembuluh darah arteri jantung yang
disebabkan oleh terjadinya penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah.
PCI dilakukan dengan memasukkan catheter yang telah dilengkapi dengan ballon
khusus dan stent yang akan diarahkan ke titik terjadinya penyumbatan di dalam
pembuluh darah arteri untuk membuka penyumbatan tersebut dan mengembalikan
alitan pembuluh darah arteri ke jantung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, and Kasper
DL. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 3.
Jakarta: EGC. 2000
2. Dumitru L, Henri H. Heart Failure. Diunduh dari : www.medscape.com
3. Indrawati Eni. Hubungan antara penyakit jantung koroner dengan angka
mortalitas pasien gagal jantung akut. FKUI. 2009.