Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KASUS VSD (VENTRICULAR SEPTAL


DEFECT) DI RUANG PICU
RSUD KOTA MATARAM

Disusun oleh :
MARISA AINUN SANI, S. KEP

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Defek ini adalah kelainan jantung bawaan yang paling sering ditemukan pada

anak-anak dan dewasa muda. ditemukan berkisar 50% pada anak-anak dengan kelainan

jantung bawaan dan 20% lesi yang terisolasi (VSD murni tanpa disertai kelainan jantung

bawaan yang lain). Angka insidennya meningkat secara dramatis berkisar 1,56-53,2 per

1000 kelahiran hidup, semenjak semakin berkembangnya teknik diagnostik imaging dan

skrining pada bayi (Minnete & Shan, 2006).

Ukuran dari defek ini bervariasi, mulai dari sebesar pin sampai dengan tidak

adanya septum ventricularis sehingga ventriculus dextra dan sinistra menjadi satu. Defek

ini paling banyak ditemukan pada pars membranacea, bagian yang berdekatan dengan

nodus atrioventricularis pada anak dewasa muda di Amerika Serikat (Spicer et al., 2014)

Penanganan.

VSD selama 50 tahun ini berkembang sangat pesat baik dari segi diagnostik

maupun teknik operasinya. Pengetahuan yang baik tentang anatomi dari septum

interventrikularis dan embriologi bagaimana septum ini terbentuk sangat diperlukan.

Maka tulisan ini akan mengkaji VSD dari aspek anatomi dari septum interventriculare

dan embriologinya.
BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

VSD (Ventricular Septal Defect) atau Defek Septum Ventrikel adalah suatu keadaan

abnormal jantung berupa adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan.(Rita

&Suriadi, 2001).VSD adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang

memisahkan ventrikel kanan dan ventrikel kiri. (Heni et al, 2001; Webb GD et al, 2011;

Prema R, 2013; AHA, 2014)

VSD adalah kelainan jantung berupa tidak sempurnanya penutupan dinding pemisah

antara kedua ventrikel sehingga darah dari ventrikel kiri ke kanan, dan sebaliknya. Umumnya

congenital dan merupakan kelainan jantung bawaan yang paling umum ditemukan (Junadi,

1982; Prema R, 2013; AHA, 2014).

Ventrikel Septum Defek (VSD) yaitu kelainan jantung bawaan berupa lubang pada

septum interventrikuler. Lubang tersebut dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat

kegagalan fungsi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan, sehingga darah

bisa mengalir dari ventrikel kiri ke kanan ataupun sebaliknya. VSD yaitu defek yang

biasanya terjadi pada septum pars membranaseum dan terletak di bawah katup aorta kadang

defek terjadi pada pars muscolorum. VSD perimembraneus dapat pula terletak baik di bawah

cincin katup aorta maupun pulmonal. Keadaan ini disebut “doubly commited vsd”. VSD

biasanya bersifat tunggal tetapi dapat pula multiple yang disebut “swiss cheese vsd”

[ CITATION Gra13 \l 1033 ].


B. ETIOLOGI

Sebelum bayi lahir, ventrikel kanan dan kiri belum terpisah, seiring perkembangan

fetus, sebuah dinding/sekat pemisah antara kedua ventrikel tersebut normalnya terbentuk.

Akan tetapi, jika sekat itu tidak terbentuk sempurna maka timbullah suatu keadaan penyakit

jantung bawaan yang disebut defek septum ventrikel. Penyebab terjadinya penyakit jantung

bawaan belum dapat diketahui secara pasti (idopatik), tetapi ada beberapa faktor yang diduga

mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu

1. Faktor prenatal (faktor eksogen):

a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela

b. Ibu alkoholisme

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun

d. Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin

e. Ibu meminum obat-obatan penenang

2. Faktor genetik (faktor endogen)

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB


b. Ayah/ibu menderita PJB

c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down

d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

e. Kembar identik(Prema R, 2013)

Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 30% dari seluruh

kelainan jantung (Kapita Selekta Kedokteran, 2000). Dinding pemisah antara kedua

ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula

terjadi karena trauma. Kelainan VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain

misalnya trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot. Kelainan ini lebih banyak dijumpai pada

usia anak-anak, namun pada orang dewasa yang jarang terjadi merupakan komplikasi

serius dari berbagai serangan jantung (Prema R, 2013; AHA, 2014).

C. PATOFISIOLOGI

Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang

memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan.

Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Perubahan fisiologi yang terjadi dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningklatkan aliran darah kaya oksigen

melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.

2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi darah,

dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.

3. Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat, menyebabkan

piarau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri,

menyebabkan sianosis.
Keseriusan gangguan ini tergantung pada ukuran dan derajat hipertensi pulmoner.

Jika anak asimptomatik, tidak diperlukan pengobatan; tetapi jika timbul gagal jantung

kronik atau anak beresiko mengalami perubahan vascular paru atau menunjukkan adanya

pirau yang hebat diindikasikan untuk penutupan defek tersebut. Resiko bedah kira-kira 3%

dan usia ideal untuk pembedahan adalah 3 sampai 5 tahun. (Kapita Selekta Kedokteran,

2000; Webb GD et al, 2011; Prema R, 2013; AHA, 2014)

D. Tanda dan Gejala

1. Pada VSD kecil: biasanya tidak ada gejala-gajala. Bising pada VSD tipe ini bukan

pansistolik,tapi biasanya berupa bising akhir sistolik tepat sebelum S2.

2. Pada VSD sedang: biasanta juga tidak begitu ada gejala-gejala, hanya kadang-kadang

penderita mengeluh lekas lelah., sering mendapat infeksi pada paru sehingga sering

menderita batuk.

3. Pada VSD besar: sering menyebabkan gagal jantung pada umur antara 1-3 bulan,

penderita menderita infeksi paru dan radang paru. Kenaikan berat badan lambat.

Kadang-kadang anak kelihatan sedikit sianosis

4. Gejala-gejala pada anak yang menderitanya, yaitu; nafas cepat, berkeringat banyak

dan tidak kuat menghisap susu. Apabila dibiarkan pertumbuhan anak akan terganggu

dan sering menderita batuk disertai demam (Webb GD et al, 2011; Prema R, 2013;

AHA, 2014).

E. Klasifikasi

Klasifikasi VSD berdasarkan pada lokasi lubang, yaitu:

1. perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di daerah pars

membranaceae septum interventricularis,


2. subarterial doubly commited, bila lubang terletak di daerah septum infundibuler dan

sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan katup

pulmonal,

3. muskuler, bila lubang terletak di daerah septum muskularis interventrikularis

(PDPDI, 2009).

F. Gambaran klinis

Menurut ukurannya, VSD dapat dibagi menjadi:

1. VSD kecil

a. Biasanya asimptomatik

b. Defek kecil 1-5 mm

c. Tidak ada gangguan tumbuh kembang

d. Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising peristaltic yang menjalar ke

seluruh tubuh pericardium dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi

penutupan VSD

e. EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit peningkatan aktivitas ventrikel kiri

f. Radiology: ukuran jantung normal, vaskularisasi paru normal atau sedikit

meningkat

g. Menutup secara spontan pada umur 3 tahun

h. Tidak diperlukan kateterisasi

2. VSD sedang

a. Sering terjadi symptom pada bayi


b. Sesak napas pada waktu aktivitas terutama waktu minum, memerlukan waktu

lebih lama untuk makan dan minum, sering tidak mampu menghabiskan

makanan dan minumannya

c. Defek 5- 10 mm

d. BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu

e. Mudah menderita infeksi biasanya memerlukan waktu lama untuk sembuh tetapi

umumnya responsive terhadap pengobatan

f. Takipneu

g. Retraksi bentuk dada normal

h. EKG: terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri maupun kanan, tetapi kiri

lebih meningkat. Radiology: terdapat pembesaran jantung derajat sedang, conus

pulmonalis menonjol, peningkatan vaskularisasi paru dan pemebsaran pembuluh

darah di hilus.

3. VSD besar

a. Sering timbul gejala pada masa neonates

b. Dispneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam minggu

pertama setelah lahir

c. Pada minggu ke2 atau 3 simptom mulai timbul akan tetapi gagal jantung

biasanya baru timbul setelah minggu ke 6 dan sering didahului infeksi saluran

nafas bagian bawah

d. Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis karena

kekurangan oksigen akibat gangguan pernafasan

e. Gangguan tumbuh kembang


f. EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan kiri

g. Radiology: pembesaran jantung nyata dengan conus pulmonalis yang tampak

menonjol pembuluh darah hilus membesar dan peningkatan vaskularisasi paru

perifer (PDPDI, 2009; Webb GD et al, 2011; Prema R, 2013).

G. Pemeriksaan fisik

1. VSD kecil

a. Palpasi: Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba getaran

bising pada SIC III dan IV kiri.

b. Auskultasi: Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi

jantung II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.

2. VSD besar

a. Inspeksi: Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak keringat

bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol ialah nafas

pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal dan regio epigastrium.

b. Palpasi: Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada dinding

dada.

c. Auskultasi: Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan sering

diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada

pangkal arteria pulmonalis yang melebar. Bunyi jantung kedua mengeras

terutama pada sela iga II kiri (Kapita Selekta Kedokteran, 2000; PDPDI, 2009;

Webb GD et al, 2011)

H. Pemeriksaan penunjang dan diagnostic

1. Kateterisasi jantung menunjukkan adanya hubungan abnormal antar ventrikel


2. EKG dan foto toraks menunjukkan hipertropi ventrikel kiri

3. Hitung darah lengkap adalah uji prabedah rutin

4. Uji masa protrombin ( PT ) dan masa trombboplastin parsial ( PTT ) yang dilakukan

sebelum pembedahan dapat mengungkapkan kecenderungan perdarahan (Kapita

Selekta Kedokteran, 2000; PDPDI, 2009; Webb GD et al, 2011; AHA, 2014)

I. Komplikasi

Gagal jantung kronik

a. Endokarditis infektif

b. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonary

c. Penyakit vaskular paru progresif

d. Kerusakan sistem konduksi ventrikel (PDPDI, 2009; Webb GD et al, 2011)

J. Penatalaksanaan

a. Pada VSD kecil: ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan.

Diperlukan operasi untuk mencegah endokarditis infektif.

b. Pada VSD sedang: jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu sampai

umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal

jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi dapat dilakukan pada

umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.

c. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya pada

keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam pengobatannya menggunakan digitalis.

Bila ada anemia diberi transfusi eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi besi.

Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat

dilakukan setelah berumur 6 bulan.


d. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen: operasi paliatif atau operasi

koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami arteriosklerosis.

Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan

mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel

kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui defek (Kapita Selekta Kedokteran, 2000;

PDPDI, 2009; Webb GD et al, 2011; AHA, 2014).

K. Prognosis

Kemungkinan penutupan defek septum secara spontan cukup besar, terutama pada

tahun pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat berkurang pada pasien

berusia lebih dari 2 tahun dan umumnya tidak ada kemungkinan lagi di atas usia 6 tahun.

Secara keseluruhan, penutupan secara spontan berkisar 40-50%. (Kapita Selekta Kedokteran,

2000; Webb GD et al, 2011).


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, status pernikahan, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bisa dihubungi, status,
alamat, nomor telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
2. Status kesehatan saat ini
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
yang masih relevan.Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan
alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
5. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor
risiko utama untuk penyakit jantung pada keturunannya.
6. Status kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena
sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP), bentuk gelombang
pada tekanan darah invasive, curah jantung dan cardiac index, serta drainase rongga
dada.
7. Status respirasi
Meliputi ukuran dan tanggal pemasangan ETT, masalah yang timbul selama
intubasi, gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi, volume tidal,
konsentrasi oksigen, mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi
oksigen, serta analisa gas darah.
8. Status neurologi
Meliputi tingkat kesadaran, orientasi, pemberian sedasi, ukuran refleks pupil
terhadap cahaya, gerakan reflex (reflex muntah, patella, tendon), memori, nervus
cranial, serta gerakan ekstremitas.
9. Status fungsi ginjal
Meliputi haluaran urine, warna urine, osmolalitas urine, distensi kandung
kemih, serta kebutuhan cairan.
10. Status gastrointestinal
Meliputi bising usus, frekuensi bising usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat
palpasi, mual, muntah, frekuensi BAB, konsistensi dan warna feses,
11. Status musculoskeletal
Meliputi kondisi kulit, gerakan ekstremitas, lokasi luka, kekuatan dan tonus
otot.
12. Nyeri
Meliputi lokasi, onset, paliatif, kualitas, medikasi, serta efek nyeri terhadap
aktivitas.
13. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
b. Echocardiogram
c. Lab
B. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung
b. Gangguan pertukaran gas
c. Intoleransi aktifitas
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
e. Resiko infeksi
a. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan  Dorong adanya peningkatan aktivitas bertahap ketika kondisi pas
yang berhubungan keperawatan selama 3x24 sudah distabilkan
dengan pirau darah jam, curah jantung adekuat  Monitor tanda-tanda vital
ke ventrikel kanan, dengan kriteria hasil:  Monitor disritmia jantung, termasuk gangguan ritme dan kondu
penurunan vilume 1. Keefektifan pompa jantung jantung
sekuncup meningkat dari level 1  Monitor status pernapasan terkait dengan adanya gejala gagal jantung
menjadi level 3 (deviasi berat  Monitor keseimbangan cairan
dari kisaran normal menjadi  Evaluasi perubahan tekanan darah
deviasi sedang dari kisaran  Monitor toleransi aktivitas pasien
normal) yang ditandai dengan:  Monitor sesak napas, kelelahan, takipneu, dan orthopneu
 Tekanan darah sistol: 100-140  Lakukan terapi relaksasi
mmHg  Evaluasi episode nyeri dada (intesitas, lokasi, radiasi, durasi, dan fac
 Tekanan darah diastol: 60-90 yang memicu serta meringankan nyeri dada)
mmHg  Monitor terhadap adanya respon kompensasi awal syok seperti teka
 Denyut nadi apikal: darah normal, tekanan nadi melemah, hipotensi orthostatic ring

 Urin output perlambatan pengisian kapiler, pucat/dingin pada kulit, takipneu ringan,

 Dispneu saat beraktivitas kelemahan


 Monitor tanda-tanda awal dari penurunan fungsi jantung sep
penurunan cardiac output dan urin output, bunyi crackles pada pa
terdapat bunyi jantung S3 dan S4 dan taikardia
 Monitor status sirkulasi misalnya tekanan darah, warna kulit, temperat
kulit, bunyi jantung, nadi dan irama, kekuatan, dan kualitas nadi perifer
pengisian kapiler
 Monitor EKG
 Berikan obat anti aritmia sesuai kebutuhan
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan  Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas
napas berhubungan keperawatan selama 3x24  Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-o
dengan status jam, pola napas klien adekuat bantu pernapasan, dan retraksi pada otot supraclavicularis dan interkosta
pernapasan: ventilasi dengan kriteria hasil:  Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi
1. (0415) Status pernapasan:  Monitor pola napas (misalnya: bradipneu, takipneu, hiperventil
adekuat yang ditandai dengan: pernapasan kussmaul
 Frekuensi pernapasan (16-24  Monitor saturasi oksigen seperti SaO2, SvO2, SpO2 untuk pasien den
×/menit) penurunan tingkat kesadaran
 Irama pernapasan regular atau  Monitor tingkat kesadaran dengan menggunakan skala Koma Glasgow
teratur  Monitor tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
 Kedalaman inspirasi normal  Monitor status pernapasan: pola napas, kedalaman, irama, dan us

 Suara auskultasi napas: trakeal, bernapas

bronkovesikuler, dan vesikuler  Hindari kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
 Beri jarak kegiatan keperawatan yang diperlukan yang b
meningkatkan tekanan intracranial
 Beritahu Dokter mengenai perubahan kondisi pasien
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan
NI
gas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, klien  Anjurkan untuk napas dalam
dengan perubahan mampu memperlihatkan peningkatan  Berikan posisi yang nyaman
membrane alveolar- oksigenasi atau pembuangan karbon  Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
kapiler dioksida pada membran kapiler  Observasi tanda-tanda vital, AGD, dan status mental
alveoli dengan kriteria hasil:  Pantau kepatenan jalan napas
1. (0402) Status pernapasan:  Observasi tanda-tanda hipoventilasi
pertukaran gas adekuat yang ditandai  Monitor repisrasi dan status O2
dengan:  Monitor sianosis pada membran mukosa
 Klien mampu menunjukkan  Pertahankan kepatenan jalan napas
saturasi oksigen dalam batas  Monitor aliran oksigen
normal  Monitor efektifitas terapi oksigen yang diberikan
 Klien mampu menunjukkan pH  Monitor kemampuan kemampuan pasien untuk mentolerir pengangka
arteri normal oksigen ketika makan
 Klien mampu menunjukkan  Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis
berkurangnya dyspnea saat  Monitor kerusakan kulit terhadap adanya gesekan perangkat oksigen
beristirahat

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan  Monitor adanya mual dan muntah


nutrisi: kurang dari keperawatan selama 3x24  Identifikasi penyebab nafsu makan menurun dan cara untuk mengatasinya
kebutuhan tubuh jam, nutrisi kurang dari  Monitor turgor kulit dan abnormalitas kulit. Misalnya: proses penyembu
berhubungan dengan kebutuhan teratasi dengan luka lambat dan mudah terjadi perdarahan pada luka
nafsu makan, tingkat kriteria hasil:  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
keparahan mual dan 1. Status nutrisi: asupan makanan dan  Pertahankan pemberian cairan intravena
muntah cairan terpenuhi yang ditandai  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nut
dengan: yang dibutuhkan pasien
 Asupan makanan secara oral  Berikan cairan nutrisi parenteral sesuai dengan yang diresepkan
adekuat  Cek jenis cairan nutrisi parenteral yang diberikan untuk meyakinan
 Asupan cairan secara oral adekuat bahwa jenis nutrisi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien
 Asupan cairan intravena terpenuhi  Ajarkan keluarga untuk memberikan makan sedikit tapi sering agar jum

 Asupan nutrisi parenteral kebutuhan nutrisi harian pasien tetap terpenuhi

terpenuhi  Edukasi keluarga tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan nutrisi pas

2. Keparahan mual dan muntah: khususnya protein untuk membantu meningkatkan system kekebalan tubu

menurun yang ditandai dengan:  Kolaborasi dengan pemberian obat untuk mengatasi mual dan muntah kl

 Frekuensi mual yaitu


 Pertahankan aturan dan prosedur yang sesuai dengan keakuratan
 Intensitas mual
keamanan pemberian obat
 Frekuensi muntah
 Beritahu klien dan keluarga mengenai jenis obat, alas an pemberian o
 Intensitas muntah
hasil yang diharapkan dan efek lanjutan yang akan terjadi sebel
pemberian obat
 Monitor kemungkinan alergi terhadap obat.
Konstipasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda dan gejala konstipasi
dengan penurunan keperawatan selama 2x24  Monitor pergerakan usus atau gerak peristaltic
motilitas traktus jam, masalah konstipasi  Monitor karakteristik feses seperti frekuensi, konsistensi, bentuk, volum
gastrointestinal teratasi dengan kriteria hasil: dan warna
1. (0501) Eliminasi usus: adekuat  Konsultasikan ke Dokter mengenai penurunan peristaltic usus
yang ditandai dengan:  Jelaskan penyebab dari masalah dan rasionalisasi tindakan kepada pas
 Pola eliminasi yang teratur dan keluarga
 Control peristaltic usus  Ajarkan keluarga dan pasien tentang diet tinggi serat

 Warna feses normal  Informasikan pada pasien mengenai prosedur untuk mengeluarkan fe

 Kemudahan dalam BAB secara manual, jika diperlukan


 Kolaborasi dengan pemberian obat laksatif untuk membantu melunak
 Pengeluaran feses tanpa bantuan
feses
 Informasikan kepada pasien dan keluarga mengenai prosedur pember
obat laksatif
 Pertahankan aturan dan prosedur yang sesuai dengan keakuratan
keamanan pemberian obat
 Beritahu klien dan keluarga mengenai jenis obat, alas an pemberian o
hasil yang diharapkan dan efek lanjutan yang akan terjadi sebel
pemberian obat

Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan  Inspeksi perubahan pada kuku kaki misalnya warna, suhu, hidrasi
jaringan perifer keperawatan selama 3x24  Kaji apakah ada parasthesias misalnya baal, kesemutan, atau r
berhubungan jam, perfusi jaringan perifer terbakar
dengan penurunan adekuat dengan kriteria hasil:  Palpasi nadi dorsalis pedis dan tibial posterior
suplai oksigen ke 1.Perfusi jaringan: perifer adekuat  Tentukan waktu pengisian kapiler
perifer yang ditandai dengan:  Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara komprehensif misal
 Pengisian kapiler jari mengecek nadi perifer, udem, waktu pengisian kapiler, warna dan suhu k
 Pengisian kapiler jari kaki  Tinggikan kaki 20 derajat atau lebih tinggi dari jantung
 Suhu kulit ujung kaki dan tangan  Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali

 Kekuatan denyut nadi karotis


2.Tanda-tanda vital, dalam batas
normal yang ditandai dengan:
 Tekanan darah: 100-140/60-90
mmHg
 Nadi: 60-100×/menit
 Pernapasan: 12-24×/menit
 Suhu: 36.0-37.5ºC
Intoleransi terhadap Setelah dilakukan tindakan  Anjurkan dan bantu dalam aktivitas fisik, kognitif, social, dan spiritual y
aktifitas keperawatan selama 2×24 spesifik untuk meningkatkan rentang, frekuensi, atau durasi aktivitas klien
berhubungan jam, intoleransi aktivitas klien  Mengatur penggunaan energy untuk mengatasi atau mencegah kelelahan
dengan ketidak meningkat dengan kriteria mengoptimalkan fungsi
seimbangan suplai hasil:  Menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif un
dan kebutuhan 1.Keefektifan pompa jantung mempertahankanfleksibilitas sendi
oksigen meningkat dari level 1 menjadi  Memanipulasi lingkungan sekitar pasien untuk memperoleh manf
level 3 (deviasi berat dari kisaran terpeutik, stimulasi sensorik, dan kesejahteraan psikologis.
normal menjadi deviasi sedang dari  Membantu klien untuk melakukan aktivitas harian
kisaran normal) yang ditandai  Member rasa keamanan, stabilisasi, pemulihan, dan pemeliharaan pas
dengan: yang mengalami disfungsi alam perasaan, baik depresi maupun peningka
 Tekanan darah sistol: 100-140 alam perasaan
mmHg  Monitor kekurangan oksigen, asam basa yang tidak seimbang, dan elektr
 Tekanan darah diastol: 60-90 yang tidak seimbang dapat memicu terjadinya disritmia
mmHg  Monitor perubahan EKG yang meningkatkan risiko terjadinya disritm
 Denyut nadi apikal: misalnya aritmia, segmen ST, iskemia, dan pemantauan interval QT
 Urin output  Catat kegiatan yang berhubungan dengan timbulnya disritmia

 Dispneu saat beraktivitas  Catat frekuensi dan durasi disritmia

2. Tanda-tanda vital, dalam batas


normal yang ditandai dengan:
 Tekanan darah: 100-140/60-90
mmHg
 Nadi: 60-100×/menit
 Pernapasan: 12-24×/menit
 Suhu: 36.0-37.5ºC
Risiko Perubahan Setelah dilakukan tinfakan  Monitor tingkat kesadaran dengan menggunakan skala Koma Glasgow
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 jam  Monitor tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
serebral ketidakefektifan perfusi  Monitor status pernapasan: pola napas, kedalaman, irama, dan us
jaringan serebral terkontrol, bernapas
dengan kriteria hasil:  Hindari kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
1. Status neurologi terkontrol  Beri jarak kegiatan keperawatan yang diperlukan yang bisa meningkat
yang ditandai dengan: tekanan intracranial
 Kesadaran (GCS meningkat)  Beritahu Dokter mengenai perubahan kondisi pasien
 Tekanan darah dalam rentang  Monitor tanda-tanda vital pasien (tekanan darah, nadi, pernapasan,
normal (Dewasa= 100-140/60-90 suhu)
mmHg)  Monitor TIK dan CPP
 Pola pergerakan mata  Monitor status pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman pernapas
2. Perfusi jaringan: serebral saturasi oksigen (SpO2)
dalam kondisi normal yang  Tinggikan kepala tempat tidur 30º
ditandai dengan:  Monitor intake dan output cairan
 Tekanan intrakranial (>15  Hindari fleksi leher, atau fleksi ekstrem pada lutut/panggul
mmHg)  Batasi suction kurang dari 15 detik untuk mencegah peningkatan TIK
 Tekanan darah sistolik (100- respon neurologi terhadap aktivitas keperawatan
140 mmHg) Dorong keluarga/orang yang penting untuk berbicara pada pasien

 Tekanan darah diastolik (60-90


mmHg)
 Kesadaran (GCS meningkat)
Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tinfakan  Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit lebih spes
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam  Jelaskan mengenai penyebab, tanda dan gejala penyakit
kurangnya sumber pengetahuan klien dan  Berikan informasi pada pasien mengenai kondisinya
pengetahuan keluarga tentang penyakit  Hindari memberikan harapan yang kosong
terpenuhi dengan kriteria  Jelaskan mengenai prosedur penanganan yang sesuai dengan penyakit pas
hasil:  Jelaskan mengenai komplikasi atau dampak dari prosedur yang diberikan
Pengetahuan: proses penyakit  Kaji harapan pasien mengenai tindakan yang dilakukan
dan prosedur penanganan  Berikan kesempatan bagi pasien dan keluarga untuk bertanya ataup
Adekuat yang ditandai dengan: mendiskusikan perasaannya.
 Klien mengetahui karakteristik
spesifik penyakit yang diderita
yang mencakup: faktor penyebab,
efek fisiologis, tanda dan gejala,
dan penanganan
 Klien mengetahui strategi untuk
mengatasi perkembangan
penyakit dan manfaat manajemen
penyakit yang dilakukan
BAB IV

Kesimpulan Dan Saran

Defek septum ventrikel ini merupakan penyakit jantung nonsianotik yang sering

terjadi mencapai angka 30%. Kelainan jantung bawaan (kongenital) ini karena

terbukanya lubang pada septum interventrikuler yang menyebabkan adanya hubungan

aliran darah antara ventrikel kanan dan kiri. Penyebab pasti dari munculnya kelainan ini

masih idiopatik. Faktor etiologi yang berperan hingga kini adalah faktor endogen

(genetik) dan eksogen (prenatal).

Proses patofisiologis yang terjadi dapat dijelaskan salah satunya melalui

tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen

melalui defek tersebut ke ventrikel kanan. Gejala klinis muncul sesuai dengan derajat

keparahannya. Macam defek septum ini antara lain, perimembranous,subarterial doubly

commited, dan muskuler, bila lubang terletak di daerah septum muskularis

interventrikularis.

Manifestasi klinis dari kelainan jantung ini berbeda-beda tiap klasifikasfi.

Demikian pula dengan pemeriksaan dsar fisik akan ditemukan kondisi yang berbeda

antara defek septum kecil dan besar. Pemeriksaan penunjang dan diagnostik yang dapat

dilakukan antara lain kateterisasi jantung, EKG dan foto toraks, maupun uji masa

protrombin ( PT ) dan masa trombboplastin parsial ( PTT ).

Komplikasi yang muncul berupa gagal jantung kronik, endokarditis infektif,

terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonar, penyakit vaskular paru progresif,

hingga kerusakan sistem konduksi ventrikel akibat kelainan septum yang tidak terkendali.

Proses penyembuhan bisa terjadi secara spontan, namun tindakan operatif jarang
diperlukan untuk tindakan paliatif. Pada kasus kongestif dapat digunakan obat-obatan

digitalis dan diuretik.


DAFTAR PUSTAKA

AHA (2014). https://www.heart.org/en/health-topics/congenital-heart-defects/about-

congenital-heart-defects/ventricular-septal-defect-vsd

Kapita Selekta Kedokteran (2000). Defek septum ventrikel, Bab VI Ilmu Kesehatan Anak

Ed. III Jilid 2 Editor: Arif Mansjoer, et al. Jakarta: Media Aesculapius FK UI

hal.445-447

Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia (2009). Ilmu Penyakit Dalam Ed. V Jilid

2 Editor: Aru W.S., et al. Jakarta: FKUI

Prema R (2013). Ventricular septal defect.

http://emedicine.medscape.com/article/892980-overview#aw2aab6b2b2 Diakses

pada 31 Januari 2014.

Webb GD, Smallhorn JF, Therrien J, Redington AN (2011). Congenital heart disease. In:

Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P, eds. Braunwald's Heart Disease: A

Textbook of Cardiovascular Medicine. 9th ed. Philadelphia, Pa: Saunders

Elsevier:chap 65.

Gray, H., Dawkins, K., Simpson, I., & Morgan, J. (2013). Cardiologi . Jakarta :
Erlangga .

Anda mungkin juga menyukai