Anda di halaman 1dari 34

Askep Mola Hidatidosa (hamil anggur)

IKLAN1

Askep Mola Hidatidosa (hamil anggur): "

Askep Mola Hidatidosa

Pengertian

Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-
gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan.
Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi
dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro,
Hanifa, dkk, 2002 : 339)

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami
perubahan hidrofobik.(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)

Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan
edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)

Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi
hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325).

Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai
anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus
dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)

Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari tropoblast


3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

4. Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)

Patofisiologi

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin

2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

Teori missed abortion.

Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga
terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

Teori neoplasma dari Park.

Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan
yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.

Studi dari Hertig

Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan
yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima.
Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast
berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.

(Silvia, Wilson, 2000 : 467)

Manifestasi Klinik

Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah :

1) Amenore dan tanda-tanda kehamilan

2) Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang
keluar gelembung mola.

3) Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.


4) Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah
membesar setinggi pusat atau lebih.e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24
minggu.

(Mansjoer, Arif, dkk , 2001 : 266)

Anatomi Fisiologi

Anatomi Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul
kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi
bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus,
letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan)
dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan
bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan
peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan
berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164).

Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :

a). Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterine

b). Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks

c). Isthmus : terletak antara badan dan serviks

Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan
rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui
os eksterna.

Ligamentum pada uterus : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke
kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi
pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di
depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan
dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan
rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.

Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke
lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian
posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.

Fisiologi

Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari
overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba
uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi
dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam
rongga abdomen pada masa fetus.Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang
sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan
mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan
reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang
menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi
hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya
penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami
degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)

Tes Diagnostika.

1) Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin

2) Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis
dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)

3) Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 buland.Ultrasonografi :
pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janine.Foto thoraks : pada mola
ada gambaram emboli udaraf.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis

(Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)

Penatalaksanaan Medik

Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :

1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis

2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat
terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan
Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri.
Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum
upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson

3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera

4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)

5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat
beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera
lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan
preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara
tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah
tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga
pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid
baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus
600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi
menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan
pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien
dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila
ingin menghentikan fertilisasi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa
masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan
mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.

Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan
danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan
memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara
berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.

Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga
dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

 Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat

 Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang

 Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :

1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan.

2) Riwayat kesehatan masa lalu

 Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan ,
kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
 Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya
DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.

 Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

 Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat
darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan
yang menyertainya

 Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam
kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

 Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta
keluahn yang menyertainya.

 Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis
obat lainnya.

 Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK),
istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan fisik, meliputi :

Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga
meliputi indera pendengaran dan penghidung.

Hal yang diinspeksi antara lain :

mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan
terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas,
adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya

Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.

 Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau
menentukan kekuatan kontraksi uterus.

 Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit
kulit untuk mengamati turgor.

 Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal

Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk
memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.

 Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan ,
massa atau konsolidasi.

 Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah,
memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan
dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk
tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.

(Johnson & Taylor, 2005 : 39)

Pemeriksaan laboratorium :

 Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.

 Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien
menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.

Data lain-lain :

 Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.Data psikososial.

 Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban
pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.

 Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien

 Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa
dilakukan.

Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul


Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan : Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan
yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang
digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan
aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 45)

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

6. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah

7. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase

8. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan

Intervensi

Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang
akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan Tujuan :

1. Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain

2. Meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan

Langkah-langkah penyusunan :

1. Menetapkan prioritas masalah

2. Merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai

3. Menentukan rencana tindakan keperawatan


DIAGNOSA I

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

 Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang

 Ekspresi wajah tenang

 TTV dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi
yang tepat

2) Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam

Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi
peningkatan nyeri yang dialami oleh klien

3) Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi

Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan
perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan

4) Beri posisi yang nyaman

Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri

5) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan

DIAGNOSA II

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri

Kriteria Hasil :

 Kebutuhan personal hygiene terpenuhi


 Klien nampak rapi dan bersih

Intervensi :

1) Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga
dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya

2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat

3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya

Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap
dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya

4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien

Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri

DIAGNOSA III

Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu

Kriteria Hasil :

 Klien dapat tidur 7-8 jam per hari

 Konjungtiva tidak anemis

Intervensi :

1) Kaji pola tidur

Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi
selanjutnya

2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang

Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat

3) Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur


Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur

4) Batasi jumlah penjaga klien

Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi
sehingga klien dapat beristirahat

5) Memberlakukan jam besuk

Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat

6) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam

Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur

DIAGNOSA IV

Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas

Kriteria Hasil :

 Tanda-tanda vital dalam batas normal

 Klien tidak mengalami komplikasi

Intervensi :

1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis

Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu
diagnosa

2) Pantau suhu lingkungan

Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal

3) Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak

Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam

4) Berikan kompres hangat

Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh

5) Kolaborasi pemberian obat antipiretik


Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus

DIAGNOSA V

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

 Ekspresi wajah tenang

 Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya

Intervensi :

1) Kaji tingkat kecemasan klien

Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien

2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan

3) Mendengarkan keluhan klien dengan empati

Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan

4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan

Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya

5) Beri dorongan spiritual/support

Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang

DIAGNOSA VI

Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah

Tujuan : Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil :

 Nafsu makan meningkat

 Porsi makan dihabiskan


Intervensi :

1) Kaji status nutrisi klien

Rasional : Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya

2) Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering

Rasional : Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia

3) Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi

Rasional : Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien

4) Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

5) Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk
membawa makanan yang disukai klien

Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan
dan menormalkan fungsi makanan

DIAGNOSA VII

Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase

Tujuan : Klien akan terbebas dari infeksi

Kriteria Hasil :

 Tidak tampak tanda-tanda infeksi

 Vital sign dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi

Rasional : Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi

2) Observasi vital sign

Rasional : Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh

3) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat
invasif (infus, kateter)

Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera
dan pencegahan komplikasi selanjutnya
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik

Rasional : Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi.
Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeksi

DIAGNOSA VIII

Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan

Tujuan : Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi

Kriteria Hasil :

 Hb dalam batas normal (12-14 g%)

 Turgor kulit baik

 Vital sign dalam batas normal

 Tidak ada mual muntah

Intervensi :

1) Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku

Rasional :Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan
intervensi selanjutnya

2) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala

Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan
darah arterial

3) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah

Rasional :Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi
sebagai efek samping vasopressin

4) Berikan cairan intravena, produk darah

Rasional : Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi

5) Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet

Rasional : Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah / mengurangi
perarahan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta

Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta

Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta

Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta

Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.

Jakarta

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
IKLAN3

artikel ini diambil dari: makalah asuhan kebidanan: Askep Mola Hidatidosa (hamil anggur)
dapatkan kti skripsi kesehatan klik disini
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Mola Hidatidosa


Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal akan tetapi vilus-vilus yang membesar
dan edematous itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus
sebuah anggur.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya
mengalami perubahan hidrofobik.
Molahidatidosa merupakan kehamilan yang secara genetik tidak normal yang muncul
dalam bentuk kelainan perkembangan plasenta.
Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta
atau calon placenta dan disertai dengan degenerasi kistik vili dan perubahan hidropik. Hamil
anggur atau molahidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai
akibat kegagalan pembentukan “bakal janin“ sehingga terbentuk jaringan permukaan membran
(vili-vili) mirip gerombolan buah anggur.
Sedangkan menurut beberapa ahli pengertian mola hidatidosa adalah sebagai berikut :
 Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk,
1998 : 23).
 Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar
dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
 Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista
yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan
cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin
(hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
 Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya
mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265).
 Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi
tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514).
 Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai
proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh,
1973 : 325).
 Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista
yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan
cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin
(hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

2.2 Etiologi Mola Hidatidosa


Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor penyebabnya
adalah :
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel
sperma.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu
terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah
primitive di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan
diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi
kejaringan ibu.
3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola.
Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif
tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi
kehamilan mola.
4. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga
mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
5. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa
karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris
(pergonal). Namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
molahidatidosa.
6. Defisiensi protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan
pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada
waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan
pertumbuhan pada janin tidak sempurna.
7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya
mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat
tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan
tubuh.
8. Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu kejadian
terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah
1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa
disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.
2.3 Patofisiologi Mola Hidatidosa
Setelah ovum dibuahi,terjadi pembagian dari sel tersebut.Tidak lama kemudian terbentuk
biastokista yang mempunyai lumen dan dinding luar.Dinding ini terjadi atas sel-sel ekstoderm
yang kemudian menjadi tropoblash. Sebagian vili berubah menjadi gelembung berisi cairan
jernih,biasa tidak ada janin.Gelembung-gelambung atau tesikel ukurannya bervariasi mulai dari
yang mudah dilihat,sampai beberapa sentimeter,bergantung dalam beberapa kelompok dari
tangkai yang tipis.Masa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi cavum
uteri.Pembesaran uterus sering tidak sesuai dan melebihi usia kehamilan.
Pada beberapa khusus, sebagian pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan
normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang bahkan sampai aterm.Keadaan ini disebut
mola parsial. Ada beberapa kasus pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan normal
sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang.
a. Teori Missed Abortion
Mudigan mati pada kehamilan tiga sampai lima minggu,karena terjadi gangguan
peredaran darah,sehingga terjadi penemuan cairan dalam jaringan masenkim dari villi dan
akhirnya terbentuk gelembung-gelembung.
b. Teori Neoplasma dari park
Bahwa yang normal adalah sel trofoblast yang mempunyai fungsi abnormal pula,dimana
terjadi cairan yang berlebihan dalam villi sehingga timbul gelembung,hal ini menyebabkan
peredaran gangguan peredaran darah dan kematian mudigan.
 Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1) Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat
sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya memiliki karakteristik yaitu :
 Tidak ada pembuluh pada vili yang membengkak
 Prolifersi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
 Tidak adanya janin atau amnion
Secara kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit tampak seperti seonggok buah anggur.
Mola hidatidosa merupakan hasil pembuahan dari sel telur ( Ovum ) yang kehilangan intinya
atau intinya tidak aktif. Fertilisasi terjadi oleh satu sperma yang mempunyai kromosom 23
X,yang kemudian setelah masing masing kromosom membelah terbentuklah sel
dengan kromosom 46 XX,dengan demikian sebagian besar mola komplit sifatnya androgenik ,
homozigot dan berjenis kelamin wanita.

Walaupun lebih jarang dapat pula fertilisasi terjadi oleh 2 sperma, yang menghasilkan sel
anak 46 XX atau 46 XY. Pada kedua kejadian di atas konseptus adalah keturunan
pathenogenome paternal yang seluruhnya meru-pakan allograft. Jaringan mola komplita secara
histologis tidak menampakkan pertumbuhan villi dan pembuluh pembuluh darah; bahkan terjadi
pembentukan cisterna villosa, disertai hiperplasia baik dari sel sel sinsisiotrofoblas maupun
dari sel sel sitotrofoblas. Tidak tampak embryo karena sudah mengalami kematian pada masa
dini akibat tidak terbentuknya sirkulasi plasenta.

Percobaan pada tikus yang secara immunologis defisien menunjukkan bahwa berbeda dengan
korio-karsinoma; mola hidatidosa komplit dan mola invasiv sifatnya tidak ganas.Namun
molahidatidosa komplit mempunyai potensi yang lebih besar untuk berkembang menjadi
koriokarsinoma dibandingkan dengan kehamilan normal. Pernah dilaporkan pula adanya
kehamilan kembar yang salah satunya mola komplit (46 XX) dan yang lain berupa janin yang
normal (46 XY) . Janin dapat mengalami abortus namun kadang kadang berkembang sampai
aterm.Bila ada kehamilan kembar yang salah satunya adalah mola penting sekali untuk
membedakannya apakah itu suatu mola komplit atau mola parsial ; karena prognosis kearah
terjadinya keganasan lebih kecil pada mola parsial.

2) Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih
hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan
histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak
begitu berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gambaran karyotipi dari mola parsialis bisa normal
,triploidi atau trisomi seringkali 69 ,XXX atau 69 XXY. Ditemukan juga adanya fetus dan
pembengkakan pada villi yang sifatnya tidak menyeluruh. Penelitian berikutnya secara
sitogenetik menunjukkan bahwa hiperplasia trofoblas`dan pembentukan sisterna pada mola
parsialis hanya ditemukan pada konseptus yang triploid.Secara biokimiawi dan sitogenetik
ditemukan adanya gen maternal pada mola parsialis sehingga terjadinya adalah diandri (terdiri
atas satu set kromosom maternal dan dua set kromosom paternal). Gambaran histologisd yang
khas pada mola parsialis adalah adanya crinkling atau scalloping dan ditemukannya stromal
trophoblastic inclusion Hiperplasia trofoblas umumnya terjadi pada sinsisiotrofoblas dan jarang
terjadi pada sitotrofo-blas.Walaupun ada janin , umumnya mengalami kematian pada trimester
pertama. Koriokarsinoma lebih jarang terjadi pasca mola parsialis dibandingkan dengan pasca
mola komplit.
2.4 Diferensial Diagnosis Mola Hidatidosa
Diagnosa banding dari kehamilan mola hidatidosa antara lain: kehamilan ganda, hidramnion
atau abortus, Kehamilan dengan mioma.
Pemeriksaan Diagnosis :
 Anamnesa / keluhan
a) terdapat gejala hamil muda
b) kadang kala ada tanda toxemia gravidarum
c) terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur warna merah tua atau kecoklatan.
d) Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dari usia kehamilan seharusnya.
e) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan ( tidak selalu ada).
 Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
a) Muka dan kadang – kadang badan kelihatan pucat kekuning – kuningan yang disebut muka mola
(mola face) atau muka terlihat pucat.
b) Bila gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
 Palpasi
a) Uterus membesar tidak seuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.
b) Tidak teraba bagian – bagian janin dan ballotemen, juga gerakan janin.
c) Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun lalu naik
karena terkumpulnya darah baru.
d) Adanya pembesaran kelenjar tiroid, menunjukan adanya komplikasi tiroktoksikosis.
 Auskultasi
a) Tidak terdengar DJJ
b) Terdengar bising dan bunyi khas
 Periksa Dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, seerta evaluasi keadaan servik.
 Pemeriksaan penunjang
 Reaksi Kehamilan
Kadar HCG yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan biasa kadar
HCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada molahidatidosa bisa mencapai
5.000.000 IU/L.
 Uji Sonde
Sonde dimasukan secara pelan – pelan dan hati – hati kedalam serviks kanalis dan kavum
uteri. Bila tidak ada tahanan, kemungkinan mola.
 Foto Rontgen
Tidak terlihat tulang – tulang janin pada kehamilan 3 – 4 bulan.
 USG
Akan terlihat bayangan badai salju dan tidak terlihat janin, dan seperti sarang tawon.

2.5 Penanganan Mola Hidatidosa


Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai penyulit
yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan .Terapi molahidatidosa
terdiri dari tiga tahap, yaitu :
 Perbaikan Keadaan Umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :
a) Koreksi dehidrasi.
b) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang), juga untuk memperbaiki syok.
c) Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai protocol penanganannya.
d) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian penyakit dalam.
 Pengeluaran jaringan mala dengan cara kuretase dan histerektomi
a) Kuretase (suction curetase)
1) Definisi
Kuret adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim .
2) Faktor Resiko
a. Usia ibu yang lanjut
b. Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik .
c. Riwayat infertilitas
d. Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
e. Berbagai macam infeksi
f. Paparan dengan berbagai macam zat kimia
g. Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
h. Kelainan kromosom
3) Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi),
jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
a. Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.
b. Masukan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 900 untuk melepaskan jaringan,
kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
c. Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa masuk.
d. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun kuret.
4) Risiko Yang Mungkin Terjadi
a. Perdarahan
b. Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan atau lubang di dinding rahim.
c. Gangguan haid
d. Infeksi
5) Persiapan Sebelum Oprasi
a) Informed consend
b) Puasa
c) Cek darah, darah harus tersedia dan sudah dilakukan crossmatching.
6) Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa
a. Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta Hcg dan
foto toraks) keculai bila jaringan mola sudah keluar sepontan .
b. Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria stift (LS) dan
dilakukan kuretase 24 jam kemudian .
c. Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan infus
oksitosin 10 IU dalam 500 cc dextrose 5 % .
d. Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu minimal 1 minggu .
e. Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke labolatorium PA.
7) Teknik Suction Curetase
a) Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat di masukkan.
b) Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat dimasukkan kedalam kanalis servikalis.
c) Serviks dipegang dengan tenakulum
d) Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin disuntikkan ataun secara drip sehingga suction
akan selalu diikuti dengan makin kecilnya uterus
e) Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan untuk mengikuti turunnya fundus uteri
dan merasakan bahwa tidak teerjadi perforasi karena kanula.
f) Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan besar sehingga dapat dijamin
kebersihannya.
b) Histerektomi
1) Syarat melakukan histerektomi adalah:
a. Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan usia anak cukup.
b. Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk menyelamatkan jiwa penderita
c. Resisten teerhadap obat kemoterapi.
d. Dugaan perforasi pada mola destruen
e. Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
f. Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
2) Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
a. Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
b. Segera setelah suction curetase berakhir
c. Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus
3) Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai pustaka. Oleh
karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai berikut:
a. Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga dapat mengurangi mestastase saat
operasi berlangsung.
b. Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh darah yang besar dipotong dan
diikat sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan perdarahan.
c. Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya sel trofoblas dari uterus segera
mengalami denaturasi dan dapat mengalami kemungkinan hidup untuk mestastase
d. Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis tertutup dan mengurangi
kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat operasi berlangsung.
e. Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan kemoterapi drip (belum umum
diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan evaluasi hasilnya.
4) Filosofi Operasi Pada Histerektomi
a. Trauma yang terjadi haruslah minimal
b. Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter, pembuluh darah dan Vesika urinaria .
c. Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma organ pelvis atau kenali secepatnya
bila terjadi trauma untuk segera melakukan rekontruksi
d. Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
e. Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia, tindakan operasi dengan
hilangnya darah minimal sangat penting karena darah adalah RED (Rare, Expensive,
Dangerous).
Kami anjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis kemoterapi sehingga
dapat memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas ganas yang kebetulan dapat masuk kepembuluh
darah atau tercecer pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang.
 Pemeriksaan tindak lanjut:
Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang mengisyaratkan
keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa meliputi:
1. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-kurangnya satu tahun.
2. Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian menganjurkan pemeriksaan setiap
minggu, belum terbukti adanya manfaat yang nyata.
3. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang meningkat atau mendatar
mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya terapi.
4. Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran pemeriksaan dilakukan
setiap 6 bulan, lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
5. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah 1 tahun.
6. Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial kadar β
hCG serum untuk mendeteksi tumor trofoblas persisten.

2.6 Contoh Kasus Mola Hidatidosa

Tanggal Pengkajian : 17 April 2013


Jam : 14.00 WIB
No Mr. :
I. PENGKAJIAN
DATA SUBJEKTIF
A. Identitas Istri/Suami
Nama : Ny. S Nama Suami : Tn. T
Umur : 21 tahun Umur : 30 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Lama Kawin : Lama Kawin :
Umur Kawin : Umur Kawin :
Alamat : Alamat :
B. Anamnesis
Kunjungan ke : Pertama
Alasan Kunjungan : Ingin memeriksakan kesehatan
Keluhan Utama : Ibu mengaku hamil 4 minggu 2 hari, mengeluh keluar darah
seperti ati ayam dari jalan lahir, ada gelembung seperti telur ikan, darah membasahi 1
pembalut per hari, ibu mengaku mengalami perdarahan ± 10 hari.
C. Riwayat Obstetrik
1. Riwayat Haid
Ibu mengatakan pertama kali mendapatkan haid pada saat usia kehamilan 14 tahun,
siklusnya teratur, lamanya 7 hari, banyaknya darah biasa dan tidak ada keluhan nyeri
haid.
2. Riwayat KB
Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnnya.

3. Riwayat Kehamilan Sekarang


1. Jumlah kehamilan: Ibu mengatakan ini kehamilannya yang pertama, tidak pernah
mengalami keguguran (G1P0A0)
2. HPHT : 18 Februari 2013
3. TP : 25 November 2013
4. Pemeriksaan Kehamilan: Ibu mengatakan telah memeriksakan kehamilannya 1 kali
ke Bidan, 4 hari yang lalu.
5. Keluhan selama hamil : Ibu mengatakan selama hamil sering pusing.
D. Riwayat Kesehatan/Penyakit yang di derita sekarang dan dulu
Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, penyakit paru-paru, penyakit
ginjal, penyakit liver, penyakit DM, penyakit tiroid, Epilepsi, Hipertensi, Asma dan
penyakit lainnya.
E. Riwayat Psikososial
Hubungan Suami Istri dan anak-anakya baik, suami memberi dukungan moril dan materiil
dalam menunjang kesembhan dari penyakit yang diderita oleh pasien. Perasaan takut dan
cemas memang ada, tetapi setelah diberi penjelasan oleh petugas kesehatan akhirnya mau
mengerti dan pasrah akan keadaan dirinya.
F. Pola Pemenuhan Kebutuhan
1) Diet/Makan : Makan Sehari-hari dengan menu gizi seimbang sehari 3 kali
2) Pola Eliminasi : Berkeemih Lancar, tidak merasa sakit, warna urine jernih,
defekasi lancer, tidak merasa sakit, konsistensi lembek
3) Aktivitas Sehari-hari
Siang hari tidur 2 jam, Malam hari tidur 8 jam
Hampir 3 bulan tidak melakukan hubungan seksual karena keluar darah
Area vulva sehabis berkemih, defekasi dan mensturasi selalu di sabun dan disiram
dengan air bersih, mengganti pembalut setiap mensturasi 3 kali / hari, mengganti
baju dan celana dalam 2 kali/ hari
Melakukan pekerjaan Rumah setiap hari
DATA OBJEKTIF
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum: Baik
2. Kesadaran: Compos Mentis
3. Tanda-tanda Vital: TD: 110/60 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S: 37 ºC
4. Antopometri : BB . 51 kg
TB. 156 cm
Lila 24 cm
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala :
Rambut Warna Hitam, tidak rontok
Tidak ada ketombe, bersih
Terlihat Pusing
Tidak ada benjolan
2. Wajah : Ada hiperpigmentasi, terlihat sedih
3. Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera putih.
4. Hidung : Simetris, Tidak ada polip, tidak ada ingus
5. Mulut dan gigi : Bibir basah dan tidak anemis, lidah tidak anemis dan bersih, gusi tidak
anemis, gigi ada karies, tidak berlubang, lengkap, tidak ada gigi palsu. Mengalami mual
muntah.
6. Telinga : Simetris, Bersih
7. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tirod, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
5. Dada : Bentuk simetris, jantung : bunyi jantung normal (reguler), paru-paru : normal,
tidak ditemukan adanya sesak nafas maupun whezing.
6. Ketiak : Tidak teraba pembesaran kelenjar limfe.
7. Payudara : Simetris, tidak ada pembesaran, tidak ada benjolan. Konsistensi kenyal.
8. Punggung dan pinggang : Simetris, periksa ketuk tidak terasa sakit.
9. Abdomen : Cembung dan lembek, tidak ada bekas luka operasi
10. Vulva : Flour albus ada sedikit, fluksus(+) darah bergelembung
11. Periksa Dalam Vagina : Fluksus(+), fluor(+), portio tertutup, licin,CU : AF 10-12
Minggu,AP KI-KA : Massa(-),nyeri(-) kavum douglas tidak menonjol.
12. Anus : Tidak ada hemoroid, bersih.
13. Ekstremitas : Atas: Tidak ada oedema
14. Bawah: Tidak ada oedem dan tidak ada varises
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HB : 10gr%
Golongan darah : A
PPT : Positiv
Hasil Usg : Didapatkan gelembung molahilatidosa dilapisan sel trofoblast proliferasi
hebat dan tidak terjadi keganasan.

II. DIAGNOSA, Masalah, dan Kebutuhan


A. Diagnosis
Ds: ibu mengatakan mengeluarkan darah bergelembung atau fluksus dari vagina dan mual
muntah serta pusing kepala.
Do: Ku baik, kesadaran : CM , TD:100/70mmhg, N:88x/m, S:36 RR:20x/m, BB:51kg TB:
56CM, LILA:24cm, HB:10gr, Golda:A, PPT(+) vagina mengeluarkan darah bergelembung,
hasil usg Didapatkan gelembung molahilatidosa dilapisan sel trofoblast proliferasi hebat dan
tidak terjadi keganasan. Fluksus(+), fluor(+), portio tertutup, licin,CU : AF 10-12 Minggu,AP
KI-KA : Massa(-),nyeri(-) kavum douglas tidak menonjol.
B. Masalah
Mual, muntah, dan pusing.
C. Kebutuhan
Pemeriksaan kesehatan, beritahu hasil penyakit pada ibu, penuluhan tentang gizi seimbang,
personal hygiene, istirahat cukup, kolaborasi dengan ahli obgyn untuk pelaksanaan
kuretase dan pengobatan, pemberian cairan infus, pemberian multivitamin dan antibiotic,
dilakukan kuretase.
III. Identifikasi diagnosis dan masalah potensial
Pendarahan dan anemia sedang

IV. Tindakan Segera atau Kolaborasi


Masuk rs untuk kuretase dan pemasangan infus.

VI. Perencanaan
Tanggal:
Waktu :
Diagnosis: px dengan molahilatidosa
Tujuan:
1. setelah dilakukan askeb diharapkan pasien sembuh dari penyakit molahilatidosa dan kembali
pada kehidupan normal
Kriteria hasil :
Ku baik, kesadaran : CM , TD:100/70mmhg, N:88x/m, S:36 RR:20x/m, BB:51kg TB:
56CM, LILA:24cm, HB:10gr, Golda:A, PPT(+) vagina mengeluarkan darah bergelembung, hasil
usg Didapatkan gelembung molahilatidosa dilapisan sel trofoblast proliferasi hebat dan tidak
terjadi keganasan. Fluksus(+), fluor(+), portio tertutup, licin,CU : AF 10-12 Minggu,AP KI-KA :
Massa(-),nyeri(-) kavum douglas tidak menonjol.
Rencana :
1. Lakukan pendekatan kepada pasien secara terapiuetik
2. Lakukan pemeriksaan kesehatan pasien.
3. Beritahu hasil pemeriksaan pada pasien
4. Beri penyuluhan tentang : makan makanan gizi seimbang, personal hygiene, istirahat cukup,
5. lakukan kolaborasi dengan ahli obgyn
6. Beri penjelasan tentang pelaksanaan kuretase
7. beri cairan secara infus
8. Beri obat multivitamin dan antibiotic

VII. IMPLEMENTASI
10.00 : melakukan pendekatan secara terapeutik
10.05 : melakukan pemeriksaan kesehatan pada pasien
Ku baik, kesadaran : CM , TD:100/70mmhg, N:88x/m, S:36 RR:20x/m, BB:51kg TB:
56CM, LILA:24cm, HB:10gr, Golda:A, PPT(+) vagina mengeluarkan darah bergelembung, hasil
usg Didapatkan gelembung molahilatidosa dilapisan sel trofoblast proliferasi hebat dan tidak
terjadi keganasan. Fluksus(+), fluor(+), portio tertutup, licin,CU : AF 10-12 Minggu,AP KI-KA :
Massa(-),nyeri(-) kavum douglas tidak menonjol.
10.25 : memberitahu hasil pemeriksaan pada pasien.
10.30 : memberi penyuluhan tentang
makan makanan gizi seimbang, personal hygiene, istirahat cukup
10.35 : lakukan kolaborasi dengan ahli obgyn, untuk pelaksanaan kuretase dan pengobatan dan
melakukan pemeriksaan alat-alat, bahan dan obat untuk kuretase.
10.40: melakukan pemasangan infus cairan RL
10.45: melaksanakan kuretase oleh ahli obgyn
11.35: memindahkan pasien keruangan.
12.00 : memberi pasien obat amoxilin 500mg dan multivitamin 1 kaplet.

VII. EVALUASI
Tanggal :
Jam:
Subjektiv :
Ibu mengatakan telah dilakukan kuretase
Ibu mengatakan badannya masih lemah, pusing, mual, muntah
Ibu mengatakan mendapatkan cairan secara infus dan masih terpasang
Ibu mengatakan telah diberi obat
Ibu mengatakan telah mengerti apa yang disampaikan oleh petugas

Objektiv :
Ku baik, kesadaran : CM , status emosional stabil, TD:100/70mmhg, N:88x/m, S:36
RR:20x/m, BB:51kg TB: 56CM, LILA:24cm, HB:10gr, Golda:A, PPT(+) vagina mengeluarkan
darah bergelembung, hasil usg Didapatkan gelembung molahilatidosa dilapisan sel trofoblast
proliferasi hebat dan tidak terjadi keganasan. Fluksus(+), fluor(+), portio tertutup, licin,CU : AF 10-12
Minggu,AP KI-KA : Massa(-),nyeri(-) kavum douglas tidak menonjol, masih terpasang infus RL dilengan kiri
dengan tetesan 20TPM
ANALISIS
Pasien dengan molahilatidosa
Masalah : sebagian tercapai
Perencanaan :
Obs cairan infus, perdarahan, dan infeksi
Anjuran untuk tetap menjaga kebersihan diri
Anjuran untuk menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan istirahat cukup
Obat antibiotic dan multivitamin diminum secara teratur
Pasien akan dipulangkan dalam dua hari
Control setiap dua minggu.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Mola hidatidosa adalah suatu bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari
tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin) Hasil pembuahan yang gagal tersebut
lalu membentuk gelembung-gelembung menyerupai buah anggur. Pertumbuhan gelembung
semakin hari semakin banyak bahkan bisa berkembang secara cepat.Hal ini yang membuat perut
seorang ibu hamil dengan Molahidatidosa tampak cepat besar.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar HCG (dengan pemeriksaan GM
titrasi) atau dapat dilihat dari hasil laboratorium beta sub unit HGG pada ibu hamil tinggi.
Pemeriksaan USG kandungan akan terlihat keadaan kehamilan yang kosong tanpa ada janin dan
tampak gambaran seperti badai salju dalam bahasa medis di sebut ”Snow storm”.
Hamil anggur atau Molahidatidosa hanya dapat dialami oleh wanita yang pernah
melakukan hubungan suami istri. Jadi tidak benar bahwa hamil anggur bisa terjadi begitu saja
tanpa ada pertemuan sel sperma dan sel telur melalui hubungan seksual.
Hingga sekarang faktor penyebab langsung kejadian hamil anggur ini masih belum
diketahui secara pasti. Seringkali ditemukan pada masyarakat dengan kondisi sosial ekononi
yang rendah, kurang gizi, ibu yang sering hamil dan gangguan peredaran darah dalam rahim.
Tindakan kuretase menjadi pilihan untuk membersihkan rahim dari gelembung-gelembung
hamil anggur. Kuretase dilakukan dapat berulang beberapa kali tergantung kondisi
kehamilan Molahidatidosa. Dokter akan memeriksa kadar hormon Hcg dalam tubuh ibu dan
memastikan bahwa sudah sungguh-sungguh bersih. Pada keadaan yang dianggap berbahaya bagi
kesehatan ibu dapat pula dilakukan tindakan pengangkatan rahim, namun keputusan ini juga
mempertimbangkan faktor umur ibu dan jumlah anak yang sudah dimiliki. Tindakan terakhir ini
sangat jarang dilakukan.

3.2 Saran
3.2.1 Untuk Klien
Diharapkan klien dengan kehamilan Molahidatidosa mendapatkan perawatan dan
penanganan yang komprehensif, serta melakukan follow up pasca mola selama 12 bulan sesuai
jadwal, supaya dapat mendeteksi sedini mungkin bila terjadi keganasan sampai pasien benar-
benar dikatakan sembuh atau sehat.
3.2.2 Untuk Sarana Kesehatan
Diharapkan sarana kesehatan untuk memberikan penanganan yang lebih baik lagi,
untuk meminimalkan kejadian kematian ibu akibat perdarahan khususnya yang diakibatkan
kehamilan Molahidatidosa dan kejadian keganasan akibat Molahidatidosa.
3.2.3 Untuk STIKes Widya Dharma Husada

Diharapkan bagi pendidikan, untuk memberi pengajaran lebih tentang studi kasus
khususnya Asuhan Kebidanan dengan Molahidatidosa, dengan melengkapi literatur-literatur
tentang Molahidatidosa.

DAFTAR PUSTAKA

Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika.


Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I. Edisi2.

Penerbit Buku Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.

Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H.Mola Hidatidosa.ILMU KANDUNGAN. Yayasan Bina


Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 1999. Hal.262-264

Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC.

http://dokunimus.blogspot.com/2011/07/mola-hidatidosa.html#ixzz2QQuNSLTG

http://www.lusa.web.id/kehamilan-mola-hidatidosa-mola-hydatidosa/

http://meyceria.wordpress.com/2012/04/14/hamil-anggurmola-hidatido

Anda mungkin juga menyukai