Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK


DI RUANG MELATI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (PPN)


Stase Keperawatan Medikal

oleh

Riana Vera Andantika, S. Kep


NIM 122311101006

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK DI RUANG MELATI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh : Riana Vera Andantika, S. Kep.

1. Kasus
Stroke Hemoragik
2. Proses Terjadinya Masalah
2.1 Anatomi dan Fisiologi

Otak terletak dalam cavum cranii dan bersambung dengan medulla spinalis
melalui foramen magnum. Menurut Batticaca (2008), otak menerima 17 % curah
jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk
metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebralis. Otak merupakan bagian utama dari sistem
saraf, dengan komponen utama bagiannya adalah:
2.1.1 Cerebrum
Cerebrum atau Cerebral Cortex adalah bagian otak yang paling besar
terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan hemisfer kiri dan tersusun dari korteks.
Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi empat lobus yang berbeda yang mengendalikan indra, pikiran dan
pergerakan, yaitu:

Gb. 1. Lobus-lobus pada Otak

1) Lobus frontalis
Lobus frontalis merupakan bagian dari otak yang terletak dibelakangdahi
seseorang yang mempunyai peran sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan
terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah
broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004). Jika
kerusakan atau trauma pada bagian ini fungsi lain dari lobus frontalis dapat
ditampilkan karena perubahan aktivitas dan kemampuan, seperti perilaku
generatif dan kemampuan pemecahan masalah.
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis
(White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual,
pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi.
3) Lobus parietalis
Lobus parietalis terletak di balakang sulkus sentral dan di atas lobus oksipital
yang merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area
sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis paling kecil dari lobus lainnya dan terletang di bagian paling
belakang tengkorak yaitu terletak di tentorium cerebli yang memisahkan otak
dari otak kecil. Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori (White, 2008).
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
2.1.2 Cerebellum
Cerebellum biasanya di sebut otak kecil yaitu struktur kompleks yang
mengandung lebih banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan.
Memiliki peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan
pada informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda
yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus
otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian-bagian
dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis
(Purves, 2004). Jika terjadi cedera pada cerebellum dapat mengakibatkan terjadi
gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak
terkoordinasi misalnya orang tersebut tidak dapat memasukkan makanan kedalam
mulutnya ataupun mengancingkan bajunya.
2.1.3 Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar yaitu pernafasan, denyut jantung, pengaturan suhu
tubuh, pengaturan pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
fight or flight (lawan atau lari) saat ada bahaya. Brainstem berhubungan dengan
diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur- struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf
dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen,
yaitu:
1) Mensefalon berfungsi mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil, pengaturan gerak tubuh dan pendengaran.
2) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersamadengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga
atau tertidur.
3) Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung,
sirkulasi darah, pernafasan dan pencernaa.
Pada otak, juga terdapat ventrikel yakni sistem menghubungkan rongga
otak internal berisi cairan serebrospinal. Adapun area pada ventrikel otak adalah
sebagai berikut:
1) Sylvius Aqueduct  kanal yang terletak antara ventrikel ketiga dan ventrikel
keempat
2) Koroid pleksus menghasilkan cairan serebrospinal
3) Ventrikel Keempat, kanal yang berjalan antara pons, medula oblongata, dan
cerebellum
4) Ventrikel Lateral,terbesar dari ventrikel dan terletak di kedua belahan otak
otak
5) Ventrikel ketiga menyediakan jalur bagi aliran cairan otak
Gb. 2. Letak Ventrikel Otak

Otak terbagi menjadi Hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan bertugas
mengendalikan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Hemisfer otak mengandung
banyak nervus yang memiliki fungsi masing-masing dalam kehidupan. Adapun
letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gb. 3 Letak Nervus pada Hemisfer Otak

Otak mendapatkan nutrisi dari darah. Darah mengangkut zat asam, makanan
dan substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Suplai
darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang
bercabang-cabang, berhubunganya erat satu dengan yang lain sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
1) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior
saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri
dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak
melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
2) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu
saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus
duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan
vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena
serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et al., 2002).
Gb. 4 Pereradaran Darah Otak
2.1.4 Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal. Saraf
kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak melalui
lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen). Terdapat 12
pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi.
Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III),
troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis
(VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan hipoglosus (XII).
Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial

SARAF KOMPONEN FUNGSI


KRANIAL
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan
mengunyah) gerakan rahang ke
lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata,
mukosa hidung dan rongga
mulut, lidah dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen
sensorik dibawa oleh saraf
kranial V, respons motorik
melalui saraf kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah
termasuk otot dahi, sekeliling
mata serta mulut, lakrimasi dan
salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah
(rasa, manis, asam, dan asin)
VIII Cabang Sensorik Keseimbangan
Vestibularis

Cabang Sensorik Pendengaran


koklearis
IX Motorik Faring: menelan, refleks
Glossofaringeus muntah
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior,
termasuk rasa pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks
muntah, fonasi; visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah,
visera leher, thoraks dan
abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus
dan bagian atas dari otot
trapezius: pergerakan kepala
dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber: Muttaqin, 2008:17

2.2 Definisi
Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi
kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai
darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000: 94) Stroke atau CVD (Cerebro
Vascular Disease) merupakan salah satu penyakit serebrovaskular yang mengacu
pada setiap gangguan neurologis mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price, 2006). Stroke
infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak
disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta). Berdasarkan
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak fokal maupun global yang timbul akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sisten suplai arteri otak lebih dari 24 jam sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke hemoragik dan non-hemoragik. Stroke
hemoragik merupakan stroke yang disebabkan perdarahan serebri dan mungkin
perdarahan subaraknoid akibat dari pecahnya pembuluhdarah otak pada daerah
otak tertentu. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
arteri, vena, dan kapiler (Muttaqin, 2008). Stroke hemoragik disebabkan oleh
perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau
hematom intraserebrum) atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut
hemoragia subaraknoid). Stroke hemoragik merupakan 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi lesi vascular intraserebrum mengalami ruprute
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak. Sebagian dari lesi vascular yang dapat menyebabkan perdarahan
subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV)
Perbedaan antara CVA infark dan CVA Hemorragik sebagai berikut:

Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan


Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++
+/-
Koma/kesadaran menurun +++
-
Kaku kuduk ++
-
Kernig +
-
pupil edema +
-
Perdarahan Retina +
hari ke-4
Bradikardia sejak awal
Tanda adanya
Penyakit lain Hampir selalu
aterosklerosis di retina,
hypertensi,
koroner, perifer. Emboli
aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis

2.3 Klasifikasi
2.3.1 Stroke Hemoragik Sub Dural
Perdarah subdural terjadi diantara durameter dan araknoid. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena
di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya
araknoid
2.3.2 Stroke hemoragik intraserebral
Stroke hemoragik intraserebral disebabkan oleh perdarahan ke dalam
jaringan otak. Perdarahan biasanya menganai basal ganglia, otak kecil, batang
otak, dan otak besar. Jika yang terkena daerah thalamus, sering penderitanya sulit
ditolong meskipun dilakukan tindakan operatif untuk mengevakuasi
perdarahannya. Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) mengakibatkan darah
masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kamatian mendadak karena herniasi otak (Muttaqin, 2008).
2.3.3 Stroke hemoragik subaraknoid
Perdarahan terjadi karena pecahnya aneurisma berry atau AVM. Pecahnya
arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangkan struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah
serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya)
2.4 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang
meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di
dunia. Selain itu stroke juga mengakibatkan kecatatan. Pada tahun 1999, 50 juta
orang mengalami kecatatan akibat stroke (Bahrudin, 2013). Stroke merupakan
penyebab kematian nomer tiga di Amerika dan terdapat 750.000 orang terserang
stroke (Davis, 2005). 20% - 30% penyebab stroke dikarenakan adanya emboli,
emboli dapat berasal dari jantung, arteri besar danpembuluh darah vena. Satu dari
6 stroke iskemik (15%) disebabkan oleh kardiemboli. Data stroke di Indonesia
menunjukan peningkatan terus baik dalam hal kejadian, kecatatan, maupun
kematian. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55
th) dan 26,8 % (umur 55-64 th), dan 23,5% (umur >65th). Kejadian stroke sebesar
51,6/100.000 penduduk, dan kecatatan 4,3% dan semakin memberat, penderita
laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan (Misbach dkk, 2011).
Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa di
seleuruh dunia dandiperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun
2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun 2030. Berdasarkan penelitian Wiwid di
Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit Tinggi tahun 2005-2007 menunjukkan bahwa
jumlah penderita stroke hemoragik tahun 2005 sebanyak 66 orang tahun 2006
sebanyak 54 orang, tahun 2007 sebanyak 59 orang.

2.5 Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri
meliputiperdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak
sendiri. Perdarahanini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkanpenekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga
terjadi infark otak, edema, danmungkin herniasi otak.Penyebab perdarahan otak
yang paling umum terjadi:
1) Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital
2) Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
3) Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4) Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri,sehingga darah arteri langsung masuk vena
5) Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper (2005),yaitu:


1) Perdarahan intraserebral primer (hipertensif) 
2) Ruptur kantung aneurisma
3) Ruptur malformasi arteri dan vena
4) Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5) Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi
hati,komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemofilia.
6) Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7) Septik embolisme, myotik aneurisma
8) Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9) Amiloidosis arteri
10) Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral

2.6 Faktor Resiko


Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi lebih
rentan atau mudah terkena stroke, antara lain:
2.6.1 Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir
13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari
penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non
hemoragik lebih banyak pada rentan umur 45-65 tahun.
2.6.2 Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih
banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan  perbedaan angka
kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih
Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko
yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak
jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non
hemoragik.
2.6.3 Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat
stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena
stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001
riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
2.6.4 Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di
Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1%
dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih
sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.
2.6.5 Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu
lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai
42%.
2.6.6 Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai
enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama
terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi
menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan
darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding
pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan
otak.
2.6.7 Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska
oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan
stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah
di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak (Feigin,
2006).
2.6.8 Diabetes melitus (DM)
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F
(2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita
diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan
yang tidak menderita diabetes mellitus.

2.7 Patofisiologi
Stroke hemoragik merupakan sekitar 15%-20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung kedalam jaringan otak.
Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid
(PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan malvorasi arteriovena (MAV).
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin,
karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan
intraserebrum atau subaraknoid (Price, 2005). Perdarahan dapat dengan cepat
menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur-struktur saraf di
dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang
sepontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua
mekanisme yang pertama iskemia terjadi ketika tekanan pada pembuluh darah
akibat ekstravasasi darah kedalam tengkorak yang volumenya tetap. Mekanisme
yang kedua yaitu iskemia terjadi karena vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh
darah yang terpajan ke darah bebas di dalam ruang antara lapisan araknoid dan
piamater meningen. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan
kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan
berlangsung lambat, pasien kemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat,
yang merupakan skenario khas perdarahan subaraknoid (PSA). Tindakan
pencegahan utama untuk perdarahan otak adalah mencegah cedera kepala dan
mengendalikan tekanan darah (Price, 2005).

2.8 Manifestasi Klinis


Menurut Batticaca (2008), gejala klinis yang timbul pada penyakit stroke
hemoragik yaitu :
2.8.1 Gejala klinis pada stroke hemoragik, berupa
1) Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada
saat istirahat atau bangun tidur.
2) Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
3) Terjadi terutama pada usia >50 tahun
4) Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
Sedangkan berdasarkan penyebab terjadinya stroke hemoragik, gejala klinis
yang timbul dibagi menjadi dua yaitu:
2.8.2 Perdarahan Sub dural
Gejala-gejala perdaraha subdural adalah nyeri kepala progresif, ketajaman
penglihatan mundur akjbat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisiensi
neologik daerah otak yang tertekan.
2.8.3 Perdarahan intraserebral
1) Gejala tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
2) Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau marah.
3) Mual atau muntah pada pemulaan serangan.
4) Hemiparesis atau hemiplegi terjadi sejak awal serangan.
5) Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang
dari ½ jam-2 jam; <2% terjadi setelah 2 jam-19 hari)
2.8.4 Perdarahan subaraknoid
1) Nyeri kepala hebat dan mendadak
2) Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
3) Ada gejala atau tanda meningeal.
4) Papill edema terjadi bila ada perdarahan subaraknoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna
5) Gangguan fungsi saraf otonom mengakibatkan demam setelah 24 jam
karenarangsangan meningeal,muntah,berkeringat, menggigil dan takikardi.
6) Bila berat makan terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melenan
(stress ulcer)dan sering disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria dan
albuminuria.

2.9 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostic stroke menurut Dewanto et al (2009) dapat
menggunakan skor stroke Siriraj atau skor stroke Gajah Mada sebagai berikut:

2.9.1 Pemeriksaan penunjuang


1) CT scan (Computer Tomography scan): didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli
serebral, dan TIK.
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging): untuk menunjukkan area yang
mengalami hemoragik.
3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler, dan sumbatan arteri.
4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
5) Ultrasonografi doppler (USG doppler): mengidentifikasi penyakit arterio
vena (masalah sistem arteri karotis, aliran darah atau timbulnya plak) dan
arteriosclerosis.
6) Sinar tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma
pada perdarahan subaraknoid.

a b c

Gambar 5. Gambaran CT scan serebri. a) otak normal, b) dan c) stroke hemoragik.


Tanda panah menunjukkan jaringan otak yang mengalami infark
2.9.2 Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.
5) Urine rutin

2.10 Penatalaksanaan
Menurut Batticaca (2008), penetalaksanaan medis pasien stroke yaitu :
2.10.1 Terapi stroke hemoragik pada serangan akut
1) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
2) Masukkan klien ke unit perawatan syaraf untuk dirawat di bagian bedah
syaraf
3) Penatalaksanaan umum dibagian syaraf
4) Penatalaksanaan khusus pada kkasus :
a) Subarachnoid hemorrhage dan intraventrikular hemorrhage dan
intraventricular hemorhage
b) Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid hemmorage
c) Parenchymatous hemorrhage
5) Neurologis
a) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
b) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak
6) Terapi perdarahan dan pembulu darah
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
(1) Aminocaproic acid 100-150 ml % dalam cairan isotonik 2 kal
selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1 – 3 hari
(2) Antagonis untuk pencegahan permanen : gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 x per hari IV ; Contrical dosis
pertama 30.000 ATU, kemudian 10.000 ATU x 2 per hari selama 5
– 10 hari.
b) Natri etamsylate (Dynone®) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari.
c) Kalsium mengandung obat; Rutinium®, Vicasolum®, Ascorbicum®.
d) Provilaksis Vasopasme
(1) Calcium-channel antagonist (Nimotop® 50 ml [10 mg per hari IV
diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari]).
(2) Awasi peningkkatan tekanan darah sistolik klien 5 – 20 mg, koreksi
gangguan irama jantung, terapi jantung komorbid.
(3) Terapi infus, pemantauan (monitoring) AGD, tromboembolisme
arteri pumonal, keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan
urine, pemeriksaan biokimia darah.
(4) Berikan dexasone 8=4=4=4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotik diuretik (dua
hari sekali Rheugloman® 15% 200 ml IV diikuti oleh 20 mg
Lasix® minimal 10-15 hari kemudian)
e) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak.
f) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
2.10.2 Perawatan umum klien dengam serangan stroke akut
1) Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-20°C
2) Pemantauan keadaan umum klien (EKG, nadi, saturasi O2, PO2, PCO2)
3) Pengukuran suhu tubuh tiap 2 jam.
Program Rehabilitasi Klien dengan Stroke

Tahap I
Penatalaksanaan klien stroke di 1. Pengobatan multiple
Intensive Unit Stroke, kemudian 2. Terai olahraga (1 dan 2)
bagian saraf 3. Masase
4. Pengobatan berbagai posisi
5. Psikoterapi lingkungan
Tahap II
Penatalaksanaan klien stroke di 1. Terai olahraga (3 dan 4)
bagian rehabilitasi 2. Terapi fisik
3. Elektrostimulasi
4. Magnitoterapi
5. Terapi kerja : latihan aktivitas
sehari-hari (ADL) fungsi dan
kemampuan kerja
6. Metode khusus : kombinasi
spiritual dan blok novocain
7. Terapi wicara dan bahasa
2.10.3 Penanganan dan perawatan stroke di rumah
1) Berobat secara teratur ke pelayanan kesehatan
2) Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
3) Bantu kebutuhan klien
4) Periksa tekanan darah secara teratur
5) Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke.
3. Tinjauak Keperawatan
Faktor risiko HT, DM, Penyakit jantung, Obesitas,
Clinical Pathway Kolesterol yang meningkat dalam darah

Peningkatan tekanan sistemik

Aneurisma

Perdarahan Arakhnoid/Ventrikel

Hematoma cerebral

Tekanan/perfusi vascular distal

Iskemia

Infark jaringan otak

Anoksia Aktivitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan K+ gagal

Metabolit asam Na+ dan H2O masuk sel

Asidosis lokal Edema intrasel


lokal
Pompa Na+ gagal Edema ekstrasel

Edema dan nekrosis jaringan Perfusi jaringan serebral


Sel otak mati secara progresif
(defisit fungsi otak)

Aneurisma, MAV Kehilangan Gangguan nervus Kerusakan


glosofaring, Kerusakan terjadi
kontrol volunter neuromuskular pada lobus
vagus (IX,X)
frontal,
Suplai O2 menurun Perdarahan intraserebral kapasistas,
Hemiplagia, Kerusakan N memori, atau
Perembesan darah hemiparasis MK:Gangguan VII dan N XII fungsi intelektual
Infark serebral menelan
dalam parenkim otak kortikal
MK:Hambatan
Penurunan perfusi jaringan mobilitas fisik Disfungsi
serebral Penekanan jaringan di otak MK: bahasa dan Kerusakan fungsi
Ketidakseimbangan komunikasi kognitif dan efek
nutrisi kurang dari psikologis
Penurunan kesadaran peningkatan TIK kebutuhan tubuh
Disatria,
disfasia/afasia, MK: Gangguan
Kompresi batang otak MK: Defisit MK: Resiko Cidera
Intake nutrisi tidak
perawatan apraksia persepsi sensori
adekuat
diri:Mandi
Kompresi batang otak
MK:
Kelemahan fisik Hambatan
Gggan di medulla oblongata komunikasi
Bedrest total verbal
Depresi sitem pernafasan
Kemampuan batuk
Penekanan jaringan setempat menurun, produksi secret
MK: Ketidakefektifan pola
meningkat
nafas
MK: Resiko dekubitus

MK: Risiko ketidakefektifan MK:Ketidakefektifan


Kemampuan
Kemampuan batuk
batuk bersihan jalan nafas
perfusi jaringan serebral
Depresi
Depresi
menurun,
menurun, (00204)
saraf
saraf
kurang
kurang
kardiovaskular
kardiovaskular
Kompresi
Kompresi
Kompresi
mobilitas batang
mobilitas batang
fisik batang
fisik
dandan
dandan
pernapasan
produksipernapasan
otak
otak
produksiotak
sekret
sekret
3.2 Asuhan Keperawatan
3.2.1 Pengkajian
a) Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat
dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat
mempengaruhi.
b) Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol
dan penyalahgunaan obat (kokain).
e) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f) Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi
karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa
cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
g) Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
f) Pemeriksaan fisik nervus cranial :
1) Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang
hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang
hidung kemudian di suruh membedakan bau.
2) Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan
pemeriksaan oftalmoskopi.
3) Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.
4) Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah,
kiri, kanan, lateral, diagonal.
5) Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea
dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan
menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan
cabang motorik pada pipi.
6) Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke
samping kiri dan kanan.
7) Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua
pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
8) Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,
keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
9) Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior
lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
10) Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
11) Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan
yang di berikan si pemeriksa.
12) Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke
luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
Pada pasien stroke hemorragik, gangguan nervus cranial yang biasanya terjadi
adalah :

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi


I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis (buta sesaat)
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan
akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga luar; mengecap pada dua pertiga
sekresi kelenjar lakrimalis, anterior lidah; mulut kering;
submandibula dan sublingual; hilangnya lakrimasi; paralisis
ekspresi wajah otot wajah
VIII: Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging terus
Vestibulokoklearis menerus); vertigo; nitagmus
(gerakan bola mata yg cepat
di luar kemampuan)
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya pengecapan
pada faring dan telinga; pada sepertiga posterior lidah;
mengangkat palatum; sekresi anestesi pada farings; mulut
kelenjar parotis kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan menelan)
pada farings, laring dan telinga; suara parau; paralisis palatum
menelan; fonasi; parasimpatis
untuk jantung dan visera
abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; leher Suara parau; kelemahan otot
Spinal dan bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen di otak (00204)
b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis ditandai
dengan perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu, dan penggunaan otot
pernapasan tambahan (00032)
c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
(00031)
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dangan
gangguan menelan (00002)
e) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai
dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi, pergerakan lambat, dan
keterbatasan melakukan keterampilan motorik halus dan kasar (00085)
f) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
ditandai dengan kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal, sulit bicara,
pelo, dan kesulitan menyusun kata (00051)
g) Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan dengan hemiparese/hemiplegi
akibat gangguan neuromuscular ditandai dengan ketidakmampuan mengakses
kamar mandi ketidakmampuan menjangkau sumber air, dan ketidakmampuan
membasuh tubuh
h) Risiko dekubitus berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai dengan
terjadinya kekakuan atau kesulitan bergerak satu atau lebih bagian tubuh (00249)
i) Risiko cedera berhubungan dengan gangguan neuromuscular di tandai dengan
penurunan kekuatan dan ketahanan otot (00035)
j) Ganggaun menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranial (00103)
k) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada
saraf sensori, penurunan penglihatan
l) Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak jelas dan krisis situasi
(00146).
3.2.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi keperawatan Rasional
keperawatan

1 Ketidakefektifan NOC: NIC:


perfusi jaringan 1) Monitor TTV 1. Deteksi penurunan perfusi serebral
serebral Setelah dilakukan tindakan 2) Monitor AGD, ukuran pupil, 2. Penurunan kontraksi pupil
berhubungan keperawatan selama ..x 24 jam ketajaman, kesimetrisan dan reaksi mengidentifikasi ada gangguan pada
dengan penurunan klien mampu mencapai: perfusi serebral
suplai oksigen di 3) Monitor adanya diplopia, pandangan 3. Penurunan perfusi serebral
otak a) Circulation status kabur, nyeri kepala mempengaruhi peningkatan tekanan
b) Neurologic status intracranial yang menyebabkan nyeri
c) Tissue perfusion kepala
4) Monitor level kebingungan dan
Kriteria hasil: orientasi 4. Memonitor adanya kerusakan sistem
5) Monitor tonus otot pergerakan persarafan
1) Tekanan systole dan 5. Kerusakan pada sel di otak
diastole dalam rentang yang menyebabkan kehilangan kontrol
diharapka 6) Pertahankan parameter volunter
2) Tidak ada hipertensi hemodinamik 6. Membantu menstabilkan perfusi jaringa
ortostati 7) Tinggikan kepala 0-45 serebral
3) Menunjukkan konsentrasi derajat tergantung pada konsisi
dan orientasi pasien dan order medis. 7. Membantu drainage vena untuk
4) Pupil seimbang dan reaktif mengurangi kongesti vena
5) Bebas dari aktivitas kejang
6) Tidak mengalami nyeri
kepala
2. Ketidakefektifan NOC : 1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi 1. Membantu dan mengatasi komplikasi
bersihan jalan napas tambahan, perubahan irama pontensial. Pengkajian fungsi
napas berhubungan Respiration status dan kedalaman, penggunaan otot- pernapasan dengan interval yang teratur
otot aksesori, warna, dan adalah penting karena pernapasan yang
dengan peningkatan (Ventilation), Airway patency
kekentalan sputum tidak efektif dan adanya kegagalan ,
sekret (00031/hal. Setelah dilakukan asuhan karena adanya kelemahan atau paralisa
406) pada otot –otot interkostal dan
keperawatan selama ....x24
jam, bersihan jalan napas diafragma yang berkembang dengan
cepat
kembali efektif 2. Ajarkan cara batuk efektif 2. Klien berada pada risiko tinggi bila
Kriteria hasil: tidak dapat batuk efektif untuk
membersihkan jalan napas dan
1) secara subjektif sesak mengalami kesulitan dalam menelan,
napas (-), RR 16-20x/ yang dapat menyebabkan aspirasi saliva,
menit dan mencetuskan gagal napas akut
2) Tidak menggunakan otot 3. Terapi fisik dada membantu
3. Lakukan fisioterapi dada, vibrasi meningkatkan batuk lebih efektif
bantu napas, retraksi dada
ICS(-), ronkhi(-/-), 4. Pemenuhan cairan dapat mengencerkan
4. Penuhi hidrasi cairan via oral mucus yang kental dan dapat membantu
mengi(-/) seperti minum air putih dan
3) Dapat mendemonstrasikan pemenuhan cairan yang banyak keluar
pertahankan intake cairan 2500 dari tubuh
cara batuk efektif. ml/hari 5. Pengisapan mungkin diperlukan untuk
5. Lakukan pengisapan mempertahankan kepateanan jalan
lendir/suction pada jalan napas napas menjadi bersihn napas
6. Pemenuhan oksigen terutama pada klien
6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan tetanus dengan laju metabolism yang
tinggi
3. Ketidakefektifan NOC : NIC :
pola napas Airway management
berhubungan Respiratory status : ventilation 1. Kaji frekuensi napas 1. Monitor indikator pola napas pasien
dengan Setelah dilakukan tindakan 2. Posisikan pasien (semi fowler atau 2. Membantu memaksimalkan ventilasi
hiperventilasi keperawatan 1x24 jam pola fowler)
(00032/hal. 243) napas pasien efektif 3. Auskultasi suara napas 3. Mengidentifikasi adakah suara
tambahan
Kriteria Hasil: 4. Pertahankan posisi pasien 4. Membantu pasien dalam ventilasi
5. Monitor pola napas pasien 5. Memantau keefektifan tindakan
1) RR dalam batas normal
(18-20 kali permenit)
2) Tidak terdapat sesak
3) Tidak terdapat sianosis
4) Tidak terdapat retraksi
5) Tidak terdapat
pernapasan cuping
hidung
4. Ketidakseimbangan NOC: Nutritional status NIC:
nutrisi: kurang dari Nutrition monitoring
kebutuhan tubuh 1. Monitor berat badan pasien 1. Memantau perkembangan berat badan
berhubungan pasien
dengan Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas 2. Aktivitas dapat membuat metabolisme
ketidakmampuan keperawatan 1x24 jam nutrisi yang biasa dilakukan meningkat
mencerna makanan pasien dapat terpenuhi 3. Monitor kulit kering dan perubahan 3. Memantau hidrasi
(00002/hal. 177) pigmentasi
4. Monitor lingkungan selama makan 4. Lingkungan dapat mempengaruhi
motivasi untuk makan
Indikator: 5. Monitor turgor kulit 5. Monitor hidrasi
6. Monitor kalori intake dan intake 6. Untuk memonitor masukan kalori pada
1. Mampu mengidentifikasi nutrisi klien
kebutuhan nutrisi Nutrition Management
Tidak terdapat tanda-tanda
malnutrisi 7. Kaji adanya alergi makanan
8. Berikan informasi tentang 7. Mencegah terjadinya alergi makanan
kebutuhan nutrisi 8. Meningkatkan pengetahuan klien
terkait pentingnya pemenuhan nutrisi
9. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian 9. Untuk memandirikan klien dan
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membentuk pola hidup sehat pada klien
menentukan jumlah kalori dan
10. Untuk pemenuhan gii klien secara tepat
nutrisi yang dibutuhkan pasien

5. Hambatan mobiltas NOC : NIC :


fisik berhubungan
dengan penurunan 1) Joint Exercise Therapy : Ambulation
kekuatan otot Movement : Active 1. Latih nafas dalam dan ROM pasif 1. Melatih anggota gerak
(00085/hal.232) 2) Mobility (ankle punmp) tubuh klien saat melakukan ativitas fisik
Level 2. Monitoring vital sign 2. Menyesuaikan dengan
3) Self care : sebelum/sesudah latihan dan lihat kondisi klien untuk melakukan aktifitas
ADLs respon pasien saat latihan fisik
4) Transfer 3. Ajarkan pasien atau keluarga lain
performance tentang teknik ambulasi 3. Membantu mempercepat
Setelah dilakukan tindakan 4. Kaji kemampuan pasien dalam proses penyembuhan
keperawatan selama 3 x 24 mobilisasi 4. Mengetahui kemampuan
gangguan mobilitas fisik 5. Latih pasien dalam pemenuhan klien menentukan teknik terapi
teratasi dengan kriteria hasil: kebutuhan ADLs secara mandiri selanjutnya
sesuai kemampuan 5. Melatih klien untuk
a. Klien
6. Ajarkan pasien bagaimana mandiri
meningkat dalam aktivitas
merubah posisi dan berikan
fisik
bantuan jika diperlukan
b. Mengerti
6. Membantu mengawali
tujuan dari peningkatan
latihan
mobilitas
c. Memverbali
sasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keprawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Bulecheck, Gloria M et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


Amsterdam: Elsevier Mosby

Bruner & Sudart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Herdman, T. H. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Amsterdam:


Elsevier Mosby

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 6. Jakarta: EGC.

Rizaldy, Pinzon. 2010. Awas Stroke: Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan, dan
Pencegahan. Yogyakarta: Andi

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai