oleh
Puji Arini, S.Kep
NIM 192311101121
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase Bedah yang disusun oleh:
Hari :
Tanggal : November 2019
Jember, November 2019
FAKULTAS KEPERAWATAN
Mengetahui,
PJ Program Profesi Ners, PJMK
Menyetujui,
Wakil Dekan I
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
Hari :
Tanggal : November 2019
iii
LAPORAN PENDAHULUAN
PROLAPS UTERI
1.2 Fisiologi
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke
arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai
rongga.Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-
7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak
uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan
membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan
membentuk sudut dengan serviks uteri).
1
Uterus rnempunyai tiga fungsi yaitu dalam siklus menstruasi sebagai
peremajaan endometrium, dalam kehamilan sebagai tempat tumbuh dan
berkembang janin, dan dalam persalinan berkontraksi sewaktu melahirkan dan
sesudah melahirkan (Hacker, 2001).
Uterus terdiri atas (1) fundus uteri; (2) korpus uteri; dan (3) serviks
uteri.Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal; di situ kedua tuba Falloppii
masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar.Pada kehamilan
bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang, Rongga
yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri
terdiri atas (1) pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio; (2) pars
supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas vagina.
Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis, berbentuk
seperti saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-
kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai
reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri
internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus yang terletak di
bawah ismus. Di anterior, batas atas serviks yaitu osintema, terletak kurang lebih
setinggi pantulan peritoneum pada kandung kemih. Berdasarkan perlekatannya
pada vagina, serviks terbagi atas segmen vaginal dan supravaginal. Permukaan
posterior segmen supravaginal tertutup peritoneum. Di bagian lateral, serviks
menempel pada ligamentum kardinal; dan di bagian anterior, dipisahkan dan
kandung kemih yang menutupinya oleh jaringan ikat longgar. Os ekstema terletak
pada ujung bawah segmen vaginal serviks, yaitu porsio vaginalis (Rasjidi, 2008).
Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri atas (1) endometrium di
korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri; (2) otot-otot polos; dan (3) lapisan
serosa, yakni peritoneum viserale. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-
kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk,
Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam
siklus haid perempuan dalam masa reproduksi.
2
Uterus diberi darah oleh arteria Uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria Iliaka
Interna (disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum
masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di atas forniks lateralis
vagina. Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterups adalah arteria
Ovarika kiri dan kanan. Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf
simpatetik dan untuk sebagian terdiri atas sistem parasimpatetik dan
serebrospinal.
2.2 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan prolapsus antara lain
(Hanifa, 2007):
2.2.1 Faktor Bawaan
Setengah wanita akan mengalami masalah ini jika dalam keluarga mereka
khususnya ibu, saudara dari ibu, atau nenek mereka mengalami masalah yang
sama. Bagaimana penyakit ini diturunkan tidak diketahui, mungkin bawaan
menentukan kelemahan otot dan ligamen pada peranakan. Kekenduran atau
kelemahan otot ini juga dapat dipengaruhi oleh pola makan dan kesehatan yang
agak rendah dibandingkan dengan mereka yang sehat dan makanannya seimbang
dan tercukupi dari segi semua zat seperti protein dan vitamin.
3
2.2.2 Proses kehamilan dan persalinan
Proses kehamilan dan persalinan memang melemahkan dan melonggarkan
otot dalam badan khususnya ligamen dan otot yang memegang kemaluan dan
rahim. Ini satu hal yang tidak dapat dihindari tetapi dapat dipulihkan walaupun
tidak seratus persen jika seorang wanita yang melakukan gerak tubuh atau
exercise untuk menguatkan otot-otot disekitar kemaluan dan lantai punggung.
Kegiatan exercise waktu hamil dan setelah persalinan sangat penting untuk
mencegah prolapsus. Oleh karena itu tidak melakukan exercise ini merupakan
salah satu yang menyebabkan kekenduran atau prolapsus uteri.
2.2.3 Usia/Menopause
Keadaan menopause atau kekurangan hormon berlaku secara natural yaitu
ketika berumur 50 tahun keatas, ataupun akibat pembedahan oleh karena penyakit
seperti pengangkatan ovari dapat menyebabkan hormon atau seterusnya dapat
menyebabkan kelemahan otot dan ligamen peranakan. Proses atrofi ligamen dan
otot dalam jangka panjang dapat menyebabkan prolaps. Nyata sekali prolaps yang
parah sering terjadi pada wanita yang berumur 60 tahun keatas akibat kekurangan
hormon karena menopause. Semakin bertambahnya usia, otot-otot dasar panggul
pun akan semakin melemah.
2.2.4 Riwayat persalinan multiparitas ( banyak anak )
Partus yang berulangkali dan terlampau sering dapat menyebabkan
kerusakan otot-otot maupun saraf-saraf panggul sehingga otot besar panggul
mengalami kelemahan, bila ini terjadi maka organ dalam panggul bisa
mengalami penurunan.
2.2.5 Faktor lain yang dapat menyebabkan rahim turun adalah peningkatan
tekanan di perut menahun. Misalnya disebabkan obesitas,batuk berbulan-bulan,
adanya tumor di rongga perut, tumor pelvis, serta konstipasi atau susah buang air
besar berkepanjangan.
4
2.3 Klasifikasi
Menurut beratnya dapat dibagi menjadi 3:
Tingkat I : Prolaps vagina (prolaps dinding vagina)
Tingkat II : Prolaps uteri (portio tampak di dalam vulva)
Tingkat III : Prolaps totalis, procidentia (korpus uteri terdapat diluar vulva)
5
a. Ringan : Kandung kemih hanya menonjol sedikit ke liang vagina
b. Sedang: Penonjolan kandung kemih sudah melorot atau turun sampai ke
liang vagina
c. Berat : penonjolan kandung kemih sampai keluar dari liang vagina
6
2.4.5 Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan porio uteri oleh celana menimbulkan lecet
sampai luka dan dekubitus pada porsio uteri
b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan karena
infeksi serta luka pada porsio uteri
2.4.6 Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa
penuh di vagina
2.5 Patofisiolgis
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan
pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligament yang
tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul.
Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan
memudahkan penurunan uterus,terutama apabila tonus otot-otot mengurang
seperti pada penderita dalam menopause (Mitayani, 2013).
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita
tersebut dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus.
Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetric dan
akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding
depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya
hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang
lancar atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel.
7
Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan
urethra dan kandung kencing normal hanya dibelakang urethra ada lubang yang
membuat kantong antara urethra dan vagina.kekendoran fasia dibagian belakang
dinding vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan
turunnya rectum kedepan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol
kelumen vagina yang dinamakan retrokel. Enterokel adalah hernia dari kavum
Douglasi. Dinding vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan.Kantong
hernia ini dapat berisi usus atau omentum (Mitayani,2013).
8
2.6 Pathway Partus berulang, Partus dengan penyulit, Meneran sebelum
pembukaan lengkap, Laserasi dinding vagina bawah, Pengeluaran
plasenta secara paksa, Nulipara dengan kelainan bawaan, Asites,
tumor di area pelvis, Menopause
Dinding anterior vagina Dinding superior posterior vagina Facia dinding posterior vagina Prolaps uteri
menurun menurun menurun
Obstipasi Konstipasi
Penonjolan dinding anterior Inkarserata Nyeri Akut
vagina keposterior usus halus
Hemoroid
Urethrokel
Cervik uteri turun sampai Cervik uteri keluar dari Seluruh uterus keluar
introitus vagina introitus vagina dari vagina/prosidensia
prosedur
Hipertropi dan Elongatio koli Terjadi gesekan fisik (celana operasi
dengan uteri dan kursi)
Keratinisasi Infertility
Dekubitus Histerektomi
10
f. Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
g. Kesulitan pada waktu partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan
dapat timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan
terhalang.
h. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan
timbul hemoroid.
i. Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu (Wiknjosastro,
2008).
11
dengan satu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan
demikian, kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.
b. Pengobatan dengan pesarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena jika pessarium
diangkat, timbul prolaps lagi. Prinsip pemakaian pesarium adalah alat
tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga
bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati
vagian bagian bawah.
c. Pengobatan operatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari
beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan untuk masih mendapat
anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya
keluhan
12
1) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus
haid berapa hari, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat
rasa sakit waktu haid atau tidak.
2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hiup atau mati, usia,
sehat atau tidak, penolong siapa, nipas normal atau tidak.
3) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh pasien.
c. Riwayat penyakit keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi
dan hubungan antar anggota keluarga, kultur dan kepercayaan,
prilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, perepsi keluarga
terhadap penyakit pasien dan lain-lain.
3.1.3 Pengkajian Fisik
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu:
a. Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.
b. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis
lain.
c. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera,
ulkus yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak
ada reaksi pada terapi.
Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsusuteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolapsusuteri dengan inspeksi terlebih
dahulu sebelum dimasukkan inspekulum.
13
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu
a. Urin residu pasca berkemih
b. Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung
kemih yang penuh, kemudian diikuti dengan pengukuran volume
residu urin pasca berkemih dengan kateterisasi atau
ultrasonografi.
c. Skrining infeksi saluran kemih.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi
14
3.3 Rencana Tindakan keperawatan
Pre Operasi
15
2. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam Manajemen eliminasi Urin
urin masalah teratasi teratasi dengan
1. Pantau eliminasi urine termasuk frekuensi, konsistensi,
kriteria hasil:
1. Pola eliminasi klien baik volume, bau dan warna
2. Klien dapat mengosongkan 2. Pantau tanda-tanda dan gejala retensi urin
kandung kemih sepenuhnya 3. perhatikan waktu eliminasi urine yang lalu
3. Klien tidak mengaluhkan sakit saat 4. Ajarkan pasien untuk minum 8 oz cairan dengan
buang air kecil makanan, di antara waktu makan, dan pada sore hari
4. Frekuensi kemih klien teratur/baik
3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam Perawatan luka (3660):
kulit masalah kerusakan integritas kulit 1. Angkat balutan dan plester perekat
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Cukur rambut di daerah yang terkena
1. Integritas kulit yang baik 3. Monitor karakteristik luka
mampu dipertahankan 4. Ukur luas luka
2. Melaporkan adanya gangguan 5. Singkirkan benda-benda yang tertanam
sensai atau nyeri pada daerah 6. Bersihkan dengan normal saline
kuit yang mengalami gangguan 7. Berikan rawatan insisi pada luka jika diperlukan
3. Menunjukkan pemahaman 8. Berikan perawatan ulkus bila diperlukan
dlaam proses perbaikan kuit 9. Oleskan salep yang sesuai
dan mencegah terjadinya cedera 10. Berikan balutan yang sesuai jenis luka
4. Mampu melindungi da merawat 11. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan
kulit drainase
NOC: 12. Periksa luka setiap kali perubahan balutan
Integritas jaringan: kulit dan membran 13. Posisikan untuk menhindari menempatkan ketegangan
16
mukosa pada luka dengan tepat
4. Konstipasi Setelah dilakukan perawatan x24 jam Manajemen konstripasi:
masalah teratasi teratasi dengan 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
kriteria hasil: 2. Monitor bising usus
1. Defekasi dapat dilakukan satu kali 3. Identifikasi faktor penyebab dan konstribusi konstipasi
sehari 4. Monitor feses, frekuensi, konsistensi, dan volume
2. Konsistensi lembut 5. Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan
3. Eliminasi tanpa perlu mengejan peningkatan bising usus
berlebih 6. Dukung intake cairan
7. Kolaborasi pemberian laksatif
5. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Pengurangan kecemasan (5820)
keperawatan selama x24 jam pasien 1. Bina hubungan saling percya
bebas dari perasaan cemas : 2. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
NOC 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
a. Kontrol kecemasan diri selama prosedur
b. Tingkat kecemasan 4. Pahami perspektif pasien terhadap kecemasan
c. Koping 5. Ajarkan teknik relaksasi non farmakologis
Kriteria Hasil 6. Berikan informasi mengenai kondisi penyakit pasien
1. Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
2. Vital sign dalam batas normal
3. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh menunjukkan
penurunan kecemasan
17
Intra Operasi
Post Operasi
18
3. Tidak ada tanda-tanda menggigil
2 Nyeri akut Setelah dilakukan perawatan x24 jam Manajemen Nyeri (1400):
masalah teratasi teratasi dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
kriteria hasil: 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketidaknyamanan
dengan menggunakan manajemen 3. Pastikan perawatan analgesik bagi klien
nyeri 4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
2. Mampu mengenali nyeri (skala, mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
intensitas, frekuensi dan tanda penerimaan pasien terhadap nyeri
nyeri) 5. Tentukan akibat nyeri terhadap kualitas hidup pasien
3. Menyatakan rasa nyaman setelah 6. Gali bersama klien faktor-faktor yang dapat
nyeri berkurang menurunkan atau memperberat nyeri
4. Tanda vital dalam rentang normal 7. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain,
5. Mampu mengontrol nyeri (tahu mengenai efektivitas tindaka pengontrolan nyeri yang
penyebab nyeri, mampu pernah digunakan
menggunakan tehnik 8. Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan
nonfarmakologi untuk mengurangi dukungan
nyeri, mencari bantuan) 9. Berikan informasi mengenai nyeri, penyebab, berapa
lama akan dirasakan, antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
NOC: 10. Ajarkan penggunakan teknik non farmakologi
4. Tingkat nyeri
5. Kontrol Nyeri
6. Tingkat Kenyamanan
19
Discharge Planning
20
DAFTAR PUSTAKA
21