Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PROLAPS UTERI II-III


DAN CYSTE RECTOCELE II-III DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (PPN)


Stase Keperawatan Medikal

oleh
Puji Arini, S.Kep
NIM 192311101121

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase Bedah yang disusun oleh:

Nama : Puji Arini, S.Kep


NIM : 192311101121

Telah diperiksa dan disahkan pada:

Hari :
Tanggal : November 2019
Jember, November 2019

FAKULTAS KEPERAWATAN

Mengetahui,
PJ Program Profesi Ners, PJMK

Ns. Erti Ikhtiarini D, M.Kep.Sp.Kep. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep., MB


NIP. 19811028 200604 2 002 NIP 198103192014041001

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns. Wantiyah, M.Kep


NIP. 19810712 200604 2 001

ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

Laporan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:

Nama : Puji Arini, S.Kep


NIM : 192311101121
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Prolaps Uteri II-III dan Cyste
Rectocele II-III di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSD Dr. Soebandi Jember

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal : November 2019

Jember, November 2019

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Stase Keperawatan Bedah Ruang IBS
Fkep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

iii
LAPORAN PENDAHULUAN
PROLAPS UTERI

I. Review Konsep Anatomi Sistem reproduksi


1.1 Anatomi

1.2 Fisiologi
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke
arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai
rongga.Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-
7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak
uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan
membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan
membentuk sudut dengan serviks uteri).

1
Uterus rnempunyai tiga fungsi yaitu dalam siklus menstruasi sebagai
peremajaan endometrium, dalam kehamilan sebagai tempat tumbuh dan
berkembang janin, dan dalam persalinan berkontraksi sewaktu melahirkan dan
sesudah melahirkan (Hacker, 2001).
Uterus terdiri atas (1) fundus uteri; (2) korpus uteri; dan (3) serviks
uteri.Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal; di situ kedua tuba Falloppii
masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar.Pada kehamilan
bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang, Rongga
yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri
terdiri atas (1) pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio; (2) pars
supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas vagina.
Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis, berbentuk
seperti saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-
kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai
reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri
internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus yang terletak di
bawah ismus. Di anterior, batas atas serviks yaitu osintema, terletak kurang lebih
setinggi pantulan peritoneum pada kandung kemih. Berdasarkan perlekatannya
pada vagina, serviks terbagi atas segmen vaginal dan supravaginal. Permukaan
posterior segmen supravaginal tertutup peritoneum. Di bagian lateral, serviks
menempel pada ligamentum kardinal; dan di bagian anterior, dipisahkan dan
kandung kemih yang menutupinya oleh jaringan ikat longgar. Os ekstema terletak
pada ujung bawah segmen vaginal serviks, yaitu porsio vaginalis (Rasjidi, 2008).
Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri atas (1) endometrium di
korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri; (2) otot-otot polos; dan (3) lapisan
serosa, yakni peritoneum viserale. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-
kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk,
Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam
siklus haid perempuan dalam masa reproduksi.

2
Uterus diberi darah oleh arteria Uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria Iliaka
Interna (disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum
masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di atas forniks lateralis
vagina. Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterups adalah arteria
Ovarika kiri dan kanan. Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf
simpatetik dan untuk sebagian terdiri atas sistem parasimpatetik dan
serebrospinal.

II. Konsep penyakit prolaps uteri


2.1 Definisi
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis. (Wiknjosastro, 2008).
Prinsip terjadinya prolaps uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvik yang
disebabkan oleh proses melahirkan akibat regangan dan robekan fasia endopelvik,
muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial pudenda juga
terlibat dalam proses persalinan. Sehingga, wanita multipara sangat rentan
terhadap faktor resiko terjadi nya prolaps uteri (Prawirohardjo, 2005).

2.2 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan prolapsus antara lain
(Hanifa, 2007):
2.2.1 Faktor Bawaan
Setengah wanita akan mengalami masalah ini jika dalam keluarga mereka
khususnya ibu, saudara dari ibu, atau nenek mereka mengalami masalah yang
sama. Bagaimana penyakit ini diturunkan tidak diketahui, mungkin bawaan
menentukan kelemahan otot dan ligamen pada peranakan. Kekenduran atau
kelemahan otot ini juga dapat dipengaruhi oleh pola makan dan kesehatan yang
agak rendah dibandingkan dengan mereka yang sehat dan makanannya seimbang
dan tercukupi dari segi semua zat seperti protein dan vitamin.

3
2.2.2 Proses kehamilan dan persalinan
Proses kehamilan dan persalinan memang melemahkan dan melonggarkan
otot dalam badan khususnya ligamen dan otot yang memegang kemaluan dan
rahim. Ini satu hal yang tidak dapat dihindari tetapi dapat dipulihkan walaupun
tidak seratus persen jika seorang wanita yang melakukan gerak tubuh atau
exercise untuk menguatkan otot-otot disekitar kemaluan dan lantai punggung.
Kegiatan exercise waktu hamil dan setelah persalinan sangat penting untuk
mencegah prolapsus. Oleh karena itu tidak melakukan exercise ini merupakan
salah satu yang menyebabkan kekenduran atau prolapsus uteri.
2.2.3 Usia/Menopause
Keadaan menopause atau kekurangan hormon berlaku secara natural yaitu
ketika berumur 50 tahun keatas, ataupun akibat pembedahan oleh karena penyakit
seperti pengangkatan ovari dapat menyebabkan hormon atau seterusnya dapat
menyebabkan kelemahan otot dan ligamen peranakan. Proses atrofi ligamen dan
otot dalam jangka panjang dapat menyebabkan prolaps. Nyata sekali prolaps yang
parah sering terjadi pada wanita yang berumur 60 tahun keatas akibat kekurangan
hormon karena menopause. Semakin bertambahnya usia, otot-otot dasar panggul
pun akan semakin melemah.
2.2.4 Riwayat persalinan multiparitas ( banyak anak )
Partus yang berulangkali dan terlampau sering dapat menyebabkan
kerusakan otot-otot maupun saraf-saraf panggul sehingga otot besar panggul
mengalami kelemahan, bila ini terjadi maka organ dalam panggul bisa
mengalami penurunan.
2.2.5 Faktor lain yang dapat menyebabkan rahim turun adalah peningkatan
tekanan di perut menahun. Misalnya disebabkan obesitas,batuk berbulan-bulan,
adanya tumor di rongga perut, tumor pelvis, serta konstipasi atau susah buang air
besar berkepanjangan.

4
2.3 Klasifikasi
Menurut beratnya dapat dibagi menjadi 3:
Tingkat I : Prolaps vagina (prolaps dinding vagina)
Tingkat II : Prolaps uteri (portio tampak di dalam vulva)
Tingkat III : Prolaps totalis, procidentia (korpus uteri terdapat diluar vulva)

2.4 Tanda dan Gejala


Menurut Mitayani (2013) Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat
individual. Kadang kala penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat
tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps
ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
2.4.1 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna
2.4.2 Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
2.4.3 Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian
bila lebih berat juga pada malam hari
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
c. Stress incontinen, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk
mengejan. Kadang- kadang dapat terjadi retensio uriena pada sistokel
yang besar sekali.
Sistokel adalah benjolan pada dinding depan vagina yang disebabkan oleh
kelemahan dinding belakang kandung kemih. Sistokel adalah kelainan yang mirip
hernia pada wanita yang terjadi jika dinding antara kandung kemih dan vagina
menjadi lemah, sehingga menyebabkan kandung kemih menonjol ke arah liang
vagina. Selain perasaan tidak nyaman, kelainan ini juga menimbulkan 2 masalah
dalam berkemih yaitu pertama kebocoran pipis (tidak mampu menahan pipis,
terutama saat bersin, batuk dll) yang kedua tidak mampu mengosongkan pipis
secara sempurna. Derajat sistokel yaitu:

5
a. Ringan : Kandung kemih hanya menonjol sedikit ke liang vagina
b. Sedang: Penonjolan kandung kemih sudah melorot atau turun sampai ke
liang vagina
c. Berat : penonjolan kandung kemih sampai keluar dari liang vagina

2.4.4 Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi


a. Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel
b. Baru dapat defeksi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
Rektokel adalah benjolan pada dinding belakang vagina. Rektokel terjadi
jika lapisan jaringan ikat (fascia) yang memisahkan rektum dan vagina menjadi
lemah, sehingga dinding depan rektum menonjol ke dalam vagina. Sering
diakibatkan oleh proses persalinan (berulang-ulang). Biasanya rektokel terjadi di
usia menopause, ketika estrogen yang dalam hal ini berfungsi menjaga kekuatan
jaringan panggul kuat, jumlahnya menurun drastis.

6
2.4.5 Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan porio uteri oleh celana menimbulkan lecet
sampai luka dan dekubitus pada porsio uteri
b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan karena
infeksi serta luka pada porsio uteri
2.4.6 Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa
penuh di vagina

2.5 Patofisiolgis
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan
pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligament yang
tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul.
Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan
memudahkan penurunan uterus,terutama apabila tonus otot-otot mengurang
seperti pada penderita dalam menopause (Mitayani, 2013).
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita
tersebut dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus.
Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetric dan
akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding
depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya
hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang
lancar atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel.

7
Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan
urethra dan kandung kencing normal hanya dibelakang urethra ada lubang yang
membuat kantong antara urethra dan vagina.kekendoran fasia dibagian belakang
dinding vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan
turunnya rectum kedepan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol
kelumen vagina yang dinamakan retrokel. Enterokel adalah hernia dari kavum
Douglasi. Dinding vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan.Kantong
hernia ini dapat berisi usus atau omentum (Mitayani,2013).

8
2.6 Pathway Partus berulang, Partus dengan penyulit, Meneran sebelum
pembukaan lengkap, Laserasi dinding vagina bawah, Pengeluaran
plasenta secara paksa, Nulipara dengan kelainan bawaan, Asites,
tumor di area pelvis, Menopause

Peningkatan tekanan intra abdomen

Hormon estrogen berkurang

Kelemahan ligament endopelvic dan otot-otot dasar panggul

Dinding anterior vagina Dinding superior posterior vagina Facia dinding posterior vagina Prolaps uteri
menurun menurun menurun

Vesika urinaria penuh Enterokel Rektoke


l

Obstipasi Konstipasi
Penonjolan dinding anterior Inkarserata Nyeri Akut
vagina keposterior usus halus
Hemoroid

Persalinan selanjutnya sistokel - BAK sedikit dan sering


kurang lancar - Stress inkontinen
Gangguan eliminasi urine
- Perasaan kandung kemih tidak
kosong

Urethrokel

Grade I Grade II Grade III

Cervik uteri turun sampai Cervik uteri keluar dari Seluruh uterus keluar
introitus vagina introitus vagina dari vagina/prosidensia

prosedur
Hipertropi dan Elongatio koli Terjadi gesekan fisik (celana operasi
dengan uteri dan kursi)
Keratinisasi Infertility

Dekubitus Histerektomi

Kerusakan integritas kulit Nyeri Akut Ansietas Resiko infeksi


area pembedahan
9
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri menurut (Hanifa, 2007)
adalah:
a. Mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio);
karena itu mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan
berwarna keputih-putihan.
b. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha
dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan
lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu
dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia
lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat
kepastian akan adanya karsinoma.
c. Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian
uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah – serviks uteri
mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan
periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih
panjang dari biasa.
d. Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung
kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga
menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara
kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress incontinence.
e. Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang
terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan
pielonefritis. Akhirnya, hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.

10
f. Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
g. Kesulitan pada waktu partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan
dapat timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan
terhalang.
h. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan
timbul hemoroid.
i. Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu (Wiknjosastro,
2008).

2.8 Penanganan Medis


Pengobatan ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini
dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin
mendapat anak lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi atau kondisinya tidak
mengizinkan untuk dioperasi (Hanifa,2007):
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi pada
pasca persalinan yangbelum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini
dilakukan selama beberapa bulan. Caranya adalah, penderita disuruh
menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah
hajat atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa
menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel.
Alat ini terdiri dari obturator yang dimasukkan ke dalam vagina, dan yang

11
dengan satu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan
demikian, kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.
b. Pengobatan dengan pesarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena jika pessarium
diangkat, timbul prolaps lagi. Prinsip pemakaian pesarium adalah alat
tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga
bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati
vagian bagian bawah.
c. Pengobatan operatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari
beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan untuk masih mendapat
anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya
keluhan

III. Asuhan Keperawatan


3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Terdiri dari identitas pasien (nama, tanggal lahir/umur pasien,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, diagnosa medis, no RM dan tanggal masuk rumah
sakit). Identitas penanggung jawab/suami (nama, tanggal
lahir/umur pasien, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat).
3.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang, Dahulu dan Keluarga
a. Riwayat penyakit sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa
saja yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan ini. Perasaan
adanya suatu benda yang mengganjal di vagina atau menonjol di
genitalia eksterna
b. Riwayat penyakit dahulu

12
1) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus
haid berapa hari, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat
rasa sakit waktu haid atau tidak.
2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hiup atau mati, usia,
sehat atau tidak, penolong siapa, nipas normal atau tidak.
3) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh pasien.
c. Riwayat penyakit keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi
dan hubungan antar anggota keluarga, kultur dan kepercayaan,
prilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, perepsi keluarga
terhadap penyakit pasien dan lain-lain.
3.1.3 Pengkajian Fisik
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu:
a. Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.
b. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis
lain.
c. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
 Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
 Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera,
ulkus yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak
ada reaksi pada terapi.
 Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsusuteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolapsusuteri dengan inspeksi terlebih
dahulu sebelum dimasukkan inspekulum.

13
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu
a. Urin residu pasca berkemih
b. Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung
kemih yang penuh, kemudian diikuti dengan pengukuran volume
residu urin pasca berkemih dengan kateterisasi atau
ultrasonografi.
c. Skrining infeksi saluran kemih.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi

3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Pre operasi
a. Nyeri Akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrauteri
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan adanya penonjolan
pada dinsing vagina
c. Konstipasi berhubungan dengan adanya penonjolan pada dinding
belakang vagina
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya gesekan antara
uterus dengan benda luar
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai
tindakan pembedahan
2. Intra operasi
a. Resiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan tindakan pasca
pembedahan
3. Post Operasi
a. Resiko hipotermi berhubungan dengan transfer konveksi
b. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi

14
3.3 Rencana Tindakan keperawatan

Pre Operasi

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Nyeri akut Setelah dilakukan perawatan x24 jam Manajemen Nyeri (1400):
masalah teratasi teratasi dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
kriteria hasil: 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 3. Pastikan perawatan analgesik bagi klien
penyebab nyeri, mampu 4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
menggunakan tehnik mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
nonfarmakologi untuk mengurangi penerimaan pasien terhadap nyeri
nyeri, mencari bantuan) 5. Tentukan akibat nyeri terhadap kualitas hidup pasien
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 6. Gali bersama klien faktor-faktor yang dapat menurunkan
dengan menggunakan manajemen atau memperberat nyeri
nyeri 7. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain, mengenai
3. Mampu mengenali nyeri (skala, efektivitas tindaka pengontrolan nyeri yang pernah
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) digunakan
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
8. Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan
nyeri berkurang
dukungan
5. Tanda vital dalam rentang normal
9. Berikan informasi mengenai nyeri, penyebab, berapa
lama akan dirasakan, antisipasi dari ketidaknyamanan
NOC:
akibat prosedur
1. Tingkat nyeri
10. Ajarkan penggunakan teknik non farmakologi (hypnosis,
2. Kontrol Nyeri
relaksasi, bimbingan antisipatif, terapi musik, terapi
3. Tingkat Kenyamanan
bermain, terapi aktivitas, akupressur, aplikasi
panas/dingin dan pijatan)

15
2. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam Manajemen eliminasi Urin
urin masalah teratasi teratasi dengan
1. Pantau eliminasi urine termasuk frekuensi, konsistensi,
kriteria hasil:
1. Pola eliminasi klien baik volume, bau dan warna
2. Klien dapat mengosongkan 2. Pantau tanda-tanda dan gejala retensi urin
kandung kemih sepenuhnya 3. perhatikan waktu eliminasi urine yang lalu
3. Klien tidak mengaluhkan sakit saat 4. Ajarkan pasien untuk minum 8 oz cairan dengan
buang air kecil makanan, di antara waktu makan, dan pada sore hari
4. Frekuensi kemih klien teratur/baik

3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam Perawatan luka (3660):
kulit masalah kerusakan integritas kulit 1. Angkat balutan dan plester perekat
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Cukur rambut di daerah yang terkena
1. Integritas kulit yang baik 3. Monitor karakteristik luka
mampu dipertahankan 4. Ukur luas luka
2. Melaporkan adanya gangguan 5. Singkirkan benda-benda yang tertanam
sensai atau nyeri pada daerah 6. Bersihkan dengan normal saline
kuit yang mengalami gangguan 7. Berikan rawatan insisi pada luka jika diperlukan
3. Menunjukkan pemahaman 8. Berikan perawatan ulkus bila diperlukan
dlaam proses perbaikan kuit 9. Oleskan salep yang sesuai
dan mencegah terjadinya cedera 10. Berikan balutan yang sesuai jenis luka
4. Mampu melindungi da merawat 11. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan
kulit drainase
NOC: 12. Periksa luka setiap kali perubahan balutan
Integritas jaringan: kulit dan membran 13. Posisikan untuk menhindari menempatkan ketegangan

16
mukosa pada luka dengan tepat
4. Konstipasi Setelah dilakukan perawatan x24 jam Manajemen konstripasi:
masalah teratasi teratasi dengan 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
kriteria hasil: 2. Monitor bising usus
1. Defekasi dapat dilakukan satu kali 3. Identifikasi faktor penyebab dan konstribusi konstipasi
sehari 4. Monitor feses, frekuensi, konsistensi, dan volume
2. Konsistensi lembut 5. Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan
3. Eliminasi tanpa perlu mengejan peningkatan bising usus
berlebih 6. Dukung intake cairan
7. Kolaborasi pemberian laksatif
5. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Pengurangan kecemasan (5820)
keperawatan selama x24 jam pasien 1. Bina hubungan saling percya
bebas dari perasaan cemas : 2. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
NOC 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
a. Kontrol kecemasan diri selama prosedur
b. Tingkat kecemasan 4. Pahami perspektif pasien terhadap kecemasan
c. Koping 5. Ajarkan teknik relaksasi non farmakologis
Kriteria Hasil 6. Berikan informasi mengenai kondisi penyakit pasien
1. Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
2. Vital sign dalam batas normal
3. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh menunjukkan
penurunan kecemasan

17
Intra Operasi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Resiko Infeksi area Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
Pembedahan keperawatan selama x 24 jam, risiko 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
infeksi tidak terjadi dengan kriteria 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
hasil: dan lingkungannya
Tingkat infeksi: 3. Pertahan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
1. Demam menurun/ tidak ada (suhu 4. Pertahankan suhu dan kelembaban ruangan
36,5-37,50 C) 5. Gunakan peralatan operasi yang steril
2. Kemerahan menurun/ tidak ada 6. Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu
3. Nyeri menurun/ tidak ada
4. Bengkak menurun/ tidak ada
5. Kadar sel darah putih dbn (4,5-11
juta/L)

Post Operasi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Resiko Hipotermi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
keperawatan diharapkan suhu tubuh 2. Monitor tanda-tanda hipotermi
klien dalam rentan normal, dengan 3. Monitor suhu lingkungan
kriteria hasil: 4. Monitor warna dan suhu kulit
1. TTV dalam batas normal 5. Tingkatkan intake cairan
2. Suhu tubuh dalam rentang 36,5- 6. Berikan selimut penghangat
37,5 celsius

18
3. Tidak ada tanda-tanda menggigil

2 Nyeri akut Setelah dilakukan perawatan x24 jam Manajemen Nyeri (1400):
masalah teratasi teratasi dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
kriteria hasil: 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketidaknyamanan
dengan menggunakan manajemen 3. Pastikan perawatan analgesik bagi klien
nyeri 4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
2. Mampu mengenali nyeri (skala, mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
intensitas, frekuensi dan tanda penerimaan pasien terhadap nyeri
nyeri) 5. Tentukan akibat nyeri terhadap kualitas hidup pasien
3. Menyatakan rasa nyaman setelah 6. Gali bersama klien faktor-faktor yang dapat
nyeri berkurang menurunkan atau memperberat nyeri
4. Tanda vital dalam rentang normal 7. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain,
5. Mampu mengontrol nyeri (tahu mengenai efektivitas tindaka pengontrolan nyeri yang
penyebab nyeri, mampu pernah digunakan
menggunakan tehnik 8. Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan
nonfarmakologi untuk mengurangi dukungan
nyeri, mencari bantuan) 9. Berikan informasi mengenai nyeri, penyebab, berapa
lama akan dirasakan, antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
NOC: 10. Ajarkan penggunakan teknik non farmakologi
4. Tingkat nyeri
5. Kontrol Nyeri
6. Tingkat Kenyamanan

19
Discharge Planning

Selama dirawat di rumah sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan


di rumah. Beberapa informasi penyuluhan pendidikan yang harus sudah
dipersiapkan/diberikan pada keluarga dan pasien ini adalah:

a. Pengertian dari penyakit prolaps uteri


b. Penjelasan tentang penyebab prolaps uteri
c. Manifestasi klinik yang dapat ditanggulangi/diketahui oleh keluarga
d. Pasien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit/puskesmas terdekat apabila
ada gejala yang memberatkan penyakitnya
e. Keluarga harus mendorong/memberikan dukungan pada pasien dalam
menaati program pemulihan kesehatan.
f. Anjurkan untuk istirhat yang adekuat
g. Anjurkan untuk minum obat sesuai anjuran dan segera periksa jika ada
keluhan
h. Anjurkan untuk menjaga kebersihan pada luka bekas operasi
i. Anjurkan untuk kontrol rutin sesuai jadwal

20
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes E. Marlynn & Moerhorse, M. F. (2001). Rencana Perawatan


Maternal / Bayi. Jakarta: EGC.
Mitayani. (2013). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba
Medika.
Pearce, E. C. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia.
Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina
Pustaka.
Wiknjosastro, H. (2008). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina
Pustaka.
Wilkinson, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai