Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MITRAL STENOSIS


DI RUANG POLI JANTUNG

Dosen Pembimbing:
Dr. YULIS SETIYA DEWI S.Kep.Ns., M.Ng.

Disusun Oleh:
Nama : Florentina Lisa Pratama
NIM : 131911133125
Kelas : A3
Kelompok : PKK 2-Kelompok 8

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
TAHUN 2021
1. Anatomi Fisiologi Jantung

1.1 Anatomi jantung


Jantung adalah rongga berotot yang terletak di bagian tengah dinding dada
mediastinum dan sedikit ke sebelah kiri sternum. Ruang jantung terdiri atas dua ruang
atrium (serambi) dan dua ruang berdinding tebal yang disebut ventrikel (bilik).
a. Atrium
1) Atrium kanan berfungsi sebagai tempat penampungan darah yang rendah
Oksigen dari seluruh tubuh. darah tersebut mengalir melalui vena cava
superior, vena cava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung
sendiri. Kemudian darah akan dipompakan ke ventrikel kanan untuk
selanjutnya dipompa ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Darah yang kaya
akan karbondioksida akan berperfusi di alveolus paru-paru untuk digantikan
dengan oksigen. Setelah darah menjadi kaya oksigen, maka darah akan
kembali ke jantung melalui pembuluh vena pulmonlis.
2) Atrium kiri berfungsi sebagai penerima darah berfungsi sebagai penerima
darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis.
Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri dan selanjutnya dipompakan ke
seluruh tubuh melalui pembuluh aorta.
b. Ventrikel
1) Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan
ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.
2) Ventrikel kiri berfungsi menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke
seluruh tubuh melalui pembuluh aorta.
Untuk menghubungkan antara biliki satu dengan yang lain, jantung dilengkapi
dengan katup-katup jantung, yaitu:
a) Katup arterioventrikuler
Katup arterioventrikuler merupakan katup yang letaknya diantara atrium dan
ventrikel jantung. Fungsi dari katup arterioventrikuler adalah memungkinkan aliran
darah mengalir dari atrium ke ventrikel ketika pada fase diastole ventrikel dan
mencegah aliran balik pada saat sistole ventrikel.
1) Katup trikuspidalis
Merupakan katup yang terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Katup trikuspidalis memiliki 3 buah daun katup.
2) Katup mitral/bikuspidalis
Merupakan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri serta
memiliki 2 buah katup.
b) Katup semilunar
1) Katup pulmonal
Terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh arteri pulmonalis
dengan ventrikel kanan. Berfungsi memungkinkan aliran darah dari ventrikel
kanan ke arteri pulmonalis pada saat sistole ventrikel dan mencegah aliran ke
arteri pulmonalis pada saat pengisian ventrikel ketika diastole ventrikel.
2) Katup aorta
Terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Katup aorta memungkinkan aliran darah
dari ventrikel kiri ke pembuluh aorta selama sistole ventrikel dan mencegah
aliran balik darah selama masa pengisian ventrikel (diastole ventrikel).
1.2 Siklus jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya denyutan jantung dari awal hingga
denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistole dan diastole. Sistole
adalah periode kontraksi ventrikel dimana darah dikeluarkan dari jantung. Diastole
adalah periode relaksasi jantung dimana aliran darah mengalir dari atrium ke ventrikel
akibat adanya kontraksi atrium.
1) Periode sistole
Merupakan keadaan jantung dimana bagian ventrikel dalam keadaan
menguncup atau kontraksi. Selain itu, katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam
keadaan tertutup dan katup semilunaris aorta dan arteri pulmonalis terbuka,
sehingga darah dari ventrikel kanan mengalir ke arteri pulmonalis kemudian
menuju ke paru-paru kanan dan kiri. Sedangkan darah dari ventrikel kiri mengalir
ke aorta untuk selanjutnya dipompa ke seluruh tubuh.
2) Periode diastole
Periode diastole adalah periode dimana jantung mengembang. Katup
bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan terbuka sehingga darah dari atrium
kiri masuk ke ventrikel kiri, dan darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan.
Selanjutnya darah yang datang dari paru-paru kanan dan kiri melalui vena
pulmonalis masuk ke atrium kiri. Selain itu, darah dari seluruh tubuh melalui vena
cava superior dan inferior juga memasuki jantung melalui atrium kanan.
3) Periode istirahat
Adalah waktu diantara periode diastole dan sistole yang mana jantung berhenti
kira-kira sepersepuluh detik.
2. Definisi Mitral Stenosis
Mitral stenosis (MS) adalah bentuk penyakit yang terjadi pada katup jantung yang
ditandai dengan penyempitan lubang pada katup mitral atau biasa disebut juga dengan
pengurangan mitral valve area (MVA) secara sempurna saat fase pengisian diastolik
ventrikel kiri. Akibatnya, aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri menjadi tersumbat.
Penyebab paling umum terjadinya stenosis mitral adalah sisa gejala demam rematik yang
mengakibatkan penebalan, perlengketan, serta fibrosis katup. Kejadian ini sering dikenal
sebagai Penyakit Jantung Rematik (PJR).
Demam rematik merupakan penyakit infeksi bakteri keluarga Streptococcus
hemolitikus Group A, umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pyogenes
yang awalnya menyerang tenggorokan dan sering timbul sebagai penyakit radang
tenggorokan. Demam rematik yang timbul dapat membangkitkan respon inflamasi di dalam
tubuh untuk melawan bakteri yang masuk. Akan tetapi, bagi sebagian orang proses inflamasi
ini berjalan abnormal, yang mana sistem imun tubuh tidak hanya menyerang dan membunuh
bakteri yang masuk, tetapi juga menyerang sel-sel tubuh lain yang sehat, salah satunya
menyerang katup jantung. Katup jantung menjadi sasaran dari sistem imun dikarenakan
katup jantung memiliki kemiripan molekuler dengan protein M dari Streptococcus
(Cunningham, 2014).
3. Etiologi
Penyebab paling umum stenosis mitral adalah demam rematik yang menimbulkan
Penyakit Jantung Rematik (PJR). Stenosis mitral muncul 20 hingga 40 tahun setelah episode
demam rematik. Penyebab stenosis mitral yang jarang ditemui adalah pengapuran katup
mitral dan penyakit jantung kongenital. Penyebab lain dari stenosis mitral termasuk
endokarditis, atau Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) (Shah, 2021).
4. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum yaitu ortopnea (sesak napas ketika berbaring dan kemudian
mereda ketika duduk atau berdiri) dan dispnea nokturnal paroksismal (sesak napas atau
kesulitan bernapas yang tejadi pada malam hari sehingga menyebabkan terbangun dari
tidur). Klien dengan Stenosis Mitral juga dapat memiliki gejala palpitasi (jantung berdebar-
debar), nyeri dada, dan edema pulmonal. Komplikasi stenosis mitral lanjut dapat ditemukan
tanda-tanda gagal jantung sisi kanan dengan ditemukan distensi vena jugularis,
hepatomegali, edema anarsaka, asites, dan atau hipertensi pulmonal. Tanda-tanda lain yaitu
fibrilasi atrium (HR>100x/menit).
Dalam pemeriksaan auskultasi, juga didapatkan bunyi jantung pertama (S1) yang
biasanya terdengar keras dan mungkin hingga teraba karena peningkatan kekuatan pada
penutupan katup mitral. Komponen bunyi S2 juga mungkin terdengar keras jika terdapat
hipertensi pulmonal berat.
Murmur juga terdengar sebagai bunyi dengan nada yang rendah, dan berkarakter
gemuruh. Bunyi murmur paling baik didengarkan di apex jantung (mid klavikula ke-5)
dengan menggunakan bell stetoskop dan pasien diposisikan lateral kiri. Bunyi murmur
dimulai setelah snap pembukaan katup mitral, dan durasi murmur berhubungan dengan
tingkat keparahan stenosis. Murmur akan terdengar jelas ketika pasien beraktivitas dan akan
berkurang ketika pasien berisitirahat.
Intensitas murmur meningkat selama diastol akhir (disebut aksentuasi presistolik)
karena peningkatan aliran darah melintasi katup mitral yang mengalami stenosis akibat
kontraksi atrium kiri.. Murmur S3 muncul pada klien yang mengalami dilatasi ventrikel
kanan yang terdengar di ICS ke-4 kiri. Bising diastolik drescendo bernada tinggi akibat
regurgitasi paru (kebocoran pembuluh arteri pulmo) dapat terdengar di batas sternum atas
5. Pemeriksaan Penunjang
Mitral Stenosis dievaluasi dengan menggunakan prosedur non-invasif dan invasif.
Evaluasi non-invasif dilakukan dengan menggunakan elektrokardiogram (EKG), rontgen
dada, ekokardiogram, dan ekokardiogram olahraga. Evaluasi invasif dilakukan dengan
menggunakan kateterisasi jantung.
1) Elektrokardiogram (EKG)
Pada EKG terlihat adanya perubahan pada gelombang P. Hal ini menunjukkan
pembesaran pada atrium kiri. Adanya deviasi aksis kanan dan hipertrofi ventrikel kanan
menunjukkan hipertensi pulmonal berat.

(Perubahan Gelombang P) (Deviasi Aksis Kanan)


2) Rontgen dada/thoraks
Pada rontgen dada, stadium awal ditemukan ukuran jantung normal, pelurusan batas
kiri siluet jantung, arteri pulmonalis utama yang menonjol, dilatasi vena pulmonalis atas,
dan perbesaran atrium kiri. Sedangkan pada tahap kronis yang parah ditemukan perbesaran
pada semua bilik jantung, arteri pulmonalis, dan vena pulmonalis.

(Rontgen Thoraks Normal)

(Perbesaran pada atrium kiri, siluet pada atrium kanan, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri)
3) Ekokardiogram
Ekokardiogram adalah alat yang digunakan untuk menilai etiologi stenosis mitral,
morfologi, keparahan, dan turut menentukan intervensi pengobatan yang akan dilakukan.
Ekokardiogram digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat morbiditas stenosis mitral
dengan menggunakan skor Wilkins. Skor Wilkins menilai mobilitas (kemampuan),
ketebalan, kalsifikasi (keterlibatan kalsium pada mitral), ketebalan subvalvular. Nilai skor
wilkins > 8 maka stenosis mitral akan berprognosis buruk.

Ekokardiogram latihan dilakukan dengan menggunakan treadmill tegak atau sepeda


terlentang dengan menggunakan rekaman Doppler untuk menilai kecepatan membuka dan
menutup katup mitral dan trikuspid. Ekoardiogram latihan juga dapat digunakan untuk
menilai adanya hipertensi pulmonal dengan mengukur tekanan sistolik arteri pulmonalis
saat istirahat dan ketika olahraga.
4) Kateterisasi jantung
Merupakan prosedur invasif dengan memasukkan kateter ke dalam jantung untuk
menilai dan meyakinkan penegakkan diagnosis atau ketika tes non-invasif memiliki
perbedaan dengan temuan klinis.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stenosis mitral dilakukan dengan melibatkan terapi medis,
valvuloplasti mitral, dan terapi bedah. Saat ini terapi farmakologis tidak dapat memperbaiki
kondisi stenosis mitral yang terjadi. Akan tetapi, terapi farmakologi difokuskan sebagai
pencegahan endokarditis, penurunan komplikasi kasus baru pada demam rematik, perbaikan
gejala, dan penurunan risiko tromboemboli.
1) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis yang diberikan antara lain:
- Antikoagulan atau pengencer darah untuk mengurangi risiko tromboemboli
- Diuretik untuk mengurangi penumpukan cairan melalui peningkatan produksi urine
- Antiaritmia digunakan untuk mengobati irama jantung yang abnormal
- Beta-blocker untuk memperlambat detak jantung dan memperbaiki HR
2) Valvuloplasti
Valvuloplasti balon mitral merupakan prosedur yang melibatkan pemasangan
kateter yang menempel dengan balon melalui pembuluh darah kemudian masuk ke
jantung. Setelah tiba di katup mitral, maka akan dilakukan pengembangan balon kateter
untuk memperluas katup mitral.
3) Tindakan pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan untuk mengganti katup mitral dengan katup
buatan/mekanis atau katup biologis seperti donor manusia.
7. Patofisiologi
Katup mitral adalah katup bileaflet yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
Area orifisium mitral yang normal adalah 4 hingga 6 sentimeter persegi. Dalam kondisi
fisiologis normal, katup mitral terbuka selama diastole ventrikel kiri sehingga
memungkinkan darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri.
Stenosis katup mitral dapat disebabkan oleh kondisi demam reumatik dan non reumatik.
Demam reumatik adalah kondisi infeksius yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Streptococcus Beta Hemolitikus Grup A, umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri
Streptococcus pyogenes yang awalnya menyerang tenggorokan dan sering timbul sebagai
penyakit radang tenggorokan, infeksi laring, atau infeksi faring. Infeksi ini lebih lanjut akan
menimbulkan reaksi inflamasi dan reaktivitas silang antara protein bakteri dan jaringan
jantung yang bermanifestasi sebagai demam rematik akut.
Demam rematik akut merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 2 dimana terjadi reaksi
imun yang dimediasi oleh interaksi antigen antibodi. Terdapat kemiripan molekuler antara
protein M dari Streptococcus dengan protein alfa helix jantung, seperti miosin tropomiosin,
keratin, laminin, vimentin dan endotel katup, sehingga sistem imun mengenali mimikri
molekuler tersebut sebagai autoantigen. Kemudian terjadi reaksi silang autoimun, baik
secara humoral maupun dimediasi oleh sel. Sebagai hasilnya, auto antibodi monoklonal
penderita demam rematik akut akan bereaksi tidak hanya terhadap Streptococcus, tetapi juga
terhadap myosin pada miokardium dan endothelium katup jantung. Reaksi peradangan pada
endotelium yang mengelilingi katup menyebabkan sel T masuk ke dalam katup sehingga
menghasilkan jaringan parut. Inflamasi sitokin, seperti TNF-alpha, IFN-gamma, IL-10, IL-
4 juga bertanggung jawab pada progresifitas lesi fibrotik katup dan dalam progresitivitasnya
akan lesi fibrotik akan menyebabkan stenosis katup mitral.
Penyebab non-reumatik yang dapat menyebabkan stenosis katup mitral adalah
pengapuran katup mitral, kelainan jantung kongenital, endokarditis, atau penyakit autoimun
seperti Sistemik Lupus Eritematosus (SLE). Endokarditis dan penyakit autoimun SLE dapat
meningkatkan pembentukan jaringan parut atau fibrosis katup mitral yang selanjutnya
berkembang menjadi stenosis katup.pengapuran katup mitral terkait dengan proses
kalsifikasi katup yang mana kalsium yang berlebih yang menempel pada katup membuat
katup menjadi lebih kaku dalam kontraksi dan relaksasi. Kelainan jantung
bawaan/kongenital menyebabkan gangguan jaringan ikat pada katup jantung. Gangguan
jaringan ikat ini dapat menyebabkan kelainan katup jantung sejak lahir.
Area katup mitral kurang dari 2 sentimeter persegi menyebabkan hambatan aliran darah
dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Stenosis katup mitral menghalangi aliran darah dari atrium
kiri ke ventrikel kiri sehingga dapat meningkatkan tekanan darah melintasi katup mitral.
Area katup mitral kurang dari 1 sentimeter persegi menyebabkan peningkatan tekanan
atrium kiri. Tekanan darah melintasi katup mitral normal sebesar 20 mmHg, jika terdapat
stenosis katup mitral dapat meningkatkan tekanan atrium kiri hingga 25 mmHg. Tekanan
atrium kiri ini ditransmisikan ke pembuluh paru yaitu peningkatan tekanan pembuluh vena
pulmonal. Tekanan pembluh vena pulmonal dapat menyebabkan pecahnya pembuluh dan
mengakibatkan darah merembes ke paru-paru hingga mencapai interstisial. Akibatnya,
terjadi edema pulmonal dan tekanan pulmonal meningkat. Edema pulmonal menyebabkan
alveolus terdesak dan mengganggu proses difusi oksigen dan karbondioksida di alveolus.
Hal ini menimbulkan Gangguan Pertukaran Gas.
Tekanan pulmonal meningkat menyebabkan tekanan thoraks meningkat dan
menimbulkan desakan di dalam dada dan rasa nyeri dada. Selain itu, tekanan pulmonal yang
meningkat dapat menghambat aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis.
Akibatnya terjadi hambatan darah dari atrium kanan ke ventrikel kanan, selanjutnya terjadi
hambatan aliran darah dari vena cava superior dan inferior yang masuk ke dalam atrium
kanan. Hal ini dapat menyebabkan hepatomegali. Hepatomegali akan mendesak abdomen
dan menyebabkan manifestasi klinis mual, muntah, dan nyeri abdomen. Kondisi ini
mengganggu nafsu makan klien dan klien berisiko mengalami Risiko Defisit Nutrisi.
Hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akibat stenosis dapat
menyebabkan tahanan dan tekanan tinggi pada atrium kiri. Ketika tekanan atrium kiri tetap
tinggi dan atrium kiri yang bertambah besar, meningkatnya kemungkinan terjadinya fibrilasi
atrium yang menyebabkan gangguan irama jantung dengan percepatan Heart Rate (HR)
lebih dari 100x/menit. Peningkatan HR ini akan menyebabkan palpitasi (kondisi jantung
berdebar-debar). Kondisi jantung yang berdebar-debar dapat menyebabkan Gangguan Rasa
Nyaman pada klien.
Jika fibrilasi atrium berkembang, maka kontraksi atrium akan jauh menurun. Dengan
menurunnya kontraksi atrium, maka akan terjadi penurunan volume curah jantung (Cardiac
Output/CO). Cardiac Output/CO yang menurun menyebabkan suplai darah ke seluruh
tubuh dan suplai darah ke jantung sendiri juga menjadi berkurang. Berkurangnya suplai
darah ke otak mengganggu proses perfusi jaringan serebral. Suplai darah menurun juga
mengganggu perfusi jaringan. Selain itu, menurunnya suplai darah juga menurunkan GFR
(glomerular filtration rate). Menurunnya GFR dapat menimbulkan disfungsi ginjal dan
mengakibatkan gangguan perfusi renal menjadi tidak efektif.
8. WOC

Non-Reumatik
Infeksi Bakteri
Streptococcus Beta
Hemolitikus Grup A Endokarditis dan SLE Kalsifikasi katup Kelainan jantung bawaan
(Streptococcus
pyogenes)
Penebalan katup Kelainan jaringan ikat katup
Demam Reumatik
dan berkurang
elastisitas katup
Antibodi menyerang bakteri
pada saluran pernapasan

Struktur M-protein bakteri Streptococcus


sama dengan struktur myosin pada
miokardium dan endothelium katup
jantung, khususnya katup mitral.

Reaksi autoimun pada katup jantung

Jaringan fibrotik/jaringan parut pada katup

Kekakuan katup

STENOSIS KATUP MITRAL

Aliran darah dari Atrium kiri ke Ventrikel kiri terhambat Fibrilasi Atrial dan palpitasi
Jantung berdebar-debar
B1 B2 B3 B4 B5 B6

Tahanan Tinggi di Volume input CO Menurun CO Menurun Peningkatan CO Menurun Sering terjaga di
darah ke ventrikel Tekanan malam hari
atrium kiri kiri menurun
Suplai darah ke Pulmonal
Suplai darah ke Ginjal Menurun Hipertensi Pulmonal Aliran Darah ke
Peningkatan otak menurun muskuloskletal
Cardiac output MK: Gangguan
tekanan pembuluh menurun menurun Pola Tidur (D.0055)
Penurunan GFR Hambatan Aliran
vena pulmonal MK: Risiko Perfusi Darah Ventrikel
Serebral Tidak Kanan ke Arteri Pulmo
Pembuluh vena Menurunnya O2 dan
Efektif (D.0017) Disfungsi
dan kapiler pecah menumpuknya CO2
Curah Jantung Ginjal
Menurun Suplai darah ke
Hambatan Aliran
MK: jaringan menurun Darah Atrium kanan Respirasi Aerob tidak
Darah merembes Penurunan MK: Risiko
Perfusi Renal ke ventrikel kanan berjalan digantikan
ke intestisial Curah Jantung Respirasi Anaerob
Tidak Efektif
(D.0008) MK: Perfusi
paru-paru (D.0016)
Perifer Tidak
Hambatan Aliran Darah
Efektif (D.0009)
dari Vena Cava Superior Berkurangnya jumlah ATP yang
Tertumpuknya
Edema pulmonal Tekanan pulmonal meningkat dan Inferior di produksi dan menumpuknya
cairan dan elektrolit
asam laktat di otot

Alveolus terdesak Tekanan Thoraks Aliran darah menumpuk


Kelebihan cairan dan dan tertahan di Vena Porta
/dada meningkat elektrolit di Ketidakmampuan
Hepatika (Jalur Inferior)
ekstremitas  edema melakukan ADL
Gangguan proses MK: Intoleransi
difusi pertukaran Nyeri Dada Hepatomegali  Mual, Aktivitas (D.0056)
O2 dan CO2 muntah, abdomen
MK: Risiko
MK: Nyeri Ketidakseimbangan tertekan
Akut (D.0077) Elektrolit (D.0037)
Sesak napas
MK: Nausea (D.0076)
MK: Gangguan Pertukaran
Gas (D.0003)
Penatalaksanaan Prosedur Pembedahan

Pre Operasi Post Operasi

Kurang terpapar Kecemasan dan gelisah


informasi Luka insisi post Tirah Baring
operasi dan keterbatasan
mobilisasi
Krisis situasional
MK: Defisit Pengetahuan
(D.0111) Nyeri MK: Risiko
MK: Ansietas MK : Nyeri Infeksi Penekanan yang
(D.0080) Akut (D.0070) (D. 0142) lama pada beberapa
bagian tubuh
(sakrum, belakang
lutut, betis)
MK: Risiko
Gangguan
Integritas Kulit
(D.0139)
Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
 Tanggal pengkajian, jam pengkajian, No.RM, dan diagnosis medis
 Identitas
Nama pasien
Usia : mitral stenosis dapat terjadi pada semua usia. Mitral stenosis yang terjadi akibat
komplikasi demam reumatik (PJR/Penyakit Jantung Rematik) umumnya terjadi pada usia
5-15 tahun dan jarang ditemui pada usia dewasa.
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Sumber biaya
 Keluhan utama : ortopnea, dispnea, dispnea nokturnal paroksismal, nyeri dada
 Riwayat penyakit sekarang : Klien mengeluh sesak napas dan sering merasa lelah dan
lemah ketika beraktivitas. Jantung klien berdebar-debar (palpitasi), klien tetap merasa
jantung yang berdebar-debar meskipun sudah berbaring, dan sedikit berkurang jika
pasien duduk atau tidur dengan posisi kepala lebih tinggi. Klien juga sering merasakan
jantung berdegub dan sesak napas kencang di malam hari hingga klien sering terbangun
dari tidur dan sulit tidur dengan nyenyak. Klien juga merasakan nyeri di dada dan pusing.
Klien juga dapat merasakan rasa kembung atau penuh di dalam perut, terkadang juga
ditemui mual, muntah, atau edema ekstremitas.
 Riwayat penyakit keluarga : riwayat penyakit keluarga dikaitkan dengan penyakit mitral
stenosis kongenital/bawaan. Apakah terdapat keluarga yang memiliki penyakit kelainan
jantung terutama kelainan pada katup jantung.
 Riwayat penyakit dahulu : berkaitan dengan faktor etiologi demam reumatik. Apakah
klien pernah mengalami demam reumatik sebelumnya. Gejala sisa dari demam reumatik
dapat menyebabkan komplikasi penyakit jantung reumatik (PJR)
 Perilaku yang memengaruhi kesehatan : mengkaji kebiasaan meminum alkohol,
merokok, konsumsi obat-obatan antibiotik yang tidak tuntas yang dapat menyebabkan
resisten bakteri Streptococcus yang memungkinkan serangan infeksi demam reumatik
berulang dan atau menimbulkan komplikasi gejala sisa akibat pengobatan antibiotik tidak
tuntas.
 Kondisi umum : pucat, mata cowong dikarenakan gangguan pola tidur, konjungtiva
anemis, lemah, mudah letih, kesadaran mungkin menurun.
 Observasi dan pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital (TTV):
Suhu : suhu cenderung normal dan stabil dikarenakan mitral stenosis tidak
berhubungan dengan penurunan atau kenaikan suhu tubuh.
Nadi dan HR : meningkat dikarenakan menurunnya volume curah jantung (cardiac
output), sedangkan tubuh memerlukan pasokan darah yang cukup untuk menjalankan
aktivitasnya. Oleh karena itu, Nadi dan HR akan mengalami peningkatan yaitu lebih
dari 100x/menit.
RR : meningkat dikarenakan tubuh membutuhkan banyak pasokan oksigen yang
dibawa darah, takipneu (RR>20 x/menit) dapat terjadi.
Tekanan Darah : Tekanan Darah dapat meningkat dikarenakan adanya fibrilasi atrial,
hipertensi pulmonal, nyeri dada yang dialami, atau gangguan pola tidur yang dialami
oleh klien (adanya dispnea terutama ketika tidur di malam hari sehingga klien sering
terjaga, sehingga mengganggu pola tidur)
b) Sistem pernapasan
Inspeksi : klien terlihat dispnea, kesulitan bernapas, penggunaan otot bantu
pernapasan (otot leher, tulang rusuk, sternum, atau perut), retraksi dinding dada
Palpasi : normal, tidak ada perbesaran
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
c) Sistem kardiovaskular
Inspeksi : klien dapat terlihat memegang dada bagian tengah sedikit ke bagian kiri dan
meringis karena stenosis mitral dapat menyebabkan rasa yang tidak nyaman atau
nyeri, klien juga nampak meringis.
Palpasi : teraba adanya distensi vena jugularis (>8 cmH2O), teraba adanya palpitasi
atau jantung yang berdegub kencang dan berdebar-debar, dapat ditemui adanya nyeri
dada ketika dipalpasi. Ketika jantung memompa darah, dapat teraba adanya pulsasi
karena peningkatan kekuatan penutupan katup mitral.
Perkusi : dapat ditemukan perbesaran jantung bagian kiri
Auskultasi : ditemukan bunyi murmur (S3) dengan suara yang rendah dan berkarakter
gemuruh pada akhir diastolik yang terdengar di apex jantung, bunyi jantung pertama
(S1) yang biasanya terdengar keras karena peningkatan kekuatan pada penutupan
katup mitral. Komponen bunyi S2 juga mungkin terdengar keras jika terdapat
hipertensi pulmonal berat.
Pengkajian nyeri dada PQRST:
P: peningkatan tekanan pulmonal dan pembesaran atrium kiri mendesak rongga dada
Q: rasa nyeri tajam, terasa seperti ditusuk-tusuk, atau tertimpa benda besar di atas dada
R: bagian tengah dada sedikit ke kiri
S: ringan (1-3), sedang (4-5), berat (6-10)
T: 24 jam, bertambah ketika klien tidur berbaring dengan posisi jantung sejajar dengan
kepala.
d) Sistem persyarafan
Inspeksi : normal
Palpasi : normal
Uji reflex : normal
e) Sistem perkemihan
Inspeksi : klien mampu berkemih dengan spontan. Klien dapat mengalami oliguria
dengan jumlah urine kurang dari normal (<400 ml/24 jam), tidak ditemukan nyeri
ketika berkemih.
Palpasi : normal
Perkusi : normal
Auskultasi : normal
f) Sistem pencernaan
Inspeksi : dalam beberapa kasus stenosis mitral yang dapat mengakibatkan gagal
jantung kanan, terdapat perbesaran abdomen karena hepatomegali dan asites akibat
ketidakseimbangan cairan serta penumpukan cairan elektrolit di tubuh. Akibat hal ini
dapat ditemukan klien yang mual dan muntah.
Palpasi : dapat teraba perbesaran abdomen dan hepar.
Perkusi : normal.
Auskultasi : normal tanpa adanya bruit.
g) Sistem penglihatan
Inspeksi : normal, klien dapat melihat dengan normal
Palpasi : normal
h) Sistem pendengaran
Inspeksi : normal
i) Sistem muskuloskletal
Inspeksi : klien terlihat lemah dan mudah letih ketika beraktivitas, tidak ada kelainan
dalam bergerak dan berjalan.
Palpasi : normal, tidak ada kelainan ekstremitas
j) Sistem integumen
Inspeksi : normal
Palpasi : normal
k) Sistem endokrin : normal
l) Pengkajian psikososial
Klien mengalami kesulitan tidur akibat debaran jantung yang cepat dan rasa sesak
yang dialami. Klien juga dapat merasa gelisah dan tegang akibat nyeri dada yang
dialami.
m) Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan
Klien dengan stenosis mitral sering mengalami kelelahan setelah melakukan aktivitas.
Klien dengan stenosis mitral juga dianjurkan untuk melakukan tirah baring untuk
menghindari kinerja berat pada jantung. Oleh karena itu, klien dengan stenosis mitral
memerlukan bantuan sebagian dalam melakukan ADL termasuk aktivitas personal
hygiene.
n) Pengkajian spiritual
Dalam memenuhi kebutuhan spiritual, klien dengan stenosis mitral mungkin
memerlukan bantuan dalam pemenuhannya. Hal ini dikarenakan klien dengan stenosis
mitral yang lebih dianjurkan untuk melakukan tirah baring.
o) Pengkajian penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium (kreatinin, BUN, elektrolit, seperti
Natrium, Kalium, Sodium), Foto Thoraks, Pemeriksaan EKG, Ekokardiogram,
Ekokardiogram olahraga, CT Scan/MRI, atau kateterisasi jantung.

2) Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) b.d. ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d. SaO2
menurun (<98%), PCO2 meningkat (>45 mmHg), PO2 menurun (<80 mmHg),
takikardia (N>100 x/menit), pH arteri menurun (<7,38), takikardia (N>100 x/menit),
pH arteri menurun, napas cuping hidung, penggunaan otot bantu napas (otot leher,
tulang rusuk, sternum, atau perut), retraksi dinding dada.
2. Penurunan Curah Jantung (D.0008) b.d. penurunan afterload d.d. dispnea, ortopnea,
palpitasi, dispnea nokturnal paroksismal (PND), tekanan darah meningkat, nadi perifer
teraba lemah, CRT (Capillary refill time) > 3 detik, takikardia (N>100x/menit), suara
murmur jantung pada apex jantung, suara jantung S3 akhir diastolik, distensi vena
jugularis (>8cmH2O)
3. Nyeri akut (D.0077) b.d. agen pencedera fisiologi (penekanan rongga thoraks akibat
peningkatan tekanan pulmonal) d.d. mengeluh nyeri di bagian dada tengah sedikit ke
kiri terasa seperti ditusuk-tusuk atau tertimpa benda padat diatas dada, terasa nyeri 24
jam makin bertambah ketika berbaring sejajar jantung dengan kepala, tampak meringis,
bersikap protektif (memegang dada tengah sedikit ke kiri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat (N>100x/menit), sulit tidur, pola napas takipneu (RR>20x/menit)
4. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d. penurunan aliran arteri perifer d.d. pengisian
kapiler (CRT) > 3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral terasa dingin,
warna kulit pucat, turgor kulit menurun (>5 detik)
5. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017) d.d. stenosis mitral
6. Intoleransi aktivitas (D.0056) b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen d.d. mengeluh cepat lelah ketika melakukan aktivitas, dispnea saat dan setelah
aktivitas, merasa lemah, frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
7. Gangguan pola tidur (D.0055) b.d. kurang kontrol tidur akibat fibrilasi atrial dan
palpitasi d.d. mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup, sering terbangun dari
tidur khususnya tidur di malam hari.
8. Risiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) d.d. kelebihan volume cairan dan edema
anarsaka (ekstremitas)
9. Risiko perfusi renal tidak efektif (D.0016) d.d. disfungsi ginjal akibat aliran darah arteri
ginjal menurun sehingga GFR menurun
10. Nausea (D. 0076) b.d. peningkatan tekanan intraabdominal (hepatomegali) d.d.
mengeluh mual, merasa ingin muntah, tidak berminat makan, pucat, mata cowong
11. Defisit pengetahuan tentang prosedur Valvuloplasti atau Tindakan Pembedahan Katup
(D.0111) d.d. menanyakan masalah yang dihadapi, terlihat kebingungan
12. Ansietas (D.0080) b.d. krisis situasional d.d. merasa bingung, merasa khawatir dengan
akibat dari prosedur yang akan dilakukan, tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
13. Nyeri akut (D.0077) pasca prosedur tindakan d.d. mengeluh nyeri di area luka insisi,
tampak meringis, bersikap protektif atau melindungi area insisi untuk tidak tersentuh
atau tertekan, gelisah, frekuensi nadi meningkat (N>100x/menit), sulit tidur.
14. Risiko infeksi (D.0142) d.d. efek prosedur invasif tindakan pembedahan valvuloplasti
atau tindakan pembedahan katup
15. Risiko Gangguan Integritas Kulit (D.0139) d.d. penurunan mobilitas dan tirah baring
pasca pembedahan
3) Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1. D.0003 Gangguan L. 01003 Pertukaran Gas I.01026 Terapi Oksigen 1. Mengevaluasi ada atau tidaknya
Pertukaran Gas Setelah dilakukan intervensi Observasi perbaikan setelah dilakukannya
Gangguan Pertukaran keperawatan selama 1x2 - Monitor efektivitas penggunaan terapi intervensi terapi oksigen pada
Gas b.d. jam, maka Pertukaran Gas oksigen dengan evaluasi AGD, oksimetri, klien.
ketidakseimbangan meningkat dengan kriteria pemeriksaan pH arteri 2. Penggunaan oksigen dalam jangka
ventilasi-perfusi d.d. hasil: - Monitor integritas mukosa hidung akibat waktu yang lama dapat
SaO2 menurun (<98%), - SaO2 membaik (98-100%) pemasangan oksigen, khususnya menyebabkan kekeringan pada
PCO2 meningkat (>45 - PCO2 membaik (35-45 penggunaan nasal kanul membran mukosa hidung, jika
mmHg), PO2 menurun mmHg) Terapeutik terdapat indikasi membran
(<80 mmHg), takikardia - PO2 membaik (80-100 - Siapkan dan atur peralatan pemberian mukosa kering maka dapat
(N>100 x/menit), pH mmHg) oksigen dipasang humadifier untuk
arteri menurun (<7,38), - Frekuensi nadi membaik - Diskusi dengan klien dan keluarga untuk melembabkan oksigen yang keluar
napas cuping hidung, (60-100 x/menit) anjuran rawat inap bagi klien dengan dari alat terapi oksigen.
penggunaan otot bantu - pH arteri membaik (7,38- kondisi yang memerlukan terapi oksigen 3. Menyiapkan peralatan
napas (otot leher, tulang 7,42) kontinyu pemasangan oksigen
rusuk, sternum, atau - napas cuping hidung Edukasi 4. Meningkatkan pemberian terapi
perut), retraksi dinding membaik - Edukasi pasien dan keluarga perlunya oksigen jika kondisi klien
dada. - penggunaan otot bantu penggunaan oksigen di rumah memerlukan bantuan terapi
napas menurun oksigen kontinyu 24 jam untuk
- retraksi dinding dada - Edukasi pasien dan keluarga mengenai menunjang perbaikan kondisi
menurun indikasi penggunaan, prosedur klien dan mengurangi sesak napas
penggunaan, indikasi pelepasan masker klien dengan pemberian terapi
oksigen, dan prosedur pelepasan masker oksigen yang adekuat.
oksigen 5. Meningkatkan edukasi klien dan
Kolaborasi keluarga mengenai perlunya
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen penggunaan oksigen di rumah
- Kolaborasi penentuan alat masker 6. Meningkatkan kemampuan klien
oksigen sesuai kebutuhan klien dan keluarga klien untuk turut
- Kolaborasi waktu dan durasi penggunaan membantu memonitor dan
oksigen meningkatkan efektivitas terapi
dengan memahami indikasi
penggunaan, prosedur
penggunaan, indikasi pelepasan
serta prosedur pelepasan masker
oksigen
7. Menentukan dosis oksigen yang
sesuai dengan kondisi klien, jika
kekurangan dosis maka terapi
menjadi tidak efektif, dan jika
terlalu berlebih akan
menyebabkan alkalosis
respiratorik di dalam tubuh
8. Memaksimalkan dan
meningkatkan efektivitas terapi
yang diberikan
9. Penentuan waktu pemberian terapi
oksigen yang sesuai dengan
kondisi klien.
2. D.0008 Penurunan L.02008 Curah Jantung I.02075 Perawatan Jantung 1. Mengidentifikasi adanya
Curah Jantung Setelah dilakukan intervensi Observasi komplikasi yang disebabkan
Penurunan Curah keperawatan selama 1x2 - Identifikasi tanda/gejala sekunder menurunnya curah jantung
Jantung b.d. penurunan jam, maka Curah Jantung penurunan curah jantung (peningkatan 2. Mengidentifikasi dan
afterload d.d. dispnea, meningkat dengan kriteria berat badan, edema, hepatomegali, mengevaluasi perkembangan
ortopnea, palpitasi, hasil: oliguria, kulit pucat, pusing, mual dan stenosis mitral yang terjadi dan
dispnea nokturnal - dispnea menurun muntah) efek yang ditimbulkan pada
paroksismal (PND), - ortopnea menurun - Identifikasi EKG 12 sadapan kinerja jantung.
tekanan darah - kekuatan nadi perifer - Identifikasi nilai laboratorium jantung 3. Mengidentifikasi adanya
meningkat, nadi perifer meningkat (elektrolit: natrium, kalium, sodium) komplikasi ketidakseimbangan
teraba lemah, CRT - palpitasi menurun - Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi elektrolit dan cairan yang
(Capillary refill time) > sebelum dan sesudah aktivitas (dapat meningkatkan risiko terjadinya
3 detik, takikardia edema pada klien
(N>100x/menit), suara - dispnea nokturnal dilakukan dengan ekokardiogram 4. Mengidentifikasi dan
murmur jantung pada paroksismal (PND) olahraga) mengevaluasi efek yang
apex jantung, suara menurun Terapeutik ditimbulkan stenosis terhadap
jantung S3 akhir - CRT membaik (< 3 detik) - Diskusikan jenis dan durasi aktivitas kemampuan aktivitas klien. klien
diastolik, distensi vena - Suara jantung S3 akhir yang dapat dilakukan dan tidak dengan stenosis mitral rentan
jugularis (>8cmH2O) diastolik menurun menimbulkan jantung berdebar-debar dan mengalami intoleransi aktivitas
- Suara murmur jantung sesak napas 5. Mengidentifikasi tingkat
menurun Edukasi kemampuan jantung dalam
- Distensi vena jugularis - Anjurkan klien posisi semi-fowler atau menunjang aktivitas klien dengan
menurun (<8 cmH2O) fowler dengan posisi kepala lebih tinggi stenosis mitral
- Tekanan darah meningkat dari jantung 6. Mengurangi rasa sesak dan nyeri
(120/80- 130/90 mmHg) - Anjurkan melakukan diet jantung yang dada yang dialami klien dengan
sesuai (batasi asupan natrium, kafein, modifikasi posisi
berikan makanan tinggi vitamin B 7. Meningkatkan asupan yang dapat
kompleks dan omega-3) memberikan nutrisi baik bagi sel-
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai sel otot dan vaskular jantung
toleransi 8. Mengurangi peningkatan
- Anjurkan berhenti merokok dan terpapar kebutuhan oksigen akibat
asap rokok peningkatan aktivitas sehingga
- Anjurkan melakukan tirah baring mengurangi beban afterload
Kolaborasi jantung
- Kolaborasi tatalaksana valvuloplasti atau 9. Mengurangi gaya hidup yang
tindakan pembedahan katup meningkatkan kerusakan pada sel-
- Kolaborasi pemberian Antikoagulan atau sel jantung dan pembuluh darah
pengencer darah (heparin), jika perlu juga mengurangi pembentukan
- Kolaborasi pemberian Diuretik clotting yang akan memperburuk
(furosemide) jika terdapat penumpukan kondisi stenosis mitral yang
cairan, edema, asites, jika perlu terjadi
- Kolaborasi pemberian Antiaritmia 10. Mengurangi beban afterload
(amiodarone) jantung, sehingga klien dapat
- Kolaborasi pemberian Beta-blocker berkurang nyeri dada dan rasa
(bisoprolol) sesak
- Rujuk ke program rehabilitasi jantung 11. Tindakan valvuloplasti
dengan pemasangan kateter balon
pada katup mitral dapat
memperlebar katup mitral yang
mengalami stenosis sehingga
darah dapat mengalir lebih lancar
dari atrium kiri ke ventrikel kiri.
Dengan begitu, curah jantung
dapat meningkat. Selain itu,
tindakan pembedahan katup juga
dapat menjadi pilihan untuk
mengganti katup mitral yang
mengalami stenosis dengan katup
mitral yang kondisinya baik
sehingga aliran darah dari atrium
kiri ke ventrikel kiri tidak
terganggu.
12. Untuk menghindari risiko
terjadinya trmboemboli pada
atrium dan pembuluh jantung
karena aliran darah yang tertahan.
13. Penumpukan cairan dan
elektrolit di dalam tubuh yang
terjadi akibat menurunnya GFR
pada ginjal imbas menurunnya CO
jantung dapat dikurangi dengan
pemberian diuretik. Pemberian
diuretik dapat membuang
kelebihan cairan melalui urine
dengan memodifikasi proses
reabsorbsi pada TKP supaya lebih
banyak membuang elektrolit dan
air untuk menjadi urine
14. Untuk mengatasi aritmia yang
terjadi akibat stenosis mitral yang
menghambar kinerja jantung,
sehingga jantung bekerja tidak
beraturan sehingga menimbulkan
aritmia
15. Untuk menjaga dan
menstabilkan tekanan darah dan
menstabilkan kinerja jantung
16. Terapi meningkatkan fungsi
jantung pembuluh darah secara
bertahap
3. D.0077 Nyeri Akut L.08066 Tingkat Nyeri I.08243 Pemberian Analgetik 1. Menghindari adanya alergi setelah
Nyeri akut b.d. agen Setelah dilakukan intervensi Observasi pemberian obat analgesik
pencedera fisiologi keperawatan selama 1x60 - Identifikasi riwayat alergi obat 2. Meningkatkan efektivitas dan
(penekanan rongga menit, maka Tingkat Nyeri - Identifikasi kesesuaian jenis analgetik kinerja obat analgesik untuk
thoraks akibat menurun dengan kriteria dengan tingkat keparahan nyeri menurunkan nyeri
peningkatan tekanan hasil: Terapeutik 3. Meningkatkan efektivitas obat
pulmonal) d.d. analgesik dan kenyamanan
mengeluh nyeri di - Keluhan nyeri dada - Diskusikan jenis analgesik yang sering penggunaan obat oleh klien karena
bagian dada tengah menurun (skala 0-3/tidak digunakan dan disukai klien dalam klien sudah terbiasa dan menyukai
sedikit ke kiri terasa nyeri/nyeri ringan) mengatasi nyeri penggunaan analgesik tertentu
seperti ditusuk-tusuk - Meringis menurun Edukasi untuk menurunkan nyeri
atau tertimpa benda - Sikap protektif menurun - Jelaskan efek terapi dan efek samping 4. Meningkatkan perhatian, monitor
padat diatas dada, terasa - Gelisah menurun obat analgesik yang digunakan: efek samping, dan pencegahan
nyeri 24 jam makin - Frekuensi nadi membaik efek samping penggunaan acetaminophen efek samping yang dapat
bertambah ketika (60-100x/menit) yaitu sakit kepala, mual, muntah, dan ditimbulkan oleh penggunaan obat
berbaring sejajar jantung - Pola tidur membaik sakit bagian epigastrik analgesik
dengan kepala, tampak - Pola napas membaik Kolaborasi 5. Menurunkan nyeri sesuai dengan
meringis, bersikap (RR: 12-20x/menit) - Kolaborasi pemberian dosis dan jenis tingkat nyeri sehingga tepat jenis,
protektif (memegang analgesik yang sesuai tingkat keparahan tepat dosis, serta aman dikonsumsi
dada tengah sedikit ke nyeri dan aman untuk klien dengan oleh klien dengan penyakit
kiri), gelisah, frekuensi penyakit jantung. Salah satunya yaitu jantung untuk menghindari
nadi meningkat analgesik Acetaminophen. komplikasi yang dapat terjadi
(N>100x/menit), sulit - Kolaborasi medikasi untuk mengatasi 6. Mencegah dan mengatasi efek
tidur, pola napas efek samping yang dapat timbul dari samping yang terjadi akibat
takipneu penggunaan analgesik, jika perlu. penggunaan analgesik
(RR>20x/menit) Seperti penggunaan Acetaminophen yang
diminum setelah makan, menambah
medikasi obat GI, seperti Ranitidine
Pengkajian nyeri dada
PQRST:
P: peningkatan tekanan
pulmonal dan
pembesaran atrium kiri
mendesak rongga dada
Q: rasa nyeri tajam,
terasa seperti ditusuk-
tusuk, atau tertimpa
benda besar di atas dada
R: bagian tengah dada
sedikit ke kiri
S: ringan (1-3), sedang
(4-5), berat (6-10)
T: 24 jam, bertambah
ketika klien tidur
berbaring dengan posisi
jantung sejajar dengan
kepala.
Daftar Pustaka
Cunningham MW. Rheumatic Fever, Autoimmunity and Molecular Mimicry: The
Streptococcal Connection. Int Rev Immunol. 2014 Jul-Aug; 33(4): 314–329.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4669348/#__ffn_sectitle
Shah SN, Sharma S. Mitral Stenosis. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430742/
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai