Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT

JANTUNG BAWAAN (PJB)

A.    DEFINISI
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit struktural jantung dan pembuluh darah besar yang
sudah terdapat sejak lahir. Perlu diingatkan bahwa tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut dapat
dideteksi segera setelah lahir, tidak jarang penyakit jantung bawaaan baru bermanifestasi secara klinis
setelah pasien berusia  beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun ( Markum, 1996).
Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak-anak. Apabila
tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal pada waktu bayi. Oleh karena itu, penyakit jantung bawaan
yang ditemukan pada orang dewasa menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam,
atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal ini pulalah yang menyebabkan
perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak dan pada orang dewasa (Panggabean & Harun,
1999).
Kelainan jantung bawaan TGA ( Transposition Of The Great Arteries ) merupakan kelainan pada
jantung berupa adanya pemindahan asl dari aorta dan arteri pulmonalis; aorta keluar dari ventrikel kanan
dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Selain kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TGA
terdapat kelainan pada jantung yang menyertai TGA seperti letak katup aorta, katup pulmonal, dan
sebagainya. Pada PJB yang disebut TGA komplek ialah adanya letak katup aorta di kanan pada
lengkung aorta ke kanan. ( Ngastiah, hal 110 )
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau tanpa VSD, dan (2)
dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang berbeda dari ringan sampai
berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Penampilan klinis yang paling utama pada TGA dengan IVS adalah sianosis sejak lahir dan
kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada terbukanya PDA. Sianosis akan makin nyata saat PDA
mulai menutup pada minggu pertama kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul hipoksia berat dan
asidosis metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda dan gejala akibat aliran ke
paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung kongestif pada usia 2–3 bulan saat tahanan vaskuler
paru turun. Karena pada TGA posisi aorta berada di anterior dari arteri pulmonalis maka pada auskultasi
akan terdengar bunyi jantung dua yang tunggal dan keras, sedangkan bising jantung umumnya tidak ada
kecuali bila ada PDA yang besar, VSD atau obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri.
Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus PGE1 untuk
mempertahankan terbukanya PDA sehingga terjadi pencampuran yang baik antara vena sistemik dan
vena pulmonal. Selanjutnya bila ternyata tidak ada ASD atau defeknya kecil, maka harus secepatnya
dilakukan Balloon Atrial Septostomy  (BAS), yaitu membuat lubang di septum atrium dengan kateter
balon untuk memperbaiki percampuran darah di tingkat atrium. Biasanya dengan kedua tindakan
tersebut diatas, keadaan umum akan membaik dan operasi koreksi dapat dilakukan secara elektif.
Operasi koreksi yang dilakukan adalah arterial switch, yaitu menukar ke dua arteri utama
ketempat yang seharusnya yang harus dilakukan pada usia 2–4 minggu sebelum ventrikel kiri menjadi
terbiasa memompa darah ke paru-paru dengan tekanan rendah.
Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD, tidak perlu dilakukan pada
usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita dapat ditunda sampai usia 3–6 bulan dimana berat
badan penderita lebih baik dan belum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru akibat hipertensi
pulmonal yang ada. ( Rudolph, 2001)
B.     ETIOLOGI
Penyakit jantung bawaan diduga terjadi dimasa embrional. Disebabkan :
a.       Factor genetic.
1.      Adanya gen – gen mutan tunggal ( dominan autosomal, resesif autosomal, atau terkait – X ) yang
biasanya menyebabkan penyakit jantung bawaan sebagai bagian dari suatu kompleks kelainan.
2.      Kelainan kromosom juga menyebabkan penyakit jantung kongenital sebagai bagian suatu kompleks lesi.
3.      Factor gen multifaktorial, dipercaya merupakan dasar terjadinya duktus anterious paten dan dasar
penyakit congenital lainnya.
b.      Factor lingkungan.
1.      Lingkungan janin, ibu yang diabetic atau ibu yang meminum progesterone saat hamil mungkin akan
mengalami peningkatan resiko untuk mempunyai anak dengan penyakit jantung congenital.
2.      Lesi viral. Emriopati rubella sering menyebabkan stenosis pulmonal perifer, duktus arteosus paten dan
kadang – kadang stenosis katup pulmonal. ( Rudolph Vol 1, hal 1603 )

C.    PATOFISIOLOGI
Kelainan jantung congenital dua perubahan hemodinamik utama. Shunting atau percampuran
darah arteri dan vena serta perubahan aliran darah pulmonal dan tekanan darah. Normalnya, tekanan
pada jantung kanan lebih besar daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir
melalui lubang abnormal  pada jantung sehat dari daerah yang bertekanan lebih tinggi kedaerah yang
bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenasi mengalir ke dalam sirkulasi sistemik. Aliran
darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada keterlambatan penipisan normal serabut
otot lunak pada arteriola pulmonal sewaktu lahir. Penebalan vascular meningkat resistensi sirkulasi
pulmonal, aliran darah pulmonal dapat melampaui sirkulasi sis dan aliran darah bergerak dari kanan ke
kiri.
Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta kenaikan tekanan
pulmonal akan meningkatkan kerja jantung. Menifestasi dari penyakit jantung congenital yaitu adanya
gagal jantung, perfusi tidak adekuat dan kongesti pulmonal.

D.    MANIFESTASI KLINIS
a.       Bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru – biruan yang disebut Picasso Blue. Sianosis merata
keseluruh tubuh kecuali jika resistensi vascular paru sangat tinggi, dibagian tubuh sebelah atas akan
lebih sianotik dibanding bagian bawah.
b.      Pada foto thorax terlihat jelas gambaran pembuluh darah abnormal.
c.       Pada umur tiga bulan, terjadi kelambatan penambahan berat badan dan panjang badan serta
perkembangan otak terganggu.
d.      Disertai pulmonal stenosis sering timbul serangan anoksia, yang menandakan bahaya kematian.
e.       Bila terdapat gejala takipnea, maka tanda adanya gejala gagal jantung.
f.       Pada aliran darah paru yang meningkat menunjukkan penampangan anterior – posterior dada bertambah.
g.      Pada anak besar, tampak jelas voussure cardiac ke kiri.
h.      Pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung II tunggal oleh karena katup pulmonal bersembunyi di
belakang katup aorta. Bising dapat tidak ada sama sekali sampai bising pansistolik atau bising kontinu
melalui duktus arteriosus.
E.     KOMPLIKASI
Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalami berbagai komplikasi antara
lain :
1.      Gagal jantung kongestif.
2.      Renjatan kardiogenik henti jantung.
3.      Aritmia.
4.      Endokarditis bakterialiastis.
5.      Hipertensi.
6.      Hipertensi pulmonal.
7.      Tromboemboli.
8.      Abses otak.

F.     PANATALAKSANAAN
a.      Penatalaksanaan Medik
Dengan operasi, memungkinkan pasien dapat bertahan hidup setelah klien berumur 2 tahun. Jika
sering mengalami spell, segera operasi paliatif ( BT shunt – membuat saluran dari arteri subklavia ke
arteri pulmonal.).
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi pencampuran darah. Pada saat prosedur suatu kateter
balon dimasukan ketika katerisasi jantung untuk membesar kelainan septum intra arterial. Pada cara
Blalock Halen dibuat suatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan. Cara Mustard
digunakan untuk koreksi yang permanent. Septum dihilangkan, dibuatkan sambungan sehingga darah
yang teroksigenasi dari vena pulmonal kembali ke ventrikel kanan untu sirkulasi tubuh dan darah tidak
teroksigenasi kembali dari vena pulmonal kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah
tidak teroksigenasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonal untuk keperluan sirkulasi paru-paru.
Kemudian akibat kelainan ini telah berkurang secara nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.
( Pediatrica, hal III.29 )
b.      Penatalaksanaan Keperawatan
Sama dengan pasien TF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak perlu tindakan memberikan
sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat, maka O2 harus diberikan terus menerus secara  rumat.
Selain itu juga mengetahui bagaimana persiapan pasien untuk suatu tindakan seperti:
1)      Membuat rekaman EKG
2)      Mengukur tekanan darah secara benar
3)      Mempersiapkan pasien untuk kateterisasi jantung atau operasi
4)      Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri. (Ngastiah, 111)
  
ASUHAN KEPERAWATAN

I.            MANAJEMEN  KEPERAWATAN
       

A.    Pengkajian
1)      Identitas Pasien: nama, umur, jenis kelamin, berat dan panjang badan lahir, berat dan tinggi badan
sekarang.
2)      Riwayat Kesehatan:
a.       Riwayat penyakit sekarang, dan faktor pencetus.
b.      Riwayat kehamilan ibu.
c.       Riwayat penyakit dulu: Data fokus, kaji:
1.      Riwayat batuk panas sering (infeksi saluran nafas), cepat lelah/ sering berhenti saat menghisap ASI/
susu/ makan (FD), banyak keringat, BB sulit naik, dan perkembangan motorik terlamba (FTT).
2.      Bila pasien biru (sianosis): kaji riwayat bertambahnya sianosis saat beraktifitas; saat menghisap ASI/
susu/ menangis/ mandi pagi atau BAB, dengan suara nafas yang memburu. Kemudian lemas/ pingsan/
kejang, serta riwayat squatting.
3.      Bila edema: kaji daerah edema, skala edema, intake cairan dan output 24 jam.

II.            PEMERIKSAAN FISIK          
    

1.      Kepala: ukuran diameter kepala bayi/ anak, bentuk kepala bayi/ anak.
2.      Wajah:
a.       Mata: konjungtiva, sklera, palpebra, pupil.
b.      Hidung: terdapat masa/ tidak, sekret, kembang kempis cuping, epistaksis (mimisan).
c.       Telinga: serumen, simetris.
d.      Mulut: bibir ( sianosis, kering), tonsil, gusi, gigi (pada anak ukup usia), somatitis.
3.      Leher: JVP.
4.      Dada:
a.       Inspeksi: kemerahan, kebiruan, bentuk dada, simetris, retraksi dada.
b.      Palpasi: nyeri tekan (diindikasi dengan menangis pada bayi), ekspansi dada.
c.       Perkusi: kaji suara perkusi dari setiap ICS
d.      Auskultasi: kaji suara jantung dan paru.
5.      Abdomen: asites, bising usus, lingkar perut, pemeriksaan kuadran 1 (hepar, limpa, ginjal), kuadran 2
(lambung, ginjal), kuadran 3 (kolon), kuadran 4 (kolon, appendiks).
6.      Ekstremitas: kehangatan (suhu), kelembaban, edema, kekuatan pulsasi, pengisian kapiler, warna kuku.

III.            PEMERIKSAAN PENUNJANG
 
1.      Ultra sono grafi (USG) untuk menentukan besar jantung, sis bentuk vaskularisasi paru, sera untuk
mengetahui keadaan thymus, trachea, dan esophagus.
2.      Electro Cardiografi ( ECG ), untuk menetahui adanya aritmia atau hipertropi.
3.      Echo Cardiografi, untuk mengetahui hemodinamik dan anatomi jantung.
4.      Kateterisasi dan Angigrafi, untuk mengetahui gangguan anatomi jantung yang dilakukan dengan
tindakan pembedahan.
5.      Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah untuk serum elektrolit, Hb, packet cell volume
( PCV ) dan kadar gula.
6.      Photo thorax untuk melihat atau evaluasi adanya cardiomegali dan infiltrate paru. ( Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak, hal. 120 )
                      

                   
IV.            ANALISA DATA DAN DIAGNOSA
 

No. Data Pendukung Etiologi Masalah

1. DS : - Penurunan kotrifiktas Penurunan cardiac output


DO : pasien terlihat jantung
sianosis dan lemah.

2. DS : - Tidak efektifitas pola napas Peningkatan resistensi


DO : pasien terlihat vaskular paru
menarik nafas dalam.

3. DS : Ketidakmampuan menyusui Perubahan nutrisi


DO: pasien selalu dan makan
melepaskan susuan
saat menyusui.

4. DS : - Perfusi jaringan Penurunan sirkulasi darah


DO : pasien terlihat perifer
udem di bagian perifer
serta terdapat clubbing
finger.

V.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
    

1.      Penurunan cardiac output berhubangan dengan penurunan kontraktifitas jantung.


2.      Tidak efektifitas pola nafas berhubungan dengan peningkatan resistensi vaskular paru
3.      Perubahan nutrisi berhubungan ketidakmampuan menyusu.
4.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan sirkulasi darah perifer.
                                                  
 VI.            PERENCANAAN DAN RASIONAL

Hari/ No. Tujuan Tindakan Rasional


Tgl Dx
Senin/ 1 pasien dapat1.      Monitor tanda-tanda vital.1.              Gangguan pada jantung
mentoleransi gejala-
2.      Informasikan dan anjurkan akan ada perubahan pada
12/12/1
gejala yang tentang pentingnya istirahat tanda-tanda vital seperti
1 ditimbulkan akibat yang adekuat. pernafasan menjadi cepat,
penurunancurah 3.      Berikan oksigen tambahan peningkatan suhu,
jantung, dan setelah dengan kanula nasal/masker nadi meningkat, peningkatan
dilakukan tindakan sesuai indikasi. tekanan darah, semuanya
keperawatan terjadi4.      Kaji kulit terhadap pucat cepat
peningkatancurah dan sianosis dideteksi untuk penangan
jantung sehingga5.      Secara kolaborasi berikan lebih  lanjut.
kekeadaan normal. tindakan farmakologis 2.              istirahat yang adekuat
berupa digitalis; digoxin dapat meminimalkan kerja
dari jantung dandapat
mempertahankan energi yang
ada.
3.              meningkatkan sediaan
oksigen untuk kebutuhan
miokord untukmelawan efek
hipoksia/iskemia.
4.              pucat menunjukan adanya
penurunan perfusi sekunder
terhadap ketidakadekuatan
curah jantung, vasokonstriksi
dan anemi.
5.              mempengaruhi reabsorbsi
natrium dan air, dan digoksin
meningkatkankekuatan
kontraksi miokard dan
memperlambat frekuensi
jantung dengan menurunkan
konduksi dan memperlama
periode refraktori pada
hubungan AV untuk
meningkatkan efisiensi curah
jantung.
Senin/ 2 tidak terjadi 1.      Evaluasi frekuensi1.      pengenalan dini dan
ketidakefektitan pola pengobatan venilasi abnormal
12/12/1 pernafasan dan kedalaman.
nafas. dapat
1 2.      Observasi penyimpangan mencegah komplikasi.
dada, selidiki penurunan 2.      udara atau cairan pada area
ekspansi paru pleural mencegah akspansi
atau ketidaksimetrisan lengkap(biasanya satu sisi)
dan memerlukan pengkajian
gerakan dada. lanjut status ventilasi.
3.      Kaji ulang laporan foto 3.      pantau keefektifan terapi
dada dan pemeriksaan pernafasan dan atau catat
laboratorium GDA, hb terjadinya komplikasi.
4.      menangis akan menyebabkan
sesuai indikas
pernafasan anak akan
4.      Minimalkan menangis atau meningkatkan.
aktifitas pada anak.
Senin/ 3. anak dapat makan 1.      Anjurkan ibu untuk 1.      air susu akan
dan menyusu dan
12/12/1 terus memberikan anak mempertahankan kebutuhan
tidak terjadi
1 penurunan berat susu, walaupun sedikit nutrisi anak.
badanselama terjadi tetapi sering. 2.      infuse akan menambah
perubahan status 2.      Jika anak menunjukan kebutuhan nutria yang tidak
nutrisi tersebut kelemahan akibat ketidak dapat dipenuhi melalui oral.
adekuatannya nutrisi
3.      meningkatan intake, dan
yang masuk maka mencegah kelemahan.
pasang iv infuse 4.      selama makan atau menyusui
3.      Pada anak yang sudah tidak mungkin dapat terjadi anak
menyusui lagi maka sesak atau tersedak.
berikan makanan dengan
porsisedikit tapi sering
dengan diet sesuai instruksi.
4.      Observasi selama
pemberian makan atau
menyusui.
Senin/ 4. Setelah diberikan 1.      Monitor perubahan tiba- 1.      Perfusi serebral secara
asuhan keperawatan tiba atau gangguan mental
12/12/1 langsung berhubungan
selama 3x 24 kontinu (cemas,
1 jam perfusi jaringan bingung,letargi, pinsan). dengan curah
 adekuat. 2.       Observasi adanya pucat, jantung, dipengaruhi oleh
sianosis, belang, kulit elektrolit/variasi asam basa,
dingin/lembab, catat hipoksia atau emboli sistemik.
kekuatannadi perifer. 2.      Vasokonstriksi sistemik
3.      Kaji tanda Homan (nyeri
diakibatkan oleh
pada betis dengan posisi
dorsofleksi), eritema, penurunan curah
edema. jantungmungkin dibuktikan
4.       Dorong latihan kaki oleh penurunan perfusi kulit
aktif/pasif. dan penurunan nadi.
5.       Pantau pernafasan.
6.      Kaji fungsi GI, catat 3.      Indikator adanya trombosis
anoreksia, penurunan bising vena dalam.
usus, mual/muntah, 4.      Menurunkan stasis vena,
distensiabdomen, meningkatkan aliran balik
konstipasi.
vena danmenurunkan resiko
7.       Pantau masukan dan
perubahan keluaran urine. tromboplebitis.
5.      Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distres
pernafasan. Namundispnea
tiba-tiba/berlanjut
menunjukkan komplikasi
tromboemboli paru.
6.      Penurunan aliran darah ke
mesentrika dapat
mengakibatkan disfungsi GI,
contoh kehilangan peristaltik.
7.      Penurunan pemasukan/mual
terus-menerus dapat
mengakibatkanpenurunan
volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada
perfusi dan organ.

VII.            EVALUASI

No Hari/Tanggal Evaluasi
.
1 Senin/ S :   - Ibu mengatakan bagaimanapun dan dalam keadaan apapun ia
12/12/11 tetap menyayangi anaknya, ia sadar bahwa anaknya adalah
titipan Tuhan
     - Ibu menyadari dukungan doa akan mempercepat penyembuhan
anaknya

O :    - Ibu mengekpresikan perasaanya


     - Ibu mengatakan siap menerima anaknya
     - Ibu mengatakan dalam keadaan menangis
     - ibu selalu mengunjungi anaknya

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan rencana tindakan yang ada no 1, 2


1)      KESIMPULAN
Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak-anak. Apabila
tidak dioperasi, kebanyakan akan meniinggal pada waktu bayi. Oleh karena itu, penyakit jantung
bawaan yang ditemukan pada orang dewasa menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi
alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal ini pulalah yang menyebabkan
perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak dan pada orang dewasa (Panggabean & Harun,
1999).
Kelainan jantung bawaan TGA ( Transposition Of The Great Arteries ) merupakan kelainan pada
jantung berupa adanya pemindahan asl dari aorta dan arteri pulmonalis; aorta keluar dari ventrikel kanan
dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Selain kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TGA
terdapat kelainan pada jantung yang menyertai TGA seperti letak katup aorta, katup pulmonal, dan
sebagainya. Pada PJB yang disebut TGA komplek ialah adanya letak katup aorta di kanan pada
lengkung aorta ke kanan. ( Ngastiah, hal 110 )

2)      SARAN

Mengingat dewasa kini semakin banyak bayi/ anak yang menderita PJK, hendaknya orang tua
yang memiliki peran besar terhadap anaknya bisa mencegah dan meminimalisir resiko terjadinya PJK.
Jantung merupakan organ paling penting dalam tubuh. Jika terjadi sedikit kesalahan kecil pada
jantung akibatnya sangatlah besar.
Sang ibu hendaknya memenuhi kebutuhan dasarnya pada saat kehamilan dan tidak mengonsumsi
alkohol serta tidak merokok ataupun terkena paparan asap rokok.
Sang ayah pun harus bisa mengontrol dan memantau keadaan keadaan ibu yang dalam masa
kehamilan. Serta tidak merokok di sekitar ibu hamil. Untuk meminimalisir paparan asap rokok terhadap
janin.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. EGC : Jakarta.


Nursalam. dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika : Jakarta.
Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatrica. Tosca Enterprise : Jogjakarta.
Rudolph, Abraham M. dkk. 2007. Buku Ajar Pediatrik Rudolp Volume 3. EGC : Jakarta.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, edisi 4. EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai