Oleh :
Intan Nursyahidah
4180180020
2. Etiologi
Penyakit jantung bawaan diduga terjadi dimasa embrional. Disebabkan:
a. Factor genetic.
1) Adanya gen – gen mutan tunggal ( dominan autosomal, resesif
autosomal, atau terkait – X ) yang biasanya menyebabkan penyakit
jantung bawaan sebagai bagian dari suatu kompleks kelainan.
2) Kelainan kromosom juga menyebabkan penyakit jantung
kongenital sebagai bagian suatu kompleks lesi.
3) Factor gen multifaktorial, dipercaya merupakan dasar terjadinya
duktus anterious paten dan dasar penyakit congenital lainnya.
b. Factor lingkungan.
1) Lingkungan janin, ibu yang diabetic atau ibu yang meminum
progesterone saat hamil mungkin akan mengalami peningkatan
resiko untuk mempunyai anak dengan penyakit jantung congenital.
2) Lesi viral. Emriopati rubella sering menyebabkan stenosis
pulmonal perifer, duktus arteosus paten dan kadang – kadang
stenosis katup pulmonal. ( Rudolph Vol 1, hal 1603 )
3. Pathofisiologi
Kelainan jantung congenital dua perubahan hemodinamik utama.
Shunting atau percampuran darah arteri dan vena serta perubahan aliran
darah pulmonal dan tekanan darah. Normalnya, tekanan pada jantung
kanan lebih besar daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila
darah mengalir melalui lubang abnormal pada jantung sehat dari daerah
yang bertekanan lebih tinggi kedaerah yang bertekanan rendah,
menyebabkan darah yang teroksigenasi mengalir ke dalam sirkulasi
sistemik. Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada
keterlambatan penipisan normal serabut otot lunak pada arteriola
pulmonal sewaktu lahir. Penebalan vascular meningkat resistensi sirkulasi
pulmonal, aliran darah pulmonal dapat melampaui sirkulasi sis dan aliran
darah bergerak dari kanan ke kiri.
Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta
kenaikan tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung. Menifestasi
dari penyakit jantung congenital yaitu adanya gagal jantung, perfusi tidak
adekuat dan kongesti pulmonal.
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
a. Bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru – biruan yang disebut
Picasso Blue. Sianosis merata keseluruh tubuh kecuali jika resistensi
vascular paru sangat tinggi, dibagian tubuh sebelah atas akan lebih
sianotik dibanding bagian bawah.
b. Pada foto thorax terlihat jelas gambaran pembuluh darah abnormal.
c. Pada umur tiga bulan, terjadi kelambatan penambahan berat badan dan
panjang badan serta perkembangan otak terganggu.
d. Disertai pulmonal stenosis sering timbul serangan anoksia, yang
menandakan bahaya kematian.
e. Bila terdapat gejala takipnea, maka tanda adanya gejala gagal jantung.
f. Pada aliran darah paru yang meningkat menunjukkan penampangan
anterior – posterior dada bertambah.
g. Pada anak besar, tampak jelas voussure cardiac ke kiri.
h. Pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung II tunggal oleh karena
katup pulmonal bersembunyi di belakang katup aorta. Bising dapat
tidak ada sama sekali sampai bising pansistolik atau bising kontinu
melalui duktus arteriosus.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultra sono grafi (USG) untuk menentukan besar jantung, sis bentuk
vaskularisasi paru, sera untuk mengetahui keadaan thymus, trachea,
dan esophagus.
b. Electro Cardiografi (ECG), untuk menetahui adanya aritmia atau
hipertropi.
c. Echo Cardiografi, untuk mengetahui hemodinamik dan anatomi
jantung.
d. Kateterisasi dan Angigrafi, untuk mengetahui gangguan anatomi
jantung yang dilakukan dengan tindakan pembedahan.
e. Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah untuk serum
elektrolit, Hb, packet cell volume (PCV) dan kadar gula.
f. Photo thorax untuk melihat atau evaluasi adanya cardiomegali dan
infiltrate paru. ( Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, hal. 120 )
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medik
Dengan operasi, memungkinkan pasien dapat bertahan hidup
setelah klien berumur 2 tahun. Jika sering mengalami spell, segera
operasi paliatif (BT shunt – membuat saluran dari arteri subklavia ke
arteri pulmonal.).
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi pencampuran
darah. Pada saat prosedur suatu kateter balon dimasukan ketika
katerisasi jantung untuk membesar kelainan septum intrarterial. Pada
cara Blalock Halen dibuat suatu kelainan septum atrium. Pada Edward
vena pulmonale kanan. Cara Mustard digunakan untuk koreksi yang
permanent. Septum dihilangkan, dibuatkan sambungan sehingga darah
yang teroksigenasi dari vena pulmonal kembali ke ventrikel kanan
untu sirkulasi tubuh dan darah tidak teroksigenasi kembali dari vena
pulmonal kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah
tidak teroksigenasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonal untuk
keperluan sirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelainan ini telah
berkurang secara nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.
( Pediatrica, hal III.29 )
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Sama dengan pasien TF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya
tidak perlu tindakan memberikan sikap knee-chest karena sianosis
selalu terdapat, maka O2 harus diberikan terus menerus secara rumat.
Selain itu juga mengetahui bagaimana persiapan pasien untuk suatu
tindakan seperti:
1) Membuat rekaman EKG
2) Mengukur tekanan darah secara benar
3) Mempersiapkan pasien untuk kateterisasi jantung atau operasi
4) Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri. (Ngastiah,
111)
8. Pencegahan
PJB dapat dideteksi sejak dini, bahkan sejak masih berada dalam
kandungan. Kunci pencegahan PJB adalah pemeriksaan sebelum
kehamilan (prenatal) dan selama kehamilan (antenatal) yang baik.
Kehamilan risiko tinggi seperti pada wanita di atas usia 35 tahun,
pernikahan sedarah (konsanguitas) atau dengan kondisi medis tertentu
seperti tekanan darah tinggi atau diabetes, sebaiknya melakukan
pemeriksaan antenatal di dokter spesialis kandungan secara teratur.
Kontrol gula darah yang baik sebelum kehamilan dapat menurunkan risiko
terjadinya CHD akibat diabetes pada ibu. Beberapa suplementasi juga
diperkirakan dapat menurunkan risiko CHD pada wanita dengan diabetes,
misalnya suplementasi asam folat. Imunisasi rubella dapat dengan efektif
mencegah terjadinya rubella sehingga CHD yang berkaitan dengan rubella
dapat dihindari. Ibu juga sebaiknya berhati-hati dalam penggunaan obat,
baik itu obat luar (seperti obat jerawat karena dapat mengandung asam
retinoat) maupun obat minum (seperti obat antikejang dan obat
antihipertensi).
d. Pemeriksaan penunjang
1) Ultra sono grafi (USG) untuk menentukan besar jantung, sis
bentuk vaskularisasi paru, sera untuk mengetahui keadaan thymus,
trachea, dan esophagus.
2) Electro Cardiografi ( ECG ), untuk menetahui adanya aritmia atau
hipertropi.
3) Echo Cardiografi, untuk mengetahui hemodinamik dan anatomi
jantung.
4) Kateterisasi dan Angigrafi, untuk mengetahui gangguan anatomi
jantung yang dilakukan dengan tindakan pembedahan.
5) Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah untuk serum
elektrolit, Hb, packet cell volume (PCV) dan kadar gula.
6) Photo thorax untuk melihat atau evaluasi adanya cardiomegali dan
infiltrate paru. ( Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, hal. 120 )
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan cardiac output berhubangan dengan penurunan
kontraktifitas jantung.
b. Tidak efektifitas pola nafas berhubungan dengan peningkatan
resistensi vaskular paru
c. Perubahan nutrisi berhubungan ketidakmampuan menyusu.
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan sirkulasi darah perifer
4. Evaluasi
No. Hari/Tanggal Evaluasi
1 Senin/ - Ibu mengatakan bagaimanapun dan dalam keadaan
12/12/11 apapun ia tetap menyayangi anaknya, ia sadar bahwa
anaknya adalah titipan Tuhan
- Ibu menyadari dukungan doa akan mempercepat
penyembuhan anaknya
A : Masalah teratasi
C. DAFTAR PUSTAKA
https://lupiqueen.blogspot.com/2018/07/laporan-pendahuluan-penyakit-
jantung.html?m=1
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F
%2Fcupdate1.blogspot.com%2F2014%2F10%2Fpathway-
pjb.html&psig=AOvVaw3dy8lbvOzlphUxw9qKpZ75&ust=15984553656590
00&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCJCm3snUtusCFQAAA
AAdAAAAABAD
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/PJB%20anak.pdf