Jantung adalah organ yang berfungsi memompa darah untuk memenuhi kebutuhan suplai oksigen bagi seluruh jaringan. Darah akan mengalir melalui vena cava superior dan inferior dari sistem vena sistemik masuk ke dalam atrium kanan. Setelah itu, dipompakan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspid. Selanjutnya, ventrikel kanan akan memompakan darah ke dalam arteri pulmonal melalui katup pulmonal. Setelah mencapai kapiler alveoli, darah mengalami proses oksigenasi melalui difusi gas di alveoli paru. Darah yang telah berikatan dengan oksigen akan dialirkan ke dalam vena pumonalis dan masuk ke atrium kiri. Selanjutnya, darah dipompakan ke ventrikel kiri melalui katup mitral. Darah yang terkumpul di ventrikel kiri kemudian akan dipompakan ke seluruh tubuh melalui katup aorta dan sistem vaskular sistemik. Tiga arteri utama berasal dari arkus aorta, memasok darah ke leher, kepala, dan lengan. Arteri besar lainnya yang berasal dari aorta adalah arteri ginjal, yang memasok ginjal, sumbu celiac dan arteri mesenterika superior dan inferior, yang memasok usus, limpa, dan hati, dan arteri iliaka, yang cabang ke batang bawah dan menjadi arteri femoral dan popliteal dari paha dan kaki. Pada jantung dengan PDA, duktus arteriosus tidak menutup yang mengakibatkan adanya pirau kiri ke kanan, yaitu aliran dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmoner. Darah yang seharusnya dialirkan ke sistem sistemik akan masuk ke aliran pulmoner. Aliran darah pulmoner yang berlebihan ini memicu terjadinya edema paru dan penurunan kompians paru, kelebihan volume yang berlangsung lama ke sirkulasi pulmoner akan mengakibatkan dilatasi vaskuler pulmoner (Udjianti, 2011).
B. Definisi Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Menurut Perki (2015) Patent Ductus Arteriosus PDA adalah penyakit jantung bawaan dimana duktus arteriosus tidak menutup sehingga terdapat hubungan antara aorta dan arteri pulmonalis. Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah persistensi duktus arteriosus (DA), yaitu pembuluh darah normal pada kehidupan janin, yang menghubungkan arteri pulmoner dengan aorta. Pada kondisi normal, DA menutup secara fungsional 1 hingga 3 hari seteah lahir, penutupan secara struktural dicapai pada usia 3 minggu kehidupan (Sakidjan, 2016). PDA adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). Duktus arteriosus merupakan arteri janin yang menghubungkan aorta dengan arteri pumonalis, jika arteri ini terbuka setelah lahir disebut PDA (American Heart Association, 2009). Jadi PDA merupakan kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah.
C. Etiologi Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Sebagian besar PJB termasuk PDA ini terjadi akibat kesalahan embriogenesis antara minggu ke-3 sampai minggu ke-8 gestasi, ketika struktur utama jantung sudah terbentuk dan mulai untuk berfungsi. Etiologinya masih belum diketahui secara pasti, namun studi awal epidemiologik melaporkan pengaruh multifaktorial merupakan penyebab pada 90% kasus anomali jantung, dengan kadar rekurensi 2%-6% (Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI- RSCM, 2013).
D. Faktor Predisposisi Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Menurut beberapa literatur, etiologi pada PDA masih belum jelas diketahui,. Menurut Sakidjan (2016) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi duktus arteriosus tidak menutup, yaitu : 1. Prematuritas Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar timbulnya PDA. Pada bayi prematur, gejala cenderung timbul sangat awal, terutama bila disertai dengan sindrom distress pernapasan. 2. Hipoksia PDA juga lebih sering terdapat pada anak yang lahir di tempat yang tinggi atau di daerah pegunungan. Hal ini terjadi karena adanya hipoksia, dan hipoksia ini menyebabkan duktus gagal menutup. 3. Infeksi virus rubella Infeksi virus rubella yang terjadi pada trimester I kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya PDA. Infeksi virus rubella ini mempengaruhi terhadap PDA dikarenakan pada trimester I terjadi proses pembentukan organ-organ jantung janin, ketika ibu terkena virus rubella maka akan mengganggu penutupan duktus tersebut. 4. Genetika Kejadian kasus familial PDA telah dilaporkan tetapi penyebab genetik belum ditentukan.Tingkat kekambuhan antara saudara kandung adalah 5%. Beberapa bukti awal menunjukkan bahwa sebanyak sepertiga dari kasus disebabkan oleh suatu sifat resesif berlabel PDA1 yang terletak pada kromosom 12, setidaknya dalam beberapa populasi.
E. Ukuran Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Klasifikasi PDA menurut ukuran berdasarkan hasil ekokardiografi (Larry Kaiser, 2013): 1. PDA kecil atau small Diameter transductal <1,5 mm, tidak ada tanda-tanda beban volume dijantung kiri, tidak ada tanda-tanda beban tekanan di jantung kiri, aliran diastolic arteri pada organ-organ akhir –normal. 2. PDA sedang atau moderate Diameter transductal 1,5 - 3,0 mm, beban volume jantung kiri ringan sampai sedang, beban tekanan jantung kiri ringan sampai sedang, berkurang atau tidak adanya aliran diastolic di arteri superior mesenteric, arteri middle cerebral atau arteri renal. 3. PDA besar atau large Diameter transductal >3,0 mm, beban volume jantung kiri berat/ severe, beban tekanan jantung kiri berat/ severe, aliran balik end-diastolic di arteri superior mesenteric, arteri middle cerebral atau arteri renal. F. Manifestasi Klinis Patent Ductus Arteriosus (PDA) Menurut Allen (2008), manifestasi Patent Ductus Arteriosus (PDA) dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. PDA Kecil Pasien dengan PDA berukuran kecil biasanya bersifat asimtomatis atau tanpa gejala. 2. PDA Sedang Pasien dengan ukuran PDA sedang terjadi gejala terjadinya infeksi pulmonal. 3. PDA Besar Pasien dengan ukuran PDA yang besar akan memperlihatkan gagal jantung kongestive akibat dari peningkatan aliran dan tekanan pulmonal terlihat tanda dan gejala seperti reflek menghisap yang buruk, nafas yang dangkal, ekstremitas yang teraba dingin, peningkatan pulsasi di area ventrikel kiri, suara jantung murmur, edema paru.
G. Penatalaksanaan Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Menurut Perki (2015) dalam menentukan tata laksana penyakit jantung bawaan PDA, pertimbangan untuk memilih apakah perlu bedah atau kardiologi intervensi, yaitu: 1. Neonatus / bayi dengan gagal jantung kongestif (GJK) Pada neonatus, terutama prematur dengan PDA besar akan terjadi GJK: a. Perbaiki keadaan umum b. Atasi hipoglikemi serta hipokal semi yang sering dijumpai pada bayi prematur, yang dapat memperburuk kondisi miokard sehingga mempermudah terjadinya GJK. c. Berikan obat anti gagal jantung seperti digitalis, diuretika dan vasodilator. Pada bayi prematur, bila tidak perlu sebaiknya pemberian diuretika dan vasodilator dihindari karena akan menghambat penutupan PDA secara spontan. 2. Bayi premature dengan GJK dan usia <10 hari. a. Berikan obat anti gagal jantung b. Berikan Indometasin intravena atau peroral dengan dosis 0,2 mg/kgBB sebanyak 3x interval 12 jam untuk menutup PDA. Kontra indikasi pemberian Indometasin: 1) Gangguan fungsi ginjal, perdarahan intracranial atau gastro- intestinal, 2) Necrotizing Entero Colitis (NEC), 3) Gangguan fungsi hati dan 4) Sepsis. Bila PDA gagal menutup, pemberian Indometasin dapat diulangi. Tetapi bila tetap tidak menutup atau bahkan terbuka kembali maka harus dilakukan operasi ligasi PDA. 3. Bayi cukup bulan dengan GJK. a. GJK diatasi dulu dengan obat-obat anti gagal jantung. b. Bila berhasil, maka operasi ligasi PDA dapat ditunda sampai usia 12– 16 minggu, karena ada kemungkinan PDA menutup spontan. c. Bila GJK tak teratasi, maka ligasi PDA harus segera dilakukan. 4. Bayi tanpa GJK. Tindakan penutupan PDA secara bedah (ligasi PDA) atau punnon bedah dengan pemasangan device dilakukan elektif pada usia diatas 12-16 minggu, tanpa didahului pemeriksaan sadap jantung. Demikian juga menurut Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI- RSCM (2013) bedah invasif minimal, meskipun sayatannya lebih kecil jika dibandingkan bedah konvensional, namun bedah invasif minimal tetap menggunakan mesin jantung paru. Kardiologi intervensi, efektivitasnya sama dengan pembedahan, namun kardiologi intervensi tidak seinvasif pembedahan, karena tidak menggunakan mesin jantung paru dan pasien tidak memerlukan ICU pasca-tindakan. Oleh karena itu kardiologi intervensi saat ini dianggap sebagai terapi pilihan terkini untuk penyakit jantung bawaan. Pada bayi kecil, karena pembuluh darah yang kecil, tindakan kardiologi intervensi tidak dapat dilakukan. Untuk itu sekarang ini dikembangkan terapi hibrida yang merupakan gabungan bedah dan intervensi kardiologi. Dalam hal ini dokter bedah melakukan torakotomi, kemudian pediatrik kardiologi langsung melakukan pemasangan kateter dengan menusuk dinding jantung langsung tata laksana penyakit jantung bawaan. Terapi medikamentosa memang ditujukan hanya untuk terapi sementara agar tindakan definitif atau paliatif dapat ditunda sampai anak mencapai umur yang dianggap aman untuk dilakukan tindakan, yaitu sekitar usia 1-2 tahun. Terapi medikamentosa, dapat berupa terapi awal seperti pemberian obat prostaglandin E1 untuk membuka PDA pada PJB kritis yang memerlukan duktus arteriosus sebagai satu-satunya sumber darah ke paru atau ke sistemik. Pada bayi kurang bulan dengan PDA, pemberian obat-obatan, seperti indometasin atau ibuprofen, dapat digunakan untuk menutup PDA yang angka keberhasilannya cukup tinggi. Terapi obat-obatan yang lain, yaitu terapi untuk mengatasi komplikasi, seperti pemberian obat inotropik, diuretic, atau vasodilator, untuk mengatasi gagal jantung. 1. Penatalaksanaan Medis a. Penatalaksanaan konservatif: Restriksi cairan dan pemberian obat- obatan: Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskuler. Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial. b. Pembedahan: pemotongan atau pengikatan duktus. c. Non pembedahan: penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung. 2. Penatalaksanaan Keperawatan Pasien PDA baru dirawat di rumah sakit bila sedang mendapat infeksi saluran napas, karena biasanya sangat dipsnea dan sianosis sehingga pasien terlihat payah. Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadinya gagal jantung, resiko terjadinya infeksi saluran napas, kebutuhan nutrisi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. a. Bahaya terjadinya gagal jantung Dengan adanya pirau kiri dari kiri ke kanan darah yang mengalir ke bilik kanan menjadi lebih banyak. Ini berarti beban arteri pulmonalis dan otot bilik kanan yang ototnya tidak setebal bilik kiri akan menjadi lebih berat dan akibatnya akan terjadi gagal jantung. Bayi memerlukan perawatan yang baik dan pengawasan medis yang teratur agar bila terjadi sesuatu lekas dapat diambil tindakan, karena itu bayi harus secara teratur kontrol di bagian kardiologi atau dokter yang menanganinya. b. Resiko Infeksi Saluran Pernapasan Pasien dengan pirau kiri ke kanan mudah mendapat infeksi saluran napas karena darah di dalam paru-paru lebih banyak sehingga pertukaran oksigen tidak adekuat. Dalam perawatan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Ruangan harus cukup ventilasi, tetapi boleh terlalu dingin 2) Baringkan dengan kepala lebih tinggi (semi fowler) 3) Jika banyak lendir baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberi ganjal di bawah bahunya (untuk memudahkan lendir keluar). 4) Sering isap lendirnya, bila terlihat banyak lendir di dalam mulut, bila akan memberi minum, atau bila akan mengubah sikap berbaringnya. 5) Ubah sikap berbaringnya setiap 2 jam. Lap dengan air hangat bagian yang tertekan dan diberi bedak. 6) Bila dispnea sekali diberikan oksigen 2-4 L per menit. Lebih baik periksa astrup dahulu untuk menentukan kebutuhan oksigen yang sebenarnya sesuai dengan kebutuhan. 7) Observasi tanda vital c. Kebutuhan nutiri Karena bayi susah makan/minum susu maka masukan nutrisi tidak mencukupi kebutuhannya untuk pertumbuhan. Kecukupan makanan sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan bayi sebelum dioperasi. Makanan yang terbaik adalah ASI, jika tidak ada ASI diganti dengan susu formula yang cocok. Berikan makanan tambahan yang sesuai dengan umurnya misalnya buah, biskuit, bubur susu atau tim saring. Bayi yang sangat dipsnea susah mengisap dot atau menetek, maka perlu dipasang infus untuk memenuhi kalori dan dapat juga untuk memasukkan obat secara intravena atau untuk koreksi asidosis. Infus biasanya diberikan cairan 3:1, yaitu glukosa 5% dikombinasi dengan NaCL 0,9 %. Perhatikan tetesan tidak boleh terlalu cepat karena menambah beban kerja jantung. d. Gangguan rasa aman dan nyaman 1) Baringkan semifowler untuk menghindari isi rongga perut mendesak paru. 2) Berikan oksigen sesuai dengan keadaan sianosisnya (1-2 L/menit) 3) Ubah posisi tidur setiap 2-3 jam, lap tubuhnya supaya kering, kemudian dibedaki, hati-hati debu bedak terhirup yang menyebabkan pasien batuk. 4) Selimuti pasien agar tidak kedinginan tetapi tidak boleh mengganggu pernapasan 5) Hati-hati jika menghisap lendir, jangan memacu mundurnya kateter. 6) Jika bekas infis terjadi hematoma, oleskan jel thrombophob atau kompres dengan alkohol. 7) Jika orang tua tidak menunggui harus lebih diperhatikan, ajak berbicara walaupun pasien seorang bayi. e. Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit Orang tua pasien perlu diberitahu bahwa pengobatan anaknya hanya dengan jalan operasi. Selama operasi belum dilakukan anak akan selalu menderita infeksi saluran pernapasan berulang, sedangkan untuk operasi diperlukan kesehatan tubuh yang baik karenanya anak perlu perawatan yang cermat. 1) Anak harus mendapatkan makanan yangcukup bergizi. Susu boleh diberikan lebih banyak karena biasanya nafsu makannya kurang. 2) Hindarkan kontak dengan orang/anak yang sedang sakit misalnya batuk, pilek. 3) Hindarkan bayi/anak kontak dengan banyak orang untuk mencegah infeksi (bila tidak perlu sekali tidak usah dibawa ke luar rumah) 4) Agar secara teratur dibawa kontrol di bagian kardiologi. Bila mendapat obat harus diberikan dengan benar. 5) Usahakan agar lingkungan rumah bersih. Rumah cukup ventilasi dan sinar matahari, tetapi kamar tidur jangan dingin. Bila menggunakan AC, pasien harus diselimuti tetapi tidak membebani pernapasannya. Jangan mandi terlalu pagi atau terlalu sore dan harus menggunakan air hangat.
DAPUS
Udjianti, W. J. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung (edisi pertama). Jakarta: PERKI
Kasron. 2012. Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Muha Medika
Muttaqin Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem