Anda di halaman 1dari 13

Daftar Isi

Daftar Isi........................................................................................... 1

BAB I : Pendahuluan........................................................................ 2

A. Latar Belakang.................................................................... 2
B. Perumusan Masalah............................................................ 2
C. Tujuan Penulisan................................................................ 3

BAB II : Pembahasan........................................................................ 4

A. Hubungan Antara Al-Quran dengan Ilmu Pengetahuan..... 4


B. Sistem Penalaran Menurut Al-Quran.................................. 6
C. Ciri Khas Ilmu Pengetahuan............................................... 8

BAB III : Penutup............................................................................. 12

A. Kesimpulan......................................................................... 12

Daftar Pustaka................................................................................... 13

1
BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang

Al-Quran dan Hadits merupakan dua sumber pegangan yang Nabi wariskan kepada
umat Islam, yang kemurniannya masih terjaga hingga saat ini. Seiring berjalanya waktu,
banyak manusia yang menyalahgunakan dua pusaka tersebut. Seperti menjadikan ayat
Al-Quran sebagai pembenaran terhadap penemuan teori, meskipun ayat itu tidak
menerangkan mengenai teori itu, seperti yang kita kenal dengan istilah taklid.

Sebagai umat Islam, kita harus memiliki pemahaman yang sebaik mungkin
terhadap hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan. Anggapan manusia mengenai
Al-Quran sebagai penguat teori dijadikan sebagai hubungan antara Al-Quran dan ilmu
pengetahuan. Hal ini berlainan dengan apa yang dijelaskan oleh M. Quraish Shihab
dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al-Quran, bahwasanya Al-Quran adalah
pendorong manusia untuk berfikir kritis agar manusia dapat mengembangkan ilmu. Atas
dasar inilah, kami sebagai pemakalah ingin membahas mengenai Al-Quran dan ilmu
pengetahuan terutama pada korelasi antar kedua hal tersebut.

B. Perumusan Masalah

1. Apa hubungan antara Al-Quran dengan ilmu pengetahuan ?


2. Bagaimana sistem penalaran Al-Quran terhadap ilmu pengetahuan ?
3. Apa saja ciri khas ilmu pengetahuan ?

2
C. Tujuan penulisan

Seperti yang telah kita ketahui, mata kuliah Islam dan Ilmu pengetahuan memiliki
beberapa tujuan. Diantaranya, membahas problematika yang sering terjadi saat ini,yakni
dikotomi−antara Islam dan ilmu−, menghidupkan tradisi ilmiah, dan memiliki pandangan
yang terintegrasi. Harapan selanjutnya, mahasiswa dapat menjadi orang yang memiliki
intelektual dan integrasi tinggi.

Sebelum kita menjadi orang yang berintelektual dan berintegrasi, sudah sepatutya
kami memahami dengan pemahaman yang benar mengenai Al-Quran−sebagai
pedoman−dan ilmu pengetahuan, terutama hubungan antara keduanya. Agar tidak
terciptanya sebuah kekeliruan atau kesalahpahaman wabilkhusus kalangan mahasiswa
yang baru.
Kami selaku pemakalah kelompok dua membahas hubungan antara Al-Quran dan
Ilmu Pengetahuan, pada makalah yang kami paparkan ini yang berjudul Pandangan Al-
Quran, Al-Sunnah, dan Para Ahli tentang Islam dan Ilmu Pengetahuan. Penulisan
makalah ini memiliki tujuan yang selaras dengan mata kuliah kita, yaitu mewujudkan
iklim ilmu pengetahuan, memberi petunjuk untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat, dan meletakkannya pada sisi “social psychology”. Dan bukan pada “history of
scientific progress”.1

1
M.Quraish Shihab. Membumikan Al-Quran (Penerbit Mizan, Bandung:1994), h.41

3
BAB II

Pembahasan

A. Hubungan Antara Al-Quran dengan Ilmu Pengetahuan

Al-Quran sangat memperhatikan Ilmu Pengetahuan bahkan beserta para cendikiawan


(Ulul Albab) dengan cara memberikan penghargaan dengan Allah memuji dalam bentuk
firman/ayat dalam surah sehingga dapat dikatakan bahwa Al-Quran sangat memberi perhatian
terhadap kata kerja “Akal”. Tanpanya Ilmu Pengetahuan tidak akan berkembang dan tidak akan
lahir para cendkiawan. Namun, Al-Quran tidak menyebutkan akal sebagai potensi dan
subtansinya namun juga harus diolah dan i’tibar sehingga dapat membedakan yang hak dan
bathil. Ilmu yang menurut Al-Quran secara hakikat yaitu seluruh pengetahuan tentang sesuatu
yang diketahui jenis apapun sehingga jelas bagi manusia. Termasuk di dalamnya menjelaskan
ilmu dan mengajarkan yang memiliki pengaruh di dunia dan akhirat, semakin banyak
berinteraksi dengan Al-Quran maka semakin banyak ilmu dan pengetahuan yang di dapat, bukan
mendapat perhatian namun Al-Quran menganggap ilmu sebagai cahaya yang hakikatnya akan
membuka tabir dan menjelaskan sesuatu yang tidak di ketahui.

Perihal yang lebih utama dalam membahas hubungan antara Al-Quran dengan Ilmu
Pengetahuan ialah dengan melihat apakah ada jiwa ayat-ayat dalam Al-Quran tersebut
menghalangi kemajuan Ilmu Pengetahuan atau justru mendukung akan kemajuan hal tersebut,
serta adakah satupun ayat dalam Al-Quran ini bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang
mapan. Dengan kata lain, meletakkan pada sisi “social psychology” bukan pada sisi “history of
scientific progress”. 2

Menurut Quraish Shihab dalam bukunya ”Membumikan Al-Quran” mengutip pendapat


Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Jawahir Al-Quran” menerangkan pada bab khusus bahwa
seluruh cabang Ilmu Pengetahuan yang terdahulu dan kemudian yang telah diketahui maupun
yang belum semua bersumber dari Al-Quran Al-Karim. Dan Quraish Shihab mengutip juga
pendapat menurut Al-Imam Al-Syatibi tidak sependapat dengan Al-Ghazali dalam kitabnya “Al-
Muwafaqat” menjelaskan bahwasanya para sahabat tentu lebih tau tentang Al-Quran dan apa-apa
yang tercantum di dalamnya, tapi tidak seorangpun di antara mereka yang menyatakan bahwa
Al-Quran mencakup seluruh cabang Ilmu Pengetahuan. Menurut Quraisy Shihab sendiri dalam
bukunya Membumikan Al-Quran membahas hubungan AL-Quran dan Ilmu Pengetahuan bukan
dinilai dengan banyaknya cabang-cabang Ilmu Pengetahuan yang tersimpul di dalamnya, bukan

2
M.Quraish Shihab, Ibid. h.41

4
pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah, tetapi pembahasan sesuai dengan
kemurnian dan kesucian Al-Quran dan logika Ilmu Pengetahuan.3

Menurut hemat kami, dapat simpulkan bahwa penyataan dari Quraish Shihab lebih
logis sebab Al-Quran menggunakan bahasa kiasan untuk mengajak manusia berpikir dan
menanamkan nilai ketauhidan serta mengungkap tabir ilmu pengetahuan dengan tetap menjaga
kemurnian Al-Quran dan logika.

Tidak semua hal yang dapat diketahui oleh pancaindera sehingga tidak dibutuhkan
suatu observasi dan eksperimen untuk membuktikannya. Dengan demikian di perlukannya ke-
tafakkuran yang menghasilkan sains, dan taskhir yang menghasilkan teknologi selama ia
membawa manfaat untuk manusia serta memberikan kemudahan bagi manusia dan tidak merusak
ketauhidan terhadap Allah.

Salah satu sifat ilmu pengetahuan adalah dapat di terima oleh rasio/akal. Al-Quran
memberikan penghargaan yang amat sangat tinggi terhadap akal. Oleh karena itu, dengan
penggunaan akal dan pikiran tersebut, Ilmu Pengetahuan dapat diperoleh dan dikembangkan dan
Al-Quran berperan sebagai pendorong agar manusia menuntut ilmu. Al-Quran menggunakan
beberapa pernyataan kata untuk menggambarkan perbuatan berfikir bukan hanya aqala, di
antaranya:4

1. Nazara, yaitu mellihat secara abstrak dalam arti berfikir, dan merenung. Dapat di
artikan pula mengumpulkan pengetahuan melalui pengamatan atau observasi dan
pengukuran/pengumpulan data tehadap sekitar. Dengan demikian nazara yang di
anjurkan Al-Quran biasa di lakukan para ahli dalam pengembangan sains
modern.
2. Tadabbara, yaitu merenungkan sesuatu yang tersurat dan tersirat manusia. Akan
dianatarkan kepada fakta bahwa Al-Quran menambah dimensi baru terhadap
studi, menunjukkan bahwa materi bukanlah sesuatu yang kotor dan tanpa nilai
tapi di dalamnya terdapat tanda yang menunjukkan keagungan. Al-Quran
mengajak manusia untuk menyelidiki dan mengungkap keajaiban dengan ilmu
pengetahuan melalui observasi yang teliti dan tepat serta menunjukkan kepada
realitas intelektual lewat ciptaan sehingga terciptanya keseimbangan antara
kemajuan ilmu pengetahuan dan iman kepada Allah swt.
3. Tafakkara, berfikir secara mendalam

3
M.Quraish Shihab. Ibid, h.41
4
Abuddin Nata. Al-Quran dan Hadist (PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta:2000), h. 124

5
4. Faqiha, yaitu mengerti secara mendalam, mempertahankan prinsip ketauhidan
dari aktivitas inilah lahir ilmuwan muslim dan ensiklopedi menguasai puluhan
cabang ilmu pengetahuan dan ilmu agama sehingga mereka mengintegrasikan
berbagai ilmu pengetahuan yang semulanya berjalan sendiri dan hampir hancur
menjadi satu kesatuan berkat dorongan Al-Quran untuk ber-tafakkuh.
5. Tazakkara, yaitu mengingat, memperoleh peringatan semuanya mengandung
perbuatan berfikir dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan yang tak lepas
dari Al-Quran.
6. Fahima, memahami dalam bentuk pemahaman yang mendalam
7. Aqala/rasio, Al-Quran menganjurkan untuk berfikir dengan rasio sehingga tau
apa saja rahasia yang terkandung di dalamnya dan meyakini eksistensi tuhan
melalui ciptaan dan diperolehlah dalam bidang ilmu pengetahuan.

B. Sistem Penalaran Al-Quran

Sesuai dengan isi buku “Membumikan Al-Quran” yang ditulis oleh Dr.M.Quraish Shihab,
sistem penalaran dalam Al-Quran ini disebut dengan istilah Al-fikrah Al-Qur’aniyyah. Percaya atau
tidak, salah satu faktor terpenting yang dapat menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan
terdapat dalam diri manusia itu sendiri.

Para psikologi memaparkan bahwa tahap perkembangan jiwa dan akal manusia dalam
menilai suatu ide umumnya melalui tiga fase. Fase pertama, yakni menilai baik buruknya suatu ide
dengan ukuran yang memiliki hubungan dengan alam materi atau berdasarkan panca indera. Fase
kedua, menilai ide tersebut atas keteladanan yang diberikan oleh seseorang dan atau tidak terlepas
dari penjelmaan dalam diri pribadi seseorang. Fase ketiga, disebut dengan fase kedewasaan adalah
suatu penilaian tentang ide didasarkan atas nilai-nilai yang terdapat pada unsur ide itu sendiri, tanpa
terpengaruh oleh faktor eksternal yang menguatkan maupun melemahkan (materi dan pribadi).5

Surah Al-Imran ayat 144 yang berbunyi “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang
rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau
dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia
tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.” diturunkan dikarenakan Al-Quran tak menginginkan
masyarakat untuk memandang suatu ide hanya terbatas sampai fase kedua saja.

5
M.Quraish Shihab, op.cit, H.43

6
Meski ayat tersebut dalam bentuk istifham, tapi tetap menunjukkan “Istifham taubikhi
istinkariy” yang artinya larangan menempatkan “Al-Fikrah Al-Quraniyyah” hanya sampai pada
fase kedua. Ayat ini mengajarkan pada kita untuk lebih meningkatkan pandangan terhadap suatu
ide sampai pada fase ketiga sehingga bisa melepaskan hal-hal yang dapat menghambat proses
kemajuan ilmu pengetahuan dalam alam pikiran manusia.6

Mewujudkan iklim ilmu pengetahuan sangatlah penting ketimbang menemukan teori


ilmiah, karena tanpa wujudnya iklim ilmu pengetahuan, para ahli yang menemukan teori itu akan
mengalami nasib yang sama seperti Galileo, yang menjadi korban dari hasil penemuannya sendiri.

Al-Quran merupakan kalam Allah yang mana memiliki banyak keterkaitan dengan
berbagai macam hal, seperti contoh ialah korelasi antara Al-Quran dengan ilmu pengetahuan.
Beberapa ayat didalamnya pun telah tercantum mengenai ilmu pengetahuan, misalkan seperti pada
surah ali Imran ayat 190-191. Allah SWT berfirman :

َ َّ َ‫﴾ ٱلَّذِينَ يَذْ ُك ُرون‬۱۹‫ب ﴿ە‬


ًۭ ُ‫ٱَّلل قِ َٰيَ ًۭما َوقُع‬
‫ودا‬ ِ َ‫ار َل َءا َٰيَ ٍۢت ِْل ُ ۟و ِلى ْٱْل َ ْل َٰب‬ ِ َ‫ٱختِ َٰل‬
ِ ‫ف ٱلَّ ْي ِل َوٱلنَّ َه‬ ْ ‫ض َو‬ ِ ‫ت َو ْٱْل َ ْر‬
ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬ ِ ‫ِِ َّن فِى خ َْل‬
َّ ‫ق ٱل‬
﴾۱۹۱﴿ ‫ار‬ ِ َّ‫اب ٱلن‬ ُ ‫ض َربَّنَا َما َخلَ ْقتَ َٰ َهذَا َٰ َب ِط ًًۭل‬
َ َ‫س ْب َٰ َحنَكَ فَ ِقنَا َعذ‬ ِ ‫ت َو ْٱْل َ ْر‬ ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬
َّ ‫ق ٱل‬ِ ‫َو َعلَ َٰى ُجنُو ِب ِه ْم َو َيت َ َف َّك ُرونَ فِى خ َْل‬

“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang,
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”

Ayat ini menjelaskan bahwasanya Islam memiliki keistimewaan tersendiri, yakni


menjadikan ilmu pengetahuan sebagai jalan yang benar untuk menuju agama yang lurus dan
ketauhidan yang murni. Menganalisis dan mengakui dalil-dalil inilah yang merupakan ajakan
efektif pada akal pikiran sebagai jalan untuk beriman kepada Allah, mentauhidkan-Nya dan
mengerjakan syariat-Nya.7

6
M.Quraish Shihab,Ibid.H.43.
7
M.Kamil Abdushshamad,Mukjizat Ilmiah dalam Al-Quran,(Akbar Media Eka Sarana,Jakarta:2007),H.18-19.

7
Hampir setiap aspek dalam kehidupan ini termasuk dalam ilmu pengetahuan, begitu juga
dengan ibadah yang sering kita jalani yakni Shoum (Puasa) yang memiliki banyak ilmu dan
manfaatnya. Tak hanya dalam Al-Quran, manfaat puasa pun juga dijelaskan oleh Rasulullah SAW
dalam hadits nya. Beliau Bersabda :

‫صوموا تصحوا‬

“Berpuasalah niscaya kalian akan sehat bugar.” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Abu
Hurairah ra.)

Berdasarkan buku “Pembuktian Sains dalam Sunnah” yang dikarang oleh Dr.Zaghlul An-
Najjar, banyak orang menduga bahwa manfaat puasa hanya terbatas pada dimensi ritual dan efek
rohani dan emosional. Namun, sejumlah penelitian membuktikan bahwa puasa mempunyai banyak
manfaat higienis yang diringkas oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya yang seperti sebelumnya
disebutkan.

Menurut penjelasan dari buku tersebut, pemakalah memahami dan menyimpulkan


bahwasanya dari ibadah puasa pun kita telah mendapatkan ilmu dan manfaat. Tak hanya
psikologis, namun fisik pun juga dapat manfaat nya sehingga hadits Rasulullah SAW pun terbukti
benar bahwa puasa dapat membuat kita sehat. Contohnya seperti memperbaiki sistem pencernaan,
ekskresi, daya tahan tubuh, dan sebagainya.

C. Ciri-Ciri Khas Ilmu Pengetahuan

Seperti yang telah diketahui bahwa ilmu pengetahuan merupakan sekumpulan


pengetahuan yang disistematikan. Akan tetapi tidak semudah itu untuk meneliti ilmu pengetahuan.
Karena ilmu pengetahuan harus memenuhi standar agar dapat menjadi ilmu pengetahuan yang
haqiqi. Standar ilmu pengetahuan dapat kita lihat melalui ciri-cirinya.

Ciri khas nyata dari ilmu pengetahuan (science) yang tidak dapat diingkari – meskipun
oleh para ilmuwan – adalah bahwa ia tidak mengenal kata “kekal”. Apa yang dianggap salah di
masa silam misalnya, dapat diakui kebenarannya di abad modern.8 Hal ini dikuatkan oleh Imam
Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Munqidz min Al-Dhalal: “Bagaimana kita dapat mempercayai panca
indera, dimana mata merupakan indera terkuat, sedangkan bila ia melihat ke satu bayangan
dilihatnya berhenti tak bergerak sehingga dikatakanlah bahwa bayangan tak bergerak. Tetapi
dengan pengalaman dan pandangan mata, setelah beberapa saat, diketahui bahwa bayangan tadi
tak bergerak, bukan disebabkan pergerakan spontan tetapi sedikit demi sedikit sehingga

8
M. Quraish Shihab, Op.cit, H. 44.

8
sebenarnya ia tak pernah berhenti; begitu juga mata memandang kepada bintang, ia melihatnya
kecil bagaikan uang dinar, akan tetapi alat membuktikan bahwa bintang lebih besar daripada
bumi.9

Berdasarkan keterangan di atas, maka sudah jelas bahwa ilmu itu bersifat dinamis, yaitu
mengalami perubahan seiring waktu berjalan. Karena sejatinya ilmu diteliti oleh manusia, melalui
panca indera yang tidak menutup kemungkinan melakukan kesalahan, atau sebenarnya ilmu yang
ditelitinya benar akan tetapi mengalami perubahan dikarenakan zaman yang semakin modern.
Seperti contoh, dahulu kita hanya menganggap bahwa dunia hanya didiami oleh makhluk hidup
yaitu manusia, hewan dan tumbuhan, sekarang kita tahu bahwa ada makhluk seperti amoeba yang
hidup disekeliling kita, mereka bukanlah manusia, hewan atau tumbuhan, tetapi merupakan suatu
spesies baru. Maka dari itu, ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu penetapan melainkan suatu
penelitian.

Selain dinamis sebagai ciri khas ilmu pengetahuan, masih ada ciri lainnya. Anshari (1985:
47-49) mengutip beberapa definisi ilmu/science yang dikemukakan oleh para ahli. Misalnya Karl
Pearson dalam bukunya Grammar of Science, merumuskan: “Science is complete and consistent
description of the facts of experience in the simplest possible terms” (Ilmu pengetahuan ialah
lukisan keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana/sedikit mungkin). Baiquni merumuskan: “Ilmu merupakan general concensus dari
masyarakat yang terdiri atas para ilmuwan”, dan masih banyak lagi definisi ilmu yang
dikemukakan oleh para ahli.10 Berdasarkan keterangan diatas Dr.H. Didiek Supadie, MM. Dan
Sarjuni, S.Ag.,M.Hum. menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan memiliki ciri-ciri, diantaranya
sistematik, rasional, empiris, umum, kumulatif (bersusun timbun), dan pemahaman yang
terstruktur dan observable.

Lalu kami selaku pemakalah mengakumulasikan keseluruhan ciri ilmu pengetahuan, yang
dapat kita paparkan sebagai berikut :

1. Dinamis atau berubah-ubah. Yang dimaksud berubah adalah bahwa ilmu pengetahuan
mengalami pengembangan seiring berjalannya waktu. Seperti contoh, dahulu manusia
bepergian ke Mekkah untuk melaksanakan haji menggunakan kapal yang
membutuhkan waktu beberapa bulan, namun kini kita bisa menggunakan pesawat
yang hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja.
2. Sistematik, yaitu pengetahuan yang diurutkan berdasarkan sesuatu yang logis,
sehingga menjadi ilmu pengetahuan.

9
M. Quraish Shihab, Ibid. H,45.
10
Didiek Ahmad Supadie dan sarjuni. Pengantar Studi Islam. (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2012). h,
229.

9
3. Rasional atau masuk akal.
4. Empiris, ilmu pengetahuan disusun melalui metode empiris atau berdasarkan
pengujian panca indera.
5. Umum, ilmu pengetahuan itu bersifat umum.
6. Kumulatif atau bersusun timbun, yang dimaksud adalah keseluruhan pengetahuan
yang berkesinambungan lalu disusun menjadi ilmu pengetahuan.
7. Observable, ilmu pengetahuan harus mengandung sesuatu yang dapat diteliti dan
dipertanggung jawabkan.

Selain ciri-ciri, ilmu pengetahuan juga mengandung aspek-aspek berdirinya ilmu


pengetahuan tersebut. aspek-aspek itu ialah:

1. Aspek Ontologis

Berdasarkan buku Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, karya Prof. DR. H. Abuddin
Nata, MA, bahwa aspek ontologis adalah objek atau bidang kajian suatu ilmu. Menurutnya, objek
atau bidang kajian suatu ilmu pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada di alam ini dan bersifat
empiris atau dapat diungkap dan dianalisis melalui panca indera.

Jujun S Suriasumantri dalam bukunya “Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer”


menyatakan bahwa Aspek ontologis (hakikat apa yang dikaji) meliputi metafisika, asumsi,
peluang, , beberapa asumsi dalam ilmu dan batas-batas penjelajahan ilmu.11

Terdapat perbedaan mengenai objek atau bidang kajian antara dua pendapat di atas. Hemat
penulis, bidang kajian ilmu adalah segala sesuatu yang ada di alam ini dan bersifat empiris.
Namun, ada perbedaan antara ilmu agama dan ilmu umum. Jika ilmu agama bukan hanya
membahas sesuatu yang empiris, akan tetapi membahas pula mengenai hal yang immateril, seperti
metafisika. Sedangkan ilmu umum hanya terbatas pada sesuatu yang empiris atau dapat diungkap
dan dianalisa melalui panca indera.

2. Aspek Epistimologi

Epistimologi atau dikatakan sebagai teori pengetahuan yang membahas secara mendalam
dan komprehensif dari segala aktifitas yang merupakan proses untuk mencapai sebuah
pengetahuan.12 Ditambahkan dalam buku ini bahwa aspek epistimologi menyangkut pengetahuan,
sejarah pengetahuan, metode ilmiah, dan struktur pengetahuan ilmiah.

11
Abuddin Nata, Integritas Ilmu Agama dan Ilmu Umum, h. 145.
12
Abuddin Nata, Ibid, H. 148.

10
Kami memahami dari buku Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum karya Prof. DR. H.
Abuddin Nata, MA, bahwa epistimologi adalah cara-cara untuk mengetahui pengetahuan guna
menemukan ilmu melalui beberapa langkah, yaitu memahami apa itu pengetahuan dan sejarah
pengetahuan, menyusun ilmu menggunakan metode ilmiah, lalu disusun berdasarkan struktur
pengetahuan ilmiah, yang mana terdiri dari perumusan masalah, pengamatan dan deskripsi.
Barulah pengetahuan itu disebut sebagai pengetahuan ilmiah atau ilmu.

3. Aspek Aksiologis

Berkaitan dengan aksiologi, Drs. Prasetya mengatakan bahwa aksiologi adalah studi
tentang nilai, sedangkan nilai itu sendiri sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan,
adapun nilai-nilai yang dimaksud yaitu:

a. Nilai jasmani: Nilai yang terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat, dan nilai guna.
b. Nilai rohani: Nilai yang terdiri dari atas nilai intelek, nilai estetika, nilai etika, dan
nilai religi.13

Selanjutnya, Jujun S. Suriasumantri yang mengutip pendapat Francis Bacon, yang dikutip
juga oleh Prof. DR. H. Abuddin Nata dalam karyanya Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum,
bahwa pengetahuan adalah kekuasaan. Jadi, baik buruknya ilmu itu bukan karena ilmu itu,
melainkan disebabkan oleh pemiliknya. Karena ilmu bersifat netral, tidak mengenal baik atau
buruk.

13
Abuddin Nata, Ibid. h, 160.

11
BAB III

Penutup
A. Kesimpulan

Hubungan antara Al-Quran dengan Ilmu Pengetahuan ialah dapat dilihat apakah ada jiwa
ayat-ayat dalam Al-Quran tersebut menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau justru
mendukung atas kemajuan hal tersebut dengan meletakkan sisi “Social psychology” bukan pada
sisi “History of scientific progress”.

Terkait sistem penalaran dalam Al-Quran, hal ini disebut dengan istilah Al-Fikrah
Al-Qur’aniyyah. Dan justru salah satu faktor terpenting yang dapat menghalangi perkembangan
ilmu pengetahuan terdapat dalam diri manusia itu sendiri, hanya saja kita tidak menyadari akan hal
itu.

12
Daftar Pustaka

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran. Bandung: Penerbit Mizan. 1994.

Nata, Abuddin. Al-Quran dan Hadist. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2000.

Abdushshamad, M. Kamil. Mukjizat Ilmiah dalam Al-Quran. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.2007

Supadie, Didiek Ahmad dan sarjuni. Pengantar Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2012.

Nata, Abuddin. Integritas Ilmu Agama dan Ilmu Umum.

An-Najjar, Zaghlul. Pembuktian Sains dalam Sunnah. Jakarta: Amzah.2006

Handrianto, Budi. Islamisasi Sains. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.2010

13

Anda mungkin juga menyukai