Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH ILMU PENGETAHUAN ISLAM

Sumber Ilmu Pengetahuan (Ontologi) dalam Pandangan Islam dan Barat

Makalah disusun untuk memenuhi tugas prof. Abudin Natta

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Fitri Fadila 1116104000000

Fitriyani Nursyifa 11161040000081

Mutiara Martin 111610400000

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat
serta hidayah-Nya sehingga dalam pembuatan makalah ini diberi kemudahan dan
dapat terselesaikan dengan baik. Salam dan shalawat semoga tetap tercurahkan
kepada Rasul kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada
sahabat-sahabatnya, dan kepada umatnya hingga akhir zaman. Semoga kita
mendapat syafa’atnya di Yaumul kiyamah nanti, Amin.

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H.


Abuddin Nata, MA., Bapak Prof. Dr. H. Ridwam Lubis, Ma., serta Bapak Drs. H.
Ahmad Ghalib, MA., selaku dosen pada mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan
yang dengan kegigihan dan keikhlasannya telah membimbing kami sehingga kami
bisa mengetahui sedikit demi sedikit apa yang sebelumnya kami tidak ketahui pada
materi ini. Juga tak lupa teman-teman seperjuangan yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.

Makalah dengan judul “Sumber Ilmu Pengetahuan (Ontologi) dalam


Pandalangan Islam dan Barat” ini kami buat dengan sedemikian mungkin dan jika
ada kesalahan dalam penulisan pada makalah ini, kami mohon maaf serta memohon
saran dan kritikan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Ciputat,

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perjumpaan antar peradaban merupakan sesuatu yang niscaya dalam era
globalisasi. Setiap peradaban membawa cara pandangnya masing-masing. Cara
pandang yang kemudian dipengaruhi—dan berpengaruh kepada—banyak hal,
diantaranya sikap ilmiah. Peradaban Islam misalnya, yang cara pandang dan pola
hidupnya dipengaruhi oleh wahyu.
Dalam konteks ilmiah, Islam yang disokong oleh wahyu tentu akan
memiliki sikap yang berbeda dengan peradaban Barat yang memandang wahyu
sebagai sesuatu yang tidak saintifik. Dalam tataran epistemologis, perbedaan cara
pandang ini jelas terlihat ketika dihadapkan pada persoalan sumber-sumber
pengetahuan. Makalah sederhana ini mencoba membandingkan pandangan Barat
dan Islami menyangkut sumber-sumber pengetahuan manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa ilmu harus memiliki aspek ontologi?
2. Apa saja aspek ontologi ilmu dalam islam?
3. Apa saja aspek ontologi ilmu dalam pandangan barat?
4. Apa perbedaaan aspek ontologi ilmu dalam islam dengan aspek
ontologi ilmu di barat dan pengaruhnya bagi kehidupan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui alasan ilmu harus memiliki aspek ontologi.
2. Untuk mengetahui aspek ontologi ilmu dalam islam.
3. Untuk mengetahui aspek ontologi ilmu dalam pandangan barat.
4. Untuk mengetahui perbedaaan aspek ontologi ilmu dalam islam
dengan aspek ontologi ilmu di barat dan pengaruhnya bagi
kehidupan.
D. Metode Pengumpulah Data

Metode yang penyusun ambil dalam penulisan makalah ini adalah metode
studi kepustakaan yaitu dengan membaca sumber-sumber referensi dari buku –buku
yang menerangkan tentang sumber-sumber ilmu menurut pandangan islam dan
barat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologi

Istilah ontologi (Indonesia) atau ontology (Inggris) berasal dari bahasa


Yunani on-ontos yang berarti ada-keberadaan dan logos yang berarti studi, ilmu
tentang. Jadi, secara etimologis, ontologi berarti ilmu tentang ada dan keberadaan.
Secara istilah, ontologi merupakan studi tentang ciri-ciri esensial dan yang ada
dalam dirinya sendiri. Dalam mempelajari yang ada dalam bentuknya yang sangat
abstrak, studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti “Apa itu ada dalam dirinya
sendiri?” Ontologi juga mengandung pengertian sebagai cabang filsafat yang
melontarkan pertanyaan “Apa arti ada dan berada”, juga menganalisis bermacam-
macam makna yang memungkinkan hal-hal dapat dikatakan ada. Heidegger
memahami konstitusi “yang ada dari eksistensi”, ontologi menemukan
keterbatasan eksistensi, dan bertujuan menernukan apa yang memungkinkan
eksistensi. Adapun menurut Jujun S. Suriasumantri, ontologi membahas apa yang
ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain suatu
studi tentang yang ada, yang ada yang universal, menampilkan pemikiran sernesta
universal. Dengan demikian, ontologi merupakan ilmu pengetahuan yang paling
universal dan paling menyeluruh.

B. Sumber Ilmu
1. Al-Qur’an dan Hadits
Di dalam Al-Qur’an Allah SWT menyatakan :

ِ َ ‫الٓ ر ۚ تِلْ َك َء ا َٰيَ تُ ْٱل ِك َٰت‬


َ ‫ إِنَّا ٓ أ َنزَ ْل َٰنَ ه ُ قُ ْر َٰ َء نًا‬Ɵ ‫ب‬
Ɵ َ‫ع َر بِيًّا لَّعَلَّكُ ْم ت َ ْع ِق لُون‬
ِ ِ‫ْٱل ُم ب‬
‫ين‬
“Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat kitab (Al Quran) yang nyata (dari
Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya” (QS Yusuf : 1-2)
ِ َّ ‫ك الذِ ْك َر لِ ت ُب َ ي ِ َن لِ ل ن‬
‫اس‬ َ ْ‫الز ب ُ ِر ۗ َو أ َنْ زَ لْ ن َا إ ِ ل َ ي‬
ُّ ‫ت َو‬ ِ ‫ب ِ الْ ب َ ي ِ ن َا‬
‫َم ا ن ُ ِز َل إ ِ ل َ يْ ِه ْم َو ل َ ع َ ل َّ هُ ْم ي َ ت َف َ كَّ ُر و َن‬
“Dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-
kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
(Muhammad) menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya”
(QS An-Nahl : 44)

Di dalam ayat tersebut ada tiga hal yang perlu dicatat. Pertama, berkaitan
dengan kedudukan Al-Qur’an sebagai ayat Allah SWT, yang pasti dan mutlak
benar, karena berasal dari Yang Maha benar, yakni Allah SWT. Kedua, berkenaan
dengan kedudukan Nabi Muhammad SAW (Hadis) sebagai penjelas terhadap ayat-
ayat Al-Qur’an yang bersifat global, umum, dan mengandung arti lebih dari satu.
Hadis berfungsi memberikan perincian dan tata cara yang lebih praktis ter hadap
perintah ayat-ayat A1-Qur’an yang bersifat global, seperti perintah shalat dan haji;
Hadis berfungsi memberikan batasan terhadap ayat A1-Qur’an yang bersifat umum,
misalnya Hadis yang menjelaskan tentang ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
tentang haramnya bangkai secara umum, lalu diberikan pengecualian oleh Hadis
tentang bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang; dan Hadis
menjelaskan tentang ayat Al-Qur’an yang mengandung arti lebih dari satu, seperti
ayat tentang quru’ yang dapat berarti suci, dan dapat berarti tidak hamil. Ketiga,
berkaitan dengan perintah untuk memikirkan dan memahami kandungan A1-
Qur’an tersebut sehingga dapat dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci yang
mengandung isyarat tentang berbagai kehidupan manusia yang dalam tataran
implementasinya membutuhkan pemikiran dan pemahaman dari manusia. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada manusia untuk memahami dan
memikirkan kandungan A1-Qur’an tersebut sesuai dengan perkembangan zaman,
dan dengan demikian, tidak akan terjadi kekosongan ajaran.

Dari kajian terhadap Al-Qur’an dan Hadits yang dibantu dengan metode
ijtihad serta bantuan ilmu-ilmu lainnya, serta ditopang oleh spirit mengembangkan,
memahamkan, dan menyebarkan ajaran Islam, maka lahirlah berbagai ilmu agama
Islam, antara lain :

1) Ilmu Al-qur’an
Ilmu Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas berbagai hal
yang berkenaan dengan Al-Qur’an untuk dijadikan sebagai
pegangan dalam memahami AL-Qur’an. Hasil dari ilmu Al-Qur’an
ini adalah berbagai kitab tafsir. Di dalam ilmu ini dibahas syarat-
syarat seorang yang boleh menafsirkan Al-Qur’an, seperti metode
tahlili (teruraian/terperinci), metode ijmali (global, metode muqarin
(perbandingan), metode ma’udlui (tematik) dan metode analisis.
2) Ilmu Hadits
Secara singkat, ilmu Hadis adalah ilmu yang berkaitan
dengan Hadis yang secara garis besar terbagi ke dalam dua bagian
besar, yaitu Ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah. Menurut
Ajjah Al-Khatib, ilmu Hadis Riwayah adalah “Ilmu yang berpangal
pada segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dan Nabí SAW,
baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat kepribadian,
atau kepribadian yang dinukilkan secara mendalam dan bebas”.
Menurut Muhammad Adib Shalih, Ilmu Hadis Dirayah adalah ” llmu
yang dibangun atau pemikiran dan penelitian yang mendalam
dalam rangka mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-
macam, hokum, dan keadaan perawi, dan Hadis yang diriwayatkan
mencakup yang diterima dan ditolak dan pemahaman nash. Dan,
yang diriwayatkan disini lebih umum dari yang sekadar
disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan mencakup pula yang
disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.”
3) Ilmu Fikih
Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang
secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai
aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat
maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Beberapa ulama
fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai
pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai
hamba Allah. Fikih membahas tentang cara beribadah, prinsip
Rukun Islam, dan hubungan antar manusia sesuai yang tersurat
dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Guna menghasilkan fikih terdapat
ilmu ushul fiqh yang berisi ketentuan, pedoman, dan metodologi
penetapan hokum yang berbasis pada logika Bahasa; dan ilmu
Qawais Fiqhiyah yang berisi metode atau kaidah-kaidah teknis
dalam menetapkan hokum yang diambil gagasannya dari Al-Qur’an
dan Al-Sunnah.
4) Ilmu Kalam
Ilmu kalam membahas tentang iman dan akidah Islam. Ilmu
kalam membahasnya dari segala aspek, memaparkan studi tentang
doktrin (aqidah) dan ¡man islam. Sering juga disebut Ushuluddin
atau ‘Ilm al-Tauhid Washifat’. Ilmu kalam adalah ilmu yang mampu
membuktikan kebenaran akidah Islam dan menghilangkan
kebimbangan dengan mengemukakan hujjah atas argumentasi. Ilmu
kalam adalah disiplin iImu yang membahas dzat dan sifat Allah
beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan
dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang
berlandaskan doktrin islam.
5) Ilmu Filsafat Islam
Hampir tidak ditemukan definisi atau batasan filsafat Islam
menurut para filsuf Islam, yang ada adalah definisi atau pengertian
filsafat, Misalnya menurut al-Kindi (800-870), bapak filsafat Islam,
“Filsafat merupakan pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu
sejauh yang mungkin bagi manusia, sebab akhir dan pengetahuan
teoretis filsuf adalah untuk memperoleh kebenaran, dan untuk
bertindak sesuai dengan kebenaran”. Dan menurut Al-Farabi (872-
950), filsuf Muslim yang digelari guru kedua (al-muzlirn al-tsani)
filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Bisa jadi inilah
yang dimaksudkan dengan filsafat Islam menurut
al-Farabi.
6) Ilmu Tasawuf/Akhlak
Arti tasawuf secara terminologi (istilahi) diuraikan secara
baik oleh Sayyid Nur bin Sayyid Ali, sebagai “metode pendidikan
spiritual yang dianggap berada dalam derajat media temporal-
transisional, yang direkarn untuk rnemperkokoh keimanan,
mencapai derajat ihsan, mensucikan jiwa (tazkiyyat an-nafs) dan
memperbaiki hati (islah al-qalb). Sehingga mempermudahkan
seorang hamba beriman untuk mentaati Allah dan mentaati
Rasulullah saw.” Secara ringkas Said Hawwa rncndifinisikan
tasawuf sebagai “berjalan menuju Allah, di jalan yang ditentukan
Allah, untuk mencapai ridha Allah”.
7) Ilmu Sejarah dan Kebudayaan Islam (Tarikh)
Ilmu sejarah dan kebudaayaan Islam sesungguhnya lebih
tepat dimasukkan ke dalam kelompok ilmu sosial Islam. Di dalam
ilmu dibahas berbagai peristiwa di masa Rasulullah hingga saat ini
dalam hubungannya dengan penyebaran ajaran islam serta
pengaruhnya di berbagai daerah. Umumnya sejarah peradaban Islam
dibagi ke dalam zaman klasik (abad ke-7 sd 13 M) sebagai zaman
kemajuan, zaman pertengahan (abad ke 13 sd 18 M) sebagai zaman
yang umumnya mengalami kemunduran; zaman modern (abad ke-
16 sd sekarang) yang umumnya ditandai oleh adanya berbagai
kemajuan,namun juga masih banyak mengalami kemunduran.

2. Akal Pikiran
Akal merupakan bagian dari potensi yang dimiliki manusia namun
memiliki sifat yang unik. Selain bersifat abstrak, akal juga terkadang
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun luar. Dengan
pengaruh ini, akal dapat memproduk pemikiran yang baik dan buruk.
Namun demikian, pada dasar atau aslinya, akal adalah baik, yakni selalu
sejalan dengan kehendak Allah SWT, karena akal juga sebagai tanda
dan ciptaan Allah SWT. Dari akal pikiran inilah akan dapat dilahirkan
ilmu pengetahuan rasional, seperti filsafat dan ilmu-ilmu humaniora
lainnya. Di dalam Al-Qur’an, kata akal tidak pernah dikemukakan
dalam bentuk kata benda (isim) yakni al-‘aql melainkan dikemukakan
dalam bentuk kata kerja (ya’qilun). Hal ini dapat dipahami, bahwa A1-
Qur’an sangat menekankan kerja dan produk dari akal, yakni bahwa akal
harus digunakan. Bahkan jika pancaindra dan akal tidak digunakan, la
akan diancam dengan azab Allah SWT. Pancaindra dan akal itu harus
digunakan sesuai dengan keinginan yang membuatnya, yakni Allah
SWT. Jika pancaindra dan akal tidak mau digunakan untuk
mendengarkan dan memikirkan perintah dan larangan Allah SWT,
maka ja akan diazab oleh-Nya. Allah SWT berfirman:
‫ير‬ ْ َ ‫َو ق َ ا ل ُ وا ل َ ْو ك ُ ن َّ ا ن َ سْ َم عُ أ َ ْو ن َ ع ْ ق ِ ُل َم ا ك ُ ن َّ ا ف ِ ي أ‬
ِ ‫ص َح ا بِ ال س َّ ِع‬
“Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk
penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS Al-Mulk
: 10)

Terdapat sejumlah ilmu yang dihasilkan melalui akal pikiran


sebagai berikut:

1) Filsafat
René Descartes, filsuf Prancis yang termasyhur dengan argument je
pense, donc je suis, atau dalam bahasa Latin cogito ergo sum (“aku
berpikir maka aku ada”), mengatakan bahwa filsafat adalah himpunan
dan segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengènai
Tuhan, alam, dan manusia. Filsafat sering dianggap sebagai induknya
ilmu.
2) Matematika
Matematika adalah suatu alat untuk rnengernhangkan cara herpikir,
karena itu matematika sangat diperlukan haik untuk memecahkan
rnasalah dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk menunjang
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manfaat (2010: 88)
rncngernukakan bahwa “Matematika adalah hasil dari membaca pesan
alam. Bilangan, garis, operasi, fungsi, dan seterusnya adalah merupakan
konsep abstrak yang didapatkan dan memperhatikan fenomena alam”.
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh
karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika.
3) Humaniora
Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), adalah
ilmu-ilmu yang mempelajari tentang cara membuat atau mengangkat
manusia menjadi lebih manusiawi dan berbudaya. Menurut bahasa latin,
Humaniora biasa disebut artes liberales yaitu studi tentang
kemanusiaan. Sedangkan menurut pendidikan Yunani Kuno, humaniora
disebut dengan trivium, yaitu logika, retorika dan gramatika. Pada
hakikatnya humaniora adalah ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan nilai-
nilai kemanusiaan yang mencakup studi agama, filsafat, seni, sejarah
dan ilmu-ilmu bahasa.

3. Intuisi (Hati Nurani)


Intuisi atau ilham adalah potensi batiniah yang ada dalam din manusia, yang
apabila dalam keadaan bersih dari dosa, dan dalam keadaan beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT dalam arti yang total, maka ia akan
mendapatkan pengetahuan dan Allah SWT. Berbagai pengalaman para ahli
tasawuf banyak yang memperoleh pengetahuan dari Tuhan yang diperoleh
melalui intuisi. Bentuk pengetahuan tersebut dapat berupa ma’rifat
sebagaimana yang diperoleh Imamal-Ghazali, al-isyraqiyah sebagaimana
yang diperoleh al-Syuhrawardi, al-mauhubah sebagaimana yang diperoleh
Imam al-Syirbasi, al-laduni sebagaimana yang diperoleh Hasyim Asy’ari,
futuh sebagaimana yang diperoleh para pelajar di pesantren dan lainnya,
serta wangsit sebagaimana yang diperoleh para raja yang melakukan
tahannus, tirakat, dan latihan batin. Menurut A1-Qur’an, ilmu yang di
peroleh melalui intuisi ini disebut sebagai cahaya (al-nur). Allah SWT
berfirman:
ِ ُ ‫ض ۚ َم ث َ ُل ن‬
ْ ‫ور ه ِ ك َ ِم شْ ك َا ة ٍ ف ِ ي هَ ا ِم‬
ۖ ٌ‫ص ب َ ا ح‬ ِ ‫اْل َ ْر‬ْ ‫ت َو‬ ِ ‫او ا‬ َ ‫َّللاَّ ُ ن ُ و ُر ال س َّ َم‬
َ َ‫ي ي ُو ق َ د ُ ِم ْن ش‬
ٍ‫ج َر ة ٍ ُم ب َ ا َر ك َ ة‬ ٌّ ‫ب د ُِر‬ ٌ َ ‫ح ف ِ ي ُز َج ا َج ةٍ ۖ ال ُّز َج ا َج ة ُ ك َأ َن َّ هَ ا ك َْو ك‬ ُ ‫ص بَا‬ْ ‫ال ْ ِم‬
‫ُض ي ءُ َو ل َ ْو ل َ مْ ت َ ْم س َ سْ ه ُ ن َا ٌر ۚ ن ُ و ٌر عَ ل َ ٰى‬ ِ ‫َز ي ْت ُو ن َ ةٍ ََل ش َْر ق ِ ي َّ ةٍ َو ََل غ َ ْر ب ِ ي َّ ةٍ ي َ ك َا د ُ َز ي ْت ُهَ ا ي‬
‫ي ٍء‬ ِ َّ ‫اْل َ ْم ث َ ا َل ل ِ ل ن‬
ْ َ ‫اس ۗ َو َّللاَّ ُ ب ِ ك ُ لِ ش‬ ْ ُ َّ‫ب َّللا‬ ْ َ ‫ور ه ِ َم ْن ي َ ش َا ءُ ۚ َو ي‬
ُ ‫ض ِر‬ ِ ُ ‫ور ۗ ي َ ْه ِد ي َّللاَّ ُ ل ِ ن‬
ٍ ُ‫ن‬
ٌ ‫عَ لِ ي م‬
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang
tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah
timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis -lapis), Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan
Allah memperbuat perumpamaan -perumpamaan bagi manusia,
dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An -Nur : 35)
Jadi, ilmu-ilmu yang lahir dari intuisi ini, antara lain :
1) Al-ma’rifah
Al-ma’rifah adalah keadaan batin manusia yang sudah suci bersih
melalui proses-proses penyucian diri sebagaimana diatur dalam tasawuf,
sehingga dapat melihat dan merasakan keagungan Tuhan. Dengan
Ma’rifah maka segala hakikat akan tampak jelas dan terang. Ma’rifah
hanya beberapa detik sama dengan belajar bertahun-tahun. Orang yang
mendapatkan Ma’rifah seperti yang mendapatkan energy ilahiah yang
memancar dan mengalir ke dalam hati yanpa henti-hantinya.
2) Al-Isyraqiyah
Al-Isyraqiyah adalah keadaan batin manusia yang sudah suci bersih
melalui proses penyucian diri sebagaimana diatur dalam tasawuf,
sehingga memperoleh pancaran ilahiah berupa pencerahan batin dan
kecerdasan spiritual yang dinampakkan dalam penghayatan, ucapan dan
perbuatan yang menggambarkan hubungan yang dekat dengan tuhan.
3) Al-Ma’uhubah
Al-Ma’uhubah adalah ilmu yang diberikan Tuhan secara langsung
kepada seorang yang sudah sampai pada tingkat yang sedekat mungkin
dengan Tuhan, dan dapat dirasakan getarannya.
4) Al-Faid
Al-Faid adalah ilmu yang dilimpahkan Tuhan secara langsung kepada
seseorang yang dianggap sudah layak dan siap menerimanya. Dalam
bentuk limpahan cahaya ilahiyah yang tiada putus-putusnya.
5) Al-Laduni
Al-Laduni adalah ilmu yang dipancarkan Tuhan secara langsung
kedalam diri seseorang, sehingga orang tersebut dapat mengetahui
sesuatu tanpa harus menempuh pendidikan sebagaimana biasa.
6) Wangsit
Wangsit adalah ilmu yang diberikan Tuhan secara langsung kepada
seseorang (biasanya para raja) setelah yang bersangkutan menjalankan
tirakat, seperti berpuasa, mengheningkan cipta, bertafakur, bersemedi,
sambal membaca do’a-do’a tertentu.

4. Alam Jagat Raya


Di dalam Al-Qur’an Allah SWT menyatakan :

‫ك ا ل َّ ت ِ ي ت َ ْج ِر ي ف ِ ي ال ْ ب َ ْح ِر‬ِ ْ ‫ار َو ال ْ ف ُ ل‬
ِ َ‫ف ال ل َّ ي ْ ِل َو ال ن َّ ه‬
ِ ‫ض َو ا ْخ ت ِ ََل‬ ِ ‫اْل َ ْر‬ ْ ‫ت َو‬ ِ ‫او ا‬َ ‫ق ال س َّ َم‬ِ ْ ‫إ ِ َّن ف ِ ي َخ ل‬
َ ‫اْل َ ْر‬
َّ َ ‫ض ب َ ع ْ د َ َم ْو ت ِ هَ ا َو ب‬
‫ث‬ ْ ِ‫اس َو َم ا أ َن ْ َز َل َّللاَّ ُ ِم َن ال س َّ َم ا ِء ِم ْن َم ا ٍء ف َ أ َ ْح ي َ ا ب ِ ه‬َ َّ ‫ب ِ َم ا ي َ ن ْ ف َ ُع ال ن‬
ٍ ‫ض ََل ي َ ا‬
‫ت‬ ْ ‫الر ي َ اح ِ َو ال س َّ َح ا ب ِ ال ْ ُم س َ َّخ ِر ب َ ي ْ َن ال س َّ َم ا ِء َو‬
ِ ‫اْل َ ْر‬ ِ ‫ف‬ ْ َ ‫ف ِ ي هَ ا ِم ْن ك ُ ل ِ د َ ا ب َّ ةٍ َو ت‬
ِ ‫ص ِر ي‬
‫لِ ق َ ْو ٍم ي َ ع ْ ق ِ ل ُ و َن‬

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya


malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air,
lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS Al-
Baqarah : 164)
ْ ‫ت ِْل ُو لِ ي‬
ِ ‫اْل َل ْ ب َ ا ب‬ ِ َ‫ف ال ل َّ ي ْ ِل َو ال ن َّ ه‬
ٍ ‫ار ََل ي َ ا‬ ِ ‫اْل َ ْر‬
ِ ‫ض َو ا ْخ ت ِ ََل‬ ْ ‫ت َو‬ َ ‫َّن ف ِ ي َخ ل ْ قِ ال س َّ َم‬
ِ ‫او ا‬
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal” (QS Ali 'Imran : 190)
Dua ayat tersebut memberi petunjuk tentang hal-hal sebagai berikut.
Pertama, petunjuk yang berkenaan dengan berbagai hal yang termasuk alam
sebagai objek kajian ilmu pengetahuan, yaitu proses penciptaan langit dan
bumi, peredaran waktu siang dan malam, bahtera atau kapal yang dapat
berlayar di lautan dan diambil manfaatnya untuk manusia, tentang air hujan,
tumbuh-tumbuhan, peredaran angin dan awan. Kedua, petunjuk yang
berkenaan dengan perintah kepada manusia untuk memikirkan dan
memaharni hukum-hukum yang terdapat di dalamnya. Ketiga, petunjuk
yang berkenaan dengan keyakinan, bahwa alam jagat raya itu tidak terjadi
dengan sendirinya, melainkan tercipta dengan kehendak Allah SWT. Akal
dan nurani manusia yang jujur pasti tidak akan menerima pandangan yang
mengatakan, bahwa alam terjadi dengan sendirinya.
Dengan memahami dan mengkaji alam jagat raya ini, maka para ahli
akan menemukan berbagal teori yang disusun menjadi ilmu pengetahuan
alam atau yang lebih dikenal dengan sains, seperti ilmu tumbuh-turnbuhan
(flora), ilmu tentang makhluk hidup (biologi) baik yang berkenaan dengan
binatang (fauna) maupun manusia, berkenaan dengan ilmu perbintangan
dan planet ruang angkasa (astronomi), benda-benda cair dan keras (fisika)
yang dengan menggunakan ilmu-ilmu murni ini lahirlah ilmu farmokologi,
botani, kedokteran, dan lain sebagainya.
Kajian tentang ayat-ayat kauniyah dengan menggunakan isyarat
ayat Al-Qur’an yang didukung dengan riset empiris berupa observasi dan
eksperimen telah banyak dilakukan para ilmuwan muslim sejak zaman
klasik, seperti Ibn Haitam tentang ilmu astronomi dan optik; Ibn Hayyan
tentang fisika; Ibn Sina tentang kedokteran, dan sebagainya. Di abad ke-21
ini tercatat pula nama Zaghloul R.M. El-Naggar yang telah menulis lebih
dari 45 buku tentang ayat-ayat kosmologi. Ia misalnya mengatakan, bahwa
di antara kehebatan kekuasaan Tuhan dan bukti nyata atas keesaan Allah
SWT, tanpa sekutu, kemiripan, dan tandingan adalah bertemunya alam
semesta yang sangat besar kesatuannya dengan alam yang sangat akurat
sekali, lalu bertemunya ilmu kosmologi modern dengan ilmu fisika partikel,
atau fisika partikel dasar maten. Hasil penelitian fisika partikel dasar materi
pada neklus atom mulai memberikan dimensi-dimensi konkret untuk
memahami proses penciptaan alam semesta dan fase-fasenya.
Dengan memerhatikan ayat-ayat tersebut serta penjelasannya, dapat
diketahui bahwa alam jagat raya yang merupakan sumber ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan alam (sains) ternyata merupakan
tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, atau sebagai ayat-ayat Allah SWT.
Alam jagat raya tidak jadi dengan sendirinya, karena akal tidak mungkin
dapat menerirna adanya alam tanpa adanya pencipta. Namun akal juga tidak
akan dapat menerima jika ada pendapat, bahwa adanya Tuhan karena
adanya yang menciptakan, karena jika Tuhan diciptakan, maka nama dan
statusnya bukan Tuhan lagi, melainkan sebagai makhluk, dan jika Tuhan
sebagai makhluk maka ja tidak mungkin dapat menciptakan alam.
Dengan menyadari alam sebagai ciptaan dan ayat Allah SWT, maka
manusia semakin memahami alam dengan segala hukum, hikmah, khasiat,
dan rahasia yang terkandung di dalamnya, maka manusia akan sernakin
mengangungkan kebesaran Allah SWT, menyadari kelemahan dirinya, dan
sekaligus bersyukur, patuh, dan tunduk kepadaNya. Dengan demikian,
selain ia menjadi seorang ilmuwan, juga sekaligus sebagai orang yang
bertakwa dan takut melanggar larangan Allah SWT. Orang-orang yang
demikian itulah yang menurut Al-Qur’an disebut sebagai ulama. Allah SWT
berfirman:
َ ِ ‫ف أ َ ل ْ َو ا ن ُ ه ُ ك َ ذٰ َ ل‬
‫ك ۗ إ ِ ن َّ َم ا ي َ ْخ ش َى َّللاَّ َ ِم ْن‬ ٌ ِ ‫اْل َن ْ ع َ ا ِم ُم ْخ ت َ ل‬
ْ ‫اس َو ال د ََّو اب ِ َو‬ ِ َّ ‫َو ِم َن ال ن‬
‫ِع ب َ ا دِ ه ِ ال ْ ع ُ ل َ َم ا ءُ ۗ إ ِ َّن َّللاَّ َ عَ ِز ي ٌز غ َ ف ُ و ٌر‬
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang -binatang
melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah
di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Fatir : 28)
Pada ayat tersebut terdapat kata ulama, yaitu orang-orang yang
mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang dihasilkan dari studi
dan penelitiannya terhadap berbagai ciptaan Allah SWT, seperti binatang
yang melata dan binatang ternak yang beraneka ragam macam dan jenisnya,
air hujan yang turun dari langit, tanah subur yang terkena air hujan yang
selanjutnya menghasilkan beraneka ragam tumbuh-tumbuhan berupa sayur-
mayur, buah-buahan, dan bahan makanan lainnya, gunung-gunung yang
memiliki garis putih, merah, hitam pekat, dan sebagainya. Dengan cara
demikian, seorang ilmuwan dengan ilmunya yang luas dapat digunakan
untuk mengenal, mendekati, dan mencintai Allah SWT. Inilah yang oleh Ian
Babour dikatakan dengan ungkapan menemukan Tuhan rnelalui sains.
Dengan menggunakan alam sebagai sumber ilmu melalui penelitian,
observasi, dan eksperimen yang dilakukan dengan cermat dan mengikuti
tahapan-tahapannya dengan lengkap, disertai sikap yang sabar, teliti, dan
tekun, maka akan dihasilkan berbagai ilmu yang berkaitan
dengannyamateri, fisik, dan berupa segala sesuatu yang ada di bumi dan di
langit serta di antara keduanya, akan dihasilkan :
- Ilmu kosmologi
‫ة فِى‬ٍ َ‫ن ﴿﴾ َومَا ِم ۡن َغآٮِٕب‬
َ ‫ه ۡم َومَا ُي ۡعلِ ُن ۡو‬ ُ ‫ص ُد ۡو ُر‬ ُّ ِ‫م مَا تُك‬
ُ ‫ن‬ ُ َ‫َـعل‬
ۡ ‫ك لَي‬ َ َّ‫ن َرب‬ َّ ِ‫َوا‬

﴾﴿ ‫ن‬ ُّ ٍ ٰ‫ى كِت‬


ٍ ‫ب م ِب ۡي‬ ۡ ِ‫ض اِ َّۡل ف‬
ِ ۡ‫مآ ِء و َۡاۡلَر‬ َّ
َ ‫الس‬
“Dan sesungguhnya Tuhanmu, benar-benar mengetahui apa yang
disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan. Tiada
sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat)
dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh).” (QS. AN-Naml : 74-75)

- Ilmu astronomi
ُ
ٍ‫ف بَن َۡينٰ هَا وَز يَّـنّٰهَا َومَا لَهَا ِم ۡن ف ُر ۡوج‬
َ ‫مآ ِء َف ۡو َق ُه ۡم َك ۡي‬ َّ
َ ‫الس‬ ‫اَ َفلَ ۡم ي َۡنظُ ُر ۡ ۤۡوا اِلَى‬
َ﴾﴿
“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas
mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan
langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun?” (QS. Qaf : 6)

- Ilmu astrologi
َ ‫م ي َۡج َع ُل ٗه ُر َكا ًما َف َترَى ۡالو َۡد‬
‫ق‬ َّ ‫ف ب َۡين َٗه ُث‬ ُ ِ‫م ُي َؤل‬َّ ُ‫سحَابًا ث‬َ ‫ى‬ ۡ ‫ج‬ َ ّٰ ‫ن‬
ِ ‫ّٰللا ُي ۡز‬ َّ َ‫اَلَ ۡم تَ َر ا‬

‫ل فِ ۡيهَا‬ ِ ‫مآ ِء ِم ۡن‬


ٍ ‫جبَا‬ َّ
َ ‫الس‬ َ‫ل ِمن‬ ُ ‫خ ٰللِهۚ َو ُين َِز‬
ِ ‫ج ِم ۡن‬ ُ ‫ب ي َۡخ ُر‬ُ ‫ص ۡي‬ ِ ‫ِم ۡۢۡن بَ َر ٍد َف ُيـ‬
‫َص ِر ُف ٗه بِه‬
ۡ ‫شآ ُء َو ي‬
َ َّ‫َن ي‬
ۡ ‫َار م‬ ِ ‫ب بِ ۡاۡل َ ۡبص‬ ُ ‫ه‬ َ ‫سنَا بَرۡ قِه ي َۡذ‬ َ ‫َكا ُد‬ َ ‫شآ ُء ؕ ي‬ َ َّ‫َع ۡن َّم ۡن ي‬
﴾﴿
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian
mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian
menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan
keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-
butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan
seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es
itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari
siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir
menghilangkan penglihatan.” (QS. An-Nuur : 43)

- Ilmu fisika
﴾﴿ ‫مرًا ُّمنِ ۡيرًا‬
َ ‫جا َّو َق‬
ً ‫س ٰر‬
ِ ‫ل فِ ۡيهَا‬
َ ‫ج َع‬ ً ‫مآ ِء ُب ُر ۡو‬
َ ‫جا َّو‬ َّ
َ ‫الس‬ َ ‫ج َع‬
‫ل فِى‬ ۡ ‫ك ال َّ ِذ‬
َ ‫ى‬ َ ‫تَ ٰبـ َر‬

“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia
menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (QS. Al-Furqan :
61)

- Ilmu geografi
‫ان‬ َ ‫ب يَّ ۡع ِق ُل ۡو‬
ٌ ‫ن بِه َۤۡا اَ ۡو ٰا َذ‬ ٌ ‫ن لَ ُه ۡم ُق ُل ۡو‬ ُ ‫س ۡي ُر ۡوا فِى ۡاۡلَرۡ ض َفت‬
َ ‫َك ۡو‬ ِ ِ َ‫اَ َفلَ ۡم ي‬
ۡ ِ‫ب الَّت‬
‫ى فِى‬ ُ ‫ـقلُ ۡو‬ُ ‫ن بِهَا ۚ َفاِنَّهَا َۡل تَ ۡعمَى ۡاۡل َ ۡبصَا ُر و َٰلـكِ ۡن تَ ۡعمَى ۡال‬ َ ‫م ُع ۡو‬
َ ‫س‬ ۡ َّ‫ي‬
ُّ
﴾﴿ ِ‫الص ُد ۡور‬
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar?
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj : 46)

- Ilmu geologi
َ ‫ج َع‬
‫ل‬ َ ‫ى َو‬ ِ ‫ل لَهَا َروَا‬
َ ‫س‬ َ ‫ج َع‬َ ‫خ ٰللَه َۤۡا اَ ۡن ٰهرًا َّو‬
ِ ‫ل‬ َ ‫ل ۡاۡلَرۡ ضَ َق َرارًا َّو‬
َ ‫ج َع‬ َ ‫اَ َّم ۡن‬
َ ‫ج َع‬
﴾﴿ ‫ن‬ ُ َ‫ه ۡم َۡل ي َۡعل‬
َ ‫م ۡو‬ ُ ‫ّٰللا ب َۡل اَ ۡك َث ُر‬
ِ ّٰ ‫ع‬َ ‫ج ًزا َءاِ ٰلـ ٌه َّم‬
ِ ‫ن حَا‬ِ ‫ب َۡينَ ۡالب َۡحر َۡي‬
“Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat
berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya,
dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya
dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut [1104]? Apakah
disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya)
kebanyakan dari mereka tidak mengetahui. [1104]. Yang dimaksud
dua laut di sini ialah laut yang asin dan sungai yang besar bermuara
ke laut. Sungai yang tawar itu setelah sampai di muara tidak
langsung menjadi asin.” (QS. An-Naml : 61)

- Ilmu mineralogi
‫السمَآ ِء مَآ ًء ۚ َفاَ ۡخر َۡجنَا بِه ثَم َٰرتٍ ُّم ۡخ َت ِل ًفا اَ ۡل َوانُهَا‬ َّ َ‫ل ِمن‬َ ‫ّٰللا اَ ۡن َز‬
َ ّٰ ‫ن‬ َّ َ‫اَلَ ۡم تَ َر ا‬

﴾﴿ ‫س ۡو ٌد‬ ُ ‫ب‬ ٌ ِ‫ح ۡم ٌر ُّم ۡخ َتل‬


ُ ‫ف اَ ۡلوَا ُنهَا َو َغرَابِ ۡي‬ ٌ ‫ج َد ۢۡ ٌد بِ ۡي‬
ُ ‫ض َّو‬ ُ ‫َال‬ ِ ‫َو ِمنَ ۡالجِب‬
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang
beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada
garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan
ada (pula) yang hitam pekat.” (QS. Fathir : 27)

- Ilmu biologi
َ ‫س ُب ًًل َّو اَ ۡن َز‬
َ‫ل ِمن‬ ُ َ‫ك ل‬
ُ ‫ـك ۡم فِ ۡيهَا‬ َ ‫م ۡاۡلَرۡ ضَ م َۡه ًدا َّو‬
َ َ‫سل‬ ُ َ‫ل ل‬
ُ ‫ـك‬ َ ‫ج َع‬ ۡ ‫ال َّ ِذ‬
َ ‫ى‬
﴾﴿ ‫شتّٰى‬
َ ‫ت‬ ً ‫مآ ِء َمآ ًء َفاَ ۡخر َۡجنَا بِ ۤۡه اَ ۡزوَا‬
ٍ ‫جا ِم ۡن نَّبَا‬ َّ
َ ‫الس‬
“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang
telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an,dan menurunkan dari
langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-
jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.” (QS. Thaahaa
: 53)

- Ilmu botani
‫ت‬ َ ‫ش َع ًة َفاِ َذ ۤۡا اَ ۡنز َۡلنَا َعلَ ۡيهَا ۡال‬
ۡ ‫مآ َء‬
ۡ ‫اه َت َّز‬ ِ ‫خا‬َ َ‫ك تَرَى ۡاۡلَرۡ ض‬ َ َّ ‫َو ِم ۡن ٰايٰ تِ ۤۡه اَن‬
﴾﴿ ‫ى ٍء َق ِد ۡي ٌر‬ ۡ ‫ش‬َ ‫ل‬ ُ
ِ ‫ى ۡالم َۡوتٰ ى ؕ اِن َّ ٗه َع ٰلى ك‬ ُ َ ‫ها ل‬
ِ ‫م ۡح‬ ۡۤ ۡ ‫ن الَّ ِذ‬
َ ‫ى اَ ۡحيَا‬ َّ ِ‫َت ا‬ ۡ ‫َو َرب‬
“Dan di antara tanda-tanda-Nya (Ialah) bahwa kau lihat bumi
kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya,
niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang
menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati.
Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS.
Fusshilat : 39)

- Ilmu zooloogi
ۡ ‫ى َع ٰلى ب‬
‫َطنِهۚ َو ِم ۡن ُه ۡم َّم ۡن‬ ِ ‫م ۡن ُه ۡم َّم ۡن يَّ ۡم‬
ۡ ‫ش‬ ِ ‫ة ِم ۡن َّمآ ٍء َۚف‬ َّ ‫ق ُك‬
ٍ َّ‫ل َدآب‬ َ َ‫خل‬ ُ ّٰ ‫و‬
َ ‫َّٰللا‬
ُ ّٰ ‫ق‬
‫ّٰللا مَا‬ ُ ُ‫ى َع ٰلٓى اَرۡ بَعٍ ي َۡخل‬
ۡ ‫ش‬ ِ ‫ن َو ِم ۡن ُه ۡم َّم ۡن يَّ ۡم‬ ِ ‫ى َع ٰلى ِر ۡجلَ ۡي‬ ۡ ‫ش‬ ِ ‫يَّ ۡم‬
﴾﴿ ‫ى ٍء َق ِد ۡي ٌر‬ ُ َّ ِ‫َشآ ُء ا‬
ۡ ‫ش‬ َ ‫ل‬ ِ ‫ّٰللا َع ٰلى ك‬ َ ّٰ ‫ن‬ َ ‫ي‬
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka
sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan
sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain)
berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. An-Nuur : 45)

- Ilmu pertanian
‫ى ٍء َفاَ ۡخر َۡجنَا‬ۡ ‫ش‬ َ ‫ل‬ ُ َ ‫مآ ِء َمآ ًء ۚ َفاَ ۡخر َۡجنَا بِه نَب‬
ِ ‫َات ك‬ َ ‫الس‬ َّ َ‫ل ِمن‬َ ‫ى اَ ۡن َز‬ۡۤ ۡ ‫ه َو ال َّ ِذ‬
ُ ‫َو‬
‫م ۡن طَ ۡل ِعهَا‬ ُ ‫ضرًا ن ُّ ۡخ ِر‬
ِ ِ‫ج ِم ۡن ُه حَبًّا ُّم َترَاكِبًا ۚ َو ِمنَ ال َّن ۡخل‬ َ ‫َة ِم ۡن ُه‬
ِ ‫خ‬ ٌ ‫َان دَانِي‬ ٌ ‫قِ ۡنو‬

‫ه اُ ْنظُ ُر ۡ ۤۡوا اِ ٰلى‬ َ ‫ش َت ِب ًها َّو َغ ۡي َر ُمت‬


ٍ ِ‫َشاب‬ ۡ ‫ان ُم‬ ُّ ‫ن و‬
َ ‫َالر َّم‬ ٍ ‫ت ِم ۡن اَ ۡعنَا‬
َ ‫ب َّوال َّز ۡي ُت ۡو‬ ٍ ّٰ‫َّوجَن‬
﴾﴿ ‫ن‬َ ‫م يُّ ۡؤ ِم ُن ۡو‬
ٍ ‫ت لِ َق ۡو‬ ٰ َ ‫ى ٰذ لِ ُك ۡم‬
ٍ ٰ‫ۡلي‬ ۡ ِ‫ن ف‬ َّ ِ‫م َر َوي َۡن ِعه ا‬ َ ‫ثَم َِر ۤۡه اِ َذ ۤۡا اَ ۡث‬
“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka
Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang
menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir
yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai
yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa.
Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan
(perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang beriman.” (QS. Al-An’aam : 66)

- Ilmu perkebunan
َّ ِ‫الثم َٰرتِ ا‬
‫ن‬ َّ ‫ل‬ ُ
ِ ‫ل و َۡاۡل َ ۡعنَابَ َو ِم ۡن ك‬ ِ ‫ن وَال َّن‬
َ ‫خ ۡي‬ َ ‫ع وَال َّز ۡي ُت ۡو‬ َ ۡ‫ه ال َّزر‬ ُ َ‫ت ل‬
ِ ِ‫ـك ۡم ب‬ ُ ‫ُي ۡۢۡن ِب‬
﴾﴿ ‫ن‬ َّ ‫ۡليَ ًة لِـ َق ۡو ٍم يَّ َت َف‬
َ ‫ك ُر ۡو‬ َٰ ‫ك‬َ ِ‫ى ٰذ ل‬ۡ ِ‫ف‬
“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-
tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An-Nahl : 11)

- Ilmu irigasi
‫م ۡن تَ ۡحتِهَا ۡاۡل َ ۡن ٰه ُۙ ُر‬ ِ ۡ‫ل َّواَ ۡعنَابٍ تَ ۡج ِرٮ‬ ٍ ‫خ ۡي‬ِ َّ ‫ة ِم ۡن ن‬ ٌ ‫ج َّن‬
َ ‫ن لَ ٗه‬ َ ‫ح ُد ُك ۡم اَ ۡن تَ ُك ۡو‬َ َ‫اَيَو َُّد ا‬
‫ض َع َف ٓا ُء ؕ ۚؕ َفاَصَابَه َۤۡا‬ ُ ‫كبَ ُر وَلَ ٗه ُذ ِريَّ ٌة‬ِ ‫ت وَاَصَاب َُه ۡال‬ َّ ‫ل‬ ُ
ِ ُۙ ‫الثم َٰر‬ ِ ‫لَ ٗه فِ ۡيهَا ِم ۡن ك‬
‫ن‬ َ ‫ك ُر ۡو‬ َّ ‫ت لَ َعل َّ ُك ۡم تَ َت َف‬ ٰۡ ‫م‬
ِ ٰ‫اۡلي‬ ُ ‫ـك‬ُ َ‫ّٰللا ل‬
ُ ّٰ ‫ن‬ ُ ِ‫ك ُيبَي‬ َ ِ‫ت َك ٰذل‬ ۡ ‫اح َتر ََق‬ ۡ ‫ه نَا ٌر َف‬ِ ‫اِ ۡعصَا ٌر فِ ۡي‬
“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai
kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-
buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia
mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup
angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu
memikirkannya [169]. [169] Inilah perumpamaan orang yang
menafkahkan hartanya karena riya, membangga-banggakan
tentang pemberiannya kepada orang lain, dan menyakiti hati
orang.” (QS. Al-Baqarah : 266)

- Ilmu fisiologi
‫ن‬ ۡ ‫ماٍ َّم‬
ٍ ‫س ُن ۡو‬ ٍ ‫َشرًا ِم ۡن ص َۡلص‬
َ ‫َال ِم ۡن‬
َ ‫ح‬ ٌ ۡۢ ِ ‫خالـ‬
َ ‫قب‬ َ ‫ى‬
ۡ ِ‫ة اِن‬ َ ‫ك لِ ۡلم َٰۤۡلٮ‬
ِ ‫ِٕك‬ َ ُّ‫ل رَب‬
َ ‫َواِ ۡذ َقا‬
﴾﴿
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah
liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,”
(QS. Al-Hijr : 28)

- Ilmu kimia
ۡ ‫ماٍ َّم‬
ٍ ‫س ُن ۡو‬
‫ن‬ ٍ ‫ان ِم ۡن ص َۡلصَا‬
َ ‫ل ِم ۡن‬
َ ‫ح‬ َ ‫س‬َ ‫خلَ ۡقنَا ۡاۡل ِۡن‬
َ ‫وَلَـ َق ۡد‬
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari
tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk.” (QS. Al-Hijr : 26)

- Ilmu kedokteran
‫ض ح َٰل ًًل طَيِبًا‬
ِ ۡ‫ما فِى ۡاۡلَر‬ ُ ‫ت يٰ ٓاَيُّهَا ال َّن‬
َّ ‫اس ُكلُ ۡوا ِم‬ ُ ‫خ‬
ِ ٰ‫طو‬ ُ ‫َّو َۡل تَ َّتبِ ُع ۡوا‬
﴾۱۶۸﴿ ‫ن‬ ٌ ‫ـك ۡم َع ُد ٌّو ُّم ِب ۡي‬
ُ َ‫طن اِنَّ ٗه ل‬
ِ ٰ ‫الش ۡي‬َّ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 168)

5. Fenomena Sosial
Fenomena sosial atau perilaku manusia merupakan objek
yang dapat digunakan untuk rnengernbangkan ilmu sosial beserta
cabang-cabangnya, seperti sosiologi, antropologi, sejarah, dan
psikologi. Orang yang mempelajari perilaku sosial manusia akan
menghasilkan sosiologi; yang mempelajari perilaku politiknya akan
menghasilkan ilmu politik; yang mempelajari asal usulnya
melahirkan antropologi; yang mempajari gejala-gejala jiwanya
menghasilkan psikologi dan seterusnya. Demikianlah Iahirnya ilmu-
ilmu sosial secara sederhana. A1-Qur’an mengingatkan, bahwa
fenomena sosial atau apa yang terdapat dalam diri manusia
merupakan objek kajian ilmu-ilmu sosial; dan dianggapnya sebagai
ayat Allah yang terdapat pada diri manusia. Allah menyatakan:
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga
jelas bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tiadakah
cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala
sesuatu. (QS. Fushilat : 53)
Sejalan dengan itu, Al-Qur’an menyuruh manusia mempelajari
kisah dan sejarah umat pada masa lalu, memperhatikan nasib mereka
yang semula gagah dan hebat tapi kemudian hancur, kisah dan
keperkasaan mereka dalam rnembangun kebudayaan dan peradaban
sebagaimana yang dilakukan kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum Saba,
dan sebagainya. Dari hasil kajian ini akan dihasilkan berbagai
temuan yang luar biasa tentang berbagai hal yang mereka lakukan.
Yakni dari segi ekonominya:irigasi, pertanian, perkebunan,
peternakan, perindustrian, perdagangan, transaksi, dan masih
banyak lagi yang lainnya. Dari segi politiknya: sistem pemerintahan,
struktur dan mnekanisme pengambilan keputusan; berbagai sarana
dan media pertahanan keamanan, dan masih banyak lagi.
Sebagaimana halnya pada kajian terhadap fenomena alam dan ayat
Al-Qur’an, hasil yang dicapai dari kajian terhadap fenomena sosial
pun harus dipandang sebagai yang tidak mutlak, belum final, dan
masih terus dikembangkan sepanjang zaman. rus dikembangkan
sepanjang zaman. Kajian terhadap fenomena sosial yang dilakukan
oleh kalangan Barat yang cenderung sekuler,subjektif, dan
provokatif di satu pihak, dan kajian terhadap fenomena sosial yang
dilakukan masyarakat Islam yang cenderung sektarian, subjektif,
dan paternalistik, bahkan sakral, menyebabkan ilmu sosial
dikalangan umat Islam juga tidak berkembang. Seharusnya kajian
terhadap fenomena sosial didasarkan pada sikap yang seimbang
antara manusia (anthropo centred) dan kepentingan tuhan (teo
centred) dengan demikian, terjadi keseimbangan antara hubungan
dengan Tuhan dan hubungan dengan manusia. Dengan ilmu-ilmu
sosial akan dicapai kemajuan manusia dalam kehidupan sosialnya,
dan kemajuan manusia dalam kehidupan spiritual, moral, dan
etikanya. Ilmu yang lahir dan kajian terhadap fenomena sosial antara
lain : sejarah, antropologi, perdagangan, psikologi, sosiologi, dan
seksiologi.

C. Aliran-Aliran Dalam Ontologi


Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian
melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan
menimbulkan beberapa sudut pandang atau perspektif mengenai ontologi.
Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”,
“Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu?
(What is being?)”.
1. Aliran Monoisme
Paham monoisme menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Harus satu hakikat saja
sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi maupun berupa ruhani.
Istilah monoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan blok universe.
Paham monoisme oleh kemudian terbagi kedalam dua aliran, yaitu aliran
materialisme dan aliran idealisme.
Beberapa filosof atau tokoh yang tergolong pada aliran materialisme
adalah Thales, Anaximenes, dan Anaximandris. Tokoh atau para filosof
yang hidup ratusan tahun sebelum masehi. Thales mengajarkan bahwa ‘asas
permulaan (arche) dari segala sesuatu itu adalah satu, yaitu air. Air adalah
pangkal pokok (asas) dari dasar (prinsip) segala-galanya. Semua benda
terjadi dari air dan semuanya akan kembali kepada air pula. Berdasarkan
rasio dan pengalaman yang dilihat nya sehari-hari , Thales mrnyimpulkan
tentang asal terbuktinya alam ini. Sebagai orang pesisir, Thales dapat
melihat setiap hari betapa air laut menjadi sumber hidup. Begitu juga
dengan bangsa Mesir, betapa nasib rakyat Mesir sangat bergantung pada air
sungai Nil. Air sungai nil itulah yang menyuburkan tanah sepanjang yang
dilaluinnya dan dimanfaatkan oleh manusia. Jika tidak ada air sungai Nil
itu, negeri Mesir kembali menjadi padang pasir. Demikianlah, air laut, air
sungai menyebarkan bibit kehidupan seluruh dunia. Semuanya itu air!
semuanya bersumber dari asal yang satu, air. Dengan demikian, semuanya
itu satu.
a. Aliran Materialisme
Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap
bahwa di dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia
fisik adalah satu. Pada abad pertama masehi faham ini tidak mendapat
tanggapan yang serius, dan pada abad pertengahan orang masih
menganggap asing terhadap faham ini. Baru pada zaman Aufklarung
(pencerahan), materialisme mendapat tanggapan dan penganut yang
penting di Eropa Barat. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran ini tumbuh
subur di Barat disebabkan, dengan faham ini, orang-orang merasa
mempunyai harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu
pengetahuan alam.
Selain itu, faham Materialisme ini praktis tidak memerlukan dalil-
dalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada
kenyataan-kenyataan yang jelas dan mudah dimengerti. Kemajuan
aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama di
mana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham ini pada abad ke-19 tidak
mengakui adanya Tuhan (ateis) yang sudah diyakini mengatur budi
masyarakat. Pada masa ini, kritik pun muncul di kalangan ulama-ulama
barat yang menentang materialisme.
Adapun beberapa kritik yang dilontarkan tersebut adalah sebagai
berikut:
 Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan
sendirinya
dari chaos (kacau balau),
 Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh
hukum alam, padahal pada hakikatnya hukum alam ini adalah
perbuatan ruhani juga,
 Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan
pada asal
benda itu sendiri, padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari
luar itu
sendiri yaitu Tuhan,
 Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian ruhani
yang paling mendasar sekalipun.
Menurut materialisme (sering huga disebut naturalisme), hakikat
benda adalah materi, benda itu sendiri. Rohani, jiwa, spirit dan
sebagainya muncul dari benda. Rohani dan yang disebutkan diatas tidak
akan ada seandainya tidak ada benda. Bagi naturalisme, roh, jiwa, itu
malahan tidak diakui adanya, tentu saja termasuk Tuhan. Materialisme
tidak mmenyangka adanya spirit, roh, termasuk Tuhan. Akan tetapi,
spirit, Tuhan, itu muncul dari benda. Jadi, roh, spirit dan Tuhan itu bukan
hakikat.
Diantara tokoh-tokoh aliran ini adalah Anaximenes (585-528),
Anaximandros (610-545 SM), Thales (625-545 SM), Demokritos (460-
545 SM), Thomas Hobbes (1588-1679 M), Lamettrie (1709-1775 M),
Feuerbach (1804-1877 M), Spencer (1820-1903 M), dan Karl Marx
(1818-1883 M).
b. Aliran Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat
dunia fisik hanya dapat dipahami kaitannya dengan jiwa dan ruh. Istilah
idealisme diambil dari kata idea, yakni seseuatu yang hadir dalam jiwa.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu,
tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi bergantung kepada
spirit tidak disebut idealis karena mereka tidak menggunakan argumen
epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme juga
didefinisikan sebagai suatu ajaran, faham atau aliran yang menganggap
bahwa realitas ini terdiri atas ruh-ruh (sukma) atau jiwa, ide-ide dan
pikiran atau yang sejenis dengan itu. Aliran ini merupakan aliran yang
sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia. Mula-
mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari
Plato, yang menyatakan bahwa alam idea itu merupakan kenyataan
sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah
berupa bayangan saja dari alam idea itu. Aristoteles memberikan sifat
keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai
sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam benda-benda dan
menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan
sepanjang masa tidak pernah faham idealisme hilang sama sekali. Di
masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati
oleh semua alat pikir adalah dasar idelaisme ini.
Pada zaman Aufklarung para filsuf yang mengakui aliran serbadua,
seperti Descartes dan Spinoza, yang mengenal dua pokok yang bersifat
keruhanian dan kebendaan maupun keduanya, mengakui bahwa unsur
keruhanian lebih penting daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum
agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut idealisme yang
paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil
filsafat yang mendalam. Puncak zaman idealisme pada masa abad ke-18
dan 19, yaitu saat Jerman sedang memiliki pengaruh besar di Eropa.
Aliran idealisme atau aliran spiritualisme adalah lawan dari aliran
materialisme. Menurut aliran idealisme semuanya serba cita (ideal) atau
roh (spiritual). Aliran ini menganggap bahwa hakikat segala sesuatu
yang ada berasal dari roh, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak
menempati ruang. Menurut anggapan aliran ini, materi atau zat itu
hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan roh tersebut. Roh adalah
sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah bayangan
atau penjelmaan saja. Aliran idealisme tumbuh dan berkembang sejak
masanya Plato.
Idealisme berpendapat sebaliknya; hakikat benda adalah rohani,
sprit, dan lainnya. Alasan mereka ialah:
 Nilai roh lebih tinggi daripada badan,
 Manusia lebih dapat memehami dirinya daripada dunia luar dirinya,
 Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang; benda tidak
ada, yang ada energi itu saja (Oswald).

Tokoh-tokoh aliran ini adalah : Plato (477-347), B. Spinoza (1632-


1677 M), Liebniz (1685-1753 M), Berkeley (1685-1753), Immanuel
Kant(1724-1881 M), J. Fichte (1762-1814 M), F.Schelling (1755-1854
M), dan G. Hegel (1770-1831 M).

2. Aliran Dualisme
Dualisme adalah ajaran atau faham yang memandang alam ini terdiri
atas dua macam hakikat yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani. Kedua
macam hakikat itu masing-masing bebas berdiri sendiri, sama asasi dan
abadi. Perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan dalam
alam. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat
ini adalah terdapat dalam diri manusia.
Aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling
bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme
materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan
karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Akan
tetapi, dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah
dalam menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut. Aliran
dualisme memandang bahwa alam terdiri dari dua macam hakikat sebagai
sumbernya. Aliran dualisme merupakan paham yang serba dua, yaitu antara
materi dan bentuk. Menurut paham dualisme, di dalam dunia ini selalu
dihadapkan kepada dua pengertian, yaitu ‘yang ada sebagi potensi’ dan
‘yang ada secara terwujud’. Keduanya adalah sebutan yang melambangkan
materi (hule) dan bentuk (eidos).
Pengertian materi dalam pandangan aliran dualisme ini tidak sama
dengan pengertian materi yang dipahami sekarang ini. Menurut Aristoteles,
materi (hule) adalah dasar terakhir segala perubahan dari hal-hal yang
berdiri sendiri dan unsure bersama yang terdapat di dalam segala sesuatu
yang menjadi dan binasa. Materi dalam arti mutlak adalah asas atau lapisan
bawah yang paling akhir dan umum. Tiap benda yang dapat diamati disusun
dari materi. Oleh karena itu, materi mutlak diperlukan bagi pembentukan
segala sesuatu. Di lain pihak, dapat dijelaskan bahwa materi adalah
kenyataan yang belum terwujud, yang belum ditentukan, tetapi yang
memiliki potensi, bakat untuk menjadi terwujud atau menjadi ditentukan
oleh bentuk. Padanya ada kemungkinan untuk menjadi nyata, karena
kekuatan yang membentuknya.
Sedangkan bentuk (eidos) adalah pola segala sesuatu yang
tempatnya di luar dunia ini, yang berdiri sendiri, lepas dari benda yang
konkret, yang adalah penerapannya. Bagi Aristoteles, eidos adalah asas
yang berada di dalam benda yang konkret, yang secara sempurna
menentukan jenis benda itu, yang menjadikan benda yang konkret itu
disebut demikian (misalnya disebut meja, kursi, dan lain-lain). Jadi, segala
pengertian yang ada pada manusia, seperti meja, kursi tersebut bukanlah
sesuai dengan realitas ide yang berada di dunia ide, melainkan sesuai
dengan jenis benda yang tampak pada benda konkret. Demikianlah materi
dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat terwujud tanpa
bentuk, sebaliknya bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang
dapat diamati disusun dari bentuk dan materi.
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain adalah Plato (427-347 SM),
Aristoteles (384-322 SM), Descartes (1596-1650 M), Fechner (1802-1887
M), Arnold Gealinex, Leukippos, Anaxagoras, Hc. Daugall dan A.
Schopenhauer (1788-1860 M).
3. Aliran Empirisme
Empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai
sumber pengetahuan. Aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan diperoleh
melalui pengalaman dengan cara observasi/penginderaan. Pengalaman
merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan, ia merupakan sumber
dari pengetahuan manusia.
Empirisme berasal dari kata Yunani ”empiris” yang berarti
pengalaman indrawi. Karena itu, empirisme dinisbatkan kepada faham
yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik
pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah
yang menyangkut pribadi manusia. Pada dasarnya aliran ini sangat
bertentangan dengan rasionalisme.
Penganut empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain
akibat suatu objek yang merangsang alat-alat indrawi, yang kemudian
dipahami di dalam otak, dan akibat dari rangsangan tersebut terbentuklah
tanggapan-tanggapan mengenai objek telah merangsang alat-alat indrawi
tersebut. Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi
pengetahuan. Penganut aliran ini menganggap pengalaman sebagi satu-
satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan. Pengalaman indrawi sering
dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.
Namun demikian, aliran ini banyak memiliki kelemahan karena (1)
indra sifatnya terbatas, (2) indra sering menipu, (3) objek juga menipu,
seperti ilusi/fatamorgana, dan (4) indra dan sekaligus objeknya. Jadi,
kelemahan empirisme ini karena keterbatasan indra manusia sehingga
muncullah aliran rasionalisme. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain Francis
Bacon (1210-1292 M), Thomas Hobbes (1588-1679 M), John Locke (1632-
1704 M), David Hume (1711-1776 M), George Berkeley (1665-1753 M),
Herbert Spencer (1820-1903 M), dan Roger Bacon (1214-1294 M).
3. Aliran Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasar rasio, ide-ide
yang masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Zaman rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke-XVII sampai
akhir abad ke-XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan
adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan
kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia,
melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat
perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam.
Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikutnya orang-
orang yang terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber
kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini jadi menampak lagi pada bagian
kedua abad ke-XVII, dan lebih lagi pada abad ke-XVIII karena pandangan
baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton (1643-1727).
Menurut sarjana genial Inggris ini, fisika itu terdiri dari bagianbagian kecil
(atom) yang berhubungan satu sama lain berdasarkan hukum sebab akibat.
Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini.
Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang
mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu
pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan
akal budi, lama-kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam
kegelapan. Dan ketika mereka mampu menaikkan obor terang yang
menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan pada
abad XVIII, maka abad itu disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
Sebagai aliran dalam filsafat yang mengutamakan rasio untuk
memperoleh pengetahuan dan kebenaran, rasionalisme selalu berpendapat
bahwa akal merupakan faktor fundamental dalam suatu pengetahuan. Dan
menurut rasionalisme, pengalaman tidak mungkin dapat menguji
kebenaran hukum ”sebab-akibat”, karena peristiwa yang tak terhingga
dalam kejadian alam ini tidak mungkin dapat diobservasi. Bagi aliran ini
kekeliruan pada aliran empirisme disebabkan kelemahan alat indra tadi, dan
dapat dikoreksi seandainya akal digunakan.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalam memperoleh
pengetahuan. Pengalaman indra digunakan untuk merangsang akal dan
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan
tetapi, akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak didasarkan
bahan indra sama sekali. Jadi, akal dapat juga menghasilkan pengetahuan
tentang objek yang betul-betul abstrak. Indra dan akal yang bekerja sama
belum juga dapat dipercaya mampu mengetahui bagian-bagian tertentu
tentang suatu objek. Manusia mampu menangkap keseluruhan objek
beserta intuisinya. Jika yang bekerja hanya rasio, yang menjadi andalan
rasionalisme, maka pengetahuan yang diperoleh ialah pengetahuan filsafat.
Dan pengetahuan filsafat itu sendiri ialah pengetahuan logis tanpa didukung
data empiris. Jadi, pengetahuan filsat ialah pengetahuan yang sifatnya logis
saja.
Aliran rasionalisme menyatakan bahwa akal adalah dasar keperluan
pengetahuan. Pengetahuan yang benat diperoleh dan diukur dengan akal
yang dimiliki manusia. Manusia menurut aliran ini, memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek pengetahuan.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra memperoleh pengetahuan:
Pengalaman indra diperlukan untuk merangsang akal manusia dan
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja dengan
baik. Akan tatapi, sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-
mata dengan akal pikiran yang dimiliki manusia.
Menurut rasionalisme, laporan indra merupakan bahan yang belum
jelas, kacau dan bersifat menipu. Bahan ini kemudian dipertimbangkan oleh
akal dalam pengalaman berpikir. Akal mengatur bahan itu sehingga
dapatlah terbentuk pengetahuan yang benar. Jadi akal bekerja ada bahan-
bahan yang diperoleh indra manusia. Akan tetapi, akal juga dapat
menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan indrawi sama
sekali. Jadi akal dapat juga menghasilkan pengetahuan tentang objek yang
betul-betul abstrak. Kemudian rasinalisme sekaligus menandakan lahirnya
humanism yaitu pandangan bahwa manusia mampu mengatur dunia dan
dirinya, oleh karena itu, zaman itu sering juga disebut sebagai zaman
humanism, manusia diangkat dari abad pertengahan.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650 M),
Nicholas Malerbranche (1638-1775 M), B. De Spinoza (1632-1677 M),
G.W.Leibniz (1646-1716 M), Christian Wolff (1679-1754 M), dan Blaise
Pascal (1623-1662 M).
4. Aliran Kritisme
Kehadiran aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolak
belakang dari tujuan semula. Pada satu sisi landasan aliran rasionalisme
yang bertolak dari rasio dan di lain sisi empirisme yang lebih mendasarkan
pada pengalaman seolah sudah sempurna, padahal kedua tawaran tersebut
bukan jawaban yang tepat. Tokoh yang paling menolak kedua pandangan
di atas adalah Immanuel Kant (1724-1804 M).
Kant berusaha menawarkan perspektif baru dan berusaha
mengadakan penyelesaian terhadap pertikaian itu dengan filsafatnya yang
dinamakan kritisisme. Untuk itulah ia menulis tiga bukunya berjudul: Kritik
der Reinen Vernunft (kritik rasio murni), Kritik der Urteilskraft, dan
lainnya. Bagi Kant, dalam pengenalan indrawi selalu sudah ada dua bentuk
apriori, yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur
subjek sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subjek yang
mengindra, tetapi realitas tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal
gejala-gejala yang merupakan sintesis antara yang diluar (aposteriori) dan
ruang waktu (a priori).
5. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist.
Kata exist itu sendiri berasal dari bahasa ex: keluar, dan sister: berdiri. Jadi,
eksistensi berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Filsafat eksistensi tidak
sama persis dengan filsafat eksistensialisme. Filsafat eksistensialisme lebih
sulit ketimbang eksistensi.
Dalam filsafat dibedakan antara esensia dan eksistensia. Esensia
membuat benda, tumbuhan, binatang dan manusia. Oleh esensia, sosok dari
segala yang ada mendapatkan bentuknya. Oleh esensia, kursi menjadi kursi.
Pohon mangga menjadi pohon mangga. Harimau menjadi harimau.
Manusia menjadi manusia. Namun, dengan esensia saja, segala yang ada
belum tentu berada. Kita dapat membayangkan kursi, pohon mangga,
harimau, atau manusia. Namun, belum pasti apakah semua itu sungguh ada,
sungguh tampil, sungguh hadir. Disinilah peran eksistensia.
Eksistensia membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya,
mampu berada, eksis. Oleh eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon
mangga dapat tertanam, tumbuh, berkembang. Harimau dapat hidup dan
merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti, dan membentuk
kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksestensia, segala yang
ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap.
Pohon mangga menjadi kayu mangga. Harimau menjadi bangkai. Manusia
mati. Demikiankah penting peranan eksistensia. Olehnya, segalanya dapat
nyata ada, hidup, tampil, dan berperan. Tanpanya, segala sesuatu tidak
nyata ada, apalagi hidup dan berperan.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensia.
Para pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari segala
yang ada. Karena memang sudah ada dan tak ada persoalan. Kursi adalah
kursi. Pohon mangga adalah pohon mangga. Harimau adalah harimau.
Manusia adalah manusia. Namun, mereka mempersoalkan bagaimana
segala yang ada berada dan untuk apa berada. Oleh karena itu, mereka
menyibukkan diri dengan pemikiran tentang eksistensia. Dengan mencari
cara berada dan eksis yang sesuai pun akan ikut terpengaruhi.
Dengan pengolahan eksistensia secara tepat, segala yang ada bukan
hanya berada, tetapi berada dalam keadaan optimal. Untuk manusia, ini
berarti bahwa dia tidak sekedar berada dan eksis dalam kondisi ideal sesuai
dengan kemungkinan yang dapat dicapai. Dalam kerangka pemikiran itu,
menurut kaum eksistensialis, hidup ini dibuka. Nilai hidup yang paling
tinggi adalah kemerdekaan. Dengan kemerdekaan itulah keterbukaan hidup
dapat ditanggapi secara baik. Segala sesuatu yang menghambat,
mengurangi, atau meniadakan kemerdekaan harus dilawan. Tata tertib,
peraturan, hukum harus disesuaikan atau, bila perlu, dihapus dan
ditiadakan. Karena adanya tata tertib, peraturan, hukum dengan sendirinya
sudah tak sesuai dengan hidup yang terbuka dan hakikat kemerdekaan.
Semua itu membuat orang terlalu melihat ke belakang dan mengaburkan
masa depan, sekaligus membuat praktik kemerdekaan menjadi tidak leluasa
lagi.
Dalam hal etika, karena hidup ini terbuka, kaum eksistensialis
memegang kemerdekaan sebagai norma. Bagi mereka, manusia mampu
menjadi seoptimal mungkin. Untuk menyelesaikan proyek hidup itu,
kemerdekaan mutlak diperlukan . Berdasarkan dan atas norma
kemerdekaan, mereka berbuat apa saja yang dianggap mendukung
penyelesaian proyek hidup. Sementara itu, segala tata tertib, peraturan,
hukum tidak menjadi bahan pertimbangan. Karena adanya saja sudah
mengurangi kemerdekaan dan isinya menghalangi pencapaian cita-cita
proyek hidup. Sebagai ganti tata-tertib, peraturan, dan hukum, mereka
berpegang pada tanggung jawab pribadi. Mereka tak mempedulikan segala
peraturan dan hukum, dan tidak mengambil pusing akan sanksi-sanksinya.
Yang mereka pegang adalah tanggung jawab pribadi dan siap menanggung
segala konsekuensi yang datang dari masyarakat, negara, atau lembaga
agama. Satusatunya hal yang diperhatikan adalah situasi.
Dalam menghadapi perkara untuk menyelesaikan proyek hidup
dalam situasi tertentu, pertanyaan pokok mereka adalah apa yang paling
baik menurut pertimbangan dan tanggung jawab pribadi seharusnya
dilakukan dalam situasi itu. Yang baik adalah menurut pertimbangan norma
mereka, bukan berdasarkan perkaranya dan norma masyarakat, negara, atau
agama. Segi positif yang sekaligus merupakan kekuatan dan daya tarik
etika eksistensialis adalah pandangan tentang hidup, sikap dalam hidup,
penghargaan atas peran situasi, penglihatannya tentang masa depan.
Berbeda dengan orang lain yang berpikiran bahwa hidup ini sudah selesai,
yang harus diterima seperti adanya dan tak perlu diubah, etika eksistensialis
berpendapat bahwa hidup ini belum selesai, tidak harus diterima sebagai
adanya dan dapat diubah, bahkan harus diubah. Ini berlaku untuk hidup
manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa dan dunia seanteronya.
Namun, bagi kaum eksistensialis yang memahami hidup belum
selesai, setiap situasi membawa akibat untuk kemajuan kehidupan. Oleh
karena itu, setiap situasi perlu dikendalikan, dimanfaatkan, diarahkan
sehingga menjadi keuntungan bagi kemajuan hidup. Akhirnya, bagi orang
yang menerima hidup sudah sampai titik dan puncak kesempurnaannya,
masa depan tidak amat berperan karena masa depan pun keadaannya akan
sama saja dengan masa yang ada sekarang. Namun, bagi kaum
eksistensialis yang belum puas dengan hidup yang ada dan yang merasa
perlu untuk mengubahnya, masa depan merupakan faktor yang penting.
Karena hanya dengan adanya masa depan itulah perbaikan hidup
dimungkinkan dan pada masa depan pula hidup baik itu terwujud. Dengan
demikian, gaya hidup kaum eksistensialis menjadi serius, dinamis, penuh
usaha, dan optimis menuju ke masa depan.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Immanuel Kant, Jean Paul Sartre, S.
Kierkegaard (1813-1855 M), Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), Karl
Jaspers (1883-1969 M), Martin Heidegger (1889-1976 M), Gabriel Marcel
(1889-1973 M), Ren LeSenne dan M. Merleau Ponty (1908-1961 M).
6. Aliran Fenomenologi
Secara harfiah fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau
faham yang menganggap bahwa fenomenalisme (gejala) adalah sumber
pengetahuan dan kebenaran. Seorang fenomenalisme suka melihat gejala.
Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data,
mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori.
Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan
dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung.
Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran ”a way of looking at
things”. Gejala adalah aktivitas, misalnya gejala gedung putih adalah gejala
akomodasi, konvergensi, dan fiksasi dari mata orang yang melihat gedung
itu, ditambah aktivitas lain yang perlu supaya gejala itu muncul.
Fenomenalisme adalah tambahan pada pendapat Brentano bahwa subjek
dan objek menjadi satu secara dialektis. Tidak mungkin ada hal yang
melihat. Inti dari fenomenalisme adalah tesis dari “intensionalisme” yaitu
hal yang disebut konstitusi.
Menurut intensionalisme (Brentano), manusia menampakkan
dirinya sebagai hal yang transenden, sintesis dari objek dan subjek.
Manusia sebagai entre aumonde (mengada pada alam) menjadi satu dengan
alam itu. Manusia mengkonstitusi alamnya. Untuk melihat sesuatu hal, saya
harus mengkonversikan mata, mengakomodasikan lensa, dan
mengfiksasikan hal yang mau dilihat. Anak yang baru lahir belum bisa
melakukan sesuatu hal, sehingga benda dibawa ke mulutnya.
Tokoh terpenting aliran ini adalah Edmund Husserl (1859-1938 M).
Ia selalu berupaya ingin mendekati realitas tidak melalui argumenagumen,
konsep-konsep, atau teori umum. ”Zuruck zu den sachen selbst” – kembali
kepada benda-benda itu sendiri merupakan inti dari pendekatan yang
dipakai untuk mendeskripsikan realitas menurut apa adanya. Setiap objek
memiliki hakikat, dan hakikat itu berbicara kepada kita jika kita membuka
diri kepada gejala-gejala yang kita terima. Kalau kita ”mengambil jarak”
dari objek itu, melepaskan objek itu dari pengaruh pandangan-pandangan
lain, dan gejala-gejala itu kita cermati, maka objek itu ”berbicara” sendiri
mengenai hakikatnya, dan kita memahaminya berkat intuisi dalam diri kita.
Fenomenologi banyak diterapkan dalam epistemologi, psikologi,
antropologi, dan studi-studi keagamaan (misalnya kajian atas kitab suci).
Tokoh-tokohnya adalah Edmund Husserl (1959-1938 M), Max
Scheller (1874-1928 M), Hartman (1882-1950 M), Martin Heidegger
(1889-1976 M), Maurice Merleau Ponty (1908-1961 M), Jean Paul Sartre
(1905-1980 M), dan Soren Kierkegaard (1813-1855 M).
7. Aliran Intuisionalisme
Intuisionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap
bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan
pembenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berpikir yang tidak
didasarkan pada penalaran. Jadi, intuisi adalah nonanalitik dan tidak
didasarkan atau suatu pola berpikir tertentu dan sering bercampur aduk
dengan perasaan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Plotinos (205-270 M) dan
Henri Bergson (1859-1994).
8. Aliran Pragmatisme
Istilah pragmatisme berasal dari kata Yunani ”pragma” yang artinya
perbuatan atau tindakan. ”Isme” di sini sama artinya dengan isme-isme
yang lainnya, yaitu aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian,
pragmatisme berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu
menuruti tindakan. Kriteria kebenarannya adalah ”faedah” atau ”manfaat”.
Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila
membawa suatu hasil.
Dengan kata lain, suatu teori adalah benar if it works (apabila teori
dapat diaplikasikan). Pada awal perkembangannya, pragmatisme lebih
merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengetahuan dan
filsafat agar filsafat dapat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan
praktis manusia. Sehubungan dengan usaha tersebut, pragmatisme akhrinya
berkembang menjadi suatu metode untuk memecahkan berbagai
perdebatan filosofis-metafisik yang tiada henti-hentinya, yang hampir
mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman
Yunani Kuno (Guy W. Stroh: 1968).
Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar terhadap
budaya Amerika dari lewat abad ke-19 hingga kini. Falsafah ini telah
dipengaruhi oleh teori Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert
Einstein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada falsafah
epistemologi dan aksiologi dan sedikit perhatian terhadap metafisik.
Falsafah ini merupakan falsafah di antara idea tradisional mengenai realitas
dan model mengenai nihilisme dan irasionalisme. Ide tradisional telah
mengatakan bumi ini tetap dan manusia mengetahui hakiki mengenai bumi
dan perkara-perkara nilai murni, sementara nihilisme dan irasionalisme
adalah menolak semua dugaan dan ketentuan. Dalam usahanya untuk
memecahkan masalah-masalah metafisik yang selalu menjadi pergunjingan
berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu metoda yang
spesifik, yaitu dengan mencari konsekuensi praktis dari setiap konsep atau
gagasan dan pendirian yang dianut masing-masing pihak. Dalam
perkembangannya lebih lanjut, metode tersebut diterapkan dalam setiap
bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat
tentang kehidupan manusia maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi
bidang penerapan dan filsafat yang satu ini.
Karena metode yang dipakai sangat populer untuk dipakai dalam
mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu, dan menjadi populer.
Filsafat yang berkembang di Amerika pada abad ke-19 ini sekaligus
menjadi filsafat khas Amerika dengan tokoh-tokohnya seperti Charles
Sander Peirce, William James, dan John Dewey menjadi sebuah aliran
pemikiran yang sangat mempengaruhi segala bidang kehidupan Amerika.
Namun, filsafat ini akhirnya menjadi leibh terkenal sebagai metode
dalam mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu atau yang
menyangkut kebijaksanaan tertentu. Lebih dari itu, karena filsafat ini
merupakan filsafat yang khas Amerika, ia dikenal sebagaimana suatu model
pengambilan keputusan, model berindak, dan model praktis Amerika. Bagi
kaum pragmatis, untuk mengambil tindakan tertentu, ada dua hal penting.
Pertama, ide atau keyakinan yang mendasari keputusan yang harus diambil
untuk melakukan tindakan tertentu. Kedua, tujuan dari tindakan itu sendiri.
Keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan suatu paket
tunggal dan metode bertindak yang pragmatis. Pertama-tama manusia
memiliki ide atau keyakinan itu yang ingin direalisasikan. Untuk
merealisasikan ide atau keyakinan itu, manusia mengambil keputusan yang
berisi: akan dilakukan tindakan tertentu sebagai realisasi ide atau keyakinan
tadi.
Dalam hal ini, sebagaimana diketahui oleh Peirce, tindakan tersebut
tidak dapat diambil lepas dari tujuan tertentu. Dan tujuan itu tidak lain
adalah hasil yang akan diperoleh dari tindakan itu sendiri, atau konsekuensi
praktis dari adanya tindakan itu. Apa yang dikatakan oleh Peirce tersebut
merupakan prinsip pragmatis dalam arti yang sebenarnya. Dalam hal ini
pragmatisme tidak lain adalah suatu metode untuk menentukan
konsekuensi praktis dari suatu ide atau tindakan. Karena itulah,
pragmatisme diartikan sebagai suatu filsafat tentang tindakan. Itu berarti
bahwa pragmatisme bukan merupakan suatu sistem filosofis yang siap
pakai yang sekaligus memberikan jawaban terakhir atas masalah-masalah
filosofis. Pragmatisme hanya berusaha menentukan konsekuensi praktis
dari masalah-masalah itu, bukan memberikan jawaban final atas masalah-
masalah itu.
Aliran pragmatis ini beranggapan bahwa segala kebenaran ialah apa
yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan memperhatikan
kegunaannya secara praktis. Tokoh aliran ini adalah William James. Ia
termasuk tokoh sangat berpengaruh dari Amerika Serikat. Tokoh lainnya
adalah John Dewey, Charles Sanders Peirce dan F.C.S. Schiller.
Bagi William James (1842-1910 M), pengertian atau putusan itu
benar jika pada praktik dapat dipergunakan. Putusan yang tidak dapat
dipergunakan itu keliru. Kebenaran itu sifat pengertian atau putusan
bukanlah sifat halnya. Pengertian atau putusan itu benar, tidak saja jika
terbuktikan artinya dalam keadaan jasmani ini, akan tetapi jika bertindak
dalam lingkungan ilmu, seni dan agama. Tokoh ini juga berjasa dalam
bidang lain, terutama dalam bidang psikologi. Dalam bidang tersebut ia
berhasi l membantah pemikiran lama tentang kesadaran. Di dalam filsafat,
kata James, akal dengan segala perbuatannya ditaklukkan perbuatan. Ia tak
lebih pemberi informasi bagi praktik hidup dan sebagai pembuka jalan baru
bagi perbuatan-perbuatan kita.
Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan
bahwa tiada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, bersifat tetap, yang
berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab, pengalaman kita
berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan
pengalaman itu senantiasa berubah. Hal itu disebabkan karena dalam
perkembangannya ia dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.

D. Perbedaan Ontologi Ilmu dalam


Ilmuwan muslim percaya ssepenuhnya bahwa sumber dari segala sumber ilmu
adalah Allah, Tuan yang sering mereka sebut Sang Kebenaran (Al-Haqq) atau ada juga
yang menyebutnya The Ultimate Reality (realitas sejati)/ dan karena tujusn dari ilmu
adalah untuk mengetahui sesuatu sebagaimana tujuan dari ilmu adalah untuk
mengetahui sesuatu sebagaimana adaanya, yang berarti untuk mengetahui kebenaran
sejati, maka Tuhan sebagi kebenaran sejati tentu merupakan sumber bagi segala
kebenaran-kebenaran lainnya., termasuk kebenaran atau realitas-realitas ilmu.
Ibnu khaldun berkata bahwa ilmu-ilmu agama (atau naqliyyah sebagaimana ia
menyebutnya) didasarkan pada “otoritas” bukan akal. Dan dengan otoritas disini adalah
Al-quran dan hadits yang bertindak sebagai tafsir atasnya. Jadi sumber utama ilmu-ilmu
agama adalah kitab suci, yang diwahyukan secara langsung oleh tuhan kepada nabi-
nabinya. Dalam hal islam kepada nabi muhammad. Seangkan sumber dari ilmu-ilmu
umum adalah alam semesta yang terhampar luas dihadapan kita dari mjlai galaksi-
galaksi yang amat luas sampai atom-atom yang saangat kecil dan juga diri kita sendiri
sebagai manusia. Yang menarik adalah pernyataan tuhan sedniri yang memandang baik
al-quran maupun alam semesta sbagai tanda-tanda tuhan. Dengan demikian jelas bahwa
baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum sebenarnya sama-sama mengkaji ayat-
ayat allah., hanya saja yang pertama mengkaji ayat-ayat yang bersifat qauliyyah
(qur’aniyyah) dan terkahir ayat-ayat yang bersifat kauniyyah. Sehingga bisa
disimpulkan bahwa kedua macam ilmu tersebut menemukan basis integrasi mereka.,
yakni pada ayat-ayat allah, yang berupa kitab, di satu pihak, dan alam semesta di pihak
lain. Dilihat dari kedudukannya sebagai ama-sama tanda allah, maka baik al-quran
maupun alam memiliki hubungan yang sama dengan sumbernya, dan kalau yang satu
disebut sakral, maka yanglainpun harus barbagi sakralitas tersebut. Oleh karena itu,
sebagai tanda-tanda ilahi, alam semesta tidak bisa kita pandang sebagai realitas-realitas
independen yang tidak punya ikatan apapun dengan realitas-realitas lain yang lebih
tinggi. Sebagai sama-sama ayat dari realitas yang sama dan satu keduanya tentu
memiliki korelasi positif, sehingga sering terjadi kitab suci merujuk kepada alam
semesta beserta isina sebagai ayat-ayat alah. Sementara para ulama (ilmuwan)
memnadang alam sebagai kitab besar dan al-quran sebagai kitab kecil. Banyak sekali
keterangan al-quran yang sangat akurat tentang fenomena alam. Jadi sebagai sama-sama
ayat Allah kedua sumber pengetahuan manusia ini tidaklah bersifat eksklusif melainkan
saling masuk stu sama lain.
Tetapi tentu saja, sebagai sama-sama ayat Allah, kitab suci alam memiliki sifat dan
karakter yang berbeda. Yang peratama bersifat verbal dan dalam bentuk tertulis
(tadwini) yang terakhir berupa realitas-realitas (fisik-nonfisik) yang tercipta (takwini).
Dengan demikian metode cara atau metode yang digunakan untuk menyelidiki makna-
maknanya tentu juga berbeda.
Dari sudut epistimologis, metode yang digunakan untuk memahami al-quran
disebut bayani. Bayani merupakan metode pemikiran yang menekankan otoritas naskah
dan dijustifikasi oleh naluri penarikan kesimpulan (istidlal). Ini bisa dilakukan secara
langsung dengan memahami nash sebagai pengetahuan yang jadi dan langsung
diaplikasikan tanpa proses pemikiran, maupun tidak langsung dimana nash dipahami
sebagai pengetahuan (bahan) mentah yang perlu ditafsirkan dan melalui penalaran.
Dengan demikian sumber pengetahuan bayani adalah teks (nash) dan yang dimaksud
dengan nash adalah Al-quran dan hadist. Adapun cara memperolah pengetahuan dari
teks ini metode bayani menempuh du jalan. Yang pertama berpegang teguh pada redaksi
(lafal) teks, dengan penggunaan kaidah-kaidah bahasa Arab, seperti nahwu dan sharaf
sebagai alat analisinya. Kedua dengan menggunakan metode logika dengan empat
tahap: 1) berpegang pada tujuan pokok diturunkannya teks. Caranya dengan
menggunakan induksi tematis, diamna akal bisa memerankan perannya yang cukup
besar. 2) berpegang pada illah yang melekat pada teks. Cara kedua ini kemuda
menimbulkan sebuah metode yang disebut qiyas dan istishan. Qiyas menyamakan
hukum sebuah masalah dengan masalah yang telah ada kepastiannya dalam teks,
sedangkan istishan adalah berpaling dari sesuatu (makna) yang jelas kepada makna yang
samar karena adanya alasan yang kuat untuknya. 3) brpegang pada kajian sekunder teks,
yang mendukung telaksananya tujuan pokok teks. Sarana yang digunakan untuk
menemukan tujuan sekunder disebut istidlal, yakni mencari dalil dari luar teks. 4)
berpegang pada diamnya syari’ (tuhan atau rasul) sehingga masalah-masalah yang
dibahhas sama sekali tidak terdapat ketepatannya dalam teks dan juga tidak dilakukan
melalui qiyas (analogi), tetapi melalui istishbah yakni menetapkan sesuatu berdasar
pada keadaan yyang berlaku sebelumnya selama tidak ada dalil yang menjukkan
perubahannya.
Adapun metode yang digunakan untuk memahami fenomena alam sebagai jenis
ayat Allah yang lain sangat berbeda dengan yang diatas, dan bisa beragam sesuai dengan
jenis fenomena yang dikaji. Untuk fenomena alam fisik, misalnya, mereka
mengambangkan metode obsrvasi atau eksperimen (tajribi), yakni melakukan
pengamatan inderawi terhadp obke-objek fisik dan percobaan-percobaan ilmiah
terhadap mereka baik di arena terbuka maupun di laboratorium yang tertutup. Untuk
mengetahui alam tidak bisa semata-mata mengandalkan indera lahiriah, yang tentunya
hanya mampu menangkap penangkapan lahiriah alam atau apa yang sering/biasa kita
sebut fenomena alam, tetapi justru dibutuhkan penalaran akal dengan memanfaatkan
kaidah-kaidah logika dan menghasilkan apa yang kemudian dikenal dalam epistemologi
islam sebagai metode demonstratif (burhani).
Menurut ibnu Khaldun ilmu terbagi kepada dua kelompok: pertama tentang ilmu-
ilmu rasional. Ilmu-ilmu rasional adalah bidang-bidang yang dapat diketahui oleh
seseorang sesuai dengan sifat dasar dari kemampuannya untuk berpikir. Ia terbimbing
kepada objek-objek, problem, argumrn, dan metode ilmiahnya oleh persepsi-
persepsinya sendiri, sehingga ia menjadi sadar akan perbedaan-perbedaan antara yang
benar dan yang keliru pada mereka melalui spekualsi dan risetnya sendiri, karena ia
adalah sebuah wujud atau makhluk yang berpikir. Adapun jenis ilmu yang kedua adalah
disebut ilmu tradisional atau konvensional (naqliyah). Berbeda dengan yang pertama,
semua bidang dalam kelompok ilmu-ilmu tradisional ini tergantung pada infromasi
yang didasarkan pada otoritas hukum agama tertentu. Disini, tidak ada tempat bagi akal,
kecuali bahwa akal mungkin dapat digunakan, dalam hubungannya dengan bidang-
bidang tersebut untuk membahas masalah-masalah perincian dengan prinsip-prinsip
dasar. Menurut ibnu khaldun bidang bidang-bidang yang termasuk kepada kelompok
ilmu-ilmu agama adalah: ilmu tafsir al-quran dan qiraat, ilmu fiqih dan subdivisinya
termasuk fara’id, ushul fiqih dan subdivisinya debat dan ikhtilaf, ilmu kalam, penjelasan
tentang ayat-ayat mutasyabihat dalam al-quran dan as-sunah, tasawuf, dan ilmu tabir
mimpi. Adapun bidang-bidang yang termasuk ilmu rasional adalah: Logika, yaitu ilmu
yang menjaga pikiran manusia dari kesalahan dalam proses pengambilan kesimpulan
tentang fakta-fakta yang tersedia, dan telah diketahui. Fisika; yang mempelajari
substansi-substansi elemeter yang dapat diserap oleh indera, yaitu mineral, tumbuhan,
hewan, benda-benda langit, gerak ferak alami. Metafisika; yang mempelajri hal-hal
yang bersifat metafisik-spiritual. Matematika; yang mempelajari pengukuran-
pengukuran.
BAB III

PENUTUP
DAFTAR ISI

1. Susanto. 2011. Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
2. Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.
3. Jalaluddin, dkk. 2007. Filsafat pendidikan, Manusi, Filsafat dan Pendidikan .
Bandung: Ar-Ruzz Media.
4. Mudjia, Rahardjo, dkk. 2009. Filsafat Ilmu.Malang: UIN Malang Press.
5. Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Umum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
6. Kartanegara, Mulyadhi. 2003. Integasi Ilmu dalam Perspektif Islam. Jakarta:
UIN Jakarta Press

Anda mungkin juga menyukai