MAKALAH
oleh:
USHULUDDIN
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 4
3.1 Kesimpulan 31
3.2 Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 36
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kemajuan yang dialami oleh ummat Islam di Andalusia adalah
dalam bidang Filsafat. Tokoh utama dalam sejarah filsafat di Andalusia ialah
Abu Bakr Muhammad Bin Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah.
Salah satu karyanya yang terkenal termuat dalam magnum opumnya yang
berjudul Tadbir Al-Mutawahhid.
1
Banyak dari masyarakat yang mengatakan bahwa filsafat adalah suatu
kesesatan, kebodohan, membahayakan bagi akidah-akidah agama. Filsuf itu
dianggap sebagai orang-orang yang mengingkari agama, setan berbentuk
manusia, dsb. sehingga dahulu banyak sekali buku-buku filsafat yang dilarang
untuk dibaca, bahkan tak sedikit pula buku-buku filsafat itu dibakar dan
dimusnahkan. Para Filsuf pun dikucilkan, bahkan dipenjarakan dan dihukum
mati. Itu semua mereka lakukan karena mereka belum mengerti dan memahami
bagaimana sejatinya ajaran filsafat serta pemikiran para filsuf itu sendiri.
Mana yang benar? Semua tergantung dari pemahaman kita terhadap ajaran
filsafat itu sendiri.
Maka dari itu, dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang
konsep filsafat dari seorang tokoh Islam ternama yakni “Ibnu Bajjah” yang
semoga akan lebih mudah dipelajari serta dipahami oleh pembaca, karena konsep
filsafat beliau juga didasarkan pada para pendahulunya seperti Aristoteles dan
Al-Ghozali.
2
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Makalah ini dapat digunakan sebagai Literatur dan Referensi tambahan, juga
sebagai bahan pembelajaran, serta sebagai informasi terhadap siapapun yang
membacanya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Ibnu Bajjah lahir di Saragossa pada abad ke-11 Masehi atau abad ke-5
Hijriah. Nama aslinya ialah Abu Bakar Muhammad Ibnu Yahya, yamg terkenal
dengan sebutan Ibnu Shaighatau Ibnu Bajjah. 1 Dia berasal dari keluarga Al-
Tujib, sehingga Ibnu Bajjah terkenal terkenal juga dengan sebutan Al-Tujib.
1
Drs. Sudarsono, S.H. Filsafat Islam. Hal 75.
2
Drs. Sudarsono, S.H. Filsafat Islam. Hal 75.
4
karyanya Qola’id al-Iqyan, juga mengakui keluasan pengetahuannya, karena
menguasai sastra, tata bahasa dan filsafat kuno.3 Oleh tokoh-tokoh sezamannya
dia telah disejajarkan dengan al-Syaikh al-Rair Ibnu Shina.
Ibnu Bajjah tidak melulu menekuni ilmu dan falsafat, tetapi juga terlibat
politik, khususnya sejak diangkat menjadi wazir di Saragossa oleh Gubernur
Saragossa as-Sahrawi yang berada di kekuasaan Daulah Murabithun. 4 Tapi
ketika Saragossa jatuh ke tangan Al-Fonso I, Raja Aragon pada tahun 512
H/1118.
3
Mustofa. Filsafat Islam, 2009. Hal 256
4
Amroeni Drajat. Filsafat Islam. Hal 63.
5
Berkat kemampuan dan pengetahuannya yang langka, setibanya di Fez, di
Istana Gubernur Abu Yahya Ibnu Yusuf Ibn Tasyifin, Ibnu Bajjah diangkat
sebagai pejabat tinggi dan memegang jabatan selama 20 tahun. Setelah itu, Ibnu
Bajjah berangkat pula ke Fez, Marokko. Di Kota ini, ia diangkat sebagai wazir
oleh Abu Bakr Yahya ibn Yusuf ibn Tashfin selama 20 tahun. Akhirnya di kota
inilah ia menghembuskan nafasnya yang terakhir pada bulan Ramadhan 533 H /
1138 M. Menurut beberapa informasi, kematiannya ini karena diracuni oleh
temannya, seorang dokter yang iri hati terhadap kegeniusannya.
Tidak ada keraguan lagi bahwa filsafat memasuki Spanyol sesudah abad
ke-3 H/ ke-9 M. Sebagian salinan naskah kuno Rasa’il Ikhwan al-Shafa yang
terdapat di Eropa dianggap berasal dari Maslamah ibn Ahmad al-Majriti.
Maslamah adalah seorang ahli matematika besar Spanyol. Dia termasyhur selama
masa pemerintahan Hakam II dan meninggal pada tahun 598 H/1003 M di antara
para pengikutnya, ibn al-Shafa, Zahrawi, Karmani, dan abu Muslim Umar ibn
Ahmad ibn Khaldul berasal dari Seville dan meninggal pada tahun 449 H/1054
M. Karmani, yang nama lengkapnya Abu al-Hakam Amr ibn Abd ar-Rahman ibn
Ahmad ibn Ali, berasal dari Cardova, berkelana ke negeri-negeri Timur dan
belajar ilmu pengobatan dan ilmu hitung di Harran. Sekembalinya ke Spanyol,
dia menetap di Saragossa. Menurut pernyataan Qadhi Sa’id dan Maqarri, dia
merupakan orang pertama yang membawa naskah Rasa’il Ikhwan al-Shafa ke
Spanyol. Karmani meninggal di Saragossa pada tahun 450 H/1063 M.
Ibnu Bajjah adalah ahli yang menyadarkan pada teori dan praktik ilmu-
ilmu matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi
spekulatif seperti logika, filsafat alam, metafisika, sebagaimana dikatakan De
Boer dalam History of Philosophi in Islam, bahwa dia sesuai dengan al-Farabi
dalam tulisan-tulisannya logika dan secara umum setuju dengannya, bahkan
dengan doktrin fisika dan metafisikanya.
7
ahli bid’ah, bahkan beberapa kali berusaha membunuhnya. Tapi semua usaha
mereka gagal. Hingga pada akhirnya Ibnu Zuhr seorang dokter termasyhur pada
masa itu berhasil membunuhnya dengan racun pada bulan Ramadhan tahun 533
H / 1138 M. Beliau dimakamkan di Fez di samping makam Ibn Al-Arabi muda.
1. Beberapa risalah dalam, dalam ilmu logika yang sampai sekarang masih
tersimpan di perpustakaan Escurial, Spanyol.
8
Menurut Carra de Vaux, di perpustakaan Berlin ada 24 risalah manuskrip
karangan Ibnu Bajjah. Di antara karangan-karangan itu yang paling penting ialah
risalah Tadbir Al-Mutawhhid yang membicarakan usaha-usaha orang yang
menjauhi segala macam keburukan-kaburukan masyarakat, yang disebut
Mutawahhid, yang berarti “penyendiri”. Isi risalah tersebut cukup jelas sehingga
memungkinkan kita dapat mempunyai gambaran tentang usaha si penyendiri
tersebut untuk dapat bertemu dengan akal-akal dan menjadi salah satu unsur
pokok bagi negeri idam-idamnya. 5 Menurut sebagian pendapat menyebutkan
bahwa risalah Tadbir Al-Mutawahhid itu sudah tidak ada, akan tetapi Musa An-
Narbumi telah menganalisis risalah tersebut.
Mengenai akal Ibnu Bajjah mengatakan bahwa akal sebagai daya berpikir
adalah sumber semua pekerjaan manusia. Ahli-ahli filsafat umumnya
menganggap bahwa akal serupa dengan jiwa. Roh ada 3 macam, yaitu roh akali
untuk berpikir, roh jiwa untuk menggerakkan, dan roh tabiat untuk merasakan
dan mengindera.6
5
Drs. Sudarsono, S.H. Filsafat Islam. Hal 76.
6
Drs. Sudarsono, S.H. Filsafat Islam. Hal 76.
9
Menurut Al-Ghozali, ilham merupakan sumber pengetahuan yang paling
penting dan paling dipercaya. Setelah datang Ibnu Bajjah, maka ia menolak teori
tersebut dan menetapkan bahwa seseorang dapat mencapai puncak ma’rifat dan
meleburkan diri pada akal–faal, jika ia telah dapat terlepaskan dari keburukan-
keburukan masyarakat, dan menyendiri serta dapat memakai kekuatan pikirannya
untuk memperoleh pengetahuan dan ilmu sebesar mungkin, juga dapat
memenangkan segi pikiran pada dirinya atas pikiran hewaninya.
Bagi Ibnu Bajjah, tiap-tiap orang mampu menempuh jalan tersebut, dan
tidak ada yang menghambatnya kecuali peremehannya terhadap dirinya sendiri
dan kedudukannya terhadap keburukan-keburukan masyarakat manusia
keseluruhannya bisa mencapai kesempurnaan.
Ibnu Bajjah adalah ahli yang menyadarkan pada teori dan praktik ilmu-
ilmu matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi
spekulatif seperti logika, filsafat alam dan metafisika, sebagaimana yang
dikatakan De Boer dalam The History of Philosophi in Islam, bahwa dia
11
benar-benar sesuai dengan Al-Farabi dalam tulisan-tulisannya logika dan secara
umum setuju dengannya, bahkan dengan doktrin-doktrin fisika dan
metafisikanya.
a) Metafisika (Ketuhanan)
12
Menurut Ibnu Bajjah, segala yang ada (al-maujuudaat) terbagi dua: yang
bergerak dan yang tidak bergerak. Yang bergerak adalah jism (materi) yang
sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan
terhadap yang digerakkan. Gerakan ini digerakkan pula oleh gerakan yang lain,
yang akhir rentetan gerakan ini digerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak;
dalam arti penggerak yang tidak berubah yang berbeda dengan jism (materi).
Penggerak ini bersifat azali. Gerak jism mustahil timbul dari substansinya sendiri
sebab ia terbatas. Oleh karena itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang
infinite (tidak terbatas), yang oleh Ibnu Bajjah disebut dengan ‘aql.
Kesimpulannya, gerakan alam ini – jism yang terbatas – digerakkan oleh ‘aql
(bukan berasal dari substansi alam sendiri). Sedangkan yang tidak bergerak ialah
‘aql, ia menggerakkan alam dan ia sendiri tidak bergerak. ‘Aql inilah yang
disebut dengan Allah (‘aql, ‘aqil’ ma’qul), sebagaimana yang dikemukakan oleh
Al-Farabi dan Ibnu Sina sebelumnya.
Perlu diketahui bahwa para filosof Muslim pada umumnya menyebut Allah
itu adalah ‘aql. Argumen yang mereka majukan ialah Allah Pencipta dan
pengatur alam yang beredar menurut natur rancangan-Nya, mestilah Ia memiliki
daya berpikir. Kemudian dalam mentauhidkan Allah semutlak-mutlaknya, para
filosof Muslim menyebut Allah adalah Zat yang mempunyai daya berpikir (‘aql),
juga berpikir (‘aqil) dan objek pemikirannya sendiri (ma’qul). Keseluruhannya
adalah zat-Nya yang Esa.
13
empiris ini. Kendatipun penggerak pertama berbeda dengan materi, namun ia
masih bersifat empiris.
Pendapat De Boer: “Ibnu Bajjah memulai deasumsi bahwa materi itu tidak
bisa bereksistensi tanpa adanya bentuk sedangkan bentuk bisa bereksistensi
dengan sendirinya, tanpa harus ada materi”. Tapi pernyataan ini salah. Menurut
Ibnu Bajjah materi dapat bereksistensi harus ada bentuk. Dia berargumen jika
materi berbentuk, maka ia akan berbagi menjadi materi dan bentuk dan begitu
seterusnya. Ibnu Bajjah menyatakan bahwa bentuk pertama merupakan suatu
bentuk abstrak yang bereksistensi dalam materi yang dikatakan sebagai tidak
mempunyai bentuk.
14
bentuk sebuah benda mati berbeda dengan bentuk sebuah tanaman, dan
seterusnya.
3) Bentuk fisik.
15
c) Etika
Pangkal perbedaan antara kedua bagian tersebut bagi Ibnu Bajjah bukan
perbuatan itu sendiri melainkan motifnya.
Setiap orang yang hendak menundukkan segi hewani pada dirinya, tidak
lain hanya harus memulai dengan melaksanakan segi kemanusiaannya. Dalam
keadaan demikianlah segi hewani pada dirinya tunduk kepada ketinggian segi
kemanusiaan, dan seseorang menjadi manusia tanpa ada kekurangannya, sebab
kekurangan itu timbul karena ketundukannya pada naluri.
8
Drs. Poerwantana. Hal 190.
16
Pikiran Ibnu Bajjah tersebut nampaknya telah mempengaruhi Kant dengan
teori “wajibnya”-nya (imperatif), meskipun Kant telah menambahkan pikiran-
pikiran baru yang menyebabkan ia maju lebih jauh dari Ibnu Bajjah.
Wawasan yang paling tinggi adalah akal yang berwawasan ruh, dimana ia
merupakan rahmat dari Tuhan. Wawasan yang sempurna dimiliki oleh para Nabi.
Dan pengetahuan yang paling tinggi adalah mengenai Tuhan sendiri dan para
malaikat-Nya, baru kemudian pengetahuan tentang kejadian yang akan terjadi di
alam ini. Selain para Nabi yang memperoleh pengetahuan semacam itu, juga
orang saleh yang meliputi para Wali Tuhan dan para sahabat Nabi. Kemudian
sejumlah orang yang dikaruniai wawasan itu oleh Tuhan.
Menurut Inu Bajjah akal memiliki dua fungsi yaitu memberikan imaji
obyek yang akan diciptakan kepada unsur imajinasi dan memiliki obyek yang
dibuat di luar ruh dengan menggerakkan organ-organ tubuh.
17
Ia mempercayai adanya kemajemukan akal dan mengacu kepada akal
pertama dan kedua. Akal manusia yang paling jauh adalah akal pertama, dan
sebagian akal berasal dari akal pertama itu. Sebagian lain berasal dari akal-akal
lain. Hubungan antara yang diperoleh dan tempat asal akal (akal pertama) yang
diperoleh itu sama dengan hubungan cahaya matahari yang ada di dalam rumah
dengan cahaya yang ada di halaman rumah. Sebab cahaya di halaman rumah
disampaikan oleh partikel-partikel secara langsung berbeda dengan cahaya yang
ada di dalam rumah.
Meraih pengetahuan yang didasarkan pada bukti, yang dalam hal ini akal
paling tinggi direalisasikan sebagai bentuk.
Pendekatan melalui cara kedua ini adalah suatu metode yang digunakan
oleh orang-orang sufi khususnya Al-Ghozali, karena metode ini dapat mencapai
suatu pengetahuan tentang Tuhan.
18
walaupun tidak ada pengaruh rohani dari luar, seperti yang dikatakan oleh para
sufi.
Terdapat tiga jenis akal dan alam ini, yakni akal insani, akal aktif dan akal
kulli. Pada mulanya akal insani merupakan akal potensial, dan karena pengaruh
akal aktif, ia dapat beralih kepada keadaan aktual dengan memiliki berbagai ilmu
dan ma’rifah. Katanya, semua ilmu dan ma’rifah tidak akan hilang karena
kematian manusia, tetapi akan berkumpul pada akal aktif, dan kumpulan ini
semua akan membentuk akal kulli yang kekal di alam ini.
Dari itu, ma’rifah hanya dapat diperoleh dengan akal, tidak dengan jalan
rohani atau kasyf, seperti yang dikatakan oleh al-Ghazali dan para sufi umumnya.
Ibnu Bajjah membagi ma’rifah dalam tiga martabat:
Adapun ma’rifah jenis pertama, maka itu diperoleh dengan panca indera
yang menjangkau segala objek inderawi. Sedangkan ma’rifah jenis kedua, maka
itu diperoleh dengan indera bersama (hiss musytarak), lalu dengan khayal. Jenis
pertama merupakan tingkat pertama dari martabat bentuk rohani. Adapun
ma’rifah jenis terakhir, maka itu hanya dapat diperoleh dengan akal. Selagi insan
itu masih kecil, maka ia disebut insan potensial, dan setelah memperoleh daya
berpikir, ia disebut insan aktual. Daya berpikir baru terwujud jika ia telah
memperoleh objek pemikiran yang menimbulkan nafsu penggerak untuk
berpikir. Hanya dengan ini orang disebut manusia.
19
Untuk memperoleh objek pemikiran ada tiga jalan:
20
f) Teori Ittishal
Seperti halnya Al-Farabi dan Ibnu Sina, Ibnu Bajjah percaya bahwa
pengetahuan tidak diperoleh semata-mata melalui indera. Pertimbangan-
pertimbangan universal dan niscaya, isi ilmu yang prediktif dan eksplanasif serta
landasan bagi penalaran apodeiktik (aphodeictic) tentang alam, hanya dapat
dicapai dengan bantuan akal aktif (‘aql faal) intelegensi yang mengatur.
21
tentangnya dan kita pun tidak dapat mengatakan bahwa kita benar-benar
memahami.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori Ittishal Ibnu Bajjah, yaitu
tentang hubungan manusia dengan akal aktif. Tujuan teor ini adalah bagaimana
cara mencapai, mengenal, dan mengetahui Tuhan, yaitu dengan cara mengetahui
perbuatan-perbuatan Tuhan – memahami sesuatu melalui gagasan-gagasan
universalnya. Sebab setiap perbuatan ada tujuannya, baik perbuatan manusia
maupun Tuhan – baik bersifat jasmani atau rohani.
g) Akhlak
22
hawa nafsu tergolong pada jenis perbuatan hewani dan perbuatan bermotifkan
akal (rasio) maka dinamakan perbuatan manusiawi.
Pandangan Ibnu Bajjah di atas sejalan dengan ajaran Islam, yang juga
mendasarkan perbuatan pada motivasi pelakunya. Lebih lanjut, ia menjelaskan
bahwa manusia yang mendasarkan perbuatannya atas iradah yang merdeka dan
akal budi akan dapat mencapai kebahagiaan.
Secara ringkas, Ibnu Bajjah membagi tujuan hidup manusia menjadi tiga
tingkat sebagai berikut:
h) Jiwa
Nutrisi mempunyai dua tujuan yaitu pertumbuhan dan reproduksi. Hal ini
disebabkan karena setiap makhluk yang fana harus malaksanakan suatu fungsi
khusus demi kedudukannya di alam raya ini. Unsur ini (nutrisi) tidak hanya
menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menjaga tubuh, melainkan
juga menyediakan suatu kelebihan yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan
perkembanagan tubuh. Apabila pertumbuhan itu tercapai, maka kelebihan iitu
digunakan untuk reproduksi pada tubuh yang bersifat reproduktif. Namun unsur
ini berbeda dengan unsur nutritif yang bertindak berdasarkan makanan yang
membuatnya menjadi bagian dari tubuh. Tapi unsur reproduktif adalah akal
aktual yang mengubah suatu jenis potensial menjadi tubuh suatu jenis aktual.
Tubuh-tubuh itu yang tidak produktif bergantung kapada pertumbuhan spontan
untuk melestarikan jenis mereka.
Persepsi psikis ada dua yaitu sensasi dan imajinasi, sensasi bersifat
mendahului imajinasi, yang untuknya ia mensuplai materi itu. Pendeknya sensasi
itu merupakan suatu kepastian tubuh yang diaktifkan oleh yang terasa. Karena
gerak itu banyak jumlahnya, maka sensasipun banyak jumlahnya dan karena
yang terasa itu bisa bersifat umum atau khusus, maka sensasipun bisa bersifat
umum atau khusus.
24
Panca indera adalah merupakan lima unsur dari suatu indera tunggal yaitu
akal sehat, dan akal sebagai realisasi penuh tubuh secara keseluruhan dan karena
disebut sebagai jiwa (soul). Unsur ini juga mensuplai materi untuk
unsur imajinasi yang terorganisasi, dan oleh karena itu unsur ini didahului oleh
sensasi yang mensuplai materi kepadanya. Sebab itu sensasi dan imajinasi telah
dianggap sebagai dua jenis persepsi jiwa. Tapi perbedaan keduanya sangat jelas
sepanjang sensasi bersifat khusus dan imajinasi bersifat umum. Unsur imajinatif
berpuncak pada unsur penalaran yang melewatinya orang bisa mengungkapkan
dirinya kepada orang lain dan sekaligus mencapai serta membagi pengetahuan.
Jiwa yang berhasrat menghendaki suatu obyek yang kekal. Kehendak ini
disebut kesenangan dan tiadanya kehendak merupakan kejemuan atau kesakitan.
Kehendak bukan merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia. Siapapun yang
25
bertindak sesuatu atas dasar kehendak dianggap telah bertindak atas dasar
kebinatangan. Disini berarti ia melakukan bukan atas dasar gagasan-gagasan.
i) Filsafat Politik
27
Fungsi alternatif ini yaitu merancang cara-cara mencapai tujuan-tujuan
tertentu, persis sebagaimana seorang penunggang yang mahir.
Dalam sistem Al-Farabi dan Ibnu Bajjah, konstitusi harus disusun oleh
Kepala Negara, yang telah disamakan oleh Al-Farabi dengan seorang Nabi atau
Imam. Ibnu Bajjah tidak menyebutkan identitas ini secara terperinci, tapi secara
tidak langsung dia setuju dengan pendapat Al-Farabi ketika dia menyatakan
bahwa manusia takkan mencapai kesempurnaan kecuali lewat yang dibawa oleh
para Rasul dari Tuhan Yang Maha Tinggi (yaitu hukum Tuhan atau syari’ah).
Mereka yang mengikuti petunjuk Tuhan takkan sesat. Oleh karena itu, adalah
terlalu lancang bila mengatakan bahwa dia (Ibnu Bajjah) mengabaikan relevansi
politis hukum Tuhan (syari’ah) dan nilai edukatifnya bagi manusia sebagai warga
Negara.
j) Tasawuf
Ibnu Bajjah menjunjung tinggi para Wali Allah (auliya’ Allah) dan
menempatkan mereka di bawah para Nabi. Menurutnya, sebagian orang dikuasai
oleh keinginan jasmaniyah belaka, mereka berada di tingkat paling bawah, dan
28
sebagian lagi dikuasai oleh spiritualitas kelompok ini sangat langka, dan
termasuk dalam kelompok ini Uwais Al-Qarni dan Ibrahim ibn Adham .9
Ibnu Bajjah hampir menyatakan dirinya sebagai seorang fatalis atas Tuhan
dan aturan-aturan-Nya. Dalam satu risalahnya, dia menyatakan bahwa
seandainya kita berpaling kepada ketetapan Tuhan dan kekuasaan-Nya maka kita
benar-benar memperoleh kadamaian dan kebahagiaan. Segala yang ada berada
dalam pengetahuan-Nya dan hanya Dia yang mampu mendatangkan kebaikan
kepada mereka. Karena Dia mengetahui segala sesuatu secara esensial, maka Dia
memberikan perintah-perintah kepada suatu perantara untuk menemukan suatu
bentuk seperti yang ada dalam pengetahuan-Nya dan kepada penerima bentuk-
bentuk untuk menerima bentuk itu. Inilah yang terjadi pada semua yang ada,
bahkan pada materi yang fana serta akal manusia. Untuk menunjang pandangan-
Nya bahwa Tuhan adalah pencipta utama segala tindakan, Ibnu Bajjah mengacu
pada pandangan Al-Ghozali yang dikatakannya pada bagian akhir dari
karyanya Misykat al Anwar, bahwa prinsip pertama itu menciptakan agen-agaen
dan obyek-obyek tindakan, dan dia selanjutnya mengambil penunjang lain untuk
pandangannya ini dari pengamatan Al-Farabi dalam ‘Ujun Al-Masa’il, bahwa
semuanya berkaitan dengan prinsip pertama sebab Yang Pertama itu merupakan
pencipta mereka. Ibnu Bajjah juga menyatakan bahwa Aristoteles mengatakan
dalam bukunya Physics bahwa agen Pertama adalah agen sebenarnya, dan agen
yang dekat tidak bertindak kecuali lewat Yang Pertama membuat aksi yang dekat
dan obyek tindakan. Yang dekat itu dikenal sebagai agen oleh sebagian orang
hanya dalam masalah-masalah material. Raja yang adil, misalnya pantas
menerima semua adil, meskipun dia jatuh tingkatannya dari dia yang ada di
bawahnya dalam rangkaian agen itu. Siapapun yang menganggap bahwa suatu
tindakan berasal dari agen yang dekat sama saja dengan seekor anjing yang
menggigit sebuah batu yang membenturnya. Tapi penganggapan bahwa tindakan
itu berasal dari agen yang dekat adalah mustahil dalam masalah-masalah yang
9
Mustofa. Filsafat Islam. Hal 270.
29
tidak bersangkut paut dengan materi-materi fisik. Akal yang aktif yang
mengelilingi benda-benda angkasa itu merupakan agen dekat dari hal-hal yang
tak kekal. Tapi dia yang menciptakan akal yang aktif dan benda-benda angkasa
itulah agen kekal yang sejati.
30
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Ibnu Bajjah lahir Saragossa pada abad 11 M atau abad V H. Nama asli
beliau adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Yahya , yang terkenal dengan
sebutan Ibnus-Shaigh atau Ibnu Bajjah. Di dunia Barat beliau terkenal dengan
sebutan “Avempace”. Beliau berasal dari keluarga Al Tujib, oleh sebab itu beliau
terkenal dengan sebutan Al Tujibi.
Beliau wafat pada bulan Ramadhan tahun 533 H./ 1138 M akibat dibunuh
oleh seorang dokter yang iri terhadap kecerdasan, ilmu, dan ketenarannya. Beliau
dimakamkan Fez, di samping makam Ibn al-Arabi muda.
1. Beberapa risalah dalam, dalam ilmu logika yang sampai sekarang masih
tersimpan di perpustakaan Escurial, Spanyol.
4. Risalah Al-Wada’.
31
Ibnu Bajjah memberi corak baru terhadap filsafat Islam Barat dalam teori
ma’rifat yang berbeda sekali dengan corak yang diberikan oleh Al-Ghozali di
dunia Islam Timur. Beliau banyak mengomentari filsafat Al-Ghozali yang dalam
segi pemikirannya berlawanan sekali dengan pemikiran beliau.
1. Metafisika.
2. Materi dan bentuk.
3. Etika.
4. Akal dan Pengetahuan.
5. Akal dan Makrifat.
6. Teori Ittishal
7. Akhlak.
8. Jiwa
9. Filsafat politik
10. Tasawuf
Di atas telah dijelaskan bahwa salah satu kemajuan yang dialami oleh umat
Islam di Andalusia adalah di bidang filsafat. Islam di Andalusia telah mencatat
satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia
berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa
Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M). Atas
inisiatif al-Hakam, karya- karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam
jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-
universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu
pengetahuan di dunia Islam. Tokoh utama dalam sejarah filsafat Andalusia
adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn
Bajjah. Karyanya yang terkenal termuat dalam magnum opum-nya yang berjudul
Tadbir al-Mutawahhid.
32
Orang-orang Eropa pada abad-abad pertengahan menamai Ibn Bajjah dengan
“Avempace”. Menurut beberapa literatur, Ibn Bajjah bukan hanya seorang filosof
ansich, tetapi juga seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin ilmu
pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi, musikus, dan matermatika.
Hal-hal yang dipikirkan oleh Ibn Bajjah di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut: pertama, masalah metafisika (Ketuhanan) yang pada intinya Allah tidak
hanya penggerak, tetapi ia adalah Pencipta dan Pengatur alam. Kedua, materi dan
bentuk. Menurutnya materi dapat bereksistensi tanpa harus ada bentuk (ash-
shurat). Pernyataan ini menolak asumsi bahwa “materi itu tidak bisa bereksistensi
tanpa ada bentuk, sedangkan bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya, tanpa
harus ada materi.” Ibn Bajjah berargumen jika materi berbentuk, ia akan terbagi
menjadi “materi” dan “bentuk” dan begitu seterusnya.
Ketiga, jiwa. Menurutnya, setiap manusia mempunyai satu jiwa, jiwa ini tidak
mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi
manusia. Keempat, akal dan ma’rifat (pengetahuan). Menurutnya, akal
merupakan bagian terpenting yang dimilliki oleh manusia. Ia berpendapat bahwa
ma’rifat (pengetahuan) yang benar dapat diperoleh lewat akal. Akal ini
merupakan satu-satunya sarana yang melaluinya kita mampu mencapai
kemakmuran dan membangun kepribadian. Kelima, akhlak. Ibn Bajah membagi
perbuatan-perbuatan manusia kepada dua bagian. Bagian pertama, ialah
perbuatan yang timbul dari motif-naluri dan hal-hal lain yang berhubungan
dengannya, baik dekat atau jauh. Bagian kedua ialah perbuatan yang timbul dari
pemikiran yang lurus dan kemajuan yang bersih dan tinggi. Bagian ini
disebutnya “perbuatan-perbuatan manusia”.
Maka, tidak diragukan lagi bahwa Ibn Bajjah telah menjadi gerbang wacana
filosofis di negeri Andalusia, sebuah kawasan Barat Islam. Ibn Khaldun, ahli
teori sosial besar Arab, menyebut al-Farabi dan Ibn Sina sebagai filosof-filosof
utama Islam di
Timur; Ibn Bajjah dan Ibn Rusyd di Barat. Maimonides juga sangat
mengagumi Ibn Bajjah, yang mengutip komentarnya atas Physics Aristoteles,
dengan mengikuti jejaknya dalam astronomi, epistemologi, dan metafisika jiwa.
Dalam surat terkenalnya kepada penerjemah bahasa Ibrani dari The Guide of
Perplexed yang berbahasa Arab, ia menyebut Ibn Bajjah sebagai seorang filosof
besar dan menaruh semua tulisannya pada peringkat pertama. Namun, Ibn
Thufail mengeluhkan kondisi karya-karya Ibn Bajjah tak tertata dan tak lengkap,
seraya menduga karena tidak pernah bertemu secara pribadi, bahwa keasyikan
duniawi telah menyisakan sedikit waktu Ibn Bajjah untuk filsafat. Meskipun
demikian, Ibn Bajjah telah memberikan sumbangan berupa tiga tema filosofis
pada karya-karya para penerusnya, yaitu Ibn Thufail dan Ibn Rusyd.
34
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, penulis berharap
para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
penulis demi kesempurnaannya makalah ini dan penulisan makalah-makalah
berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi, juga untuk
menambah ilmu, iman dan ketakwaan, bagi penulis pada khususnya, dan bagi
para pembaca yang budiman pada umumnya.
35
DAFTAR PUSTAKA
36