Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian PDA
Menurut Adi (2015) Penyakit PDA (PatentDuctusArteriosus) atau
Penyakit Jantung Bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung
atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit ini
merupakan penyakit yang kompleks dan ditemukan pada bayi dan anak.
Menurut Wong (2009) dalam Linda (2013) PatentDukturArteriosus adalah
kegagalan penutupan duktus arteriosus (pembuluh arteri yang
menghubungkan aorta dengan arteri pulmonalis) pada bayi berusia beberapa
minggu pertama. Menurut Dyah (2012) PDA disebabkan oleh duktus
arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir.
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI
pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens.
Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10-15 jam
setelah bayi lahir dan secara anatomi menjadi ligamentum arteriosum pada
usia 2-3 minggu dan apabila tidak menutup disebut Duktus
ArteriosusPersisten ( Buku Ajar Kardiologi FKUI dalam Adi 2015).
Jika duktus arteriosus tetap terbuka setelah penurunan resistensi vaskular
paru maka darah aorta dapat bercampur ke darah arteri pulmonalis. PDA
merupakan anomali kardiovaskuler kongenital yang paling sering akibat
infeksi rubella ibu selama awal kehamilan. Pertumbuhan badan umumnya
normal, akan tetapi gangguan pertumbuhan fisik dapat menjadi gejala utama
pada bayi yang menderita PDA besar.
B. Etiologi PDA
Penyebab terjadinya PDA belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit
1. Faktor prenatal
a. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita penyakit DabetesMellitus (DM) yang memerlukan
insulin
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetic
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
b. Ayah atau ibu menderita penyakit jantung bawaan
c. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
C. Patofisiologi PDA
Akibat adanya duktus arteriosus, yaitu pembuluh darah yang
menghubungkan aorta dengan arteri oulmonalis, adalah darah dari aorta
sebagian akan mengalir ke arteri pulmonalis. Pada bayi baru lahir akibat
resistensi paru yang masih tinggi, jumlah darah yang mengalir ke arteri
pulmonalis semakin banyak. Secara fisiologis dengan bertambahnya umur
bayi, resistensi paru akan mencapai titik rendahnya pada usia 8-12 minggu.
Dengan demikian pirau dari kiri ke kanan melalui duktus akan menjadi
maksimal pada umur tersebut. Akibatnya aliran darah ke paru akan
bertambah sehingga timbul gejala klinis. Darah dari paru ini akan kembali ke
atrium kiri lalu ke ventrikel kiri sehingga terjadi kelebihan volume di jantung
kiri yang menyebabkan dilatasi atrium kiri dan ventrikel kiri.
Dengan adanya peningkatan aliran darah ke paru, tubuh akan
mengadakan kompensasi untuk mengurangi aliran darah ini dengan jalan
meningkatkan resistensi paru. Mula-mula peningkatan resistensi paru ini
dilakukan dengan jalan vasokonstriksi jaringan kapiler paru. Keadaan ini
disebut dengan hipertensi pulmonal kinetik. Jika peningkatann aliran darah
ke paru masih tetap ada, lama-kelamaan paru akan mengadakan kompensasi
untuk meningkatkan resistensi paru dengan adanya perubahan patologis pada
dinding kapiler paru sehingga terjadi hipertensi pulmonal yang permanen.
Keadaan terakhir ini disebut juga dengan penyakit vaskuler paru. Pada
keadaan ini, pirau yang sebelumnya mengalir dari kiri ke kanan akan
berbalik arah dari kanan ke kiri sehingga pasien menjadi sianosis, kondisi ini
disebut dengan sindrom Eisenmenger.
Penutupan duktus arteriosus sebaiknya dilakukan sebelum terjadi
hipertensi pulmonal atau paling lambat setelah terjadi hipertensi pulmonal
hiperkinetik. Jika sudah terjadi sindrom Eisenmenger atau penyakit vaskuler
paru, penutupan duktus arteriosus persisten merupakan kontraindikasi
mutlak.
Patofisiologi terjadinya gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan serta
mekanisme kompensasi tubuh pada pasien dengan DAP :

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh
masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya
sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat
selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin
asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda
gagal jantung kongestif (CHF). Kadang – kadang terdapat tanda – tanda
gagal jantung.
1. Terdengar bunyi mur – mur persisten (sistolik, kemudian menetap,
paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
2. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan
meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
3. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
4. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal
5. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
6. Apnea, Tachypnea
7. Nasal flaring
8. Retraksi dada
9. Hipoksemia
10. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2009 ; 376).
E. Komplikasi
Menurut Betz & Sowden, 2009 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ;
236, terdapat beberapa komplikasi akibat PDA antara lain :
1. Endokarditis
2. Obstruksi pembuluh darah pulmonal
3. CHF
4. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
5. Enterokolitis nekrosis
6. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas
atau displasia bronkkopulmoner)
7. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
8. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
9. Aritmia
10. Gagal tumbuh
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Sondheimer, et al, 2009 didalam Amelia, 2019) terdapat
beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien PDA, meliputi :
1. Pemeriksaan radiologi
Hasil radiografi pasien PDA sesuai dengan defeknya, jika
defeknya kecil maka jantung tidak tampak membesar, namun jika
defeknya besar maka kedua atrium kiri dan ventrikel kiri juga tampak
membesar.
2. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG bisa menunjukan hasil normal jika defek yang
dialami kecil, namun juga dapat terlihat manifesati dari hipertrofi dari
ventrikel kiri. Jika pasien mengalami hipertensi pulmonal maka gambar
EKG akan menunjukan adanya hipertrofi di ventrikel kanan.
3. Pemeriksaan elektrokardiografi
Melalui pemeriksaan ini keadaan duktus arteriosus dapat terlihat
dengan jelas, sehingga dapat langsung mengetahui seberapa parah
defeknya. Pemeriksaan ini dapat juga dilakukan pada bayi kurang bulan.
4. Pemeriksaan kateterisasi dan angiografi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan jika terjadi hipertensi pulmonal
yaitu pada saat Doppler elektrokardiografi tidak terihat aliran
diastoliknya. Pada kateterisasi ini terdapat kenaikan saturasi oksigen di
arteri pulmonal, jika tekanan arteri pulmonalis meninggi maka perlu
dilakukan pemeriksaan ulang dengan menutup PDA menggunakan
kateter balon. Pemeriksaan angiografi pada ventrikel kiri dilakukan
untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri dan melihat kemungkinan
adanya defek septum ventrikel atau kelainan lain yang tidak terdeteksi
saat pemeriksaan elektrokardiografi.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
Pemberian obat ini diberikan kepada bayi yang mempunyai
ukuran duktus kecil, obat ini akan menyebabkan otot duktus mengalami
kontriksi sehingga duktus dapat menutup. Jenis obat yang diberikan
antara lain indometasin dan ibuprofen. Indometasin merupakan jenis obat
inhibitor sintesis prostaglandin yang dapat mempercepat penutupan
duktus arterious, namum tingkat keefektifannya terbatas pada bayi
kurang bulan, dan efeknya akan menurun semakin meningkatnya usia
kelahiran. Pemberin indomentasin tidak dianjurkan pada bayi cukup
bulan, bayi yang mengalami hiperbirilubinemia, gangguan ginjal,
perdarahan, syok, dan pada bayi yang menunjukan hasil EKG
iskemiamiokardium. Sedangkan ibuprofen merupakan inhibitor non
selektif dari COX yang dapat membantu proses penutupan duktus
arterious (Gomella TL, et al, 2004 didalam Amelia, 2019).
Pemberian indomentasin dapat memberikan efek samping seperti
gangguan fungsi ginjal, perdarahan gastrointestinal, dan gangguan aliran
otak, sehingga diperlukan jenis obat non steroid inflamantory salah
satunya adalah ibu profen. Pemberian indomentasin intravena diberikan
sebelum usia kelahiran mencapai 10 haridengan dosis 0,2 mg/kg BB
sebagai dosis awal yang kemudian akan dilanjutkan dengan dosis kedua
dan ketida sebanyak 0,1 mg/kg BB yang diberikan dengan interval 12-24
jam. Dilanjutkan pemberian pemeliharaan selama 2-7 hari dengan dosis
0,2 mg/kg BB dan >7 hari dengan dosis 0,25 mg/kg BB. Sedangkan
ibuprofen diberikan melalui intravena atau pipa nasogatrik selama 15
menit dengan dosis 10 mg/kg BB dilanjutkan 5 mg/kg BB setelh 24 dan
48 jam dari pemberian pertama (Rahayungsih, Sumarna, Firman &
Sinaga, 2016). Jika terapi medikamentosa ini tidak dapat menutup duktus
arterious, maka tindakan yang harus dilakukan adalah terapi bedah.
2. Terapi bedah
Tindakan bedah ini dilakukan pada bayi aterm atau pada anak
yang lebih tua. Menurutt Bernstein D (2016) didalam Amelia (2019)
terapi melalui tindakan pembedahan ini perlu segera dilakukan setelah
diagnosa PDA sudah ditegakan, karena resiko kematian pada saat
pembedahan sangat kecil (<1%) dan resiko tanpa pembedahan lebih
besar. Pembedahan yang biasa dilakukan adalah dengan mengikat duktus
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya rekanalisasi, pemotongan
duktus yang sangat pendek dapat menimbulkan resiko. Hal ini
dikarenakan dapat membantu mengurangi lamina penggunaan ventilator,
memperbaiki hemodinamika, dan memperbaiki compliance paru
(Rahayungsih, Sumarna, Firman & Sinaga, 2016). Pembedahan ini perlu
dilakukan sesuai indikasi, antara lain :
a. Pada penderita PDA kecil
Dilakukan pembedahan untuk mencegah endarteritis atau komplikasi
lainnya.
b. Pada penderita PDA sedang hingga besar
Dilakukan pembedahan untuk menangani gagal jantung kongestif dan
mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
c. PDA dengan endocarditis infektif yang resisten terhadap pemberian
terapi medikamentosa.
d. Pada bayi dengan PDA yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan medikamentosa.
3. Penutupan PDA secara transkateter
Penutupan PDA ini diindikasikan pada semua pasien yang
menunjukan tanda volume ventrikel kiri yang terlalu penuh. Coil dan
ADO merupakan alat yang digunakan untuk penutupan PDA secara
transkateter (Baruteau AE, 2014 didalam Amelia, 2019). Namun tidak
semua kasus dapat dilakukan penutupan PDA, penutupan ini hanya
dilakukan pada pasien yang tidak mengalami kelainan jantung lainnya
yang justru sangat membutuhkan duktus ini untuk suplai darah. Pada
bayi cukup bulan dengan duktus arterious yang masih terbuka pada akhir
minggu pertama, maka kemungkinan duktus ini tidak dapat ditutup
melalui pemberian inhibator prostaglandin. Sebaliknya pada bayi
premature duktus dapat ditutup dengan pemberian inhibitor
prostaglandin.
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas ( Data Biografi)
PDA sering ditemukan pada neonatus, tetapi secara
fungsional menutup pada 24 jam pertama setelah kehamilan.
Sedangkan secara antomi menutup dalam 4 minggu pertama.
PDA (Paten Ductus Arteriosus) lebih sering insidens pada bayi
perempuan 2 x lebih bayak dari bayi laki-laki . Sedangkan pada
bayi premature diperkirakan sebesar 15%. PDA dapat
diturunkan secara genetic dari orang tua yang menderita jantung
bawaan atau dapat dikarenakan kelainan kromosom.
2) Keadaan umum
Anak dengan PDa biasanya merasakan lelah dan sesak napas.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada anak PDA biasanya akan diawali dengan tanda – tanda
respiratory distress dyspnea , takipnea, hipertropi ventrikel kiri,
retraksi dada dan hipoksemia.
4) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah anak lahir premature atau ibu terinfeksi virus
rubella saat hamil.
5) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita PDA
karena PDA diturunkan secara genetic dari orang tua yang
menderita penyakit jantung bawaan atau karena kelainan
kromosom.
6) Riwayat psikososial
Meliputi rasa perasaan terhadap penyakit, bagaimana perilaku
anak terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya,
perkembangan anak, kping yang digunakan, kebiasaan anak,
respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan
penyesuaian keluarga terhadap stres.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pernapasan B1 (Breath)
Nafas cepat, sesak napas, bunyi tambahan (murmur), adanya otot
bantu napas saat inspirasi, retraksi.
2) Kardiovaskuler B2 (Blood)
Jantung membesar, hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan tekanan
darah sistolik, edema tungkai, clubbing finger, sianosis
3) Persyarafan B3 (Brain)
Otot muka tegang, gelisah menangis, penurunan kesadaran
4) Perkemihan B4 (Blandder)
Produksi urin menurun (oliguria)
5) Pencernaan B5 (Bowel)
Nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak habis
6) Muskuloskeletal / intergumen B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendiri terbatas, kelelahan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
d. Defisit nutrisi b.d intake yang kurang
e. Resiko gangguan perkembangan b.d ketidakadekuatan nutrisi
f. Resiko infeksi b.d malnutrisi
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan


1 Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan PerawatanJantung
perubahan afterload curah jantung meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
a) Kekuatan nadi perifer meningkat a) Identifikasi tanda/gejala primer
b) Pucat/sianosis menurun penurunan curah jantung
c) Dipsnea menurun (dispnea, kelelahan, edema,
d) Tekanan darah membaik ortonea, paroxysmal nocturnal
e) Capillary refill time (CRT) membaik dispnea, peningkatan CVP)
b) Monitor tekanan darah
c) Monitor saturasi oksigen
d) Monitor EKG 12 sadapan
e) Monitor aritmia
Teraupetik
a) Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen
b) Berikan dukungan emosional dan
spiritual
Edukasi
-

Kolaborasi
a) Kolaborasikan pemberian
antiaritmia, jika perlu
b) Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
2 Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Pemantauan Respirasi
ketidakseimbangan ventilasi- pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil: Observasi:
perfusi a) Nafas cuping hidung menurun a) Monitor polanafas
b) Sianosis membaik b) Monitor saturasi oksigen
c) Pola nafas membaik
d) Warna kulit membaik Terapeutik:
a) Alur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
b) Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi:
a) Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Terapi Oksigen
Observasi:
a) Monitor kecepatan aliran oksigen
b) Monitor posisi alat terapi oksigen
c) Monitor efektivitas terapi
oksigen
d) Monitor tanda-tanda
hipoventilasi

Terapeutik:
a) Pertahankan kepatenan jalan
nafas
b) Siapkkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
c) Berikan oksigen tambahan, jika
perlu

Edukasi:
-

Kolaborasi
a) Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
3 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Manajemen Energi:
ketidakseimbangan antara suplai toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
dan kebutuhan oksigen a) Frekuensi nadi meningkat a) Identifikasi gangguan fungsi
b) Saturasi oksigen meningkat tubuh yang mengakibatkan
c) Sianosis menurun kelelahan
d) Warna kulit membaik
e) Tekanan darah membaik Terapeutik:
f) Frekuensi nafas membaik a) Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus
b) Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan

Edukasi:
a) Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
Kolaborasi:
-
4 Defisit nutris ib.d intake yang Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Manajemen Nutrisi
kurang status nutrisi membaik dengan kriteriahasil: Observasi
a) Berat badan membaik a) Identifikasi status nutrisi
b) Bising usus membaik b) Monitor berat badan
c) Tebal lipatan kulit trisep membaik
d) Membran mukosa membaik Terapeutik
a) Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
b) Berikan suplemen makanan, bila
perlu

Edukasi
a) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
5 Risiko gangguan perkembangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkans Promosi Perkembangan Anak
b.d ketidakadekuatan nutrisi tatus perkembangan membaik dengan kriteria hasil: Observasi:
a) Keterampilan/perilaku sesuai usia meningkat a) Identifikasi kebutuhan khusus
b) Afek membaik anak dan kemampuan adaptasi
c) Pola tidur membaik anak

Terapeutik
a) Fasilitasi hubungan anak dengan
teman sebaya
b) Dukung anak berinteraksi dengan
anak lain
c) Berikan mainan sesuai dengan
usia anak

Edukasi
a) Ajarkan teknik asertif pada anak

Kolaborasi
b) Rujuk untuk konseling, jika perlu
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Primasari, D., Soetadji, A., & Pramono, D. (2012). Perbedaan Perkembangan


pada anak dengan penyakit jantung bawaan sianotik dan non-sianotik
(Doctoraldissertation, Fakultas Kedokteran).
Irawan, A., & Wiwin, N. W. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada
Pasien PersistentDuctusArteriosus di Ruang PediatricIntensiveCare Unit
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2015.
Puspitasari, L. (2013). Asuhan Keperawatan Pada An. A Dengan Penyakit
Jantung Bawaan: Paten Duktus Arteriosus (Pda) Di Ruang Melati Ii Rumah
Sakit Umum Daerah DrMoewardi Surakarta (Doctoraldissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Soegijanto, S. (2016). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di


Indonesia Jilid 8 (Vol. 8). Airlangga University Press.

Irawan, A., & Wiwin, N. W. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada
Pasien Persistent Ductus Arteriosus di Ruang Pediatric Intensive Care Unit
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2015.

Rahayuningsih, S. E., Sumarna, N., Firman, A., & Sinaga, Y. (2016). Terapi
Nonsteroid Anti Inflammatory Drug pada Bayi Prematur dengan Duktus
Arteriosus Persisten. Sari Pediatri, 6(2), 71-4.

https://www.academia.edu/24489795/
REFARAT_Patent_Ductus_Arteriosus_PDA_ diakses pada tanggal 21
September pukul 19.20 WIB.

Amelia, P. (2019). Patent Ductus Arteriosus (PDA). Repositori Insitusi USU.

Khasanah, Nurul, Dkk. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan


Gangguan Sistem Kardiovaskuler: Paten Ductus Arteriosus (PDA).Stikes
Al-Islamiyyah Cilacap.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai