Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PANDAHULUAN

“ASUHAN KEPARAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI”

Di susun Oleh :

Agustina Arni Estasari Kinasih (201823027)

Dosen Pembimbingan :

Sr Lucilla S, CB.,M.Kep.,Sp.KMB

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH YOGYAKARTA

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah yang
berjudul Laporan Pandahuluan “Asuhan Keparawatan Pada Pasien Hipertensi”

dengan tepat waktu dan tanpa halangan suatu apapun.

Laporan ini penulis buat sebagai pemenuhan tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah
dan sebagai bentuk tanggung jawab penulis dalam pemenuhan tugas Praktik Keperawatan
Medikal Bedah di STIKes Panti Rapih Yogyakarta

Dengan penyusunan laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Sr Lucilla S, CB.,M.Kep.,Sp.KMB sebagai dosen pengampu mata kuliah Praktik


Keperawatan Medikal Bedah.
2. Teman-teman Prodi Sarjana Keperawatan Tingkat IV STIKes Panti Rapih.

Atas peran serta dalam mendampingi dan membantu penulis belajar Keperawatan
Medikal Bedah sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah tentang Laporan Pandahuluan
“Asuhan Keparawatan Pada Pasien Hipertensi”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak. Demikian penulisan laporan ini penulis buat. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi semua orang. Terima kasih.

Yogyakarta, 17 Januari 2022

Penulis

Agustina Arni Estasari Kinasih


BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg ( Smeltzer, Bare, 2002). Menurut Join
National on Detection, Evaluation and Treatment of Higt Blodd Presure (JNC) (2014)
hipentensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi
dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, memiliki rentang
dari normal tinggi sampai hipertensi emergensi Hipertensi selain dikenal sebagai
penyakit, juga merupakan faktor risiko penyakit jantung, pembuluh darah, ginjal, stroke
dan diabetes mellitus, World Health Organization (WHO) Tahun 2017 melaporkan
setidaknya terdapat 975 juta kasus hipertensi di dunia dan akan meningkat menjadi 1,1
milyar kasus pada tahun 2025 atau sekitar 29 % penduduk dunia. Dimana 333 juta kasus
di negara maju dan 639 juta kasus di negara-negara berkembang termasuk indonesia.
(Kemenkes RI, 2018). Prevalensi hipertensi di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2018
yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 34,1 %. Prevelensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan
sebesar 8,4 %, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 8,8 %,
yang minum obat sendiri. Penyakit terbanyak pada usia lanjut berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 adalah hipertensi dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64
tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun. Hipertensi di Sulawesi
Tenggara tahun 2018 tercatat masih sangat tinggi yaitu 11.265 kasus dan pada tahun 2019
tercatat sebesar 41.818 kasus, dari data yang terdiagnosis hipertensi tertinggi pada
perempuan yaitu sebanyak 21.007 jiwa (34,47%) dan terendah pada laki-laki sebanyak
20.811 jiwa (50,32%)
Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok,
obesitas, aktivitas fisik, dan stres psikososial. Hipertensi sudah menjadi masalah
kesehatan masyarakat (public health problem) danakan menjadi masalah yang lebih besar
jika tidak ditanggulangi sejak dini. Pengendalian hipertensi, bahkan di negara maju pun,
belum memuaskan. (Kemenkes RI, 2018).
Penatalaksanaan hipertensi bertumpu pada pilar pengobatan standar dan merubah gaya
hidup yang meliputi mengatur pola makan, mengatur koping stress, mengatur pola
aktivitas, menghindari alkohol, dan rokok. Penatalaksanaan hipertensi dengan obat saat
ini memang telah mengalami kemajuan, tetapi terdapat banyak laporan yang
menyampaikan bahwa penderita yang datang ke Rumah Sakit akan datang lagi dengan
keluhan tekanan darahnya tidak mengalami penurunan bermakna meskipun sudah diobati
(Dalimartha, 2012). Selain itu, masih banyak tingkat kepatuhan masyarakat meminum
obat hipertensi tidak rutin, sehingga memperparah kondisi pasien/klien menderita
hipertensi.
Penanganan hipertensi akan lebih baik jika diintegrasikan dengan sistem kesehatan
karena menyangkut aspek ketenagaan, sarana dan obat obatan. Obat yang telah berhasil
diproduksi teknologi kedokteran harganya masih relatif mahal sehingga menjadi kendala
penanganan hipertensi, terutama bagi yang memerlukan pengobatan jangka panjang
(Depkes RI, 2017).
Berdasarkan uraian diatas, sebagai perwujudan peran serta perawat dalam
meningkatkan mutu derajat kesehatan melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif, penulis sebagai calon perawat ingin memperoleh pengalaman nyata yang
lebih dalam melakukan pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien dengan hipertensi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Hipertensi?
2. Bagaimana Etiologi pernyakit Hipertensi?
3. Apa saja Manifestasi Klinik pada pasien dengan Hipertensi ?
4. Bagaimana Klasifikasi penyakit Hipertensi?
5. Bagaimana Patofisiologi pada penyakit Hipertensi?
6. Bagaimana Pathway pada penyakit Hipertensi?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang penyakit Hipertensi?
8. Apa saja Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Hipertensi?
9. Bagaimana Penatalaksanaan pada pasien dengan Hipertensi?
10. Bagaimana Pengkajian Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi ?
11. Bagaimana Diagnosa Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi?
12. Bagaimana Intervensi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi?
13. Bagaimana Implementasi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi?
14. Bagaimana Evaluasi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahaami Definisi Hipertensi
2. Mahasiswa mampu memahaami Etiologi pernyakit Hipertensi
3. Mahasiswa mampu memahaami Manifestasi Klinik pada pasien dengan Hipertensi
4. Mahasiswa mampu memahaami Klasifikasi penyakit Hipertensi
5. Mahasiswa mampu memahaami Patofisiologi pada penyakit Hipertensi
6. Mahasiswa mampu memahaami Pathway pada penyakit Hipertensi
7. Mahasiswa mampu memahaami Pemeriksaan Penunjang penyakit Hipertensi
8. Mahasiswa mampu memahaami Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Hipertensi
9. Mahasiswa mampu memahaami Penatalaksanaan pada pasien dengan Hipertensi
10. Mahasiswa mampu memahaami Pengkajian Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi
?
11. Mahasiswa mampu memahaami Diagnosa Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi
12. Mahasiswa mampu memahaami Intervensi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi
13. Mahasiswa mampu memahaami Implementasi Keperawatan Pada Pasien dengan
Hipertensi?
14. Mahasiswa mampu memahaami Evaluasi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi

D. Manfaat
Agar pembaca mengetahui dan dapat memahami terkait asuhan keperawatan 2 hari kelolaan
terkait penyakit hipertensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Hipertensi

1. Definisi Hipertensi
Hipertensi berasal dari bahasa latin yaitu hiper dan tension. Hiper artinya tekanan yang
berlebihan dan tension artinya tensi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu
kondisi medis dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah secara kronis
(dalam waktu yang lama) yang mengakibatkan angka kesakitan dan angkat kematian.
Seseorang dikatakan menderita tekana darah tinggi atau hipertensi yaitu apabila tekanan
darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmH. Menurut Yeyeh, 2010 dalam
penelitian (Purwati, 2018 dalam Purba, S. 2019). Sedangkan Menurut Trianto (2014)
mengatakan bahwa Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian / mortalita.

Menurut Kemenkes RI, 2014 dalam penelitian Eriana (2017) Hipertensi atau tekanan
darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Pengingkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada
ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan) bila
tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Menurut WHO,
batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan
tekanan darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan WHO tersebut
tidak membedakan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2010). Kaplan memberikan batasan
hipertensi dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2010).
a. Pria berusia < 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu
berbaring ≥ 130/90 mmHg.
b. Pria berusia > 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/95
mmHg.
c. Wanita, hipertensi bila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg

Hipertensi adalah gejala peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan suplai oksigen
dan nutrisi yang dibawah oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Di katakana tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih. Atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih keduanya,
Menurut Khasanah, 2014 dalam penelitian (Hikmah, 2016). Penyakit hipertensi sering
disebut sebagai The Silent Disease atau penyakit tersembunyi. Orang yang tidak sadar
telah mengidap penyakit hipertensi sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah.
Hipertensi dapat menyerang siapa saja, dari berbagai kelompok umur, dan status sosial
ekonomi. Hipertensi meruapakan suatu keadaan yang tidak memiliki gejala nampak,
dimana tekanan darah yang tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko
terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular seperti stroke,
gagal jantung, serangan jantung, kerusakan ginjal menurut Lilies, 2015 dalam penelitian
(Purwati, 2018).

Dari urian diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan
tanpa gejala, di mana tekanan darah yang tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
kardiovaskular seperti stroke, gagal ginjal, serangan jantung, dan kerusakan ginjal
menurut Sutanto, 2010 dalam penelitian (Hikmah, 2016).
2. Etiologi Hipertensi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi
sebagai respon peningkatan curah jantung atau peningkatan tekanan perifer, menurun
Aspiani (2016) terdapat beberapa factor yang memengaruhi terjadinya hipertensi, antara
lain :
a. Genetik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau transport
Na.
b. Obesitas : terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
c. Stress karena lingkungan
d. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, antara lain:

a. Hipertensi primer (esensial)


Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebabnya. Diderita
oleh seitar 95% orang. Oleh karena itu,penelitian dan pengobatan lebih ditunukan
bagi penderita esensial. Menurut Aspiani (2016), Hipertensi primer disebabkan
oleh beberapa factor, antara lain :
1) Faktor keturunan
Dari data statistic terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi.
2) Jenis Kelamin
Jenis Kelamin yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur
(jika umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis kelamn (pria
lebih tinggi dari perempuan), dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari
kulit putih).
3) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi (lebih dari 30g), kegemukan atau makan
berlebih,stress, merokok, minum alcohol,minum obat-obatan (efedrin,
prednisone, epinefrin)
b. Hipertensi sekunder
Menurut Aspiani (2016) mengatakan bahwa Hipertensi sekunder terjadi
akibat penyebab yang jelas salah satu contoh hipertensi sekunder adalah
hipertensi vascular renal, yang terjadi akibat stenosis arteri renalis. Kelainan
ini dapat bersifat kongenital atau akibat aterosklerosis stenosis arteri renalis
menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor
ginjal, perangsangan pelepasan renin, dan pembentukan angiotensin II.
Angiotensin II secara langsung meningkatkan tekanan darah tekanan darah,
dan secara tidak langsung meningkatkan sintesis andosteron dan reabsorpsi
natrium. Apabila dapat dilakukan perbaikan pada stenosis, atau apabila ginjal
yang terkena di angkat,tekanan darah akan kembali ke normal. Penyebab lain
dari hipertensi sekunder, antara lain ferokromositoma, yaitu tumor penghasil
epinefrin di kelenjar adrenal, yang menyebabkan peningkatan kecepatan
denyut jantung dan volume sekuncup, dan penyakit cushing, yang
menyebabkan peningkatan volume sekuncup akibat retensi garam dan
peningkatan CTR karena hipersensitivitas system saraf simpatis
aldosteronisme primer (peningkatan aldosteron tanpa diketahui penyebab-nya)
dan hipertensi yang berkaitan dengan kontrasepsi oral juga dianggap sebagai
kontrasepsi sekunder
3. Manifestasi Klinik Hipertensi
Tanda dan Gejala Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak

sama pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala.

Menurut (Aspiani, 2015), Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita

Hipertensi, antara lain:

a. Sakit kepala

b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh

d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat

e. Telinga berdenging

4. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2016) terdapat kategori tekanan


darah, antara lain sebagai berikut :
TDS TTD
Kategoti Stadium (mmHg) (mmHg)
Normal 120-129 80-89
Normal Tinggi 130-139 89
Hipertensi Derajat I 140-159 90-99
Hipertensi Derajat II ≥160 ≥ 100
Hipertensi Derajat III >180 >110
Depkes, 2016).

Sedangkan, Menurut (WHO, 2018) batas normal tekanan darah adalah tekanan darah
sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg.
Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg

Kategori Tekanan darah


Sistolik Diastolik
Normal < 120 mmHg <80 mmHg

Prehipertensi 120-129 mmHg <80 mmHg

Hipertensi stage I 130-139 mmHg 80-89 mmHg

Hipertensi stage II ≥ 140 mmHg ≥ 90 mmHg


(Sumber : American Heart Association, Hypertension Highlights 2018 : Guideline For The
Prevention, Detection, Evaluation And Management Of High Blood Pressure In Adults 2013)

5. Patofisiologi Hipertensi

Menurut Aspiani (2016), patofiologi hipertensi diawal dengan Mekanisme yang


mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada
medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut
kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron pre- ganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Klien dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menyekresi epineprin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin Renin
yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume instravaskuler. Semua factor tersebut
cenderung menyebabkan hipertensi. (Aspiani, 2016)
6. Pathway Hipertensi Hipertensi
(Sumber :( WOC ) dengan menggunakan Standar Diganosa Keperawatan

Indonesia dalam PPNI,2017)

7. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi


Menurut Aspiani (2016 ) Pemeriksaan penunjang pada klien hipertensi, antara lain :

a. Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
2) Kreatinin serum dan BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat pada hipertensi
karena parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut
3) Darah perifer lengkap
4) Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa)
b. EKG
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Iskemia atau infark miocard
3) Peninggian gelombang P
4) Gangguan konduksi
c. Foto Rontgen
1) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.
2) Pembendungan, lebar paru
3) Hipertrofi parenkim ginjal
4) Hipertrofi vascular ginjal

Sedangkan menurut Udjianti (2010 ) studi diagnostik yang dilakukan kepada klien
dengan hipertensi, antara lain:

a. Hitung darah lengkap (Complete Blood cells Count) meliputi pemeriksaan


hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan indicator faktor risiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b. Kimia darah :
1) BUN (Blood Urea Nitrogen), kreatinin : peningkatan kadar menandakan
penurunan perfusi atau faal renal.
2) Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes melitus adalah presipitator hipertensi)
akibat dari peningkatan kadar katekolamin
3) Kadar kolesterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
4) Kadar serum aldosteron : menilai adanya aldosteronisme primer.
5) Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi
terhadap vasokonstriksi dan hipertensi.
6) Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
8. Komplikasi Hipertensi
Menurut Trianto (2014), Terdapat Kompikasi dari penyakit hipertensi, antara lain:

a. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung.
b. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-
unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu sehingga menjadi hipoksik dan
kematian. Rusaknya membrane glomerulus , protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema.
c. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal
sehingga aliran darah ke daerahdaerah yang diperdarahi berkurang.
d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina , gangguan penglihatan,hingga kebutaan.
e. Kerusaka pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan arteri atau
yang sering disebut dengan aterosklerosis dan arterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah). Komplikasi berupa kasus perdarahan meluas sampai ke intraventrikuler (Intra
Ventriculer Haemorrhage) atau IVH yang menimbulkan hidrosefalus obstruktif
sehingga memperburuk luaran. 1-4 Lebih dari 85% ICH timbul primer dari pecahnya
pembuluh darah otak yang sebagian besar akibat hipertensi kronik (65-70%) dan
angiopathy amyloid. Sedangkan penyebab sekunder timbulnya ICH dan IVH biasa
karena berbagai hal yaitu gangguan pembekuan darah, trauma, malformasi
arteriovenous, neoplasma intrakranial, thrombosis atau angioma vena. Morbiditas dan
mortalitas ditentukan oleh berbagai faktor, sebagian besar berupa hipertensi, kenaikan
tekanan intrakranial, luas dan lokasi perdarahan, usia, serta gangguan metabolism serta
pembekuan darah.
9. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah
mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan distolik
dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor risiko. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup klien. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter
Ahli Hipertensi (Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama
dengan memperhatikan keadaan klien dan penyakit lain yang ada pada klien.
Menurut Ardiansyah (2012), langkah awal secara nonfarmakologis dengan mengubah
pola hidup klien, yakni dengan cara :
a. Menurunkan berat badan sampai batas ideal
b. Mengubah pola makan pada klien dengan diabetes, kegemukan, atau kadar
kolesterol darah tinggi

Sedangkan menurut Aspiani (2016) perlunya modifikasi gaya hidup dan dengan obat
antihipertensi bagi klien dengan hipertensi

Menurut Aspiani (2016) , Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara


pengobatan setara non-farmakologis, antara lain:
a. Pengaturan diet
Berbagai studi menunjukan bahwa diet dan pola hidup sehat atau dengan obat-obatan
yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat memperbaiki keadaan hipertrofi
ventrikel kiri. Terdapat beberapa diet yang dianjurkan untuk klien dengan hipertensi ,
antara lain:
1) Rendah garam
Diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi.
Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi system renin-
angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan
natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per
hari.
2) Diet tinggi kalium
Diet tinggi kalium dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya
belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi,
yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitrat pada dinding vascular.
3) Diet kaya buah dan sayur
4) Diet rendah kolestrol sebagai pencegah terjadinya jantung coroner

b. Penurunan berat badan


Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara menurunkan berat badan
mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung
dan volume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukan bahwa obesitas
berhubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi,
penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan
darah
1) Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari,berenang, bersepeda bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung.
2) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengonsumsi alcohol, penting untuk mengurangi
efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran
darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung. (Aspiani, 2016)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipertensi


1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Identitas klienMeliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk
rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien
b. Keluhan utama

Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing,
leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang menyerta biasanya : sakit
kepala , pusing, penglihatan buram, mual ,detak jantung tak teratur, nyeri dada.
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit jantung, penyakit ginjal, stroke.
Penting untuk mengkaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit metabolik,
penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih, dan penyakit menurun
seperti diabetes militus, asma, dan lain-lain
f. Aktivitas / istirahat
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
g. Sirkulasi
1) Gejala :
a) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/ katup dan
penyakit serebrovaskuler
b) Episode palpitasi
2) Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah
b) Nadi denyutan jelas dari karotis,ugularis,radialis, takikardia
c) Murmur stenosis vulvular
d) Distensi vena jugularis
e) Kulit pucat,sianosis ,suhu dingin (vasokontriksi perifer)
f) Pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda

h. Integritas ego
1) Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan
meledak, otot uka tegang, menghela nafas, peningkatan pola bicara.

i. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu.

j. Makanan / cairan
1) Gejala :
a) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol
b) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini (meningkat/turun)
c) Riwayat penggunaan diuretic
2) Tanda :
a) Berat badan normal atau obesitas
b) Adanya edema
c) Glikosuria

k. Neurosensori
1) Gejala :
a) Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan abur, epistakis)
2) Tanda :
a) Status mental, perubahan keterjagaanm orientasi, pola/ isi bicara, efek,
proses piker
b) Penurunan kekuatan genggaman tangan
l. Nyeri / ketidaknyamanan
1) Gejala : angina ( penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung), sakit kepala
a) Pernapasan

Gejala :

- Disnea yang berkaitan dari aktivitas/ kerja, takipnea, ortopnea.


Dispnea
- Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum
- Riwayat merokok

Tanda :

- Distress pernapasan / penggunaan otot aksesori pernapasan


- Bunyi napas tambahan (crakles/mengi)
- Sianosis
m. Keamanan
1) Gejala : gangguan koordinasi/ cara berjalan, hipotensi postural.

n. Pembelajaran / penyuluhan Gejala :


1) Factor risiko keluarga: hipertensi,aterosklerosis, penyakit jantung, diabetes
mellitus.
2) Factor lain, seperti orang afrika-amerika, asia tenggara, penggunaan pil KB
atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
o. Rencana pemulangan

Bantuan dengan pemantau diri tekanan darah/ perubahan dalam terapi obat
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Menurut Nurarif (2015) masalah yang muncul pada klien dengan hipertensi,
antara lain:
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload
b. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler selebral dan iskemia
c. Kelebihan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
e. Ketidakefektifan koping
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
g. Resiko cedera
h. Defisiensi pengetahuan
i. Ansietas
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan. Sedangkan tindakan keperawatan adalah perilaku
atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatanTindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas
observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (PPNI, 2018) Menurut Nurarif &
Kusuma (2015) dan Tim pokja SDKI PPNI (2017)
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis:iskemia)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri
menurun Kriteria hasil :
Tingkat nyeri ( L.08066)
1) Pasien mengatakan nyeri berkurang
2) Pasien menunjukan ekspresi wajah tenang
3) Pasien dapat beristirahat dengan nyaman

Rencana tindakan :

(Manajemen nyeri I.08238)


1) Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4) Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis:
akupuntur,terapi musik hopnosis, biofeedback, teknik imajinasi
terbimbing,kompres hangat/dingin)
5) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan,kebisingan)
6) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
7) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
8) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi perifer
meningkat Kriteria hasil :
Perfusi perifer (L.02011)
1) Nadi perifer teraba kuat
2) Akral teraba hangat
3) Warna kulit tidak pucat

Rencana tindakan :

Pemantauan tanda vital ( I.02060 )


1) Memonitor tekanan darah
2) Memonitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
3) Memonitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
4) Memonitor suhu tubuh
5) Memonitor oksimetri nadi
6) Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
7) Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
8) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

c. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan
cairan meningkat Kriteria hasil :
( keseimbangan cairan L. 03020)
1) Terbebas dari edema
2) Haluaran urin meningkat
3) Mampu mengontrol asupan cairan

Rencana tindakan :

(Manajemen hipervolemia I.03114)


1) Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis: ortopnes, dipsnea,
edema, JVP/CVP meningkat, suara nafas tambahan)
2) Monitor intake dan output cairan
3) Monitor efek samping diuretik (mis : hipotensi ortortostatik,
hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia)
4) Batasi asupan cairan dan garam
5) Anjurkan melapor haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
6) Ajarkan cara membatasi cairan
7) kolaborasi pemberian diuretic
d. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi
aktivitas meningkat

Kriteria hasil :
toleransi aktivitas (L.05047)
1) Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari
2) Pasien mampu berpindah tanpa bantuan
3) pasien mengatakan keluhan lemah berkurang
Rencana tindakan :

(Manajemen energi I.050178)

1) Monitor kelelahan fisik dan emosional


2) Monitor pola dan jam tidur
3) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya,
suara, kunjungan)
4) Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
5) Anjurkan tirah baring
6) Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
7) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang carameningkatkan asupan
makanan

e. Defisit pengetahuan b.d kurang minat dalam belajar

Tujuan : setelah dilakukan tindakan

pengetahuan meningkat, Kriteria Hasil :

Tingkat pengetahuan (L.12111)

1) Pasien melakukan sesuai anjuran

2) Pasien tampak mampu menjelaskan kembali materi yang disampaikan

3) Pasien mengajukan pertanyaan

Rencana Tindakan : Edukasi kesehatan ( I.12383)

1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

2) identifikasi factor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan

motivasi perilaku hidup bersih dan sehat

3) sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


4) jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
5) berikan kesempatan untuk bertanya
6) jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
7) ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
8) ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat

f. Ansietas b.d kurang terpapar informasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat ansietas menurun


Kriteria hasil :

Tingkat ansietas (L.09093)

1) Pasien mengatakan telah memahami penyakitnya


2) Pasien tampak tenang
3) Pasien dapat beristirahat dengan nyaman

Rencana Tindakan :

Reduksi ansietas (I.09314 )

1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)


2) Gunakan pendekatan yang tenang dan nyaman
3) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan , dan prognosis

g. Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan afterload

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan curah jantung meningkat


Kriteria hasil :

curah jantung ( L.02008)

1) Tanda vital dalam rentang normal


2) Nadi teraba kuat
3) Pasien tidak mengeluh lelah

Rencana tindakan :

(Perawatan jantung I.02075)

1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (mis: dispnea, kelelahan,


edema,ortopnea, paroxymal nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung ( mis: peningkatan
berat badan, hepatomegali,distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor intake dan output cairan
5) Monitor keluhan nyeri dada
6) Berikan diet jantung yang sesuai
7) Berikan terapi terapi relaksasi untuk mengurangi strees, jika perlu
8) Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
9) Anjurkan berakitifitas fisik secara bertahap
10) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

h. Risiko jatuh d.d gangguan penglihatan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat jatuh menurun.
Kriteria Hasil :
Tingkat jatuh (L.14138)
1) Risiko jatuh dari tempat tidur menurun
2) Risiko jatuh saat berjalan menurun
3) Risiko jatuh saat berdiri menurun
Rencana Tindakan :

Pencegahan jatuh ( I.14540)


1) Identifikasi factor risiko (mis. Usia >65 tahun, penurunan tingkat kesadaran,
defisit kognitif, hipotensi ortostatik. Gangguan keseimbangan, gangguan
penglihatan, neuropati)
2) Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan
kebijakan institusi
3) Identifikasi factor lingkungan yang meningkatkan risiko jstuh (mis. Morse
scale, humpty dumpty)
4) Pasang handrail tempat tidur
5) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpidah

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2015).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
Jenis Implementasi Keperawatan Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis
implementasi keperawatan, yaitu:
1) Independent Implementations adalah implementasi yang diprakarsai
sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya
sesuai dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity
daily living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi,
pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-kultural, dan lain-lain.
2) Interdependen/Collaborative
3) Implementations Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama
sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti
dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus,
kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
4) Dependent Implementations Adalah tindakan keperawatan atas dasar
rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan
sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai
dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik)
sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Dinarti & Muryanti (2017). Evaluasi adalah proses keberhasilan
tindakan keperawatan yang membandingkan antara proses dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang
dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk
bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi. Evaluasi
keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan guna
tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien.
Menurut (Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (proses)
evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanaan. Perumusan evaluasi formatif
ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah soap, yakni
subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan),
analisis data (perbandingan data dengan teori) dan perencanaan. Komponen
catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut: kartu soap (data subjektif,
data objektif, analisis/assessment, dan perencanaan/plan) dapat dipakai untuk
mendokumentasikan evaluasi dan pengkajian ulang.
1) S ( subjektif ): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali
pada klien yang afasia.
2) O(objektif): data objektif yang siperoleh dari hasil observasi perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpangan fungsi fisik, tindakan
keperawatan, atau akibat pengobatan.
3) A (analisis/assessment): berdasarkan data yang terkumpul kemudian
dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau
masalah potensial, dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi,
dan sebagian teratasi) sehingga perlu tidaknya dilakukan tindakan
segera. Oleh karena itu, seing memerlukan pengkajian ulang untuk
menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.
4) P (perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang
pengembangan tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun
yang akan dating (hasil modifikasi rencana keperawatan) dengan
tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses ini berdasarkan
kriteria tujuan yang spesifik dan priode yang telah ditentukan.
b. Evaluasi sumatif (hasil) evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan
setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi
sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan
yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini
adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon
klien dan keluarga terkait pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan
pada akhir layanan.
Adapun tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan pada tahap evaluasi meliputi:
1) tujuan tercapai/masalah teratasi : jika klien menunjukan perubahan
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) tujuan tercapai sebagian/masalah sebagian teratasi : jika klien
menunjukan perubahan sebagian dari kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
3) tujuan tidak tercapai/masalah tidak teratasi : jika klien tidak
menunjukan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau
bahkan timbul masalah/diagnosa keperawatan baru.
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian
B. Diagnosa keprawatan
C. Perencanaan keperawatan
D. Implementasi keperawatan
E. Evaluasi keprawatan
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta: EGC


Aspiani, R. yuli. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular
Aspiani, Reny Yuli. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular
Aplikasi NIC & NOC. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan. 1–172.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/11/Praktika-Dokumen-
Keperawatan-Dafis.Pdf
Hikmah, N. (2016). Hubungan Lama Merokok dengan Derajat Hipertensi di Desa Rannaloe
Kecematan Bungaya Kabupaten Gow
Joint National Committee. (2003). Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure.7 th report. Maryland : U.S. Departement of Health and Human Services.
Kemenkes.RI. (2014). Pusdatin Hipertensi. Infodatin, Hipertensi, 1–7.
https://doi.org/10.1177/109019817400200403
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile 2018].
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatan-indonesia/Data-
dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia2018.pdf
Muttaqin, Arif. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Nuraini, Bianti. (2015). Risk Factors of Hypertension. J Majority 4 (5) : 10-19.
Purwati Fahruddin, E. (2018). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Ibu
Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Suli Kabupaten Luwu.
Purba, S. (2019). Gambaran Karakteristik Penyakit Hipertensi Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2018. Repos STIKES St Elisabeth Medan.
Puspitorini, Myra. (2009). HIPERTENSI Cara Mudah Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Yogyakarta : Image Press.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan.
Trianto,(2014). Pelayanan Peperawatan Pagi Penderita Hipertensi.Jakarta: Bumi Aksara.
Udjianti, Wajan Juni. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Wartonah, T. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (5th ed.). Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai