Di susun Oleh :
Dosen Pembimbingan :
Sr Lucilla S, CB.,M.Kep.,Sp.KMB
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah yang
berjudul Laporan Pandahuluan “Asuhan Keparawatan Pada Pasien Hipertensi”
Laporan ini penulis buat sebagai pemenuhan tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah
dan sebagai bentuk tanggung jawab penulis dalam pemenuhan tugas Praktik Keperawatan
Medikal Bedah di STIKes Panti Rapih Yogyakarta
Atas peran serta dalam mendampingi dan membantu penulis belajar Keperawatan
Medikal Bedah sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah tentang Laporan Pandahuluan
“Asuhan Keparawatan Pada Pasien Hipertensi”
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak. Demikian penulisan laporan ini penulis buat. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi semua orang. Terima kasih.
Penulis
A. Latar belakang
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg ( Smeltzer, Bare, 2002). Menurut Join
National on Detection, Evaluation and Treatment of Higt Blodd Presure (JNC) (2014)
hipentensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi
dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, memiliki rentang
dari normal tinggi sampai hipertensi emergensi Hipertensi selain dikenal sebagai
penyakit, juga merupakan faktor risiko penyakit jantung, pembuluh darah, ginjal, stroke
dan diabetes mellitus, World Health Organization (WHO) Tahun 2017 melaporkan
setidaknya terdapat 975 juta kasus hipertensi di dunia dan akan meningkat menjadi 1,1
milyar kasus pada tahun 2025 atau sekitar 29 % penduduk dunia. Dimana 333 juta kasus
di negara maju dan 639 juta kasus di negara-negara berkembang termasuk indonesia.
(Kemenkes RI, 2018). Prevalensi hipertensi di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2018
yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 34,1 %. Prevelensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan
sebesar 8,4 %, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 8,8 %,
yang minum obat sendiri. Penyakit terbanyak pada usia lanjut berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 adalah hipertensi dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64
tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun. Hipertensi di Sulawesi
Tenggara tahun 2018 tercatat masih sangat tinggi yaitu 11.265 kasus dan pada tahun 2019
tercatat sebesar 41.818 kasus, dari data yang terdiagnosis hipertensi tertinggi pada
perempuan yaitu sebanyak 21.007 jiwa (34,47%) dan terendah pada laki-laki sebanyak
20.811 jiwa (50,32%)
Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok,
obesitas, aktivitas fisik, dan stres psikososial. Hipertensi sudah menjadi masalah
kesehatan masyarakat (public health problem) danakan menjadi masalah yang lebih besar
jika tidak ditanggulangi sejak dini. Pengendalian hipertensi, bahkan di negara maju pun,
belum memuaskan. (Kemenkes RI, 2018).
Penatalaksanaan hipertensi bertumpu pada pilar pengobatan standar dan merubah gaya
hidup yang meliputi mengatur pola makan, mengatur koping stress, mengatur pola
aktivitas, menghindari alkohol, dan rokok. Penatalaksanaan hipertensi dengan obat saat
ini memang telah mengalami kemajuan, tetapi terdapat banyak laporan yang
menyampaikan bahwa penderita yang datang ke Rumah Sakit akan datang lagi dengan
keluhan tekanan darahnya tidak mengalami penurunan bermakna meskipun sudah diobati
(Dalimartha, 2012). Selain itu, masih banyak tingkat kepatuhan masyarakat meminum
obat hipertensi tidak rutin, sehingga memperparah kondisi pasien/klien menderita
hipertensi.
Penanganan hipertensi akan lebih baik jika diintegrasikan dengan sistem kesehatan
karena menyangkut aspek ketenagaan, sarana dan obat obatan. Obat yang telah berhasil
diproduksi teknologi kedokteran harganya masih relatif mahal sehingga menjadi kendala
penanganan hipertensi, terutama bagi yang memerlukan pengobatan jangka panjang
(Depkes RI, 2017).
Berdasarkan uraian diatas, sebagai perwujudan peran serta perawat dalam
meningkatkan mutu derajat kesehatan melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif, penulis sebagai calon perawat ingin memperoleh pengalaman nyata yang
lebih dalam melakukan pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien dengan hipertensi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Hipertensi?
2. Bagaimana Etiologi pernyakit Hipertensi?
3. Apa saja Manifestasi Klinik pada pasien dengan Hipertensi ?
4. Bagaimana Klasifikasi penyakit Hipertensi?
5. Bagaimana Patofisiologi pada penyakit Hipertensi?
6. Bagaimana Pathway pada penyakit Hipertensi?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang penyakit Hipertensi?
8. Apa saja Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Hipertensi?
9. Bagaimana Penatalaksanaan pada pasien dengan Hipertensi?
10. Bagaimana Pengkajian Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi ?
11. Bagaimana Diagnosa Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi?
12. Bagaimana Intervensi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi?
13. Bagaimana Implementasi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi?
14. Bagaimana Evaluasi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahaami Definisi Hipertensi
2. Mahasiswa mampu memahaami Etiologi pernyakit Hipertensi
3. Mahasiswa mampu memahaami Manifestasi Klinik pada pasien dengan Hipertensi
4. Mahasiswa mampu memahaami Klasifikasi penyakit Hipertensi
5. Mahasiswa mampu memahaami Patofisiologi pada penyakit Hipertensi
6. Mahasiswa mampu memahaami Pathway pada penyakit Hipertensi
7. Mahasiswa mampu memahaami Pemeriksaan Penunjang penyakit Hipertensi
8. Mahasiswa mampu memahaami Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Hipertensi
9. Mahasiswa mampu memahaami Penatalaksanaan pada pasien dengan Hipertensi
10. Mahasiswa mampu memahaami Pengkajian Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi
?
11. Mahasiswa mampu memahaami Diagnosa Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi
12. Mahasiswa mampu memahaami Intervensi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi
13. Mahasiswa mampu memahaami Implementasi Keperawatan Pada Pasien dengan
Hipertensi?
14. Mahasiswa mampu memahaami Evaluasi Keperawatan Pada Pasien dengan Hipertensi
D. Manfaat
Agar pembaca mengetahui dan dapat memahami terkait asuhan keperawatan 2 hari kelolaan
terkait penyakit hipertensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi berasal dari bahasa latin yaitu hiper dan tension. Hiper artinya tekanan yang
berlebihan dan tension artinya tensi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu
kondisi medis dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah secara kronis
(dalam waktu yang lama) yang mengakibatkan angka kesakitan dan angkat kematian.
Seseorang dikatakan menderita tekana darah tinggi atau hipertensi yaitu apabila tekanan
darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmH. Menurut Yeyeh, 2010 dalam
penelitian (Purwati, 2018 dalam Purba, S. 2019). Sedangkan Menurut Trianto (2014)
mengatakan bahwa Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian / mortalita.
Menurut Kemenkes RI, 2014 dalam penelitian Eriana (2017) Hipertensi atau tekanan
darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Pengingkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada
ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan) bila
tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Menurut WHO,
batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan
tekanan darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan WHO tersebut
tidak membedakan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2010). Kaplan memberikan batasan
hipertensi dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2010).
a. Pria berusia < 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu
berbaring ≥ 130/90 mmHg.
b. Pria berusia > 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/95
mmHg.
c. Wanita, hipertensi bila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg
Hipertensi adalah gejala peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan suplai oksigen
dan nutrisi yang dibawah oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Di katakana tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih. Atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih keduanya,
Menurut Khasanah, 2014 dalam penelitian (Hikmah, 2016). Penyakit hipertensi sering
disebut sebagai The Silent Disease atau penyakit tersembunyi. Orang yang tidak sadar
telah mengidap penyakit hipertensi sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah.
Hipertensi dapat menyerang siapa saja, dari berbagai kelompok umur, dan status sosial
ekonomi. Hipertensi meruapakan suatu keadaan yang tidak memiliki gejala nampak,
dimana tekanan darah yang tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko
terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular seperti stroke,
gagal jantung, serangan jantung, kerusakan ginjal menurut Lilies, 2015 dalam penelitian
(Purwati, 2018).
Dari urian diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan
tanpa gejala, di mana tekanan darah yang tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
kardiovaskular seperti stroke, gagal ginjal, serangan jantung, dan kerusakan ginjal
menurut Sutanto, 2010 dalam penelitian (Hikmah, 2016).
2. Etiologi Hipertensi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi
sebagai respon peningkatan curah jantung atau peningkatan tekanan perifer, menurun
Aspiani (2016) terdapat beberapa factor yang memengaruhi terjadinya hipertensi, antara
lain :
a. Genetik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau transport
Na.
b. Obesitas : terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
c. Stress karena lingkungan
d. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah
Menurut (Aspiani, 2015), Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita
a. Sakit kepala
e. Telinga berdenging
4. Klasifikasi Hipertensi
Sedangkan, Menurut (WHO, 2018) batas normal tekanan darah adalah tekanan darah
sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg.
Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg
5. Patofisiologi Hipertensi
a. Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
2) Kreatinin serum dan BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat pada hipertensi
karena parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut
3) Darah perifer lengkap
4) Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa)
b. EKG
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Iskemia atau infark miocard
3) Peninggian gelombang P
4) Gangguan konduksi
c. Foto Rontgen
1) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.
2) Pembendungan, lebar paru
3) Hipertrofi parenkim ginjal
4) Hipertrofi vascular ginjal
Sedangkan menurut Udjianti (2010 ) studi diagnostik yang dilakukan kepada klien
dengan hipertensi, antara lain:
a. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung.
b. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-
unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu sehingga menjadi hipoksik dan
kematian. Rusaknya membrane glomerulus , protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema.
c. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal
sehingga aliran darah ke daerahdaerah yang diperdarahi berkurang.
d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina , gangguan penglihatan,hingga kebutaan.
e. Kerusaka pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan arteri atau
yang sering disebut dengan aterosklerosis dan arterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah). Komplikasi berupa kasus perdarahan meluas sampai ke intraventrikuler (Intra
Ventriculer Haemorrhage) atau IVH yang menimbulkan hidrosefalus obstruktif
sehingga memperburuk luaran. 1-4 Lebih dari 85% ICH timbul primer dari pecahnya
pembuluh darah otak yang sebagian besar akibat hipertensi kronik (65-70%) dan
angiopathy amyloid. Sedangkan penyebab sekunder timbulnya ICH dan IVH biasa
karena berbagai hal yaitu gangguan pembekuan darah, trauma, malformasi
arteriovenous, neoplasma intrakranial, thrombosis atau angioma vena. Morbiditas dan
mortalitas ditentukan oleh berbagai faktor, sebagian besar berupa hipertensi, kenaikan
tekanan intrakranial, luas dan lokasi perdarahan, usia, serta gangguan metabolism serta
pembekuan darah.
9. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah
mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan distolik
dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor risiko. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup klien. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter
Ahli Hipertensi (Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama
dengan memperhatikan keadaan klien dan penyakit lain yang ada pada klien.
Menurut Ardiansyah (2012), langkah awal secara nonfarmakologis dengan mengubah
pola hidup klien, yakni dengan cara :
a. Menurunkan berat badan sampai batas ideal
b. Mengubah pola makan pada klien dengan diabetes, kegemukan, atau kadar
kolesterol darah tinggi
Sedangkan menurut Aspiani (2016) perlunya modifikasi gaya hidup dan dengan obat
antihipertensi bagi klien dengan hipertensi
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing,
leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi.
h. Integritas ego
1) Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan
meledak, otot uka tegang, menghela nafas, peningkatan pola bicara.
i. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu.
j. Makanan / cairan
1) Gejala :
a) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol
b) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini (meningkat/turun)
c) Riwayat penggunaan diuretic
2) Tanda :
a) Berat badan normal atau obesitas
b) Adanya edema
c) Glikosuria
k. Neurosensori
1) Gejala :
a) Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan abur, epistakis)
2) Tanda :
a) Status mental, perubahan keterjagaanm orientasi, pola/ isi bicara, efek,
proses piker
b) Penurunan kekuatan genggaman tangan
l. Nyeri / ketidaknyamanan
1) Gejala : angina ( penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung), sakit kepala
a) Pernapasan
Gejala :
Tanda :
Bantuan dengan pemantau diri tekanan darah/ perubahan dalam terapi obat
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Menurut Nurarif (2015) masalah yang muncul pada klien dengan hipertensi,
antara lain:
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload
b. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler selebral dan iskemia
c. Kelebihan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
e. Ketidakefektifan koping
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
g. Resiko cedera
h. Defisiensi pengetahuan
i. Ansietas
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan. Sedangkan tindakan keperawatan adalah perilaku
atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatanTindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas
observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (PPNI, 2018) Menurut Nurarif &
Kusuma (2015) dan Tim pokja SDKI PPNI (2017)
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis:iskemia)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri
menurun Kriteria hasil :
Tingkat nyeri ( L.08066)
1) Pasien mengatakan nyeri berkurang
2) Pasien menunjukan ekspresi wajah tenang
3) Pasien dapat beristirahat dengan nyaman
Rencana tindakan :
Rencana tindakan :
Rencana tindakan :
Kriteria hasil :
toleransi aktivitas (L.05047)
1) Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari
2) Pasien mampu berpindah tanpa bantuan
3) pasien mengatakan keluhan lemah berkurang
Rencana tindakan :
Rencana Tindakan :
Rencana tindakan :
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2015).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
Jenis Implementasi Keperawatan Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis
implementasi keperawatan, yaitu:
1) Independent Implementations adalah implementasi yang diprakarsai
sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya
sesuai dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity
daily living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi,
pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-kultural, dan lain-lain.
2) Interdependen/Collaborative
3) Implementations Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama
sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti
dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus,
kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
4) Dependent Implementations Adalah tindakan keperawatan atas dasar
rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan
sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai
dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik)
sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Dinarti & Muryanti (2017). Evaluasi adalah proses keberhasilan
tindakan keperawatan yang membandingkan antara proses dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang
dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk
bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi. Evaluasi
keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan guna
tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien.
Menurut (Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (proses)
evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanaan. Perumusan evaluasi formatif
ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah soap, yakni
subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan),
analisis data (perbandingan data dengan teori) dan perencanaan. Komponen
catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut: kartu soap (data subjektif,
data objektif, analisis/assessment, dan perencanaan/plan) dapat dipakai untuk
mendokumentasikan evaluasi dan pengkajian ulang.
1) S ( subjektif ): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali
pada klien yang afasia.
2) O(objektif): data objektif yang siperoleh dari hasil observasi perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpangan fungsi fisik, tindakan
keperawatan, atau akibat pengobatan.
3) A (analisis/assessment): berdasarkan data yang terkumpul kemudian
dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau
masalah potensial, dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi,
dan sebagian teratasi) sehingga perlu tidaknya dilakukan tindakan
segera. Oleh karena itu, seing memerlukan pengkajian ulang untuk
menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.
4) P (perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang
pengembangan tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun
yang akan dating (hasil modifikasi rencana keperawatan) dengan
tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses ini berdasarkan
kriteria tujuan yang spesifik dan priode yang telah ditentukan.
b. Evaluasi sumatif (hasil) evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan
setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi
sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan
yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini
adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon
klien dan keluarga terkait pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan
pada akhir layanan.
Adapun tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan pada tahap evaluasi meliputi:
1) tujuan tercapai/masalah teratasi : jika klien menunjukan perubahan
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) tujuan tercapai sebagian/masalah sebagian teratasi : jika klien
menunjukan perubahan sebagian dari kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
3) tujuan tidak tercapai/masalah tidak teratasi : jika klien tidak
menunjukan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau
bahkan timbul masalah/diagnosa keperawatan baru.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
B. Diagnosa keprawatan
C. Perencanaan keperawatan
D. Implementasi keperawatan
E. Evaluasi keprawatan
DAFTAR PUSTAKA