Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SINDROM NEFROTIK

KEPERAWATAN ANAK II

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Cornellya Peni Koban (201823017)


2. Erikcha Kukuh Esthi Dinata (201823020)
3. Lorensia Sella Antika Listantia (201823027)
4. Munita Sari (201823033)
5. Skolastika Melin Kurnia Ningsih (201823041)
6. Vina Putri Pradanti (201823047)

Dosen Pengampu :

Ch. Ririn Widianti. M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH

YOGYAKARTA

2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Sindrom
Nefrotik”. Tujuan penulisan makalah adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
tugas dalam mata kuliah Keperwatan Anak II.

Selama proses penyusunan lembar tugas mahasiswa ini dapat terlaksana dengan
bantuan berbagai pihak, oleh karena penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ch. Ririn Widianti. M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperwatan Anak II
Penulis sudah berusaha menysun lembar tugas mahasiswa ini sesuai dengan
kemampuan yang ada. Namun, jika masih terdapat kekurangan dan kesalahan, mohon
kritikan dan saran. Akhir kata semoga lembar tugas mahasiswa ini bermafaat bagi kita
semua.

Yogyakarta, 21 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................................5
D. Manfaat..................................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................................7
A. Pengertian..............................................................................................................................7
B. Etiologi...................................................................................................................................8
C. Patofisiologi............................................................................................................................9
D. Pathflowdiagram..................................................................................................................10
E. Tanda Gejala.........................................................................................................................11
F. Faktor Resiko........................................................................................................................11
G. Pencegahan..........................................................................................................................12
H. Komplikasi............................................................................................................................13
I. Penatalaksanaan..................................................................................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................................................16
A. Pengkajian............................................................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................................20
C. Rencana Keperawatan..........................................................................................................21
BAB IV PENUTUP..............................................................................................................................24
A. Kesimpulan...........................................................................................................................24
B. Saran....................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh
proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari),
hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, 
Hiperkoagulabilitas.  Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer
(idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak
diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu.
Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab
SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan
rasio neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer
pasien SN yang mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T. Kelainan
histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lesi minimal,nefropati membranosa,
glomerulo-sklerosis fokal segmental, glomerulonefritis membrano-proliferatif.
Penyebab SN sekunder sangat banyak, di antaranya penyakit infeksi, keganasan, obat-
obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik,
penyakit herediter-familial, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis
arteri renalis, obesitas massif.
Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada  anak-anak (<
16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal(75%-85%) dengan umur rata-
rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak
daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%),
umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN
idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa
3/1000.000/tahun.Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan
oleh diabetes mellitus. Pada SN primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris

4
atau melakukan biopsi ginjal untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai
terapi. Selain itu terdapat perbedaan dalam regimen pengobatan SN dengan respon
terapi yang bervariasi dan sering terjadi kekambuhan setelah terapi
dihentikan. Berikut akan dibahas patogenesis/patofisiologi dan penatalaksanaan SN.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Sindorm Nefrotik ?
2. Apa etiologi dari Sindorm Nefrotik ?
3. Bagaimana patofisiologi dari Sindorm Nefrotik ?
4. Bagaimana pathflowdiagram dari Sindorm Nefrotik ?
5. Apa saja tanda gejala dari Sindorm Nefrotik ?
6. Apa saja factor resiko dari Sindorm Nefrotik ?
7. Bagaimana pencegahan dari Sindorm Nefrotik ?
8. Apa saja komplikasi dari Sindorm Nefrotik ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Sindorm Nefrotik ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari Sindorm Nefrotik ?

C. Tujuan
1. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang pengertian dari
Sindorm Nefrotik.
2. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang etiologi dari
Sindorm Nefrotik.
3. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang patofisiologi dari
Sindorm Nefrotik.
4. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang pathflowdiagram
dari Sindorm Nefrotik.
5. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang tanda gejala dari
Sindorm Nefrotik.

5
6. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang factor resiko dari
Sindorm Nefrotik.
7. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang pencegahan dari
Sindorm Nefrotik.
8. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang komplikasi dari
Sindorm Nefrotik.
9. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan dari
Sindorm Nefrotik.
10. Agar penulis dan pembaca mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan
dari Sindorm Nefrotik.

D. Manfaat
Agar penulis dan pembaca dapat memahami konsep tentang Sindorm Nefrotik dan
nantinya mampu membuat Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Nefrotik Syndrome
secara mandiri.
E.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Menurut Hidayat (2006), sindrom nefrotik adalah suatu sidroma yang ditandai dengan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindroma Nefrotik
merupakan keadaan klinis yang disebabkan kerusakan glomerulus karena adanya
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma sehingga menimbulkan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipdemeia dan edema (Betz & Sowde, 2009 didalam
Linda, 2017). Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan
urinarius yang massif (utuh atau padat) (Whaley & Wong, 2003 didalam Aprilian,
2013). Sindroma nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan
protein karena kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996 didalam Aprilian,
2013). Menurut Behman (2001) didalam Aprilian (2013) mengatakan bahwa Sindrom
Nefrotik ditandai dengan proteinuria masif (utuh atau padat) ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam
atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia,
hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001 didalam
Aprilian, 2013).
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :
1. Sindrom Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindroma)
Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada anak
usia sekolah.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen, seperti lupus eritematosus
sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefirotik Kongenital

7
Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi
yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialisis.

B. Etiologi
Penyebab Sindrom Nefrotik belum diketahui secara pasti. Umumnya etiologi dibagi
menjadi 3 yaitu (Linda, 2017) :
1. Sindrom Nefrotik Bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi dari maternofel. Resisten
pada suatu pengobatan. Adanya gejala edema ketika masa neonatus. Pernah terjadi
pencangkokan ginjal pada maa neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan
biasanya pasien meninggal pada saat bulan - bulan pertama kehidupan.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Disebabkan oleh malaria quartuna atau parasit lainnya, penyakit kolagen (SLE),
purpura anafilakoid, glomerulonefritis akut atau glomerulonfritis kronis, trombosis
vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, garam, emas, sengatan lebah,
racun otak, air raksa), amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membrane proliferasi hipokomplementemik.
3. Sindrom Nefrotik Idiopatik
Sindrom ini merupakan sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau
dapat disebut sindrom nefrotik primer.berdasarkan histopatologis yang tampak pada
biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi elektron, Churg
dkk membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal, nefropati membranosa,
glomerulonefritis proliferatif, glomerulosklerosis fokal segmental.

8
C. Patofisiologi
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif
sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karena
adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial. Volume plasma, curah
jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium.
Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai
peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.
1. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam
interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler
berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
2. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin - angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik
hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air.
Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
3. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan
onkotik plasma.
4. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak
dalam urin (lipiduria)
5. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita
yuliani, 2009 :217)

9
D. Pathflowdiagram

10
E. Tanda Gejala
Penyakit sindrom nerfotik adalah gejala yang sering muncul di penyakit sindrom
nefrotik adalah: Adanya penurunan haluaran urine dengan urine berwana gelap, dan
berbusa. Dan adanya retensi cairan dengan edema berat seperti edema fasial, abdomen,
area genital dan ekstremitas. Distensi abdomen karena edema dan edema usus yang
mengakibatkan kesulitan bernafas, di sertai adanya nyeri abdomen, anoreksia, pucat,
diare, keletihan dan intoleran aktivitas, Betz dan Sowden, (2009). Sedangkan menurut,
Hidayat (2006), tanda dan gejala dari sindrom nefrotik adalah:
1. Terdapat adanya proteinuria,
2. Retensi cairan
3. Edema,
4. Berat badan menigkat,
5. Edema periorbital,
6. Edema fasial, asites,
7. Distensi abdomen,
8. Penurunan jumlah urine,
9. Urine tampak berbusa dan gelap,
10. Hematuria, nasumakan menurun, dan kepucatan.

F. Faktor Resiko
Beberapa penelitian menemukan faktor risiko seperti riwayat atopi, usia saat serangan
pertama, jenis kelamin dan infeksi saluran pernapasan akut menyertai atau mendahului
terjadinya relaps (Ajayan dkk, 2013). Penelitian di RSUP Sanglah menemukan
bahwa kekambuhan anak dengan sindrom nefrotik dipengaruhi oleh lamanya respon
terhadap terapi steroid saat terapi inisial, adanya infeksi baik pada saat terdiagnosis
maupun saat kekambuhan dan juga ditemukannya hematuria saat anak terdiagnosis
sindrom nefrotik (Purnami dan Nilawati, 2013). Penelitian oleh Subandiyah (2004)
menemukan pada penderita sindrom nefrotik sensitif steroid sekitar 65% mengalami

11
relaps dengan median waktu relaps sebesar 22 minggu (rentang 1-50 minggu). Pada
penelitian tersebut, terdapat sekitar 31,9% anak dengan sindrom nefrotik relaps jarang,
17% sindrom nefrotik relaps sering dan sisanya sindrom nefrotik dependen steroid.
Pada sindrom nefrotik anak, terutama sindrom nefrotik resisten steroid lebih mudah
terjadi infeksi. Beberapa faktor yang memudahkan anak dengan sindrom nefrotik
mengalami infeksi kuman adalah rendahnya kadar IgG karena sintesis yang tidak
sempurna, disamping itu pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif menambah
risiko infeksi (Niaudet, 2004).

G. Pencegahan
Pada umumnya perawatan dan pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk
mengurangi gejala dan mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu (Aprilian, 2013) :
1. Pengaturan minum
Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan
elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu,
tekanan darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan
betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.
3. Pengendalian darah
Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini dapat
dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit buah-buahan,
hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila
hiperkalemia sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium,
pemberian natrium bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan parental
(glukosa), dan pemberian insulin.
4. Penanggulangan anemia

12
Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal ginjal kronis,
usaha pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk anemia normakrom
trikositik dapat diberikan supplemen zat besi oral, tranfusi darah hanya
diberikan pada keadaan mendesak misalnya insufisiensi karena anemia dan
payah jantung.
5. Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom.
Sebelum memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi dulu
misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan
parenteral, pada permulaan diberi 100 mg natrium bicarbonate, diberikan
melalui intravena secara perlahan-lahan. Tetapi lain dengan dilakukan dengan
cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat
memperburuk faal ginjal. Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada
bakteriuria dengan memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus
sedapat mungkin dihindari karena dapat mempermudah terjadinya infeksi.
7. Pengaturan diit dan makanan
Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan
energi dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya
mengandung asam amino yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram
protein yang dapat menurunkan nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30
kal/kgBB dapat dikurangi apabila didapati obesitas.

H. Komplikasi
Komplikasi mayor dari sindrom nefrotik adalah infeksi. Anak dengan sindrom nefrotik
yang relaps mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita infeksi bakterial

13
karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin, kecacatan sel
yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema atau ascites.
Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi, walaupun sepsis,
pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin terjadi. Meskipun
Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering penyebab peritonitis, bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga ditemukan sebagai penyebab.
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut Kowalak (2017), meliputi:
1. Mal nutrisi
2. Infeksi
3. Gangguan pembekuan
4. Oklusi vaskuler akibat tromboemboli (khususnya pada paru-paru dan tungkai)
5. Aterosklerosis yang dipercepat
6. Anemia hipokromik akibat eksresi transferin yang berlebihan ke dalam urine
7. Gagal ginjal akut

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Istirahatkan sampai edema berkurang, batasi asupan natrium 1g/hari
b. Diet protein tinggi sebanyak 2 – 3 g/kg BB dengan garam minimal bila edema
masih berat dan bila edema berkurang dapat di beri sedikit garam
c. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam dapat digunakan
deuretik (furosemid 1mg/kg BB/hari)
d. Mencegah infeksi harus diperiksa, kemungkinan anak menderita tuberkolosis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari
mungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.

14
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan
memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah
dan akan menyebabkan edema hebat).
c. Mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbangan harian, pencatatan
tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
d. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk
mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan
skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien). (Ngastiyah,
2005 dalam Niken, 2012).

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2008)
1. Pengumpulan Data
Merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi tentang pasien. Data
yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan spiritual atau
data yang berhubungan dengan masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah pasien (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009)
a. Identitas Klien
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan
perempuan yaitu 2 :1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami
komplikasi sindrom nefrotik.
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji nama, umur jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
hubungan dengan klien.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi,
diare, urine menurun.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu

16
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan
kimia.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1) Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school
(inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar
mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak
akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
2) Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
3) Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar
orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga,
menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila
dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil,
meniru aktivitas orang dewasa.
4) Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur,
kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi,
perasaan berpisah dari orang tua, teman.
f. Riwayat nutrisi
Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar)
X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang)
dan > 80 % (gizi baik).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema

17
b. Dapatkan riwayat kesehatan dgn cermat, terutama yg berhubungan dengan
penambahan BB saat ini, disfungsi ginjal
c. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab :
a) Khususnya di sekitar mata
b) Timbul pada saat bangun pagi
c) Berkurang di siang hari
4) Pembengkakan abdomen (asites)
5) Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
6) Pembengkakan labial (scrotal)
7) Edema mukosa usus yang menyebabkan :
a) Diare
b) Anoreksia
c) Absorbsi usus buruk
8) Pucat kulit ekstrim (sering)
9) Peka rangsang
10) Mudah lelah
11) Letargi
12) Tekanan darah normal atau sedikit menurun
13) Kerentanan terhadap infeksi
14) Perubahan urin :
a) Penurunan volume
b) Gelap
c) Berbau buah
d) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya
analisa urine akan adanya protein, silinder dan sel darah

18
merah; analisa darah untuk protein serum (total,
perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah darah
merah, natrium serum.

4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009) didalam Linda (2017) Terdapat beberapa
pemeriksaan penunjang yaitu :
a. Uji Urine
1) Urinalisis proteinuria mampu mencapai lebi dari 2 g/m2/hari, bentuk
hialin dan granular, hematuria. Volume biasanya kurang dari 400
ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48 jam setelah ginjal
rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020
menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis
dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada
1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7
ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan
gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal
negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.
Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui
tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan
kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya
3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range (Aprilian, 2013).
2) Uji dipstick urine hasil positif untuk protein serta darah.
3) Berat jenis urine meningkat secara palsu karena proteinuria.
4) Osmolalitas urine meningkat.
b. Uji darah
1) Kadar albumin serum menurun kurang dari 2 g/dL.

19
2) Kadar kolesterol serum meningkat dapat mencapai 450 hingga 1000
mg/dL.
3) Kadar trigliserid serum meningkat.
4) Kadar hemoglobin dan hematokrit meningkat.
5) Hitung trombosit : meningkat mencapat 500.000 sampai
1.000.000/uL
6) Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan kondisi penyakit
perorangan.
c. Uji Diagnostik
Melakukan biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin). Biopsi ginjal
diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, usia lebih dari 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat
manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui
asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis
patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan
dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change
disease pada dewasa dengan glomerulo sklerosisfokal, karena minimal-
change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid (Aprilian,
2013).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kerusakan integritas kulit berhuungan dengan perubahan status metabolic
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein
dan penurunan napsu makan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan urgency berkemih.
4. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan resiko penurunan,
peningkatan, perpindahan secara cepat cairan intravaskuler, interstisial dan
intraselular satu ke yang lain.

20
21
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Resiko Setelah dilakukan tindakan a.   Observasi penyebab
kerusakan keperawatan selama … x 24 gangguan integritas kulit
integritas kulit Jam diharapkan keadaan b. Menggunakan produk
berhuungan pasien membaik, dengan berbahan ringan atau alami dan
dengan Kriteria Hasil : hipoalergik pada kulit sensitif
perubahan a. Elastisitas kulit meningkat c. Gunakan produk berbahan
status metabolik b. Perfusi jaringan meningkat dasar alkohol pada kulit kering
c. Hidrasi meningkat d. Anjurkan menggunakan
d. Kerusakan jaringan pelembab/ lotion
membaik e. Meningkatkan asupan nutrisi
e. Kerusakan lapisan kulit f. Kolaborasi dokter
membaik
f. Menurunya intensitas nyeri
g. Hematome membaik/
menurun
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan a.        Identifikasi status
berhubungan keperawatan selama … x 24 nutrisib.     
dengan kebutuhan nutrisi terpenuhi, b.  Kaji/catat pola dan
malnutrisi dengan Kriteria Hasil: pemasukan diet
sekunder a.       Berat badan klien c.  Motvasi klien untuk
terhadap bertahan/bertambah dari mengubah kebiasaan makan
kehilangan keadaan sebelumya d.      Berikan makanan sedikit
protein dan b.      Klien bersedia tapi sering.
penurunan mengikuti diet sesuai anjuran e.       Berikan makanan dalam
napsu makan dokter. kondisi hangat
c. Asupan nutrisi klien dan pengecapan.

22
terpenuhi g.        Berikan makanan sesuai
d.      Klien terstimulus untuk kesukaan, kecuali jika kontra
makan. indikasi.
e.       Klien nampak segar dan h. Timbang berat berat badan
tidak lemas. klien setiap hari.
i. Kolaborasi pemberian jenis
diet dengan team gizi
j. Kolaborasi pemberian terapi
tambahan nutrici dan cairan
k. Kolaborasi pemantauan hasil
biokimia status gizi dengan team
laboratoorium
l. Kolaborasi pemberikan obat
sesuai indikasi : sediaan besi;
Kalsium; Vitamin D dan B
kompleks; Antiemetik

Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan a. Identivikasi pola aktivitas


tidur keperawatan selama … x 24 tidur
berhubungan klien dapat mencapai b. Identivikasi faktor
dengan urgency kebutuhan tidurnya baik pengganggu tidur
berkemih. secara kualitas  dan c. Tetapkan jadwal tidur rutin
kuantitasnya, dengan Kriteria d. Ajarkan klien untuk
hasil: menghindari makan dan
a.  Jam tidur 8-9 jam/ hari minum pada waktu jam
(sesuaikan dengan kebiasann tidur.
jumlah jam tidur klien e. Berikan prosedur untuk
sebelumnya). meningkatkan rasa nyaman
b.    Klien melaporkan merasa

23
lebih nyaman setelah bangun (pijat)
tidur. f. jurkan klien untuk
c. Klien tidak mengalami mengurangi tidur di siang
gangguan psikologis atau g. Anjurkan klien untuk
depresi (peningkatan emosi, minum susu sebelum tidur.
perubahan mood ). h. Kolaborasikan pemberian
obat dengan dokter.
Resiko Setelah dilakukan tindakan a.  Observasi TTV
ketidakseimban keperawatan selama … x 24 b. Monitor status hidrasi
gan volume defisit volume cairan akan  c. Ukur dan catat intake dan
cairan dicegah, dengan Kriteria output cairan, hitung IWL yang
berhubungan Hasil: akurat
dengan resiko a. Status nutrisi adekuat d.  Berikan cairan sesuai
penurunan, (asupan makanan dan cairan indikasi
peningkatan, antara intake dan output) e. Control asupan makanan
perpindahan b. Kelembaban membran tinggi natrium & suhu
secara cepat mukosa meningkat lingkungan
cairan c. Tugor kulit membaik f. Monitor hasil lab.
intravaskuler, d.   Keseimbangan elektrolit g. Kolaborasi pemberian terapi
interstisial dan dan asam-basa cairan penggati jika diperlukan
intraselular satu e. Nadi perifer teraba
ke yang lain. f. TTV dalam batas normal

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan
kehilangan urinarius yang massif (utuh atau padat). Adapun etiologi yaitu Sindrom
Nefrotik Bawaan, Sindrom Nefrotik Sekunder dan Sindrom Nefrotik Idiopatik.
Secara patofisiologi sindrom nefrotik karena adanya peningkatan permiabilitas
glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia.
Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari
intravaskuler ke intestisial. Tanda gejala sindrom nefrotik karena adanya penurunan
haluaran urine dengan urine berwana gelap, dan berbusa. Dan adanya retensi cairan
dengan edema berat seperti edema fasial, abdomen, area genital dan ekstremitas.
Faktor risiko seperti riwayat atopi, usia saat serangan pertama, jenis kelamin dan
infeksi saluran pernapasan akut menyertai atau mendahului terjadinya relaps.
Pencegahan pada sindrom nefrotik seperti pengaturan minum, pengendalian darah,
pengendalian hipertensi, penanggulangan anemia dll. Komplikasi mayor dari
sindrom nefrotik adalah infeksi. Adapun penatalaksanaan pada syndrome nefrotik
baik secara medis maupun secara keperawatan. Asuhan keperawatan pada sindrom
nefrotik dimulai dari pengkajian, diagnose keperawatan dan rencana keperawatan.

B. Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa Makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki Makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan
Makalah diatas.

25
DAFTAR PUSTAKA

Gilda, G., & Muryawan, M. (2014). Pengaruh Suplementasi Kapsul Ekstrak Ikan Gabus
terhadap Kadar Albumin dan Berat Badan pada Anak dengan Sindrom Nefrotik
(Doctoral dissertation, Faculty of Medicine Diponegoro University).

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2.


Salemba Medika : Jakarta.

Immawati, dkk. 2017. Pengaruh Kepatuhan Pengobatan terhadap Kejadaian Kekambuhan


Pada Anak Pengidap Sindrom Nefrotik. Jurnal Wacana Kesehatan. Vol. 2, No.
2.

Kharisma, Yuktiana. 2017. Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik. Fakultas


Kedoteran.

Maharani, Linda Dwi. 2017. Asuhan Keperawatan Pada An. D dengan Sindrom Nefrotik di
Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.

PRATIWI, N. K. D. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA ANAK DENGAN
PENYAKIT SINDROM NEFROTIK DI RUANG ALAMANDA RSUD Dr. H.
ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019 (Doctoral
dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).

Siburian, Apriliani, 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan


Masyarakat Pada Pasien Sindrom Nefrotik di Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati.

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8,
Volume 2, EGC : Jakarta

26
Smeltzer, Suzanne C. 2010.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

Suriadi & Rita Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1, Fajar Interpratama :
Jakarta

WARDOYO, T. (2014). KELEBIHAN VOLUME CAIRAN PADA An. D DENGAN


SINDROM NEFROTIK DI RUANG KANTHIL RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH BANYUMAS (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO).

Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai