Apabila plasenta previa menutupi jalan lahir baik total maupun
sebagian, maka tindakan bedah sesar merupakan pilihan paling aman. Jika plasenta tidak menutupi mulut rahim (plasenta marginalis atau letak rendah) maka pesalinan pervaginam bisa dilakukan selama tidak ada perdarahan banyak saat persalinan. Masalah yang sering terjadi adalah jika terjadi perdarahan saat janin belum cukup bulan (38 minggu), maka tindakan persalinan dapat dilakukan jika perdarahan berulang dan banyak. Maka umumnya dokter akan memberikan obat pematangan paru bagi janin. Apabila perdarahan berhenti maka dapat dilakukan tindakan konservatif (persalinan ditunggu hingga janin cukup bulan). Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan: a. Jika kehamilan < 36 minggu Perdarahan sedikit : istirahat baring dan farmakologi, jika perdarahan berkurang : obat oral dan USG, jika perdarahan masih ada lanjutkan farmakologi. Perdarahan banyak : infuse, farmakologi, pemeriksaan HB, leukosit, dan golongan darah, siapkan darah dan persiapan sc b. Jika kehamilan > 36 minggu Jika perdarahan banyak infuse, farmakologi, pemeriksaan HB, leukosit, dan golongan darah, siapkan darah dan persiapan sc. Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu : a. Kaji kondisi fisik klien b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus c. Menganjurkan klien istirahat d. Mengobservasi perdarahan e. Memeriksa tanda vital f. Memeriksa kadar Hb g. Berikan cairan pengganti intravena RL h. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature i. Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan < 37 minggu. Terapi a. Terapi Ekspektatif ( mempertahankan kehamilan ) Sedapat mungkin kehamilan dipertahankan sampai kehamilan 36 minggu. Pada kehamilan 24 – 34 minggu, bila perdarahan tidak terlampau banyak dan keadaan ibu dan anak baik, maka kehamilan sedapat mungkin dipertahankan dengan pemberian: 1. betamethasone 2 X 12 mg ( IM ) selang 24 jam 2. antibiotika b. Terapi Aktif (mengakhiri kehamilan) Pemeriksaan Penunjang a. Ultrasonografi b. Pemeriksaan dalam c. Pemeriksaan darah d. Sinar X e. Vaginal f. Isotop Scanning g. Pemeriksaan inspekula h. Pemeriksaan radio isotope Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian a. Anamnesa a) Identitas klien: Data diri klien meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record, dll. b) Keluhan utama : Gejala pertama yaitu perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/trimester III. 1) Sifat perdarahan: tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang 2) Sebab perdarahan: plasenta dan pembuluh darah yang robek, terbentuknya SBR (Segmen Bawah Rahim), terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/rectal. 3) Sedikit banyaknya perdarahan: tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan plasenta. c) Inspeksi 1) Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit. 2) Jika perdarahan lebih banyak: ibu tampak anemia. d) Palpasi abdomen 1) Janin sering belum cukup bulan: TFU masih rendah. 2) Sering dijumpai kesalahan letak 3) Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala masih goyang/floating b. Riwayat Kesehatan a) Riwayat Obstetri Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnyaagar perawat dapat menentukan kemungkinan masalah pada kehamilan sekarang. Riwayat obstetri meliputi: 1) Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH) 2) Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi 3) Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong persalinan 4) Jenis anetesi dan kesulitan persalinan 5) Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan perdarahan. 6) Komplikasi pada bayi 7) Rencana menyusui bayi b) Riwayat mensturasi Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran persalinan (TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). c) Riwayat Kontrasepsi Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, ibu, atau keduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual pada janin. d) Riwayat penyakit dan operasi Kondisi kronis seperti diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan sebelumnya harus di dokumentasikan c. Pemeriksaan fisik a) Umum Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil: 1) Rambut dan kulit 1. Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra. 2. Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha. 3. Laju pertumbuhan rambut berkurang. 2) Mata : pucat, anemis 3) Hidung 4) Gigi dan mulut 5) Leher 6) Payudara 1. Peningkatan pigmentasi areola putting susu 2. Bertambahnya ukuran dan noduler 7) Jantung dan paru 1. Volume darah meningkat 2. Peningkatan frekuensi nadi 3. Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah pulmonal. 4. Terjadi hiperventilasi selama kehamilan. 5. Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas. 6. Diafragma meningga. 7. Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada. 8) Abdomen 1. Menentukan letak janin 2. Menentukan tinggi fundus uteri 9) Vagina 1. Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan (tanda Chandwick) 2. Hipertropi epithelium 3. System musculoskeletal 4. Persendian tulang pinggul yang mengendur 5. Gaya berjalan yang canggung 6. Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal b) Khusus 1) Tinggi fundus uteri 2) Posisi dan persentasi janin 3) Panggul dan janin lahir 4) Denyut jantung janin B. Diagnosa keperawatan a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan. c. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan. d. Ansietas berhubungan dengan keadaan yang dialami. e. Intoleransi berhubungan dengan nyeri. a. Dx 1: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus. Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri Kriteria hasil: 1. Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri. 2. Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan. Intervensi: 1. Jelaskan penyebab nyeri pada klien Rasional: dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif terhadap tindakan 2. Kaji tingkat nyeri Rasional: menentukan tindakan keperawatan selanjutnya. 3. Bantu dan ajarkan distraksi relaksasi Rasional: dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang dirasakan. 4. Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan). Rasional: posisi miring mencegah penekanan pada vena cava. 5. Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung Rasional: memberi dukungan mental. 6. Libatkan suami dan keluarga Rasional: memberi dukungan mental 7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic Rasional: pemberian analgesik dapat membantu gurangi nyeri yang dirasakan b. Dx 2: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan. Tujuan: suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi Kriteria hasil: Conjunctiva tidak anemis, acral hangat, Hb normal muka tidak pucat, tidak lemas. Intervensi : 1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien Rasional: pasien percaya tindakan yang dilakukan 2. Jelaskan penyebab terjadi perdarahan Rasional: pasien paham tentang kondisi yang dialami 3. Monitor tanda-tanda vital Rasional: tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi darah. 4. Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit Rasional: mengantisipasi terjadinya syok 5. Catat intake dan output Rasional: produksi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan penurunan fungsi ginjal. 6. Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik Rasional: cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang akibat perdarahan. c. Dx 3: Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan. Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas. Kriteria Hasil: 1. TTV dalam keadaan normal 2. Perdarahan berkurang sampai dengan berhenti 3. Kulit tidak pucat Intervensi 1. Kaji kondisi status hemodinamika Rasional: Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi 2. Ukur pengeluaran harian Rasional: Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal 3. Catat haluaran dan pemasukan Rasional: Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel darah merah. 4. Observasi Nadi dan Tensi Rasional: Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan). 5. Berikan diet halus Rasional: Memudahkan penyerapan diet 6. Nilai hasil lab. HB/HT Rasional: Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel darah merah. 7. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif d. Dx 4: Ansietas berhubungan dengan keadaan yang dialami. Tujuan: klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya. Kriteria hasil: penderita tidak cemas, penderita tenang, klien tidak gelisah. Intervensi: 1. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan. Rasional: Dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi beban pikiran. 2. Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin Rasional: mengurangi kecemasan klien tentang kondisi janin. 3. Beri penjelasan tentang kondisi janin Rasional: mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin. 4. Beri informasi tentang kondisi klien Rasional: mengembalikan kepercayaan dan klien. 5. Anjurkan untuk menghadirkan orang-orang terdekat Rasional: dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien 6. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan Rasional: agar pasien kooperatif e. Dx 5: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri Tujuan: Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri Kriteria Hasil: 1. Kebutuhan personal hygiene terpenuhi 2. Klien nampak rapi dan bersih. Intervensi: 1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien. Rasional: Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial. 2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien. Rasional: Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi. 3. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien. Rasional: Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien. 4. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien. Rasional: Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia) 5. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari. Rasional: Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi. 6. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi. Rasional: Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual. 7. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi. Rasional: Menilai perkembangan masalah klien.