Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

Transposition Of The Great Arteries (TGA)

A. Pengertian
Kelainan jantung bawaan TGA ( Transposition Of The Great Arteries )
merupakan kelainan pada jantung berupa adanya pemindahan asal dari aorta dan arteri
pulmonalis; aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri.
Selain kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TGA terdapat kelainan pada
jantung yang menyertai TGA seperti letak katup aorta, katup pulmonal, dan sebagainya.
Pada PJB yang disebut TGA komplek ialah adanya letak katup aorta di kanan pada
lengkung aorta ke kanan. ( Ngastiah, 2010).
Transposition Of The Great Arteries (TGA) yaitu dimana posisi aorta dan arteri
pulmonalis berkebalikan sehingga aorta keluar dari ventrikel kanan membawa darah
miskin oksigen ke seluruh tubuh, sementara arteri pulmonalis membawa darah kaya
oksigen kembali ke paru. (Soetadji, 2017).
TGA merupakan penyakit jantung sianotik yang ditandai dengan katup
pembuluh darah yang menghubungkan jantung dan paru-paru serta katup pembuluh
aorta berganti posisi dengan pembuluuh arteri. Hal ini mengakibatkan darah yang tidak
kaya akan oksigen dipompa keseluruh tubuh melalui pembuluh aorta. Padahal, darah
tersebut seharusnya dipompa menuju ke paru-paru. (Lenny Tan, 2019).
berdasarkan pendapat para ahli di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
TGA yaitu posisi dimana aorta dan arteri pulmonalis tertukar dalam
menyalurkan/menyuplai oksigen.

B. Etiologi
Penyakit jantung bawaan / TGA diduga terjadi dimasa embrional. Disebabkan :
1. Factor genetic.
a. Adanya gen – gen mutan tunggal (dominan autosomal, resesif autosomal, atau
terkait – X) yang biasanya menyebabkan penyakit jantung bawaan sebagai
bagian dari suatu kompleks kelainan.
b. Kelainan kromosom juga menyebabkan penyakit jantung kongenital sebagai
bagian suatu kompleks lesi.
c. Factor gen multifaktorial, dipercaya merupakan dasar terjadinya duktus
anterious paten dan dasar penyakit congenital lainnya.
2. Factor lingkungan.
a. Lingkungan janin, ibu yang diabetic atau ibu yang meminum progesterone saat
hamil mungkin akan mengalami peningkatan resiko untuk mempunyai anak
dengan penyakit jantung congenital.
b. Lesi viral. Emriopati rubella sering menyebabkan stenosis pulmonal perifer,
duktus arteosus paten dan kadang – kadang stenosis katup pulmonal. ( Rudolph,
2010).
Penyebab dari kebanyakan kelainan jantung bawaan tidak diketahui. Faktor-faktor
prenatal (sebelum bayi lahir) yang brhubungan dengan TGA adalah:
1. Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil
2. Nutrisi yang buruk selama kehamilan
3. Ibu yang alkoholik
4. Usia ibu lebih dari 40 tahun
5. Ibu menderita diabetes
6. Abnormalitas dari kromosom

C. Patofisiologi
Selama dalam kandungan oksigenisasi janin hampir normal. Setelah lahir,
ductus arteriosus akan segera menutup setelah beberapa jam atau 3 sampai 4 hari. Darah
pulmonal dan darah sistemik bercampur hanya melalui foramen ovale. Akibatnya
saturasi O2 dalam darah yang harus di edarkan ke sistemik sangat menunurun. Terjadi
hipoxia berat dan segera muncul sianosis.
TGA disebabkan oleh fungsi peredaran darah pulmonal dan sistemik berjalan
secara bersamaan bukan secara seri. Darah dari vena pulmonalis yang kaya akan
oksigen kembali ke atrium dan ventrikel kiri kembali ke sirkulasi pulmonal. Sementara
itu darah yang miskin akan oksigen juga akan kembali ke atrium dan ventrikel kanan.
Hal inilah yang menyebabkan suplai darah ke jaringan berkurang dan overload
ventrikel kiri. Prrsentase darah yang kaya dan miskin akan oksigen yang tidak seimbang
dalam waktu yang lama akan berpengaruh pada anatomi dan fungsional organ-organ
tubuh.

D. Manifestasi Klinik
1. Bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru – biruan yang disebut Picasso Blue.
Sianosis merata keseluruh tubuh kecuali jika resistensi vascular paru sangat tinggi,
dibagian tubuh sebelah atas akan lebih sianotik dibanding bagian bawah.
2. Pada foto thorax terlihat jelas gambaran pembuluh darah abnormal.
3. Pada umur tiga bulan, terjadi kelambatan penambahan berat badan dan panjang
badan serta perkembangan otak terganggu.
4. Disertai pulmonal stenosis sering timbul serangan anoksia, yang menandakan
bahaya kematian.
5. Bila terdapat gejala takipnea, maka tanda adanya gejala gagal jantung.
6. Pada aliran darah paru yang meningkat menunjukkan penampangan anterior –
posterior dada bertambah
7. Pada anak besar, tampak jelas voussure cardiac ke kiri.
8. Pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung II tunggal oleh karena katup pulmonal
bersembunyi di belakang katup aorta. Bising dapat tidak ada sama sekali sampai
bising pansistolik atau bising kontinu melalui duktus arteriosus.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultra sono grafi (USG) untuk menentukan besar jantung, sis bentuk vaskularisasi
paru, sera untuk mengetahui keadaan thymus, trachea, dan esophagus.
2. Electro Cardiografi ( ECG ), untuk menetahui adanya aritmia atau hipertropi.
3. Echo Cardiografi, untuk mengetahui hemodinamik dan anatomi jantung.
4. Kateterisasi dan Angigrafi, untuk mengetahui gangguan anatomi jantung yang
dilakukan dengan tindakan pembedahan
5. Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah untuk serum elektrolit, Hb,
packet cell volume ( PCV ) dan kadar gula.
6. Photo thorax untuk melihat atau evaluasi adanya cardiomegali dan infiltrate paru.
7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medik
Dengan operasi, memungkinkan pasien dapat bertahan hidup setelah klien
berumur 2 tahun. Jika sering mengalami spell, segera operasi paliatif ( BT shunt –
membuat saluran dari arteri subklavia ke arteri pulmonal.).
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi pencampuran darah. Pada saat
prosedur suatu kateter balon dimasukan ketika katerisasi jantung untuk membesar
kelainan septum intra arterial. Pada cara Blalock Halen dibuat suatu kelainan
septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan. Cara Mustard digunakan untuk
koreksi yang permanent. Septum dihilangkan, dibuatkan sambungan sehingga darah
yang teroksigenasi dari vena pulmonal kembali ke ventrikel kanan untu sirkulasi
tubuh dan darah tidak teroksigenasi kembali dari vena pulmonal kembali ke
ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah tidak teroksigenasi kembali dari
vena cava ke arteri pulmonal untuk keperluan sirkulasi paru-paru. Kemudian akibat
kelainan ini telah berkurang secara nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Sama dengan pasien TF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak perlu
tindakan memberikan sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat, maka O2
harus diberikan terus menerus secara rumat. Selain itu juga mengetahui bagaimana
persiapan pasien untuk suatu tindakan seperti:
a. Membuat rekaman EKG
b. Mengukur tekanan darah secara benar
c. Mempersiapkan pasien untuk kateterisasi jantung atau operasi
d. Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri. (Ngastiah, 2010)

3. Komplikasi
Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalami berbagai komplikasi
antara lain :
1. Gagal jantung kongestif.
2. Renjatan kardiogenik henti jantung.
3. Aritmia.
4. Endokarditis bakterialiastis.
5. Hipertensi.
6. Hipertensi pulmonal.
7. Tromboemboli.
8. Abses otak.

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas Pasien: nama, umur, jenis kelamin, berat dan panjang badan lahir, berat
dan tinggi badan sekarang.
2. Riwayat Kesehatan
3. Riwayat penyakit sekarang, dan faktor pencetus.
4. Riwayat kehamilan ibu.
5. Riwayat penyakit dulu: Data fokus, kaji:
a. Riwayat batuk panas sering (infeksi saluran nafas), cepat lelah/ sering
berhenti saat menghisap ASI/ susu/ makan (FD), banyak keringat, BB sulit
naik, dan perkembangan motorik terlamba (FTT).
b. Bila pasien biru (sianosis): kaji riwayat bertambahnya sianosis saat
beraktifitas; saat menghisap ASI/ susu/ menangis/ mandi pagi atau BAB,
dengan suara nafas yang memburu. Kemudian lemas/ pingsan/ kejang, serta
riwayat squatting.
c. Bila edema: kaji daerah edema, skala edema, intake cairan dan output 24 jam.

PEMERIKSAAAN FISIK
1. Kepala: ukuran diameter kepala bayi/ anak, bentuk kepala bayi/ anak.
2. Wajah:
a. Mata : konjungtiva, sklera, palpebra, pupil.
b. Hidung : terdapat masa/ tidak, sekret, kembang kempis cuping, epistaksis
(mimisan)
c. Telinga : serumen, simetris.
d. Mulut : bibir ( sianosis, kering), tonsil, gusi, gigi (pada anak cukup usia),
somatitis
3. Leher : JVP.
4. Dada :
a. Inspeksi : kemerahan, kebiruan, bentuk dada, simetris, retraksi dada.
b. Palpasi : nyeri tekan (diindikasi dengan menangis pada bayi), ekspansi dada.
c. Perkusi : kaji suara perkusi dari setiap Ics
d. Auskultasi : kaji suara jantung dan paru.
5. Abdomen : asites, bising usus, lingkar perut, pemeriksaan kuadran 1 (hepar, limpa,
ginjal), kuadran 2 (lambung, ginjal), kuadran 3 (kolon), kuadran 4 (kolon,
appendiks).
6. Ekstremitas : kehangatan (suhu), kelembaban, edema, kekuatan pulsasi, pengisian
kapiler, warna kuku

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan cardiac output berhubangan dengan penurunan kontraktifitas jantung.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan resistensi vaskular
paru.
3. Perubahan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menyusu.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan sirkulasi darah perifer.

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional

1. Penurunan cardiacSetelah – Monitor tanda-tanda vital. – Gangguan pada jantung


– Informasikan dan anjurkan
output berhubangandilakukan akan ada perubahan pada
tentang pentingnya istirahat
dengan penurunantindakan tanda-tanda vital seperti
yang adekuat.
kontraktifitas keperawatan pernafasan menjadi cepat,
– Berikan oksigen tambahan
jantung. selama ……x 24 peningkatan suhu, nadi
dengan kanula nasal/masker
jam diharapkan meningkat, peningkatan
sesuai indikasi.
pasien dapat– Kaji kulit terhadap pucat dan tekanan darah, semuanya
mentoleransi sianosis. cepat dideteksi untuk
– Secara kolaborasi berikan
gejala-gejala penangan lebih lanjut.
tindakan farmakologis berupa – istirahat yang adekuat dapa
yang
digitalis; digoxin meminimalkan kerja dari
ditimbulkan
jantung dandapat
akibat penurunan
mempertahankan energi
curah jantung,
yang ada.
dan setelah
– meningkatkan sediaan
dilakukan oksigen untuk kebutuhan
tindakan miokord untukmelawan
keperawatan efek hipoksia/iskemia.
– pucat menunjukan adanya
terjadi
penurunan perfusi sekunde
peningkatan
terhadap ketidakadekuatan
curah jantung
curah jantung,
sehingga
vasokonstriksi dan
keadaan normal.
anemi.mempengaruhi
reabsorbsi natrium dan air,
dan digoksin
meningkatkankekuatan
kontraksi miokard dan
memperlambat frekuensi
jantung dengan
menurunkan konduksi dan
memperlama periode
refraktori pada hubungan
AV untuk meningkatkan
efisiensi curah jantung.
2. Ketidakefektifan polaSetelah – Evaluasi frekuensi pernafasan– pengenalan dini dan
nafas berhubungandilakukan dan kedalaman. pengobatan venilasi
– Observasi penyimpangan
dengan peningkatantindakan abnormal dapat mencegah
dada, selidiki penurunan
resistensi vaskularkeperawatan komplikasi.
ekspansi paru atau– udara atau cairan pada area
paru selama ……x 24
ketidaksimetrisan gerakan pleural mencegah akspansi
jam diharapkan
dada. lengkap(biasanya satu sisi)
Pola nafas klien
– Kaji ulang laporan foto dada
dan memerlukan pengkajia
efektif.
dan pemeriksaan laboratorium
lanjut status ventilasi.
GDA, hb sesuai indikasi. – pantau keefektifan terapi
– Minimalkan menangis atau
pernafasan dan atau catat
aktifitas pada anak. terjadinya komplikasi.
– menangis akan
menyebabkan pernafasan
anak akan meningkatkan.
3. Perubahan nutrisiSetelah – Anjurkan ibu untuk terus – air susu aka
berhubungan dengandilakukan memberikan anak susu, mempertahankan
ketidakmampuan tindakan walaupun sedikit tetapi kebutuhan nutrisi anak.
– infuse akan menamba
menyusu. keperawatan sering.
– Jika anak menunjukan kebutuhan nutria yang tida
selama …..x 24
kelemahan akibat ketidak dapat dipenuhi melalui ora
jam diharapkan
– meningkatan intake, da
adekuatannya nutrisi yang
anak dapat
mencegah kelemahan.
masuk maka pasang iv
makan dan – selama makan ata
infuse
menyusu dan menyusui mungkin dap
– Pada anak yang sudah tidak
tidak terjadi terjadi anak sesak ata
menyusui lagi maka berikan
penurunan berat tersedak.
makanan dengan porsi sedikit
badan selama
tapi sering dengan diet sesuai
terjadi perubahan
instruksi.
status nutrisi – Observasi selama pemberian
tersebut makan atau menyusui.

4. Perubahan perfusiSetelah diberikan – Monitor perubahan tiba-tiba – Perfusi serebral seca


jaringan asuhan atau gangguan mental kontinu langsung berhubunga
berhubungan dengankeperawatan (cemas, bingung,letargi, dengan curah jantun
sirkulasi darahselama ........x 24 pinsan). dipengaruhi ole
– Observasi adanya pucat,
perifer. jam diharapkan elektrolit/variasi asam bas
sianosis, belang, kulit
perfusi jaringan hipoksia atau embo
dingin/lembab, catat
adekuat. sistemik.
kekuatannadi perifer. – Vasokonstriksi sistem
– Kaji tanda Homan (nyeri pada
diakibatkan ole
betis dengan posisi
penurunan cura
dorsofleksi), eritema, edema.
jantungmungkin
– Dorong latihan kaki
aktif/pasif. dibuktikan oleh penuruna
– Pantau pernafasan.
perfusi kulit dan penuruna
– Kaji fungsi GI, catat
nadi.
anoreksia, penurunan bising
– Indikator adanya trombos
usus, mual/muntah,
vena dalam.
distensiabdomen, konstipasi. – Menurunkan stasis ven
– Pantau masukan dan
meningkatkan aliran bal
perubahan keluaran urine.
vena danmenurunkan resik
tromboplebitis.
– Pompa jantung gagal dap
mencetuskan distr
pernafasan. Namundispne
tiba-tiba/berlanjut
menunjukkan komplika
tromboemboli paru.
– Penurunan aliran darah k
mesentrika dap
mengakibatkan disfung
GI, contoh kehilanga
peristaltik.
– Penurunan pemasukan/mu
terus-menerus dap
mengakibatkanpenurunan
volume sirkulasi, yan
berdampak negatif pad
perfusi dan organ.
DAFTAR PUSTAKA

Soetadji, Anindita. 2017. Transposition Of The Great Arteries (TGA). [online]. Tersedia di
http://sehatjantunganakku.wordpress.com [tanggal akses 18 Februari 2020]

Ngastiah. 2010. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. EGC : Jakarta.

Nursalam. dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika : Jakarta.

Mirzanie, Hanifah. 2014. Pediatrica. Tosca Enterprise : Jogjakarta.

Rudolph, Abraham M. dkk. 2010. Buku Ajar Pediatrik Rudolp Volume 3. EGC : Jakarta.

Wong, Donna L. 2011. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, edisi 4. EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai