Anda di halaman 1dari 18

NASKAH SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER ( UAS ) GENAP

PRODI S1 KEPERAWATAN STIKes YPIB MAJALENGKA


TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Mata Kuliah : Keperawatan Anak


Kelas : Non reguler (Subang)
Dosen Pengampu : Hera Hijriani, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Nama Mahasiswa : Mia Malisa / TK1B RSUD SUBANG
NIM : 20142012073

Masing-masing Mahasiswa membuat 7 contoh soal kasus keperawatan anak dengan gangguan di
bawah ini : (Jika dalam satu system terdapat lebih dari satu penyakit silahkan untuk pilih
salah satu saja. Misalnya pada system kardiovaskular ada 4 penyakit, maka pilih 1 saja)
1. Kelainan  Kongenital pada sistem cardiovascular: PDA, VSD, Tetralogi of Fallot,
Peradangan pada sistem cardiovascular: RHD
2. Kelainan  Kongenital pada sistem digestive : Hirschprung, atresia ani, atresia ductus
hepaticus
3. Kelainan  Kongenital pada sistem  urinari : Willem”s tumor , peradangan pada sistem
urinary: NS, SNA, GNC
4. Kelainan  Kongenital pada sistem  hematologi : talasemia, keganasan pada sistem 
hematologi  dan asuhan keperawatan pada anak : Leukemia
5. Kelainan  pada sistem endokrin : Juvenile Diabetes
6. Masalah pada sistem imun: AIDS, DHF, SLE
7. Keganasan pada system sensori: Retinoblastoma

1. SOAL KASUS KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN KONGENITAL PADA


SISTEM CARDIOVASCULAR PDA

a. Pengertian
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan
malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit
jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak
dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan
ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui
seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda (IPD FKUI,
2006 ;1134) Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada
janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal
duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis
menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut
Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi
FKUI, 2006 ; 227).
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri
yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang
menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang
bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2004; 235). Patent Duktus Arteriosus (PDA)
adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya
darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan
lebih rendah). (Betz & Sowden, 2009 ; 375)
b. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan.
a.Faktor Prenatal
1)Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
2)Ibu alkoholisme.
3)Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4)Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
5)Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
b.Faktor Genetik
1)Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2)Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3)Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4)Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
c. Patofisiologi
Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan
rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga
jantung yang bertekanan tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh
adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi
arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih
tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin
akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen,
keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya
kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan
menyebabkan sianosis. Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-
hal sebagai berikut:
1)Peningkatan kerja jantung, dengan gejala: kardiomegali, hipertrofi, takhikardia
2) Curah jantung yang rendah, dengan gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap
aktivitas.
3) Hipertensi pulmonal, dengan gejala: dispnea, takhipnea.
4) Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis. ( Rumah
Sakit Jantung Harapan Kita, 2008).
d. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas) - Bunyi napas ronchi
b. Breathing - Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung ,- Menggunakan otot-otot
asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung- Kesulitan bernapas ; lapar udara,
diaporesis, dan
sianosis - Pernafasan cepat dan dangkal
c. Circulation - Akral dingin - Adanya sianosis perifer
d. Dissability Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
e. Exposure Terjadi peningkatan suhu
2. Pengkajian sekunder
a. Wawancara
1) Identitas, meliputi: nama, tempat tanggal lahir, umur, berat badan lahir, jenis kelamin,
anak keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2) Keluhan utama,Riwayat kesehatan sekarang Orang tua biasanya mengeluhkan nafas
anaknya sesak bila melakukan aktivitas, tidak mau makan, keringat berlebihan.Riwayat
kesehatan dahulu Riwayat kesehatan dahulu apakah pasien lahir premature, ibu menderita
infeksi saat kehamilan dan riwayat gerakan jongkok bila anak telah berjalan beberapa
menit.
3) Riwayat kesehatan keluarga Adanya keluarga yang menderita penyakit gagal jantung,
adanya riwayat kematian mendadak pada saudara-saudara dan riwayat keluarga dengan
sindrom down.
4) Riwayat kehamilan Riwayat kesehatan ibu saat hamil seperti adanya penyakit infeksi
rubella (sindrom rubella), ibu atau keluarga memiliki riwayat penyakit lupus eritematosus
sistemik sehingga dapat menimbulkan blockade jantung total pada bayinya dan adanya
riwayat kencing manis pada ibu dapat menyebabkan terjadinya kardiomiopati pada bayi
yang dikandungnya.Adanya riwayat mengkonsumsi obat- obatan maupun jamu tradisional
yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil (Hidayat, 2012).
b. Pemeriksaan fisik
a) Tanda- tanda vital
Nadi umumnya normal 120-130 x/menit namun dapat juga teraba cepat, pernafasan cepat
sehingga anak tampak sesak nafas dan sulit beraktivitas, suhu umumnya normal jika tidak
terdapat infeksi.
b) Kepala : Umumnya ditemukan rambut mudah rontok.
c) Wajah : Wajah tampak pucat, kelelahan dan ikterik.
d) Mata : Anak mengalami anemis konjungtiva, sclera ikterik karena adanya udem di
hepar, kornea arkus sinilis dan jaundice.
e) Hidung : Pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak akan
mengalami napas pendek, bunyi napas ronki kasar dan cuping hidung.
f) Mulut : Pemeriksaan mulut didapat bibir pucat atau membiru, lidah berwarna merah hati.

g) Leher : Ditemukan pelebaran tiroid (hipertiroid), dan distensi vena jugularis.


h) Jantung : Pada ASD dapat di jumpai takikardia, jantung berdebar, denyut arteri
pulmonalis dapat diraba di dada dengan bunyi jantung abnormal. Bunyi jantung abnormal
dapat terdengar murmur, akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis,
juga dapat terdengar akibat peningkatan aliran darah yang mengalir melalui trikuspidalis
pada pirau yang besar. Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada. Batas
jantung terdapat pada RIC 2 dan 3 yang disebut diastole dan RIC 5 dan 4 disebut sistole.
i) Paru : Biasanya pada anak dengan Tof, hasil inspeksi tampak adanya retraksi dinding
dada akibat pernafasan yang pendek dan dalam dan tampak menonjol akibat pelebaran
ventrikel kanan. Palpasi mungkin teraba desakan dinding paru yang meningkat terhadap
dinding dada, pada perkusi mungkin terdengar suara redup karena peningkatan volume
darah paru dan untuk
auskultasi akan terdengar ronkhi basah atau krekels sebagai tanda adanya edema paru pada
komplikasi kegagalan jantung. Bayi yang baru lahir saat di auskultasi akan terdengar suara
nafas mendengkur yang lemah bahkan takipneu.
j) Kulit : Kulit tampak kemerahan (rubella), lembab, turgor kulit jelek.
k) Ekstremitas : Ditemukan pada ekstremitas teraba dingin bahkan dapat terjadi clubbing
finger akibat kurangan oksigen ke perifer, kuku tampak sianosis, telapak tangan pucat,
udem pada tibia punggung kaki.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Terdapat nilai hemoglobin menurun dan peningkatan nilai hematrokit, pada umumnya
hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65%. Nilai gas darah arteri
menunjukkan peningkatan tekanan persial karbondioksida (PCO ), penurunan tekanan
parsial oksigen (PO ).
2) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan sinar X pada toraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, atrium
dan ventrikel kiri tampak membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran khas
jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3) Pemeriksaan elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG pad TOF didapatkan hasil sumbu QRS hampr selalu berdevisiasi ke
kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan (Aspiani, 2015).
b. Diagnosis keperawatan
Berdasarkan diagnosis keperawatan NANDA (2015-
2017), diagnosis keperawatan yang mungkin muncul :
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload, perubahan
kontraktilitas, perubahan preload,dan perubahan volume darah sekuncup.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi.
3) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kongesti paru.
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang suplai oksigen ke
jaringan.
5) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ.

2. SOAL KASUS KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN KONGENITAL PADA


SISTEM DIGESTIVE ATRESA ANI
a. Pengertian
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia ani adalah kelainan kongenital
yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya
(Betz, 2002). Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik
pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus
imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum (Purwanto, 2001). Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan
kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
b. Klasifikasi Atresia Ani
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut
menjadi 3 sub kelompok anatomi
yaitu : 1. Anomali rendah / infralevator Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui
otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang
baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan
saluran genitourinarius. 2. Anomali intermediet Rektum berada pada atau di bawah tingkatotot
puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomali
tinggi / supralevator Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina
(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.
c. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik,
abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia
ani (Purwanto, 2001).
d. Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.
2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan dirumah.

Intervensi keperawatan :
1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus.
KH :
1.) Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek
2.) Terbentuknya tinja
3.) Tidak ada nyeri saat defekasi
4.) Tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
a.) Lakukan dilatasi anal sesuai program. Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak. b.)
Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam. Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.
c.) Ukur lingkar abdomen klien. Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.
d.) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi
usus normal. Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
Tujuan : Volume cairan terpenuhi Kriteria Hasil :
1.) Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
2.) TTV dalam batas normal Intervensi :
a.) Awasi masukan dan keluaran cairan. Rasional : Untuk memberikan informasi tentang
keseimbangan cairan.
b.) Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi. Rasional : Kekurangan
cairan meningkatkan frekuensi jantung, TD dan nadi turun.
c.) Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi. Rasional : Penurunan volume
menyebabkan kekeringan pada jaringan.
d.) Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai indikasi. Rasional : Untuk pemenuhan
cairan yang hilang.
c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.
Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau berkurang. Kriteria Hasil :
1.) Ansietas berkurang
2.) Klien tidak gelisah Intervensi :
a.) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga. Rasional : Derajat ansietas
akan dipengaruhi bagaimana
informasi tersebut diterima.
b.) Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan operasi. Rasional :
Dapat meringankan ansietas terutama ketika tindakan operasi tersebut dilakukan.
c.) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya. Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut
dapat ditujukan.
d.) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman. Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat
mengurangi ansietas.
2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang Kriteria Hasil :
1.) Klien mengatakan nyeri berkurang
2.) Skala nyeri 0-1 3.) Ekspresi wajah terlihat rileks
Intervensi :
a.) Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri. Rasional : Bantu klien untuk
menilai nyeri dan sebagai temuan dalam pengkajian.
b.) Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi. Rasional :Membantu
dalam menurukan atau mengurangi persepsi atau respon nyeri.
c.) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk istirahat. Rasional :
Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat istirahat.
d.) Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter. Rasional : Untuk mengurangi
rasa nyeri.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan usus. Kriteria Hasil :
1.) Tidak terjadi penurunan BB.
2.) Klien tidak mual dan muntah Intervensi :
a.) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan. Rasional : Menentukan
pemilihan jenis makanan sehingga mencegah terjadinya aspirasi.
b.) Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana
pemenuhan nutrisi.
c.) Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala sedikit fleksi saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi rasa nyeri pada saat
menelan.
d.) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering. Rasioanl : Meningkatkan
pemasukan dan menurunkan distress gaster.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi Kriteria Hasil :
1.) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2.) Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan leukosit.
3.) Luka post operasi bersih Interversi :
a.) Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu). Rasional : Demam dapat terjadi karena
infeksi.
b.) Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan
menggunakan sabun anti mikroba. Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting

untuk mencegah infeksi di rumah sakit.


c.) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi
nosokomial.
d.) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.
e.) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium. Rasional : Peningkatan leukosit
menunjukkan adanya infeksi.
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan dirumah.
Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah Kriteria Hasil :
1.) Kelurga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi di rumah.
2.) Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan pada klien.
Intervensi :
a.) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan. Rasional : Agar keluarga
dapat melakukannya.
b.) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat. Rasional :
Agar segera dilakukan tindakan.
c.) Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat. Rasional : Dapat memberikan
pengetahuan keluarga
d.) Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi. Rasional : untuk melatih pasien.
e.) Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat). Rasional : Membantu klien
memperlancar defekasi.

3. SOAL KASUS KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN KONGENITAL PADA


SISTEM URINARY NS
1. Pengertian
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakanglomerulus.
Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap proteinplasma yang dapat menyebabkan
terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia,hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapathematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
(Ngastiyah, 2014).
2. Peredaran Darah Ginjal Fisiologis
Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dariaorta abdominalis.
Arteri renalis memiliki cabang yang besar yaitu arterirenalis anterior dan juga memiliki cabang
yang kecil yaitu arteri renalisposterior. Cabang anterior memberikan darah untuk ginjal anterior
dan ventral sedangkan cabang posterior memberikan darah untuk ginjalposterior dan dorsal.
Diantara kedua cabang ini terdapat suatu garis yaitu Brudels Line yang terdapat disepanjang
margo lateral dari ginjal. Pada garis ini tidak terdapatpembuluh darah, sehingga kedua cabang ini
akan menyebar hingga kebagian anterior dan posterior dari kolisis sampai ke medula ginjal yang
terletak diantara piramid dan disebut dengan arteri interlobularis yang berjalan tegak kedalam
korteks dan berakhir sebagai vasa aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus, ploksus kaliper
sepanjang sepanjang tubulus dan melingkar didalam korteks serta sebagai pembuluh darah yang
menembus kapsul Bowman.
3. Etiologi
Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebabSindroma Nefrotik, namun
akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakitautoimun. Umumnya, etiologi Sindroma Nefrotik
dibagi menjadi:
1. Sindroma Nefrotik Bawaan
Sindroma Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal, klien ini biasanya tidak
merespon terhadap pengobatan yang diberikan. Adapun gejala yang biasanya terjadi yaitu edema
pada masa neonatus. Umumnya, perkembangan pada klien terbilang buruk dan klien akan
meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
1. Sindroma Nefrotik Sekunder
Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan kromosom, namun disebabkan oleh
beberapa masalah seperti:
1. Malaria kuartana atau parasit lainnya
2. Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan anafilaktoid
3. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis
4. Penyakit sel sabit, dll
2. Sindrom Nefrotik Ideopatik
Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga disebut Sindroma Nefrotik
Primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg, dkk membagi Sindrom Nefrotik Ideopatik
kedalam 4 golongan yaitu :
1. Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus terlihat
normal, namun dengan mikroskop elektron terlihat foot prosessus sel epitel
berpadu.
2. Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler glomerulus
3. Glomerulonefritis Proliferatif
3. Glomerulonefritis fokal segmental
Pada Glomerulonefritis fokal segmental yang paling mencolok yaitu sklerosis glomerulus yang
disertai atrofi tubulus.
4. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein
plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.Kelanjutan dari proteinuria akan dapat
mengakibatkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah penurunan
tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler akan berpindah ke interstisial.
Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah
kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak segera
diatasi akan berdampak pada hipotensi. Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan
mempengaruhi aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi
aldosteron yang mengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada
edema. Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak
segera diatasi pasien dengan Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis
dan selulitis. Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan kolesterol dan
trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotik plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein didalam
hepar akibat kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya hiperlipidemia, dan
akan ditemukan lemak didalam urine atau lipiduria.
Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindroma Nefrotik
1. Pengkajian, Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
1. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir,
panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
jenis kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan Utama
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa bagian tubuh anak seperti pada
wajah, mata, tungkai serta bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya
mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk menilai adanya peningkatan berat
badan. Perlu dikaji riwayat keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah saudara-
saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang anak yang
terganggu, apakah anak pernah mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta adanya
penurunan volume haluaran urine.
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah menderita penyakit lupus
eritematosus sistemik atau kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional
yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alcohol selama hamil.
4. Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena keletihan akibat
lambung yang mengalami tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan persepsi kenyang
pada anak.
5. Riwayat Psikososial dan Perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan perfusi darah ke otak. Hal ini
dapat berdampak pada ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak. Sehingga anak
perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang dengan baik.
3. Pemeriksaan Fisik
1. TTV
1. Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal 80 sampai 100 mmHg dan
nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka
akan ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat ditemukan anak dengan
hipertensi apabila kolesterol anak meningkat.
2. Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/ menit, frekuensi nadi anak
usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi
anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
3. Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21-30x/menit, anak 6 sampai 10 tahun 20-
26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
2. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam tahun) + 8. Perlu ditanyakan
kepada orangtua, BB anak sebelum sakit untuk menentukan adanya peningkatan BB pada
anak dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai dengan peningkatan Berat
Badan >30%.
3. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis Vein Distention (JVD)
terletak 2 cm diatas angulus sternalis pada posisi 450, pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak dengan hipervolemik akan
ditemukan JVD melebar sampai ke angulus mandibularis pada posisi anak 450.
4. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema pada periorbital yang akan
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak
dengan hipovolemik.
5. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak dengan Sindroma
Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga akan ditemukan
pernapasan cuping hidung.
6. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat penurunan saturasi oksigen. Selain
itu dapat ditemukan pula bibir kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
7. Kardiovaskuler
1. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas yang tidak teratur
2. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
3. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
4. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan bunyi napas pada lobus
bagian bawah Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia,
pendataran gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta peningkatan interval PR.
8. Paru-Paru
1. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
2. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila anak mengalami
dispnea
3. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
4. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun, frekuensi napas lebih
dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
9. Abdomen
1. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak asites
2. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar perut anak akan
terjadi abnormalitas ukuran
3. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
10. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan tampak pucat serta keringat
berlebihan, ditemukan kulit anak tegang akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan
integritas kulit.
11. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema anasarka atau hanya edema
lokal pada ektremitas saja.Selain itu dapat ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
12. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan pada anak perempuan
akan mengalami edema pada labia mayora.
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urine
1. Urinalisis
1. Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine lebih dari 2 gr/m2/hari.
2. Ditemukan bentuk hialin dan granular.
3. Terkadang pasien mengalami hematuri.
2. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
3. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria ( normalnya 50-1.400
mOsm).
4. Osmolaritas urine akan meningkat.
2. Uji Darah
1. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl (normalnya 3,5-5,5
gr/dl).
2. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000 mg/dl (normalnya <200
mg/dl).
3. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami hemokonsentrasi
( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada Perempuan 39-47% ).
4. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000-1.000.000/ μl (normalnya 150.000-
400.000/μl).
5. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan (normalnya K+
3,5-5,0 mEq/L, Na+135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L )
3. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status glomerular, jenis sindrom
nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan medis dan melihat proses perjalanan penyakit. (Betz
& Sowden, 2009)
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Keperawatan 2012-2014, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic koloid
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan.
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan agen biologis.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekuder,imunosupresan.
5. Diare berhubungan dengan edema mukosa usus.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologik.

4. SOAL KASUS KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN KONGENITAL PADA


SISTEM HEMATOLOGI THALASEMI
1. DEFINISI
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi rantai
globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 : 23). Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik
herediter yang diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa
dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor ( Mansjoer,
Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )
2. ETIOLOGI
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia); dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang di sebabkan oleh:
1. gangguan structural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada Hb S,
Hb F, Hb D dan sebagainya.
2. gangguan jumlah (salah satu/ beberapa) globin seperti pada talasemia.Kedua kelainan ini
sering dijumpai bersama-sama pada orang seorang pasien seperti talasemia Hb S atau talasemia
Hb F. penyakit ini banyak di jumpai pada bangsa- bangsa disekitar laut tengah seperti turki,
yunani, Cyprus dan lain-lain. Di Indonesia talasemia cukup banyak di jumpai bahkan
dikatakan merupakan yang paling banyak penderitanya dai pasien penyakit darah lainnya.
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan
oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik
(Suriadi, 2001 : 24)
3. KLASIFIKASI
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :
1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1
gen).
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)
Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Secara umum, terdapat
2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor
Karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan
kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang
bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan
umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di
usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala
lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat
sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita
thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita
thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa
perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.
Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya
penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani
transfusi darah.
2. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda
penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia
menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka
menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia
mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering
mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah
dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini
terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis
dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila
beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.
Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya yang
normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
6) Perut Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran
fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan
kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis.
Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
9) Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah,
maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
10. Penegakan diagnosis
1) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai
berikut:
o Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
o Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
o Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
o Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe dalam
serum tinggi
2) Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah
berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah
didalam pembuluh darah.
Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2/ Na ke jaringan yang
ditandai dengan klien mengeluh lemas dan mudah lelah ketika beraktifitas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia)
yang ditandai dengan kulit bersisik kehitaman padabeberapa tempat.
3. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hemokromatesis.
4. Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hipoksia jaringan.
5. Resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya imunitas.
Intervensi
1. hemodinamik Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2/ Na ke
jaringan
Tujuan NOC : mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya
tahan.
Intervensi NIC :
1. Pantau respon kardiorespiratori pasien (misalnya, takikardia, dipsnea, diaforesis, pucat,
tekanan dan frekuensi respirasi)
2. Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk memfasilitasi relaksasi.
3. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan
konsumsi oksigen.
4. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia)
yang ditandai dengan kulit bersisik kehitaman padabeberapa tempat.
Tujuan NOC : menunjukkan integritas jaringan yang baik
Intervensi NIC :
1. Inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan, tanda-tanda dehisensi, atau eviserasi pada daerah
insisi.
2. Lakukan pemijatan disekitar luka untuk merangang sirkulasi.
3. Ajarkan keluarga tentang tanda kerusakan kulit
4. Gunakan TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation) untuk peningkatan
penyembuhan luka.
3. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hemokromatesis.
Tujuan NOC : menunjukkan pola pernapasan efektif
Intervensi NIC :
1. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi.
2. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
3. Informasikan kepada keluarga bahwa tidak boleh merokok diruangan
4. Rujuk kepada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis
4. Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hipoksia jaringan.
Tujuan NOC : mengoptimalkan tumbuh kembang pada anak
Intervensi NIC :
1. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang
2. Pantau tingga dan berat badan gambarkan pada grafik pertumbuhan
3. Dorong aktivitas yang sesuai dengan usia klien
4. Konsultasikan dengan ahli gizi.
5. Resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya imunitas.
Tujuan NOC : faktor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan
status imun pasien
Intervensi NIC :
1. Pantau tanda/gejala infeksi
2. Lakukan pemberian transfusi darah.
3. Ajarka kepada keluarga tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkan kepusat
kesehatan
4. Konsultasikan kepada dokter tentang pemberian transfusi darah.

5. SOAL KASUS KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN KONGENITAL PADA


SISTEM ENDOKRIN JUVENILE DIABETES
1. DEFINISI
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.Hiperglikemia ini dapat
disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormone insulin,
gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua duanya (Weinzimer SA,
Magge S. 2005

6. SOAL KASUS KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN KONGENITAL PADA


SISTEM IMUN SLE

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh penyakit
autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak normal melawan
jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat terkena adalah seperti kulit,
jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf. Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan
suatu penyakit atuoimun yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia &
Lorraine, 2006 ) Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang
banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai
adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah
suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah,
penuakit ini terutama menyerang kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.
(Robins,2007)
2. Epidemiologi
Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) prevalensinya dalam populasi tertentu
kira – kira satu kasus per 2500 orang, penyakit ini cenderung terjadi pada perempuan (kira – kira
9:1), yang menyerang satu diantara 700 perempuan usia subur. systemic lupus erythematosus
(SLE) lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit hitam, Cina, dan
Filipina .Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian pada usia 15-
40 tahun (selama masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1) Di Indonesia,
data unutk kasus SLE masih belum ada yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun
2002, berdasarkan data pasien yang datang ke poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam di RSUP
Cipto Mangunkosumo Jakarta, terdapat 1,4% kasusu dari total seluruh kunjungan pasien.
Sedangkan unutuk RS Hasan Sadikin Bandung, terdapat 10,5% (291pasien) dari total pasien
yang berkunjung ke poliklinik reumatologi pada tahun 2010.
3. Penyebab/factor predisposisi
- Factor genetic
- Factor Humoral
- Factor lingkungan
- Kontak dengan sinar matahari
- Infeksi virus/bakteri
- Obat golongan sulva
- Penghentian lehamilan
- Trauma psikis
4. Patogenesis
Lupus ditandai oleh peradangan kronis atau berulang mempengaruhi satu atau lebih jaringan
dalam hubungan dengan beberapa autoantibodi. Beberapa, seperti anti - sel merah dan antibodi
antiplatelet, jelas patogen, sedangkan yang lain mungkin hanya penanda kerusakan toleransi.
Etiologi tetap misteri, tetapi seperti dalam banyak penyakit kronis, tampaknya mungkin bahwa
penyakit ini dipicu oleh agen lingkungan dalam kecenderungan tiap individu (Malleson, Pete;
Tekano, Jenny. 2007).
Faktor Endogen
Banyak autoantibodi (terutama ANAs) diarahkan terhadap antigen intraseluler biasanya 'tak
terlihat' untuk sistem kekebalan tubuh. Hal ini menunjukkan autoimunitas yang berkembang,
setidaknya dalam beberapa kasus, sebagai konsekuensi dari kematian sel yang tidak normal atau
disregulasi termasuk kematian sel terprogram (apoptosis). Dalam mendukung Konsep ini telah
menjadi pengakuan bahwa model hewan lupus di MLR / lpr mencit karena mutasi genetik FAS.
Aktivasi FAS menyebabkan apoptosis, kelainan FAS mencegah apoptosis yang normal
menyebabkan proliferasi limfositik tidak terkendali dan produksi autoantibodi. Sebuah homolog
manusia model hewan adalah sindrom limfoproliferatif autoimun (ALPS), karena mutasi dari
FAS, anak-anak mengembangkan limfadenopati besar dan splenomegali dengan produksi
autoantibody(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Faktor Eksogen
Bahkan sedikit yang diketahui tentang pemicu yang bertanggung jawab untuk sebagian besar
bentuk lupus. Obat seperti antikonvulsan dan antibiotik (khususnya minocycline) dapat
menyebabkan lupus. Sinar matahari dapat memicu kedua manifestasi kulit dan sistemik lupus
(dan neonatal lupus). Menelan jumlah yang sangat besar kecambah alfalfa juga dapat
menyebabkan lupus, pemicu aktif muncul menjadi L-canvanine. Peran, jika ada, dari virus dan
bakteri dalam memicu lupus tetap jelas meskipun perlu penelitian yang cukup besar. Tidak ada
bukti yang meyakinkan bahwa infeksi tertentu adalah penting dalam menyebabkan lupus.
Menariknya, ada peningkatan penyakit rematik pada orang dengan infeksi HIV, dan penyakit
autoimun termasuk lupus tampaknya menjadi lebih umum ketika ada restorasi kompetensi
kekebalan dengan penggunaan obat anti retro virus yang sangat aktif (Malleson, Pete; Tekano,
Jenny. 2007).
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian :
Data subyektif :
- Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang menyerupai
bentuk kupu-kupu.
- Pasien mengeluh rambut rontok.
- Pasien mengeluh lemas
- Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi.
- Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari.
- Pasien mengeluh nyeri
Data obyektif :
- Terdapat ruam – ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu.
- Nyeri tekan pada sendi.
- Rambut pasien terlihat rontok.
- Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien.
- Pembengkakan pada sendi.
- Pemeriksaan darah menunjukkan adanya antibodi antinuclear.
2. Masalah Keperawatan
- Nyeri akut bd agen injury fisik
- Fatigue bd anemia
- Risiko infeksi
- Gangguan citra tubuh
- Risiko injuri
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai