Anda di halaman 1dari 6

Defek Septum Atrial (Atrial Septal Defect)

Oleh : Heny Kristanto, S.Kp, M.Kes

Definisi

“ Defek septum atrial atau Atrial Septal Defect (ASD)


adalah gangguan septum atau sekat antara rongga
atrium kanan dan kiri. Septum tersebut tidak
menutup secara sempurna dan membuat aliran
darah atrium kiri dan kanan bercampur. “

“ Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan


(lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan
atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung
bawaan yang memerlukan pembedahan jantung
terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat
atrium adalah hubungan langsung antara serambi
jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat “

Angka kejadian ASD berkisar 1 dari 1500 kelahiran hidup. Lubang septum tersebut dapat terjadi di
bagian mana saja dari septum namun bagian tersering adalah pada bagian foramen ovale yang disebut
dengan ostium sekundum ASD.

Kelainan in terjadi akibat dari resorpsi atau penyerapan berlebihan atau tidak adekuatnya pertumbuhan
dari septum.

Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka
pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, Defek septum sekundum yaitu kegagalan
pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum
primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat
ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan
ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan
aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan
menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron. Tiga
macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu
1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai kelainan katup
mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.

Patent Foramen Ovale (PFO) yang terjadi pada 20% dari populasi bukanlah ASD yang sebenarnya.
Foramen ovale merupakan lubang pada janin yang terdapat diantara rongga atrium. Pada saat lahir,
lubang ini akan akan menutup secara alami dan secara anatomis akan menutup sempurna pada bayi
usia 6 bulan dengan cara bergabung dengan septum atrial. PFO terjadi apabila didapatkan kegagalan
penutupan atau penggabungan dengan septum atrial.

Patofisiologi
1
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari Atrium
Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan
suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain
ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding
ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan
meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari
kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler
paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga
sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi
dan sianosis.

Gejala Klinis
Kebanyakan bayi tidak memilihi keluhan klinis atau disebut dengan asimptomatik pada ASD. Kelainan
ASD umumnya diketahui melalui pemeriksaan rutin dimana didapatkan adanya murmur (kelainan bunyi
jantung). Apabila didapatkan adanya gejala atau keluhan, umumya didapatkan adanya sesak saat
beraktivitas, mudah lelah, dan infeksi saluran pernapasan yang berulang.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya adalah foto roentgen dada dimana didapatkan
adanya pembesaran jantung karena pembesaran atrium dan ventrikel kanan. Pemeriksaan penunjang
lainnya adalah elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam jantung, kateterisasi jantung, angiografi koroner,
serta ekokardiografi. 

Tatalaksana
Kebanyakan pasien ASD tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia 3 bulan, defek berukuran <
3 mm umumnya akan menutup spontan. Bagaimanapun juga apabila lubang tersebut besar maka
operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya gagal jantung atau
kelainan pembuluh darah pulmonal. Pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya diberikan
setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk mengurangi resiko terjadinya
endokarditis infektif

ASKEP ANAK DENGAN ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)


Etiologi

2
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain

Gangguan hemodinamik
Tekanan di Atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di Atrium Kanan sehingga memungkinkan
aliran darah dari Atrium Kiri ke Atrium Kanan.

Komplikasi
1. Gagal Jantung
2. Penyakit pembuluh darah paru
3. Endokarditis
4. Aritmia

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Pemeriksaan yang mendetail terhadap fungsi jantung.
 Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
 Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi organ terkait
a. Inspeksi :
1). Status nutrisi : Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan
dengan penyakit jantung.
2). Warna – Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital, sedangkan
pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
3). Deformitas dada – Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.
4). Pulsasi tidak umum – Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
5). Ekskursi pernapasan – Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea, adanya
dengkur ekspirasi)
6). Jari tabuh – Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital. (pada
kondisi lanjut)
7). Perilaku – Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari beberapa
jenis penyakit jantung.
b. Palpasi dan perkusi :
1). Dada – Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain (seperti
thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi)
2). Abdomen – Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
3). Nadi perifer – Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat menunjukkan
ketidaksesuaian.
c. Auskultasi
1). Jantung – Mendeteksi adanya murmur jantung.

3
2). Frekwensi dan irama jantung – Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang
membantu melokalisasi defek jantung.
3). Paru-paru – Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
4). Tekanan darah – Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian
antara ekstremitas atas dan bawah)

Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian – mis; EKG, radiografi, ekokardiografi, fluoroskopi,
ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin, volume sel darah, gas darah),
kateterisasi jantung.

Rencana asuhan keperawatan


1. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
afterload sekunder terhadap defek struktur.
a. Tujuan :
Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
b. Kriteria hasil :
1). Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai
usia.
2). Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia )
c. Intervensi keperawatan/rasional
1). Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk
mencegah toxisitas.
2). Beri obat penurun afterload sesuai program
3). Beri diuretik sesuai program

2. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport


oksigen
a. Tujuan :
Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
b. Kriteria hasil :
1). Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
2). Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.
c. Intervensi keperawatan/rasional
1). Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
2). Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.
3). Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
4). Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan
kebutuhan oksigen.
5). Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
6). Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.
3. Diagnosa keperawatan : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
a. Tujuan :
1). Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
2). Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
b. Kriteria hasil :
1). Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
2). Anak melakukan aktivitas sesuai usia
3). Anak tidak mengalami isolasi social
c. Intervensi Keperawatan/rasional
1). Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.

4
2). Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan
kecenderungan pertumbuhan.
3). Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
4). Dorong aktivitas yang sesuai usia.
5). Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak
yang lain.
6). Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan
beristirahat bila lelah.

4. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.


a. Tujuan :
Klien tidak menunjukkan tanda infeksi
b. Kriteria hasil :
Anak bebas dari infeksi.
c. Intervensi Keperawatan/rasional
1). Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
2). Beri istirahat yang adekuat
3). Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.

5. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.


a. Tujuan :
Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini.
b. Kriteria hasil :
1). Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
2). Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan.
c. Intervensi Keperawatan/rasional
1). Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi :
a). Gagal jantung kongestif :
 Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.
 Takipnea
 Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
 Keletihan
 Penambahan berat badan yang tiba-tiba.
 Distress pernapasan
b). Toksisitas digoksin
 Muntah (tanda paling dini)
 Mual
 Anoreksia
 Bradikardi.
 Disritmia
c). Peningkatan upaya pernapasan – retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
 Hipoksemia – sianosis, gelisah.
 Kolaps kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia.
2). Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik
1). Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.
2). Tetap tenang.
3). Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.
4). Hubungi praktisi
3). Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada
keluarga.
4). Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur.
5). Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan.

5
6). Gali perasaan mengenai pilihan pembedahan.

6. Diagnosa Keperawatan : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan
penyakit jantung (ASD)
a. Tujuan :
1). Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
2). Klien menunjukkan perilaku koping yang positif
b. Kriteria hasil :
1). Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya
2). Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif
c. Intervensi Keperawatan/rasional :
1). Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah
defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan
ansietas/rasa takut.
2). Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk
memudahkan koping yang lebih baik di rumah.
3). Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah
kelelahan pada diri mereka sendiri.
4). Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk
anak.

Evaluasi
Proses : langsung setelah setiap tindakan
Hasil : tujuan yang diharapkan
a. Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia
b. Memfasilitasi anak untuk melakukan aktivitas fisik sesuai dengan usia dan kondisi kesehatannya
c. Anak bebas dari komplikasi pascabedah

Sumber :
Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM (1996), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULER (2001), Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai