Anda di halaman 1dari 9

Nama : Florentina Lisa Pratama

Kelas/NIM : A3/131911133125

RESUME TM 8 KEPERAWATAN TROPIK INFEKSI


“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT TROPIK YANG DISEBABKAN
OLEH PARASIT: MALARIA”

1. Definisi
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa genus
Plasmodium dengan vektor nyamuk Genus Anophles betina. Manifestasi yang umum
disebabkan oleh infeksi Malaria antara lain berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.
Malaria merupakan hasil dari interaksi antara parasit/Plasmodium, inang/Anopheles
betina, dan lingkungan. Lingkungan berperan dalam siklus pertumbuhan dan
perkembangbiakan nyamuk. Kepadatan vektor pemukiman manusia merupakan faktor
risiko penyebab dari lingkungan yang mendukung infeksi malaria (Fitriany and Sabiq,
2018).
Saat ini terdapat lebih dari 150 spesies plasmodium yang menginfeksi mamalia,
burung, dan reptil. Ada empat jenis parasit malaria di dunia yang menyerang sel darah
manusia yaitu: Plasmodium Falciparum, Plasmodium Vivax, Plasmodium Malariae,
Plasmodium Ovale. Selain keempat spesies yang umumnya menyerang manusia, juga
terdapat lima spesies Plasmodium tambahan yang mampu menyerang kera dan manusia
yaitu P.Simium, P.Brasilianum, P.cynomolgi, P.Inui, P.Knowlesi. Plasmodium Knowlesi
merupakan jenis protozoa yang umum menginfeksi kera ekor panjang (Mocaca
fascicularis) dan kera ekor babi (Macaca nemestrina/pig tail) di wilayah Asia Tenggara.
Di Indonesia ada beberapa laporan kasus infeksi malaria Plasmodium Knowlesi terutama
di Pulau Kalimantan (Asmara, 2019). Diantara spesies tersebut, Plasmodium Falcifarum
merupakan parasit yang memiliki tingkat mortalitas paling tinggi, dan Plasmodium Vivax
merupakan parasit yang memiliki virulensi yang paling tinggi (Rahayu, Sulasmi and
Suryatinah, 2017).
2. Etiologi (Akbaba et al., 2019)
1) Plasmodium Falciparum
Menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika merupakan jenis malaria
terberat dan satu-satunya parasit malaria yang menimbulkan penyakit
mikrovaskular dengan menyebabkan komplikasi berat seperti cerebral
1
malaria/malaria otak, anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak
nafas.
2) Plasmodium Vivax
Menyebabkan malaria tertiana, dapat sembuh tanpa pengobatan berakhir 2-3
bulan. Bersifat dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik. Plasmodium vivax
memiliki waktu inkubasi yang lebih panjang (12 hari sampai beberapa bulan),
memiliki siklus eritrosit yang serupa (42-48 jam) dan memproduksi merozoit yang
lebih sedikit per skizon. Secara umum diketahui bahwa Plasmodium vivax
membutuhkan duffy antigen yaitu sebuah reseptor yang diperlukan untuk
menginvasi eritrosit pejamu. Pada manusia yang tidak mempnyai antigen ini, akan
menjadi resisten terhadap infeksi tersebut. Selain itu Plasmodium vivax lebih
menyerang sel darah merah muda apabila dibandingkan dengan Plasmodium
falciparum yang menyerang eritrosit pada semua usia (Suwandi, Giovani and N,
2017).
3) Plasmodium Malariae
Menyebabkan malaria quartana dan tidak bergejala dalam waktu yang lama.
Bersifat dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik.
4) Plasmodium Ovale
Jenis P.Ovale jarang dijumpai umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat , lebih
ringan, dan seringkali sembuh tanpa pengobatan.
5) Plasmodium Knowlesi
Secara umum siklus hidup P. knowlesi tidak berbeda dengan plasmodium lainnya,
hanya saja plasmodium ini memiliki siklus eritrosit yang paling singkat yaitu setiap
24 jam. Masa inkubasi P. knowlesi pada vektor nyamuk Anopheles sekitar 10 hari
sehingga membutuhkan vektor yang relatif berumur panjang atau sama dengan
vektor P. malariae. Begitu berada di dalam tubuh nyamuk, pembentukan sporogoni
berlangsung selama 9-10 hari pada suhu 25° celcius. Pada saat nyamuk menggigit
manusia, kurang lebih 100 sporozoit diinjeksikan melalui gigitannya. Siklus
eksoeritosit membutuhkan waktu kurang lebih 5 hari untuk pematangan P.
knowlesi tetapi parasit ini tidak membentuk hipnozoit di dalam sel hati. Dalam
siklus hidup P. knowlesi, pembentukan gametosit terjadi belakangan setelah
beberapa kali siklus aseksual, biasanya 3-5 kali. Pembentukan gametosit P.
knowlesi relatif lambat, membutuhkan waktu sekitar 48 jam (Asmara, 2019).

2
6) Mixed Infection
Mixed infection atau infeksi campuran terjadi jika penderita dapat dihinggapi oleh
lebih dari satu jenis Plasmodium. Infeksi campuran dapat terjadi dengan adanya
infeksi P.Falciparum dengan P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi ketiga Plasmodium
jarang sekali terjadi dan terjadi pada daerah dengan endemitas tinggi malaria.
3. Faktor risiko
1) Ras atau suku bangsa berkaitan dengan prevalensi HbS yang mana penduduk benua
Afrika memiliki kadar Hhemoglobin S (HbS) yang cukup tinggi sehingga tahan
dengan infeksi P.Falciparum berat.
2) Kekurangan enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) yang memberikan
perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.
3) Kekebalan tubuh dan faktor imun
Sistem kekebalan tubuh dan sistem imun yang kurang kuat dalam menghancurkan
Plasmodium yang masuk menyebabkan gagalnya sistem imun dalam menghalangi
perkembangan parasit Plasmodium.
4) Penderita SCA (Sickle Cell Anemia) atau pasien dengan hemoglobinopati
Homoglobinopati merupakan kelainan pengkode gen pada strain pembentuk globin
pada hemoglobin. Salah satu penyakit terkait dengan hemoglobinopati yaitu
SCA/Sickle Cell Anemia. Penderita dengan SCA memiliki tingkat morbiditas lebih
tinggi dibandingkan dengan populasi umum yang normal. Penderita SCA yang
terinfeksi oleh parasit malaria terjadi lonjakan sel darah putih dan kemerosotan
jumlah Hb yang signifikan. Oleh karena itu, diperlukan pencegahan preventif
optimal untuk melindungi penderita SCA dari paparan parasit malaria (Harp et al.,
2021).
5) Ibu hamil
Pada ibu hamil yang terinfeksi parasit Plasmodium dapat menyebabkan perbedaan
refleks dengan neonatus normal, immaturitas, dan kerusakan pada sistem neurologi
neonatus (Lawford et al., 2021).
4. Patogenesis malaria
- Silkus Pada Manusia
Ketika nyamuk anoples betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia,
akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darahdan jaringan
hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam
sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar
3
merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit
(stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang
sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit. Sebagian besar Merozoit masuk kemabli
ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan
- Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina.
Betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus
hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Didalam lambung nyamuk, terjadi
perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet)
yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding
lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah,
keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke
manusia.
- Khusus P. vivax dan P. ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan)
sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit,
akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah yang
menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila
suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah,
sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan
terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit
yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun
sebelumnya pernah menderita P. vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia
mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang
bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan
didapati Pemeriksaan sediaan darah (SD) positif P. vivax/ovale.

4
5. Manifestasi klinis
1) Gejala umum trias malaria,
Gejala trias malaria berlangsung selama 6-10 jam biasanya dialami oleh penderita
yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum memiliki
kekebalan terhadap malaria, atau penderita yang baru pertama kali mengalami
malaria. Gejala trias malaria lebih sering dialami penderita malaria yang
disebabkan oleh Plasmodium Vivax sedangkan pada malaria akibat P.Falciparum
gejala mengigil dapat berlangsung berat atau bahkan tidak ada. Diantara 2 periode
demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada
malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria
malariae. Gejala trias malaria yaitu:
a. Stadium dingin (+15 menit-1 jam)
Dimulai dengan menggigil, perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat
tapi lemah, bibir dan jari-jari pucat/sianotik, kulit kering, terkadang disertai
muntah.
b. Stadium demam (+2-4 jam)
Penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering, sakit kepala, dan sering
kali muntah, nadi menjadi kuat kembali, merasa haus, suhu tubuh meningkat
hingga 41C atau lebih. Pada anak-anak suhu tubuh yang tinggi ini memicu
kejang.
c. Stadium berkeringat (+2- 4 jam)
Penderita berkeringat sangat banyak, suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang
hingga dibawah normal, umumnya penderita merasa ingin tidur dan setelah tidur
penderita merasa lemas dan dapat melakukan aktivitas kembali.
2) Gejala malaria berat/malaria dengan komplikasi
a. Gangguan kesadaran
b. Keadaan umum yang sangat lemah (tidak mampu duduk dan berdiri)
c. Kejang, banyak terjadi pada anak-anak
d. Mata atau tubuh kuning
e. Tanda-tanda dehidrasi
f. Perdarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan
g. Napas cepat dan dispneu
h. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan dan minum

5
i. Warna air seni kuning lebih tua atau bahkan hitam
j. Oliguria
k. Telapak tangan pucat karena anemia/ kekurangan Hb
6. Pengobatan/Terapi Farmakologi (Rahayu, Sulasmi and Suryatinah, 2017)
Pasien malaria di Indonesia, baik yang telah dikonfirmasi melalui pemeriksaan
mikroskopis maupun diagnosis klinis, umumnya diobati dengan pengobatan standar
kloroquin (25 mg base/kg berat badan, dibagi dalam 3 dosis selama periode 72 jam).
Pengobatan ini diikuti dengan pemberian primaquin 15 mg per hari selama 2 minggu untuk
infeksi Plasmodium vivax atau dosis tunggal primaquin 45 mg untuk Plasmodium
falciparum.
Pada kasus kegagalan obat suatu formulasi standar sulfadoksin pirimetamin akan
diberikan sesuai petunjuk dari Kementerian Kesehatan. Pada umumnya dokter dan tenaga
kesehatan profesional lain memberikan pengobatan malaria tanpa disertai monitoring dan
follow up karena adanya keterbatasan tenaga terlatih dan fasilitas diagnostik. Kebiasaan
ini tentunya sangat memicu timbulnya resistensi dan oleh karena itu harus
dipertimbangkan secara hati-hati sebelum membuat suatu kebijakan pengobatan malaria
yang baru. Kementerian Kesehatan sejak tahun 2003 merekomendasikan penggunaan obat
kombinasi artemisininamodiakuin sebagai obat antimalaria lapis pertama, pada beberapa
daerah endemis malaria khususnya untuk P. falciparum.
7. Pencegahan
Pencegahan infeksi parasit Plasmodium dapat dilakukan dengan pengendalian
vektor nyamuk Anopheles dengan modifikasi lingkungan. Salah satu cara yang popular
adalah dengan kombinasi pemasangan kelambu di tempat tidur dan penyemprotan
insektisida/bahan kimia pembunuh nyamuk (Okyere, 2021).
Pemasangan kelambu anti nyamuk ini, dewasa ini telah dimodifikasi dengan
kelambu yang mengandung insektisida didalamnya/ Long Lasting Insecticidal Nets
(LLINS). Di Indonesia berdasarkan penelitian LitBangKemKes dibuktikan bahwa
pemasangan LLINS efektif untuk menangkal Nyamuk Anopheles Maculatus (Nurmaliani
et al., 2016).
Pencegahan perkembangbiakan dan penyebaran vektor nyamuk Anopheles ini
sedikit bergeser di masa Pandemi Covid-19 karena sebagian besar penanggulangan
dialokasikan untuk penanganan Pandemi Covid-19. Hal ini termasuk penyemprotan residu
dalam ruangan (IRS), distribusi penggunaan kelambu berinsektisida (LLIN), terapi
kombinasi berbasis artemisin, dan pemberian pengobatan pencegahan infeksi malaria
6
dalam kehamilan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya dana, lingkungan politik yang
keropos, kelankaan sumber daya untuk pengendalian vektor, perubahan perilaku vektor,
resistensi vektor terhadap insektisida, perubahan perilaku masyarakat, dan kurangnya
teknologi digital yang layak dan berkelanjutan untuk mengelola intervensi pengendalian
malaria yang menghambat kemajuan yang ingin dicapai menuju eliminasi malaria . pada
masa pandemi, terjadi peningkatan kasus malaria khususnya di wilayah endemis malaria
di Zimbabwe, Afrika (Mbunge et al., 2021). Peningkatan kasus malaria selama pandemi
merupakan panggilan untuk meningkatkan strategi intervensi malaria dan menggabungkan
teknologi digital baru yang layak dan berkelanjutan untuk menyebarkan informasi malaria,
meningkatkan pemetaan vektor, pengawasan, pemantauan, pelaporam, dan koordinasi
penelitian malaria. Dalam melaksanakan kegiatan ini diperlukan adanya pendampingan,
pengembangan keterampilan, pelatihan, dan keterlibatan masyarakat, serta sistem
pemantauan dan evaluasi berjangka untuk menghentikan transmisi dalam negeri (Mbunge
et al., 2021).
8. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
- Anamnesis dengan keluhan utama demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal
- Pemeriksaan fisik
Malaria ringan: Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C), Konjungtiva
atau telapak tangan pucat, Pembesaran limpa (splenomegali), dan Pembesaran hati
(hepatomegali).
Malaria berat: Malaria serebral, Gangguan status mental, Kejang multipel, Koma,
Hipoglikemia: gula darah < 50 mg/dL, Distress pernafasan, Temperatur > 40oC, tidak
responsif dengan asetaminofen, Hipotensi, Oliguria atau anuria, Anemia dengan nilai
hematokrit <20% atau menurun dengan cepat, Kreatinin > 1,5 mg/dL, Parasitemia >
5%, Bentuk Lanjut (tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada apusan darah
tepi, Hemoglobinuria, Perdarahan spontan, dan Kuning.
- Laboratorium
Dengan pemeriksaan sediaan darah (SD) di Puskesmas/Iapangan/rumah sakit untuk
menentukan Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif),Spesies dan stadium
plasmodium, Kepadatan parasite.
- Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat

7
Pemeriksaan penunjang meliputi; darah rutin, kimia darah lain (gula darah, serum
bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin,
natrium dan kalium, anaIisis gas darah, EKG, Foto toraks,Analisis cairan
serebrospinalis, Biakan darah dan uji serologi, dan Urinalisis.
b. Diagnosis Keperawatan
- Hipertermia (D.0130) b.d. proses penyakit infeksi parasit Plasmodium d.d. suhu tubuh
diatas nilai normal (>37,5C), merasa menggigil, kulit merah, kejang, takipnea
(RR>20x/menit), takikardia (N>100x/menit) dengan nadi lemah, kulit terasa hangat.
- Nausea (D.0076) b.d. peregangan kapsul limpa d.d. mengeluh mual, merasa ingin
muntah, tidak berminat makan
- Risiko Hipovolemia (D.0034) d.d. kehilangan cairan secara aktif
- Intoleransi Aktivitas (D. 0056) b.d. kelemahan d.d. mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat > 20% dari kondisi istirahat, dispnea saat dan setelah aktivitas, merasa
lemah, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

8
Daftar Pustaka
Akbaba, S. et al. (2019) ‘Results of a combination treatment with intensity modulated
radiotherapy and active raster-scanning carbon ion boost for adenoid cystic carcinoma of
the minor salivary glands of the nasopharynx’, Oral Oncology. Elsevier, 91(February), pp.
39–46. doi: 10.1016/j.oraloncology.2019.02.019.
Asmara, I. G. Y. (2019) ‘Infeksi Malaria Plasmodium knowlesi pada Manusia’, Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia, 5(4), pp. 200–208. doi: 10.7454/jpdi.v5i4.224.
Fitriany, J. and Sabiq, A. (2018) ‘Malaria’, Malaria, 4(2). doi: 10.29103/averrous.v4i2.1039.
Harp, K. O. et al. (2021) ‘Analysis of clinical presentation, hematological factors, self-reported
bed net usage, and malaria burden in sickle cell disease patients’, EClinicalMedicine.
Elsevier Ltd, 39, p. 101045. doi: 10.1016/j.eclinm.2021.101045.
Lawford, H. L. S. et al. (2021) ‘Associations Between Malaria in Pregnancy and Neonatal
Neurological Outcomes’, International Journal of Infectious Diseases. Elsevier Ltd, pp. 0–
25. doi: 10.1016/j.ijid.2021.07.037.
Mbunge, E. et al. (2021) ‘Is malaria elimination a distant dream? Reconsidering malaria
elimination strategies in Zimbabwe’, Public Health in Practice. Elsevier Ltd, 2(May), p.
100168. doi: 10.1016/j.puhip.2021.100168.
Nurmaliani, R. et al. (2016) ‘Daya Bunuh Kelambu Berinsektisida Long Lasting Insecticidal
Nets (LLINS) terhadap Nyamuk Anopheles maculatus Lethal Potency of Long Lasting
Insecticidal Nets (LLINS) Against Anopheles maculatus Mosquito’, Aspirator, 8(1), pp. 1–
8.
Okyere, C. Y. (2021) ‘Evaluation of alternative mosquito control measures on malaria in
Southern Ghana’, Scientific African. Elsevier B.V., 13, p. e00866. doi:
10.1016/j.sciaf.2021.e00866.
Rahayu, N., Sulasmi, S. and Suryatinah, Y. (2017) ‘Identifikasi Spesies Plasmodium Malaria
Di Desa Temunih Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan
Selatan’, Spirakel, 9(1), pp. 10–18. doi: 10.22435/spirakel.v8i2.6747.
Suwandi, J. F., Giovani, M. P. and N, R. D. M. (2017) ‘Komplikasi Malaria Berat pada Infeksi
Plasmodium vivax’, J AgromedUnila, 4(1), pp. 86–91.

Anda mungkin juga menyukai