Anda di halaman 1dari 29

iv

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi akut maupun kronis yang di sebabkan oleh
protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina dan berkembang biak di dalam eritrosit manusia. Malaria
ditandai dengan ditemukan adanya bentukan aseksual plasmodium dalam eritrosit
disertai dengan gejala tidak spesifik dan mirip dengan gejala penyakit sistemik
seperti demam, mengigil, berkeringat, anemia, nyeri kepala, nyeri otot, anoreksia.
Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi atau dengan komplikasi
sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. 1

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Organisme penyebab malaria adalah protozoa yang berasal dari genus


plasmodium. Plasmodium dibagi menjadi 5 spesies yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium
knowlesi. 2,3
a) Plasmodium Falciparum
menyebabkan malaria tropika, jenis malaria ini merupakan jenis yang
terberat dan sering menyebabkan berbagai komplikasi. Banyak ditemukan
di Sub-Sahara dan Africa barat dan memiliki morbiditas dan mortalitas
tertinggi diantara spesies Plasmodium. Gejala demam timbul intermiten dan
dapat kontinyu. Masa inkubasi plasmodium falciparum adalah 8 – 11 hari.
b) Plasmodium Vivax
Menyebabkan malaria tertiana, banyak ditemukan di wilayah Asia selatan,
Pasifik barat, Amerika latin. Gejala demam berulang dengan interval bebas
demam 2 hari. Tanpa pengobatan berakhir dalam 2 – 3 bulan dan 50% dapat

2
Aktivitas penduduk di luar rumah pada malam hari seperti nelayan
4. Imun rendah
Orang dengan HIV/AIDS, ibu hamil dan anak < 5 tahun, usia lanjut dan
penyakit imunokompromised lain memiliki resiko lebih tinggi untuk
mengalami malaria berat.

2.3 Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2020, hampir
separuh populasi dunia memiliki resiko terkena malaria. Sebagian besar jumlah
kasus dan kematian terjadi di afrika, namun di wilayah asia tenggara, mediterania
timur, pasifik barat dan Amerika juga melaporkan jumlah kasus dan kematian yang
signifikan. Diperkirakan terdapat 241 juta kasus malaria secara global dengan
jumlah kematian sebanyak kisaran 627.000 jiwa. 6
Indonesia sendiri memegang peringkat negara kedua tertinggi (setelah India) di
asia tenggara untuk jumlah kasus malaria tertinggi. Meski kasus malaria sempat
mengalami penurunan pada rentan 2010-2014, namun tren kasus malaria di
Indonesia cenderung stagnan di tahun 2014-2019. Berdasarkan data Kementerian
Kesehatan mencatat bahwa total kasus malaria di Indonesia tahun 2020 sebanyak
254.055. Persentase suspek malaria yang dikonfirmasi laboratorium baik
menggunakan mikroskopis maupun Rapid Diagnosis Test (RDT) pada tahun 2020
adalah 97% dengan jumlah pemeriksaan 1.823.104 dari 1.877.769 suspek yang
diperiksa dengan positivity rate (PR) adalah 14%. Berdasarkan data dari Kemenkes
tahun 2019, konsentrasu kabupatan atau kota endemis tinggi malaria berada di
wilayah Indonesi Timur dimana sekitar 86% kasus terjadi di provinsi Papua dengan
jumlah 216.380 dan di susul dengan provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak
12.909 kasus serta provinsi Papua Barat sebanyak 7.079 kasus. Namun masih
terdapat pula wilayah endemis tinggi di Indonesia bagian tengah seperti di
Kalimantan Timur. Sementara itu terdapat sekitar 300 kabupaten dan kota yang
telah memasuki kategori eleminasi malaria. Beberapa provinsi di Indonesia yang
masuk ke dalam kategori eliminasi adalah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Bali.7

4
relaps dalam beberapa minggu – 5 tahun setelah penyakit awal. Masa
inkubasi P. Vivax 10 – 17 hari
c) Plasmodium Ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik
barat. Seringkali sembuh tanpa pengobatan. Pola demam mirip dengan
palsmodium vivax namun gejala dapat lebih ringan. Masa inkubasi P. Ovale
18-40 hari
d) Plasmodium Malariae
Menyebabkan malaria quartana. Banyak di temukan di wilayah Afrika.
Gejala dapat berupa Asimtomatis dalam waktu lama. Masa inkubasi P.
Malariae 18-40 hari
e) Plasmodium Knowlesi
Plasmodium knowlesi dapat ditemukan di Asia tenggara. Gejala demam
menyerupai malaria falsiparum yaitu intermiten dan kontinyu. Masa
inkubasi P.Knowlesi adalah 9-12 hari
Plasmodium falciparum dan plasmodium merupakan penyebab terbanyak
malaria di Indonesia dan plasmodium falciparum merupakan jenis yang
menyebabkan terjadinya malaria berat. Vektor dari malaria berasal dari nyamuk
anopheles. Diketahui lebih dari 422 spesies Anopheles di dunia. Di Indonesia hanya
ada 80 spesies dan 22 diantaranya ditetapkan menjadi vektor malaria. 18 spesies
dikomfirmasi sebagai vektor malaria dan 4 spesies diduga berperan dalam
penularan malaria di Indonesia. Nyamuk tersebut hidup di daerah tertentu dengan
kondisi habitat lingkungan yang spesifik seperti daerah pantai, rawa-rawa,
persawahan, hutan dan pegunungan. 4
Faktor resiko dan pencetus seseorang terjangkit penyakit malaria 5
1. Riwayat bepergian ke daerah endemis terutama tanpa upaya pencegahan
yang adekuat
2. Tempat tinggal
Penduduk desa di daerah endemis memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan
penduduk perkotaan karena terkait habitat vector
3. Pekerjaan

3
2.4 Siklus hidup Plasmodium
Parasit Plasmodium memiliki 2 host untuk berkembang biak yaitu nyamuk
anopheles dan manusia. Siklus sporogoni (tahap seksual) terjadi di nyamuk
anopheles betina dan skizogoni (tahap aseksual) yang terjadi di tubuh manusia.1
a. Siklus aseksual
Parasit masuk dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles
yang terinfeksi dan nyamuk akan melepaskan sporozoid ke dalam pembuluh darah
dimana Sebagian besar akan menuju ke hepar, di dalam sel parenkim hepar akan
mulai perkembangan aseksual tahap ekso-eritrositik, dimana sporozoid akan
menginfeksi sel hepatosit dan berkembang menjadi skizon yang terdiri dari 10.000-
30.000 merozoid skizon yang pecah akan mengeluarkan merozoid ke sirkulasi
darah. Pada P.vivax dan ovale sebagian parasite akan menetap dalam bentuk
hipnozoid yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun dan dapat menyebabkan
terjadinya relaps pada malaria. 1
Selanjutnya setelah merozoid berada di dalam sirkulasi darah, akan terjadi
tahap eritrositik dimana merezoid akan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit
dan menginfeksi eritrosit. Merozoit yang menginfeksi eritrosit akan berkembang
menjadi tripozoit imatur dengan bentuk cincin karena adanya vakuola di dalam sel
parasite sehingga sel ini berada di tepi. Tropozoid selanjutnya akan menjadi matur
dan kembali bereplikasi dengan pembelahan inti menjadi schizont. Schizont yang
matur akan pecah dan melepaskan merozoid baru dan menginfeksi eritrosit lainnya.
1

Beberapa tropozoid berkembang menjadi gamet jantan (mikrogametosit)


dan betina (makrogametosit). Pada saat nyamuk menghisap darah manusia yang
terinfeksi plasmodium, gametosit akan terbawa nyamuk dan akan berkembang
dalam tubuh nyamuk.1
b. Siklus seksual
Gametosit yang terhisap oleh nyamuk akan berkembang biang, dimana akan
terjadi perkawinan silang antara jantan (mikrogamet) dan betina (makrogamet)

5
menjadi zigot. Selanjutnya zigot berkembang menjadi ookinete dimana ookinare
dapat menembus dinding lambung nyamuk dan berkembang menjadi oocyst.
Oocyst yang telah matur akan rupture dan melepas sporozoid yang akan menyebar
dan menuju ke kelenjar ludah nyamuk.1

Gambar 2.1 Siklus hidup plasmodium spp (CDC, 2022)

2.5 Patofisiologi

Setelah melalui tahap rupture schizont, merozoid yang dilepaskan akan masuk
ke dalam sel retikuloendotelial sel (RES) di spleen dan mengalami fagositosis,
Sebagian merozoid yang lolos dari fagositosis akan menyisai eritrosit dan
berkembang dalam eritrosit. Bentuk parasite dalam eritrosit yang berpotensi (EP)
ini yang berperan dalam pathogenesis terjadinya malaria pada manusia. EP secara
garis besar mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin dan stadium matur.
Permukaan EP stadium cincin akan terbentuk ring erythrocyte surface antigen
(RESA) yang menghilang setelah masuk stadium matur. EP stadium matur akan

6
mengalami penonjolan membentuk knob dengan Histidin Rich-Protein 1 (HRP-1)
sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP mengalami merogoni, akan
melepaskan toksin malaria berupa Glikosilfosfatidilinositol (GPI) yang akan
ditangkap oleh Toll Like Reseptor 9 (TLR-9) makrofag dan endothelial cells untuk
mensekresi sitokin dan mediator inflamasi seperti TNF-α (Tumor Necrosis Factor-
α), INF-γ (Interferone-γ), IL-1 (Interleukin-1), IL-6 (Interleukin-6), IL-8
(Interleukin-8). TNF dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang
merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Eritrosit yang terinfeksi
akan terjadi lisis sehingga menyebabkan gejala anemia pada penderita malaria.
Eritrosit yang lisis akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke organ RES
sehingga pada penderita malaria dapat ditemukan pembesaran hepar dan lien.8

Gambar 2.2 Patogenesis Malaria (Midha, kanav 2017)

Pada malaria berat, mekanismenya berkaitan dengan invasi merozoid ke dalam


eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit mengalami perubahan struktur dan
molekul, perubahan tersebut diantaranya sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting.
Sitoadherensi adalah peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi
P.falsiparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu
eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi yang disebut

7
rosseting. Rosseting adalah suatu fenomena perlekatan antara satu buah eritrosit
yang mengandung merozoit matang yang di selubungi oleh sekitar 10 atau lebih
eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya rosseting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi parasit. Rosseting menyebabkan obstruksi aliran
darah lokal atau dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadherensi.
Sitoadherensi menyebabkan eritrosit matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi.1

Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskuler


disebut eritrosit matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P. falciparum yang
mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi
pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan
hampir semua jaringan dalm tubuh. Sekustrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti
dengan hepar dan ginjal, paru, jantung dan usus. Sekuestrasi dari Plasmodium
falciparum diperantarai oleh beberapa ligan yang ada di endotel manusia, yaitu
Plasmodium falciparum histidine-rich protein (PfHRP) dan Plasmodium
falciparum erythrocyte membrane protein 1 (PfEMP1). Plasmodium falciparum
histidine-rich protein (PfHRP) berperan dalam pembentukan knob, yaitu
pembentukan membran simetris yang berada di permukaan eritrosit yang
terinfeksi. Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein 1 (PfEMP1)
adalah protein yang dikode oleh gen tertentu yang menonjol dari knob tersebut.
Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein 1 (PfEMP1) berperan
dalam sekuestrasi dan virulensi parasit yang memediasi proses adhesi ke endotel
sehingga parasit dapat menghindari penghancuran oleh sistem imun dan limpa.
Jika sitoadherensi, rosseting, dan sekuestrasi pada eritrosit di organ vital terus
berlangsung, maka akhirnya akan dapat menyumbat aliran darah sehingga akan
terjadi penurunan suplai oksigen yang menghambat sintesis ATP mitokondiria
yang menyebabkan peningkatan replikasi parasite dan perlekatan eritrosit
terinfeksi dengan eritrosit normal dan merangsang produksi sitokin yang dapat
berkontribusi terhadap perkembangan penyakit yang lebih berat. 10

8
2.6 Diagnosis
Diagnosi malaria dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Adanya Riwayat penderita mengenai daerah asal dari
daerah endimik malaria, Riwayat bepergian ke daerah malaria dapat membantu
dalam memperkirakan adanya infeksi malaria. WHO merekomendaikan diagnosis
berdasarkan gejala klinis dengan 2 petunjuk:
a. Bila resiko infeksi malaria rendah, kemungkinan transmisi malaria minimal,
diagnose berdasarkan adanya demam selama 3 hari dan tidak ditemukan penyebab
infeksi lainnya
b. Bila penderita resiko malaria tinggi dan transmisi sangat tinggi, diagnose
berdasarkan adanya demam 1 hari disertai anemia dapat ditegakkan.

Diagnosis pasti dapat ditegakan dengan menemukan adanya parasite malaria


dengan pemeriksaan mikroskopik sebagai gold standar dan bila tidak
memungkinkan dapat dibantu dengan rapid diagnosis test.1

2.6.1 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita dan tingginya
transmisi infeksi malaria. Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam
periodic yang bervariasi sesuai dengan plasmodium yang menginfeksi. Keluhan
yang biasanya muncul sebelum gejala demam adalah gejala prodromal berupa
nyeri sendi, malaise, cephalgia, lesi, anoreksia, nyeri perut, arthralgia, diare ringan
daan kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada
P. Vivax dan P. Ovale, sedangkan pada P. Falciparum dan malariae keluhan
prodromal sering kali tidak jelas bahkan gejala utama terjadi mendadak. 1,3
Gejala utama yang khas pada malaria disebut “trias malari” yang terdiri dari 3
stadium yaitu :
1. Stadium menggigil
Pada stadium ini penderita merasa kedinginan yang dingin sekali hingga seluruh
badan mengigil hingga menutupi tubuhnya dengan segala macam pasien dan

9
selimut, terkadang diikut dengan bibir dan jari-jari sianosis. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit hingga 1 jam.
2. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan, penderita mengalami peningkatan temperatur hingga
41oC diikuti dengan kepanasan dimana muka terlihat kemerahan, kulit kering dan
rasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat, nadi cepat . stadium ini biasa
berlangsung antara 2-12 jam. Demam ini disebabkan oleh pecahnya skizon dalam
eritrosit. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, skizon menjadi matang
setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari
serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae demam terjadi pada 72
jam (setiap hari keempat). Pada Plasmodium falciparum terjadi setiap 24-48 jam.
3. Stadium berkeringat
Pada periodik ini penderita berkeringat banyak kemudian suhu menurun dengan
cepat dan pasien merasa sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.

Tabel 2.1 Manifestasi klinis infeksi plasmodium (Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid II
Edisi VI, 2014)

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah:


• Serangan primer: yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari menggigil, panas, dan berkeringat.

10
Serangan paroksismal ini dapat berlangsung pendek atau panjang tergantung dari
jumlah parasite dan keadaan imunitas penderita
• Periode latent: yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya
infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan imuitas penderita.
• Rekuredensi: berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu
sesudah berakhirnya serangan primer. Rekuredensi dapat terjadi berupa
berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dan serangan primer.
• Relaps : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari
waktu diantaranya serangan periodic dari infeksi primer atau setelah periode yang
lama dari masa laten.1

Manifestasi klinis malaria berdasarkan plasmodium:

1. P. Falsiparum/Malaria Tropika
Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat dimana ditandai dengan panas
ireguler, anemia, splenomegaly, parasitemia sering dijumpai dan serinng terjadi
kompliksi. Masa inkubasi plasmodium ini 9-14 hari. Malaria ini mempunyai
perjalanan klinis yang cepat dan parasitemia yang tinggi dan menyerang semua
eritrosit. Gejala prodromal yang sering didapat adalah sakit kepala, nyeri
punggung/tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah dan diare. Panas biasanya
ireguler dan tidak periodic dengan temperature dapat mencapai diatas 40oC. gejala
lain dapat berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan keringat banyak walau
temperature normal. Splenomegaly lebih sering dijumpai daripada hepatomegaly
dan dapat disertai dengan ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria. Pada
pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan anemia dengan leukopenia dan
monositosis.1
2. P. Vivax/Malaria tertiana
Pada hari-hari pertama akan didapatkan panas yang ireguler, kadang remiten atau
intermiteen, pada saat itu penderita akan merasa kedinginan. Pada akhir minggu
tipe panas menjadi intermiten dan periodic setiap 48 jam dengan gejala klasik trias
malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi tiap 3 hari di waktu sore hari. Pada
minggu kedua limpa mulai teraba namun parsitemia mulai menurun setelah 14

11
hari. Pada malaria vivax, limpa dapat membesar sampai hackett 4 atau 5. Tipe
malaria ini sering menyebabkan relaps akibat adanya bentukan hipnozoit yang
dorman di hepar dan munjul saat imun tubuh menurun. 1
3. P. Malariae/Malaria Kuartiana
Manifestasi klinis malaria ini mirip dengan malaria vivaks hanya saja serangan
paroksismal terjadi tiap 4 hari biasanya berlangsung pada waktu sore hari dan
gejala berlangsung lebih ringan dimana anemia jarang terjadi, splenomegali sering
dijumpai namun lebih ringan dan parasitemia sangat rendah. 1
4. P. Ovale/Malaria Ovale
Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Serangan
paroksismal terjadi 3-4 hari di malam hari. Gejala klinis hamper sama dengan
malaria vivax namun lebih ringan dimana puncak panas lebih rendah dan
berlangsung lebih pendek dan dappat sembuh spontan tanpa pengobatan. 1
5. P.Knowlesi
Malaria ini sering didiagnosis sebagai P.Malaria yang tidak klasik karena gejala
panas lebih dominan dengan puncak panas tiap hari dan sering dijumpai gejala
nyeri abdomen dan diare. 1

Malaria berat umumnya disebabkan karena P. Falciparum dan sering


terjadi mendadak tanpa gejala sebelumnya. Penderita malaria berat umumnya
digolongkan sebagai infeksi plasmodium dengan satu atau lebih komplikasi
berupa, 3
1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre<3)
2. Kelemahan otot (tidak dapat duduk&berjalan)
3. Kejang berulang lebih dari dua episode dalam 24 jam
4. Asidosis metabolic (bikarbonat plasma <15mmol/L)
5. Edema paru (didadapatkan gambaran radiologi atau saturasi
oksigen <92% dan frekuensin pernafasan >30 kali/menit)
6. Gagal sirkulaai atau syok: pengisisan kapiler >3 detik, tekanan
sistolik <80mmHg) pada anak (<70 mmHg)

12
7. Jaundice (bilirubin >3mg/dL dan kepadatan parasite >100.000/uL
pada malaria falciparum, pada malaria knowlesi kepadatan parasite
>20.000/uL)
8. Pendarahan spontan abnormal
9. Hipoglikemia (gula darah <40 mg)
10. Anemia berat oada anak <12 tahun : Hb<5 g/dl, hematokrit <15%
pada endemis tinggi dan Hb <7g/dl, hematokrit <21% untuk
endemis sedang-rendah. Pada dewasa Hb<7 g/dl atau hematokrit
<21%
11. Hiperparasitemia (parasit >2% ertitrosit atau 100.0000 parasit/ul di
daerah endemis rendah atau >5% eritrosit atau >250.000 parasit/ul
di daerah endemis tinggi)
12. Hiperlaktemia (asam laktat >5mmol/L)
13. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg/dL) atau ureum
darah >20 mmol/L
.
2.6.2 Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan dengan mikroskopik merupakan gold standard untuk
diagnosis pasti malaria. pemeriksaan 1 kali dengan hasil negative tidak
menyingkirkan diagnosis malaria. bila hasil pemeriksaan sediaan hapusan darah
selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasite maka dapat menyingkirkan
kemungkinan diagnosismalaria. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan
membuat sediaan hapusan darah tebal dan tipis.10
• Tetesan hapusan darah tebal
Digunakan untuk menentukan parasite malaria. pemeriksaan parasite
dilakukan selama 5 menit. Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa
200 lapang pandang dengan pembesaran kuat (700-1000) kali tidak
ditemumakan parasite. Hitung parasite dapat dilakukan pada tetes tebal dengan
menghitung jumlah parasite per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka

13
hitung parastinya ialah jumlah parasite dikalikan 50 merupakan jumlah parasi
per mikro-liter darah
• Tetesan hapusan darah tipis
Preparat tipis digunakan untuk mengkonfirmasi spesies parasit malaria, ketika
dengan preparat tebal sulit dilakukan. Ini hanya digunakan untuk mencari
parasit pada kondisi tertentu.
Tabel 2.2 Gambaran spesies plasmodium berdasarkan siklus hidup dalam hapusan
darah tipis (Source : K.Silamut and CDC)

Pemeriksaan hapusan darah dengan mikroskop akan memberikan informasi


tentang ada tidaknya parasit malaria, menentukan spesiesnya, stadium
plasmodium, dan kepadatan parasitemia. Densitas parasit dapat membantu dalam
menentukan prognosis, dan pemeriksaan berkelanjutan dapat membantu dalam

14
menentukan respon parasit terhadap terapi. Untuk kepadatan parasit, ada 2 jenis
penilaian, yaitu :

• Semi kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB / lapangan pandang
besar).
(+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB).
(++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB).
(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB).
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB).
Kepadatan parasit dengan mortalitas mempunyai korelasi positif. Mortalitas
juga dipengaruhi oleh obat malaria yang digunakan dan kondisi pasien.
• Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per-mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
b. Pemeriksaan rapid diagnostic test
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT
perlu dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan
dengan RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi pengobatan. Semua
pemeriksaan dengan RDT idealnya harus disertai dengan pemeriksaan
mikroskopik.10
c. Tes serologi
Metode serologi digunakan untuk deteksi antibodi terhadap stadium
aseksual malaria dalam darah. Deteksi antibodi malaria untuk diagnosis klinis
dilakukan dengan menggunakan tes enzyme immunoasssays (EIA) yang cukup
sensitif pada keadaan akut. Deteksi antibody juga dapat dilakukab mennggunakan
tes indirect fluorescent antibody (IFA). Tes ini berguna mendeteksi adanya
antibody spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasite sangat
sedikit jumlahnya. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab
antibody baru muncul setelah 2 minggu terjadi infeksi dan memetap 3-6 bulan. Tes

15
ini sangat pesifik dan sensitif, berguna bila digunakan untuk alat uji saring donor
darah.11
d. Pemeriksaan penunjang
Penyakit malaria menyerang secara sistemik untuk itu diperlukan pemeriksaan
penunjang berupa,10
1. Hematologi rutin.
2. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali
fosfatase, albumin / globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis
gas darah).
3. Urinalisis.
4. Foto toraks.
5. Lumbal punksi pada penurunan kesadaran atau gangguan neurologis
2.7 Tatalaksana
Obat anti malaria dapat dibagi berdasarkan aktifitas obat pada stadium
parasit sebagai berikut:
1. Skizontosida jaringan untuk profilaksis kausal
bekerja pada awal siklus eritrositik setelah berkembang di hati.
Primakuin dan pirimetamin merupakan obat jenis ini. Namun sangat sulit
untuk menduga infeksi malaria sebelum dijumpainya gejala klinis
sehingga pengobatan tipe ini lebih bersifat teori dari pada praktek.12
2. Skizontisida jaringan untuk mencegah relaps
bekerja pada bentuk hipnozoit dari P. vivax dan P. ovale di hati dan
digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps. Obat utama
yang termasuk dalam kelompok ini adalah primakuin, tetapi pirimetamin
juga mempunyai aktifitas serupa. 12
3. Skizontosida darah
membunuh parasit pada siklus eritrositik, yang berhubungan dengan
penyakit akut disertai gejala klinis. Obatnya adalah kuinin, klorokuin,
meflokuin, halofantrin, sulfadoksin, dan pirimetamin yang mempunyai
efek terbatas. 12
4. Gametositosida

16
bekerja dengan menghancurkan bentuk seksual semua spesies
Plasmodium malaria di darah sehingga mencegah transmisi parasit ke
tubuh nyamuk. Obatnya adalah primakuin untuk keempat spesies
Plasmodium serta klorokuin dan kuinin untuk P. vivax, P.malariae, dan
P. ovale. 12
5. Sporontosida bekerja dengan menghambat perkembangan ookista dalam
tubuh nyamuk sehingga mencegah terjadinya transmisi lebih lanjut. Obat
golongan ini adalah primakuin dan kloroguanid. 12

A. Derivat artemisin
Artemisin memiliki bahan aktif yang dapat memperlambat sintesis protein
dalam perkembangan parasite dan bekerja pada membrane parasite dengan
memakai oksigen lipid. Obat ini menghambat perkembangan tropozoit yang
berarti dapat mencegah progesivitas penyakit. Derivate artemisin yang paling
baik dimetabolisme adalah dihidroartemisisn. Obat ini dapat mulai bekerja 12
jam setelah pemberian dan dibersihkan secara cepat yang Sebagian besar
melalui aliran empedu. Artemisin tersedia dalam bentuk derivatnya yaitu
artemether, artesunat, dan arteether. Artemether tersedia dalam bentuk injeksi
berisi 80 mg dalam 1 ml.17 Tablet artemeter yang berisi 50 mg tiap tabletnya
sekarang sudah tersedia di Indonesia. Artemeter diberikan dengan dosis awal
3,2 mg/kg berat badan/hari, dilanjutkan 1,6 mg/kg/hari hingga pemberian oral
dapat dilaksanakan atau maksimal 7 hari. Pengobatan secara oral diberikan
dengan dosis 4 mg/kg berat badan pada hari pertama dalam dua kali
pemberian, dan dilanjutkan dengan 2 mg/kg berat badan/hari selama 5 – 7
hari. 12
B. Klorokuin
Klorokuin merupakan obat anti malaria kelompok 4- amionokuinolin.
Klorokuin menekan enzim heme-polimerase dari parasit yang berfungsi
mengubah heme toksin menjadi hemozoin non-toksik yang dihasilkan dari
penumpukan heme toksik di dalam tubuh parasit. Klorokuin juga
menghambat proses biosintesis asamnukleat. Obat ini sangat efektif terhadap

17
bentuk eritrosit dari P. vivax, P. ovale, P. malariae, dan P. falciparum serta
gametosit P. vivax dan P. malariae. Secara cepat mengontrol serangan akut
malaria dan menjadikan pasien tidak demam lagi dalam waktu 24-48 jam.
Obat ini lebih efektif dan aman dibandingkan kina pada kasus yang sensitive.
ntara R I – R III.10 Efek samping yang ditemukan biasanya ringan seperti
pusing, vertigo, diplopia, mual, muntah, dan nyeri perut. Walaupun demikian
pada dosis profilaksis 300 mg basa/minggu, dapat menyebabkan toksik pada
retina setelah pemakaian 3-6 tahun. Pemberian intra muskular dapat
menyebabkan hipotensi dan henti jantung, terutama pada anak. Klorokuin
harus diberikan hati-hati pada pasien penyakit hati, saluran cerna berat,
gangguan neurologi, dan penyakit darah. 12
C. Kuinin/Kina
Kuinin adalah alkaloid utama dari kulit pohon kina. Kina bekerja sebagai
skizontosida darah dan gametositosida terhadap P. vivax dan P. malariae.
Obat ini bekerja dengan menghambat hemepolimerase, sehingga
mengakibatkan penumpukan zat sitotoksik yaitu heme. Sebagai skizontosida,
kina kurang efektif dan lebih toksik dibanding klorokuin, tetapi kina
mempunyai tempat tersendiri dalam penanganan malaria berat di daerah P.
falciparum resisten terhadap klorokuin. Kuinin berpotensi toksik; tipe dari
gejala efek samping kuinin disebut cinchonism dan biasanya ringan pada
dosis terapi namun bisa berat pada dosis yang lebih besar. Penurunan fungsi
nervus VIII dan gangguan penglihatan bisa dijumpai. Hipersensitifitas pada
pasien yang mengalami ruam, angioedem, gangguan pendengaran dan
penglihatan merupakan indikasi untuk menghentikan pengobatan. Obat ini
dikontraindikasikan pada kasus dengan tinitus dan neuritis optikus. 12
D. Primakuin
Primakuin adalah anti malaria esensial yang dikombinasikan dengan
klorokuin dalam pengobatan malaria. Obat ini efektif terhadap gametosid dari
semua Plasmodium sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit. Juga
efektif terhadap bentuk hipnozoit dari malaria vivax dan m. ovale sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan radikal dan mencegah relaps. Obat ini

18
tidak mempunyai efek yang nyata terhadap bentuk aseksual parasit di darah
sehingga selalu digunakan bersamaan dengan skizontosida darah dan tidak
pernah digunakan sebagai obat tunggal. Mekanisme kerja obat ini bekerja
dengan menghasilkan oksigen reaktif atau berkompetisi dengan transport
elektron dalam tubuh parasit. Primakuin diabsorbsi dengan baik setelah
pemberian oral dan dengan cepat dimetabolisasi. Waktu paruh ± 6 jam.
Primakuin ditoreransi dengan baik, namun pada dosis besar dapat
menyebabkan nyeri epigastrium dan kaku perut. Keadaan ini dapat dikurangi
dengan memberikannya bersamaan dengan makanan. 12
E. Sulfadoksin-Pirimetamin
Sulfadoksin-pirimetamin merupakan obat anti malaria kombinasi
sulfonamida/sulfon dan diaminopirimidin. Obat ini bersifat skizontosid
jaringan terhadap P.falciparum dan skizontosida darah serta sporontosida
untuk keempat jenis Plasmodium.Obat ini digunakan secara selektif untuk
pengobatan radikal malaria falsiparum yang resisten terhadap klorokuin .
Sulfadoksin-pirimetamin disebut juga kelompok obat anti folat karena
bekerja dengan menghalangi dua jalur pembentukan folat pada tubuh parasit.
Sulfadoksin menghalangi penggunaan para-aminobenzoic acid (PABA)
dengan menghambat enzim dihydropteroate synthase (DHPS). Pirimetamin
menghambat enzim dihydrofolat reductase (DHFR) dari Plasmodium
sehingga menghalangi sintesa timin dan purin yang merupakan bahan penting
untuk sintesa DNA dan multiplikasi sel. Mekanisme terjadinya resistensi
pada kombinasi obat ini disebabkan mutasi gen spesifik parasite. 12
F. Doksisiklin
Doksisiklin merupakan derivate oksitetra. Doksisklin mempunyai
kemampuan sebagai skizontosida darah terhadap semua spesies plasmodium
walau bekerja lambat. Doksisiklin efektif terhadap stadium intra hepatic
primer P. Falciparum, sehingga dapat digunakan sebagai profilaksis. Obat ini
dapat digunakan dalam kombinasi untuk pengobatan malaria Falciparum
resisten klorokuin. 13
G. Tetrasiklin

19
Tetrasiklin biasanya digunakan dalam kombinasi untuk pengobatan malaria
falsiparum resisten kuinolon. Tetrasiklin mempunyai kemampuan sebagai
skizontisida darah terhadap semua spesoes plasmodium walaupun bekerja
lambat dan efektif terhadap stadium intra hepatic primer P. fasiparum, 13

Pengobatan malaria yang dianjurkan program nasional adalah derivat


artemisinin dengan golongan aminokuinolin, yaitu fixed dose combination
(FDC) yang terdiri atas dihydroartemisinin dan piperakuin, dikenal dengan
DHP. Satu tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg
piperakuin.10
2.7.1 Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
1. Malaria falsiparum dan malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan DHP di
tambah primakuin. Dosis DHP untuk malaria falsiparum sama dengan
malaria vivaks. Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada
hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks
selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/ kgBB. Primakuin tidak boleh
diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu hamil juga ibu menyusui bayi
usia < 6 bulan dan penderita kekurangan G6PD. 10

Tabel 2.3 Pengobatan lini pertama malaria fasiparum menurut berat badan
dengan HDP dan primakuin

20
Tabel 2.4 Pengobatan lini pertama malaria vivax menurut berat badan dengan
HDP dan primakuin

Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini


pertama gagal, dimana ditemukan gejala klinis menetap atau memburuk atau
timbul kembali, yang disertai dengan parasit stadium aseksual tidak berkurang
atau timbul Kembali. Pengobatan lini kedua bisa menggunakan kombinasi kina,
doksisiklin dan primakuin atau kina, tetrasiklin dan primakuin. 10

Tabel 2.5 Pengobatan lini kedua untuk malaria fasiparum (dengan obat
kombinasi kina dan doksisiklin)

Keterangan :
- Dosis kina diberikan sesuai BB
(3x10mg/kgBB/hari)
- 1 tab = 222 mg kina sulfat
- Dosis doksisiklin 3,5 mg/KgBB/hari
diberikan 2x sehari
- (≥ 15 tahun)
- Dosis doksisiklin 2,2 mg/KgBB/hari
diberikan 2 x sehari (8-14 tahun)

21
Tabel 2.6 Pengobatan lini kedua untuk malaria fasiparum (dengan obat
kombinasi kina dan tetrasiklin)

Tabel 2.7 Pengobatan lini kedua untuk malaria vivax

2. Pengobatan malaria vivaks yang relaps


Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin
dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan pasien sakit
kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 4 minggu sampai 52
minggu setelah pengobatan tanpa ada riwayat perjalanan lagi ke daerah
endemis malaria. Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh)
diberikan regimen ACT yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan
menjadi 0,5 mg/kgBB/hari (harus disertai dengan pemeriksaan
laboratorium enzim G6PD. Khusus untuk pasien defisiensi enzim G6PD
yang dicurigai melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin

22
coklat kehitaman setelah minum obat primakuin, maka pengobatan
diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan
0,75 mg/kgBB. 10
3. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP selama
3 hari ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian
obatnya sama dengan untuk malaria vivaks. 10
4. Pengobatan malaria malariae Pengobatan P. malariae diberikan DHP
selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan
tidak diberikan primakuin. 10
5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax / P. ovale Pada
penderita dengan infeksi campur diberikan DHP selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari. 10

Tabel 2.8 Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax / P. ovale

2.7.2 Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis malaria bagi yang bepergian ke daerah risiko tinggi
malaria (Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan NTT) dapat diberikan
kapsul doksisiklin 1 x 100 mg /hari. Obat doksisiklin mulai diminum 1 hari
sebelum bepergian, selama tinggal di daerah risiko sampai dengan 4
minggu setelah keluar dari daerah tersebut. 10
2.7.3 Pengobatan malaria pada ibu hamil

23
Pengobatan malaria pada ibu hamil di semua trimester juga menggunakan
DHP tab selama 3 hari. Pemberian primakuin, tetrasiklin, doksisiklin tidak
diberikan karena ada risiko toksisitas pada janin. Ibu hamil sebagai
kelompok yang berisiko tinggi sehingga dilakukan penapisan / skrining
dengan menggunakan mikroskop atau RDT sedini mungkin. Selanjutnya
dianjurkan menggunakan kelambu berinsektisida. Pemberian tablet besi
tetap diteruskan. 10

Gambar 2.3 Tatalaksana malaria berat pada dewasa (Pedoman Nasional


Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Malaria, 2019)

24
Pasien malaria berat memerlukan perawatan intensif, untuk itu pasien
malaria berat dapat dirujuk ke RS dengan fasilitas lengkan, sebelum itu
pasien dapat diberikan pengobatan awal berupa artesunat injeksi dengan
cara i.v atau i.m. Apabila tidak tersedia artesunat injeksi dan pasien bisa
menelan obat maka dapat diberikan DHP oral. Prognosis malaria berat
tergantung dari kecepatan, ketepatan diagnosis dan pengobatan serta organ
yang terlibat. 10
A. Pemberian obat anti malaria untuk malaria berat
1. Obat lini pertama
Pengobatan malaria berat di tingkat puskesmas dilakukan dengan
memberikan artesunat injeksi iv atau im sebagai dosis awal sebelum
merujuk ke RS rujukan. Artesunat parenteral tersedia dalam vial (60 mg
serbuk kering). Larutan artesunat dibuat dengan mencampur 60 mg serbuk
kering dengan 0,6 ml natrium bikarbonat 5% kemudian ditambah larutan
dextrose 5% sebanyak 5 cc. Artesunat diberikan secara bolus dengan dosis
2,4 mg/kgBB i.v. Pada jam ke 0, 12, 24 di hari pertama. Selanjutnya
diberikan 2,4 mg/kgBB i.v. setiap 24 jam sampai pasien mampu minum
obat oral. Apabila pasien sudah dapat minum obat, maka pengobatan
dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin atau ACT
lainnya selama 3 - 31 - hari + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini
pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi). Pada anak dibawah 20 kg
dengan malaria berat akan mendapat artesunat 3 mg/kgBB/kali, dosis ini
lebih tinggi dibandingkan anak yang lebih dari 20 kg (2,4 mg/kgBB/kali).
10

2. Obat lini kedua malaria berat


Kina per-infus merupakan obat lini kedua untuk malaria berat obat ini
dikemas dalam bentuk ampul kina hidroklorida 25%.
1. Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk
ibu hamil :
Loading dose, kina hidroklorida 20 mg/kg BB diberikan per-infus
selama 4 jam. Delapan jam setelah pemberian loading dose selesai,

25
diberikan kembali kina hidroklorida dosis rumatan 10 mg/kg BB
selama lebih dari 4 jam. Setelah interval 8 jam, diberikan kembali
kina hidroklorida dengan dosis 10 mg/kg BB selama lebih dari 4
jam. Kecepatan infus tidak boleh melebihi 5 mg/kg BB/jam.
Apabila dalam 48 jam tidak ada perbaikan, dosis diturunkan
sepertiganya, misalnya pemberiannya menjadi 10 mg/kg BB
dengan interval tiap 12 jam. Pemberian infus kina dengan tetesan
lebih cepat berbahaya. Cairan infus yang dipakai dianjurkan 5%
dekstrose untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Karena pada
malaria berat ada kecenderungan terjadinya kelebihan cairan yang
menyebabkan terjadinya edema paru, maka pemberian infus kina
sebaiknya menggunakan pompa infus atau cairan kemasan kecil
(50ml) sehingga total cairan per hari berkisar 1500-2000 ml. 10
2. Dosis anak-anak :
Kina HCl 25% (per-infus) dosis 10 mg/kgBB (jika umur < 2 bulan
diberikan 6-8 mg/KgBB) diencerkan dengan dekstrosa 5% atau
NaCL 0,9% sebanyak 5-20cc/KgBB diberikan selama 4 jam,
diulang setiap 8 jam sampai pasien sadar dan dapat minum obat. 10
B. Penangangan Symptomatis
• Antipiretik
Pada pasien yang demam dapat diberikan parasetamol 15
mg/KgBB. Pemberian dapat diulang setiap 4 jam. Selain itu pasien
dapat dikompres dnegan air hangat. 10
• Antikonvulsan
Pada pasin yang kejang dapat diberikan diazepam, 5-10 mg i.v
/9secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/ menit). Bila masih kejang
pemberian diazepam diulang setiap 15 menit. Pemberian maks
100mg.24 jam. Sebagai alternatif dapat diberikan phenobarbital
100 mg/im diberikan 2 kali sehari. 10
• Transfusi Darah

26
Rencanakan transfusi darah segera, lebih baik dengan Pack Red
Cell / PRC diberikan secara bertahap. Di daerah endemis rendah
dapat dipertimbangkan pemberian transfusi pada Hb < 7 g/dl,
sedangkan untuk endemis tinggi bila Hb <5 g/dl. Kebutuhan total
PRC (Packed red cell) atau FWB(Fresh whole blood) diberikan
secara bertahap dengan dosis pemberian 10-20cc/KgBB/4 jam
(Pada anak dapat diberikan dengan rumus Hb x Bb x 6ml). Pada
anak dengan gagal jantung diberikan 5cc/Kg?BB/4 jam. Pemberian
darah dapat diulang setelah 6 jam dari pemberian darah yang
sebelumnya. Untuk mencegah terjadinya kelebihan beban jantung
dapat diberikan furosemid 1mg/KgBB sebelum transfuse. 10
• Dekstrose
Pada pasien hipoglikemia dapat diberikan bolus glukosa 40%
intravena yang diencerkan 1:1 dengan NaCl atau akuadest sehingga
konsentrasi menjadi 20% disuntikkan secara perlahan-lahan selama
5 menit (anakanak : 2-4 ml/kgBB dengan pengenceran 1:1 dengan
akuadest, untuk neonatus maksimum konsentrasi glukosa 12,5%,
pada anak-anak dapat diberikan bolus dextrose 10% sebanyak 2-5
ml/kgBB. Dilanjutkan infus glukosa 10% perlahan-lahan untuk
mencegah hipoglikemia berulang. Pemantauan teratur kadar gula
darah setiap 4- 6 jam. Apabila sarana pemeriksaan gula darah tidak
tersedia, pengobatan sebaiknya diberikan berdasarkan kecurigaan
klinis adanya hipoglikemia, seperti perfusi buruk, keringat dingin,
hipotermi dan letargi. 10

2.8 Pemantauan respon pengobatan


1. Rawat jalan
Pemantauan dilakukan pada : hari ke-3, hari ke-7, hari ke-14, hari ke -21
dan hari ke-28 setelah pemberian obat hari pertama, dengan memonitor
gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopik. Apabila terjadi perburukan

27
gejala klinis sewaktu-waktu segera kembali ke fasilitas pelayanan
kesehatan.3
2. Rawat inap Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor
gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopik. Evaluasi dilakukan sampai
bebas demam dan tidak ditemukan parasit aseksual dalam darah selama 3
hari berturut-turut. Setelah pasien dipulangkan harus kontrol pada hari ke-
7, hari ke-14, hari ke-21 dan ke-28 sejak hari pertama mendapatkan obat
anti malaria untuk dimonitor kadar haemoglobin darah dan pemeriksaan
mikroskopik. 3

Kriteria keberhasilan pengobatan malaria dapat dikategorikan mejadi:

1. Sembuh
Pasien dikatakan sembuh apabila gejala klinis (demam) hilang dan parasit
aseksual tidak ditemukan sampai dengan hari ke-28.
2. Gagal pengobatan dini/early treatment failure
a. Menjadi malaria berat pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dengan parasitemia.
b. Hitung parasit pada hari ke-2 > hari ke-0.
c. Hitung parasit pada hari ke-3 > 25% hari ke-0.
d. Ditemukan parasit aseksual dalam hari ke-3 disertai demam (suhu aksila
>37oC.
3. Gagal pengobatan kasep/late treatment failure
a. Gagal pengobatan klinis dan parasitologis
1) Menjadi malaria berat pada hari ke-4 sampai ke-28 dengan parasitemia.
2) Ditemukan kembali parasit aseksual antara hari ke-4 sampai hari ke-28
disertai demam.
b. Gagal parasitologis
Ditemukan kembali parasit aseksual dalam hari ke-7, 14, 21, dan 28 tanpa
demam.
4. Rekurensi
Ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah setelah pengobatan selesai.
Rekurensi dapat disebabkan oleh :

28
a. Relaps : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pengobatan. Parasit
tersebut berasal dari hipnozoit P.vivax atau P.ovale.
b. Rekrudesensi : rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari pemantauan
pengobatan. Parasit tersebut berasal dari parasit sebelumnya diobati.
c. Reinfeksi : rekurens dari parasit aseksual yang merupakan infeksi baru dari
stadium sporozoit. 10
2.9 Pencegahan

Pencegahan malaria tidak hanya pemberian obat profilaksis, karena tidak


ada satupun obat malaria yang dapat melindungi secara mutlak terhadap infeksi
malaria. Prinsip pencegahan malaria adalah:

(A) Awareness Kewaspadaan terhadap risiko malaria


(B) Bites prevention Mencegah gigitan nyamuk
(C) Chemoprophylaxis Pemberian obat profilaksis
(D) Diagnosis dan treatment
Meskipun upaya pencegahan (A, B dan C) telah dilakukan, risiko tertular malaria
masih mungkin terjadi. Oleh karena itu jika muncul gejala malaria segera
berkonsultasi ke fasilitas kesehatan untuk memastikan apakah tertular atau tidak.
Diagnosis malaria secara dini dan pengobatan yang tepat sangat penting. 10

Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan


kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain-lain. Obat yang
digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis 100mg/hari.
Obat ini diminum 1 hari sebelum bepergian, selama berada di daerah tersebut
sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak
dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 3 (tiga) bulan.
Pemberian obat kemoprofilaksis diutamakan pada orang dengan risiko tinggi
terkena malaria karena pekerjaan dan perjalanan ke daerah endemis tinggi dengan
tetap mempertimbangkan keamanan dan lama dari obat yang digunakan tersebut.
10

29

Anda mungkin juga menyukai