Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus

Plasmodium, yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Secara

klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik, disertai anemia,

pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa seperti

ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria

cerebral(1,2,3).

Malaria masih merupakan masalah kesehatan utama negara yang sedang

berkembang seperti di Indonesia. Dari empat spesies parasit malaria yang

menginfeksi manusia yaitu Plasmodium falciparum, plasmodium vivax,

plasmodium malariae dan plasmodium oval, dua spesies yang pertama

merupakan penyebab lebih dari 95% kasus malaria di dunia (4).

Menurut WHO, sekitar 40% populasi dunia hidup dinegara miskin,

populasi tersebut memiliki resiko tinggi terkena malaria. Sekitar 2,5 milyar

manusia beresiko dan Diperkirakan 350 – 500 juta manusia terkena malaria

setiap tahun. Kebanyakan disebabkan oleh P.falciparum dan P.vivax. Lebih


(5)
dari 1 juta manusia meninggal karena malaria . Malaria 90% terjadi di

Afrika. Peningkatan malaria di Afrika berkaitan dengan resistensi pengobatan

klorokuin dan sulfapiridoksin pirimetamin, resistensi terhadap insektisida dan

status sosial ekonomi. Tingkat mortalitas malaria pada anak sekitar 1 – 2 juta
(1)
setiap tahunnya .

1
Hampir separuh populasi Indonesia sebanyak lebih dari 90 juta orang

tinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria

setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10 % saja yang mendapat pengobatan di

fasilitas kesehatan. Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001,

diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan

angka yang tertinggi 20% di Gorontalo, 13% di NTT dan 10% di Papua.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka

kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk

laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan. Prevalensi kasus malaria di

Indonesia atau daerah-daerah endemi malaria tidak sama, hal ini tergantung

pada prilaku spesies nyamuk yang menjadi vektor. Di Kalimantan Selatan

sendiri merupakan daerah endemis malaria. Vektor malaria yang terdapat di

Kalimantan adalah Anopheles letifer dan Anopheles balabacensis(6,7).

Diseluruh dunia, kasus malaria vivax dibandingkan jenis malaria yang


(8)
lain sekitar 70 – 80 juta per tahun . Menurut WHO, sekitar 40% kasus

malaria di dunia disebabkan oleh P.vivax. Kasus malaria vivax walaupun

jarang fatal tapi merupakan penyebab utama morbiditas dan mempengaruhi


(9)
ekonomi baik tingkat individu maupun nasional . P.vivax merupakan

spesies parasit yang paling dominan di Asia Tenggara, Eropa Timur, Asia

Utara, Amerika tengah dan Selatan

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam,
anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan
suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi
Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran
limpa.

2.2 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan
oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi
darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai
malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria
kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum
menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.

2.3 Siklus Hidup Plasmodium


Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk anopheles betina.
2.4.1 Silkus Pada Manusia

3
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam
peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk
ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi
skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.
Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang
menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif
sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30
merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi
sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah
merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.

2.4.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

4
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten
atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi
dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.

2.4 Patogenesis Malaria


Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang
dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag
dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta
peningkatan makrofag.
Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.

5
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah
terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler.
Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga
terbentuk roset.
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi.
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi
juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan
anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat
dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan
gagal ginjal.
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu
makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator.
Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri
dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu
monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam,
hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen
dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas
eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang

6
terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang
mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema
jaringan.

2.5 Patologi Malaria


Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa
menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi
eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya
patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah
terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi
leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset
eritrosit yang terinfeksi.

2.6 Manifestasi Klinis


Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI
(glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada
beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik)
banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari
malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies
parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae),
beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi
hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk
atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium
aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam,
berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang

7
dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa
dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P.
ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak
jelas.

3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria
proxym) secara berurutan:
 Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil,
sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.
 Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40 oC atau lebih, penderita
membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital,
muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama
dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat.
 Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi
malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada
limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan
membengkak, nyeri dan hiperemis.
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.
falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat
dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang

8
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium
aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:

2.7 Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.
1. Anamnesis
 Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai
sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
 Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria.
 Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
 Riwayat sakit malaria.
 Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
 Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,
dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
 Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
 Keadaan umum yang lemah.
 Kejang-kejang.
 Panas sangat tinggi.
 Mata dan tubuh kuning.
 Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
 Nafas cepat (sesak napas).
 Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
 Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
 Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
 Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik

9
 Demam (≥37,5oC)
 Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
 Pembesaran limpa
 Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis
sebagai berikut:
 Temperature rectal ≥40oC.
 Nadi capat dan lemah.
 Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada
anak-anak.
 Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali permenit
pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1 tahun.
 Penurunan kesadaran.
 Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
 Tanda-tanda dehidrasi.
 Tanda-tanda anemia berat.
 Sklera mata kuning.
 Pembesaran limpa dan atau hepar.
 Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
 Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada
penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi.
Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
 Ada/tidaknya parasit malaria.
 Spesies dan stadium Plasmodium
 Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

10
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++) : ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah
tebal atau sediaan darah tipis.

Gambar: stadium-stadium dalam siklus P. Falciparum

Bentuk tropozoit matur

Bentuk tropozoit awal (bentuk


cincin)

Bentuk schizont matur, jarang


terlihat di sedian darah perifer
karena sekuestrasi mikrovaslular

11
Bentuk pisang (Gametosit)

B. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.

C. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah
beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes
>1:20 dinyatakan positif.

2.8 Pengobatan Malaria


A. PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI
1) Malaria falsiparum, malaria knowlesi dan malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum, knowlesi dan vivaks saat ini menggunakan DHP
di tambah primakuin. Dosis DHP untuk malaria falsiparum, malaria knowlesi
sama dengan malaria vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum dan malaria
knowlesi hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan
untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin
tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu hamil. Pengobatan malaria
falsiparum, malaria knowlesi dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di
bawah ini:
Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin

12
Tabel 1. Pengobatan Malaria falsiparum dan malaria knowlesi menurut berat
badan dengan DHP dan Primakuin

Tabel 2. Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin

Catatan :
a. Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
e. Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum
obat primakuin, maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu
dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada penderita dengan
Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit.

13
2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen DHP
yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari (harus
disertai dengan pemeriksaan laboratorium enzim G6PD).
3) Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan DHP yaitu DHP ditambah
dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis
pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.
4) Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan DHP 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin.
5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum +
P. vivax / P. ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan DHP selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari .

Tabel 3. Pengobatan infeksi campur P. falciparumP. vivax/P. ovale dengan DHP


+ Primakuin

d. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam
waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan
lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas

14
dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection
seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain.
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup
tinggi maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum
terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan
setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu.
Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5
mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke
daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.

Tabel 7. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin


Golongan umur (thn) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)
<1 ¼
1-4 ½
5-9 1
10-14 1½
>14 2

2.9 Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan
diagnosis serta pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik
daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.
 Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
 Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
 Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.

15
BAB III

16
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

a. Nama : Tn. LJ

b. Umur : 23 tarun

c. Alamat : Jaya Asri Entrop

d. JenisKelamin : Laki-laki

e. No. Register : 2576

f. TanggalPemeriksaan : 10 juli 2019

g. Pekerjaan : Buruh

3.2 Anamnesis

a. KeluhanUtama

Demam tinggi

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dating ke PuskesmasTwano, dengan keluhan demam tinggi ± 2

hari, demam naik turun,mengigigil dan berkeringat pada malam hari,

nyeri kepala, pusing, dan pasien merasa mual sampai kadaang muntah

selama sakit nafsu makan penderita berkurang,batuk tidak ada.

c. RiwayatPenyakitDahulu

Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal.

17
3.3 PemeriksaanFisik

Keadaan Umum: tampak sakit sedang, Kesadaran: Compos Mentis,

A. Vital Sign (Tanggal 10 juli 2019)

TekananDarah : 120/80mmHg

Nadi : 88 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 38.2oC

B. Status Generalisata

1. Kepala :

 KonjungtivaAnemis (-/-) ,

 SkleraIkerik (-/-)

 Mulut:

o Mukosa bibir lembab (-)

o Oral Candidiasis (-)

o Faring hiperemis (-)

2. Leher :

 Trakea (normal, terletak di tengah/ tidakadadeviasi)

 Pembesaran KGB (-)

3. Pulmo :

 Inspeksi: Simetris, tidakada bekas luka/scars/sikatriks, ikut gerak

napas, retraksi (-)

 Palpasi : Vokal fremitus (Dextra = Sinistra)

 Perkusi : Sonor

18
 Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+); Rhonki (-/-); Wheezing

(-/-)

4. Cor

 Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak

 Palpasi : Thrill tidak teraba

 Perkusi : Pekak (+) dalam batas normal

 Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

5. Abdomen

 Inspeksi: Datar

 Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), hepar / lien (tidak teraba

besar), turgor kembali cepat (+) normal

 Perkusi : Timpani

6. Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3”, Edema (-), Ulkus (-)

7. Vegetaif :

 Makan/Minum : Sulit makan dan minum semenjak sakit

 BAB/BAK : Baik, lancar / baik, lancar, nyeri (-)

C. Pemeriksaan Penunjang

DDR

D. HasilLaboratorium (10/07/2019 )

1. DDR : Plasmodium Vivaks (+3)

E. Diagnosis Kerja

 Malaria Tertiana

19
F. Terapi

 Paracetamol 3 x 1

 DHP 1 x 3 tab (3 hari)

 Primaquin 1 x 1 tab (14 hari)

G. Prognosis

 Advitam : Bonam

 Adfungtionam : Bonam

 Adsanationam : Bonam

20
BAB IV

PEMBAHASAN

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus

Plasmodium, yang penularannya melalui gigitan nyamuk betina Anopheles. Pada

manusia terdapat 4 spesies yaitu plasmodium vivax, plasmodium falcifarum,

plasmodium malaria dan plasmodium ovale. Daur hidup keempat spesies malaria

pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen

(sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam

badan horpes. Fase aseksual mempunyai 2 daur yaitu skizogoni eritrosit dan

skizogoni eksoeritrosit. Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivax

(malaria tertiana). Pada infeksi plasmodium vivax daur eksoeritrosit berlangsung

terus sampai bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat

berlangsung lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps.

Pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang mengarah pada malaria.

Pada anamnesa didapatkan lebih kurang 1 minggu penderita demam,

berkeringat, tidak nafsu makan dan badan terasa lemah. Menurut pengakuan

pasien, pasien juga mengalami demam disertai menggigil.

Masa tunas intrinsik malaria vivax biasanya berlangsung 12 – 17 hari, tetapi

beberapa strain P.vivax dapat sampai 6 – 9 bulan atau mungkin lebih lama.

Menurut Kevin S et al, masa inkubasi untuk P. vivax lebih lama dibandingkan

P.falcifarum yaitu 18 – 40 hari. Menurut Center for Disease Control (CDC) 2007,

gejala malaria tidak spesifik, dimulai dengan sindrom prodormal berupa demam,

malaise, lemah, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), gangguan

21
neurologi, dan sakit kepala. Demam adalah gejala yang paling sering muncul

sekitar 78% - 100% tapi demam yang periodik tidak selalu muncul. Menurut

WHO, gejala klinis saja tidak dapat menegakkan diagnosis malaria karena pada

daerah yang endemis gejala klinis tidak selalu muncul. Kurva demam pada

permulaan penyakit tidak teratur tetapi kemudian kurva demam menjadi teratur,

yaitu dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam mulai jelas dengan stadium

menggigil, panas dan berkeringat. Demam dan menggigil disebabkan oleh

eritrosit lisis dan keluarnya merozoit ke sirkulasi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,2oC, konjungtiva anemis.

Menurut Kathryn N.S et al, demam pada penderita malaria sering dengan suhu

badan lebih dari 38oC. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau

tidak berat, pada malaria menahun yang biasanya lebih jelas. Malaria

menyebabkan anemia hemolitik berat karena sel darah merah diinfestasi oleh

parasit Plasmodium. Mekanisme terjadinya kerusakan eritrosit pada infeksi

malaria sangat kompleks. Anemia disebabkan oleh penghancuran eritrosit yang

berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama, dan gangguan pembentukan

eritrosit karena depresi eritropoesis dalam susmsum tulang. Menurut Geoffrey

Pasvol, indikasi transfusi pada penderita malaria apabila Hb kurang dari 7 g/dl

pada orang dewasa. Menurut B.A Biggs, transfusi diberikan apabila hematokrit

kurang dari 20%. Selama dirawat pasien hanya mendapatkan transfusi 1 kolf.

Seharusnya transfusi sampai Hb 10 g/dl tapi pasien tidak kooperatif walaupun

sudah diberikan edukasi.

Lien pada serangan pertama mulai membesar. Sekitar 24% - 40%

splenomegali paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik. Lien mengalami

22
kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit

dam jaringan ikat yang bertambah. Patofisiologi terjadinya splenomegali adalah

produksi berlebih dari IgM sebagai respon terhadap Plasmodium. Sedangkan

hepatomegali, ikterik dan nyeri perut jarang ditemukan.

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis malaria yaitu pemeriksaan darah

tepi serta apusan darah tebal dan tipis.

Hasil pemeriksaan morfologi darah tepi menunjukkan berbagai stadium

dari spesies P.vivax. Diagnosis pasti malaria dilakukan dengan menemukan

parasit dalam darah yaitu pemeriksaan morfologi darah tepi melalui apusan darah

tepi tebal maupun tipis dengan pewarna Giemsa. Pada morfologi darah tepi

menunjukkan adanya fase aseksual dan seksual parasit dalam darah. Pada fase

aseksual, merozoit dari skizon hati masuk ke peredaran darah menghinggapi

eritrosit. Merozoit dalam eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk

cincin, dengan pulasan giemsa sitoplasmanya berwarna biru, inti merah

mempunyai vakuol yang besar. Eritrosit yang dihinggapi parasit mengalami

perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus

berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama disebut titik schuffner. Trofozoit

muda kemudian menjadi trofozoit dewasa yang sangat aktif sehingga

sitoplasmanya tampak berbentuk amoeboid. Setelah daur eritrosit berlangsung

beberapa kali terjadi fase seksual, merozoit yang tumbuh menjadi trofozoit dapat

membentuk gametosit.

Setelah dilakukan pemeriksaan morfologi darah tepi ditemukan parasit

P.vivax maka diagnosa pasien ini menjadi malaria tertiana.

23
Untuk terapi malaria pada kasus ini penderita diberi ACT berupa DHP di

tambah primaquin selama 14 hari.

Primakuin untuk membasmi parasit pada fase aseksual. Menurut WHO

2006, yang terpenting dari pengobatan malaria adalah eradikasi parasit sehingga

dapat mencegah progresivitas menjadi malaria berat dan menurunkan morbiditas

yang berkaitan dengan kegagalan terapi. Secara umum, P.vivax masih sensitif

pada semua obat anti malaria. DHP dan primakuin merupakan obat kombinasi

pilihan. Pilihan pertama rekomendasi WHO untuk malaria vivax yaitu DHP di

berikan selama 3 hari dikombinasikan dengan primakuin 0,25 mg/KgBB 1 kali

sehari selama 14 hari.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Millet JP, Ollalla PG, Santisteve PC et al. Imported malaria in a


cosmopolitan European city: a mirror image of the world epidemiological
situation. Malaria Journal 2008; 7 (56): 1-9

2. Munthe CE. Malaria serebral. Cermin dunia kedokteran 2001; 131: 5-6

3. Kawai S, Ikeda E, Sugiyama M et al. Enhancement of splenic glucose


metabolism during acute malarial infection: correlation of findings of FDG-
PET imaging with pathological changes in a primate model of sever human
malaria. Am. J. Trop. Med. Hyg 2006; 74 (3): 353 - 60

4. Umar N. Gambaran penyakit malaria di bagian anak Rumah Sakit Umum


Langsa Aceh Timur. Cermin dunia kedokteran 1994; 94: 14-15

5. WHO. Guidelines fot the treatment of malaria. 2006. Dari URL:


www.who.int

6. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 UNICEF Indonesia, 2000,


Multiple Indicator Cluster Survey Report on the Education and Health of
Mothers and Children

7. Gandahusada, Srisasi dkk. Parasitologi Kedokteran, Edisi 3. FKUI


Jakarta, 1998; 171-209

8. Rodrigues MHC, Cunha MG, Machado RLD, Ferreira OC, Rodrigues MM,
Soares IS. Serological detection of Plasmodium vivax malaria using
recombinant proteins corresponding to the 19-kDA C-terminal region of the
merozoite surface protein-I. Malaria Journal 2003; 2: 1-7

9. Leslie T, Mayan MI, Hasan MA et al. Sulfadoxine-Pyrimethamine,


Chlorpraguanil-Dapson, or Chloroquine for the treatment of plasmodium
vivax malaria in Afganistan and Pakistan: a randomized controlled trial.
JAMA 2007; 297 (20) 2201- 9

10. Griffith KS, Lewis LS, Mali S et al. Treatment of malaria in the United
States: a systemic review. JAMA 2007; 297 (20): 2264 – 77

25
11. CDC. Malaria. 2007. Dari URL: www.CDC.gov

12. Suh KN, Kain KC, Keystone JS. Malaria. JMAC 2004; 170 (11): 1-10

13. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. EGC Jakarta, 2000; 125-126

26

Anda mungkin juga menyukai