PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria
cerebral(1,2,3).
populasi tersebut memiliki resiko tinggi terkena malaria. Sekitar 2,5 milyar
manusia beresiko dan Diperkirakan 350 – 500 juta manusia terkena malaria
status sosial ekonomi. Tingkat mortalitas malaria pada anak sekitar 1 – 2 juta
(1)
setiap tahunnya .
1
Hampir separuh populasi Indonesia sebanyak lebih dari 90 juta orang
angka yang tertinggi 20% di Gorontalo, 13% di NTT dan 10% di Papua.
Indonesia atau daerah-daerah endemi malaria tidak sama, hal ini tergantung
spesies parasit yang paling dominan di Asia Tenggara, Eropa Timur, Asia
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam,
anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan
suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi
Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran
limpa.
2.2 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan
oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi
darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai
malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria
kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum
menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.
3
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam
peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk
ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi
skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.
Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang
menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif
sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30
merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi
sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah
merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.
4
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten
atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi
dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
5
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah
terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler.
Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga
terbentuk roset.
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi.
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi
juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan
anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat
dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan
gagal ginjal.
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu
makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator.
Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri
dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu
monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam,
hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen
dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas
eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang
6
terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang
mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema
jaringan.
7
dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa
dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P.
ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak
jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria
proxym) secara berurutan:
Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil,
sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.
Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40 oC atau lebih, penderita
membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital,
muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama
dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat.
Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi
malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada
limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan
membengkak, nyeri dan hiperemis.
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.
falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat
dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang
8
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium
aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:
2.7 Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.
1. Anamnesis
Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai
sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,
dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
Keadaan umum yang lemah.
Kejang-kejang.
Panas sangat tinggi.
Mata dan tubuh kuning.
Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
Nafas cepat (sesak napas).
Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisik
9
Demam (≥37,5oC)
Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpa
Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis
sebagai berikut:
Temperature rectal ≥40oC.
Nadi capat dan lemah.
Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada
anak-anak.
Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali permenit
pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1 tahun.
Penurunan kesadaran.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda-tanda dehidrasi.
Tanda-tanda anemia berat.
Sklera mata kuning.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.
3. Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada
penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi.
Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
Ada/tidaknya parasit malaria.
Spesies dan stadium Plasmodium
Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
10
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++) : ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah
tebal atau sediaan darah tipis.
11
Bentuk pisang (Gametosit)
C. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah
beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes
>1:20 dinyatakan positif.
12
Tabel 1. Pengobatan Malaria falsiparum dan malaria knowlesi menurut berat
badan dengan DHP dan Primakuin
Tabel 2. Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin
Catatan :
a. Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
e. Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum
obat primakuin, maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu
dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada penderita dengan
Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit.
13
2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen DHP
yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari (harus
disertai dengan pemeriksaan laboratorium enzim G6PD).
3) Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan DHP yaitu DHP ditambah
dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis
pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.
4) Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan DHP 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin.
5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum +
P. vivax / P. ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan DHP selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari .
d. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam
waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan
lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas
14
dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection
seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain.
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup
tinggi maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum
terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan
setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu.
Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5
mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke
daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.
2.9 Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan
diagnosis serta pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik
daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.
Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.
15
BAB III
16
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
a. Nama : Tn. LJ
b. Umur : 23 tarun
d. JenisKelamin : Laki-laki
g. Pekerjaan : Buruh
3.2 Anamnesis
a. KeluhanUtama
Demam tinggi
nyeri kepala, pusing, dan pasien merasa mual sampai kadaang muntah
c. RiwayatPenyakitDahulu
Disangkal.
17
3.3 PemeriksaanFisik
TekananDarah : 120/80mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 38.2oC
B. Status Generalisata
1. Kepala :
KonjungtivaAnemis (-/-) ,
SkleraIkerik (-/-)
Mulut:
2. Leher :
3. Pulmo :
Perkusi : Sonor
18
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+); Rhonki (-/-); Wheezing
(-/-)
4. Cor
5. Abdomen
Inspeksi: Datar
Perkusi : Timpani
7. Vegetaif :
C. Pemeriksaan Penunjang
DDR
D. HasilLaboratorium (10/07/2019 )
E. Diagnosis Kerja
Malaria Tertiana
19
F. Terapi
Paracetamol 3 x 1
G. Prognosis
Advitam : Bonam
Adfungtionam : Bonam
Adsanationam : Bonam
20
BAB IV
PEMBAHASAN
plasmodium malaria dan plasmodium ovale. Daur hidup keempat spesies malaria
pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen
(sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam
badan horpes. Fase aseksual mempunyai 2 daur yaitu skizogoni eritrosit dan
berkeringat, tidak nafsu makan dan badan terasa lemah. Menurut pengakuan
beberapa strain P.vivax dapat sampai 6 – 9 bulan atau mungkin lebih lama.
Menurut Kevin S et al, masa inkubasi untuk P. vivax lebih lama dibandingkan
P.falcifarum yaitu 18 – 40 hari. Menurut Center for Disease Control (CDC) 2007,
gejala malaria tidak spesifik, dimulai dengan sindrom prodormal berupa demam,
21
neurologi, dan sakit kepala. Demam adalah gejala yang paling sering muncul
sekitar 78% - 100% tapi demam yang periodik tidak selalu muncul. Menurut
WHO, gejala klinis saja tidak dapat menegakkan diagnosis malaria karena pada
daerah yang endemis gejala klinis tidak selalu muncul. Kurva demam pada
permulaan penyakit tidak teratur tetapi kemudian kurva demam menjadi teratur,
yaitu dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam mulai jelas dengan stadium
Menurut Kathryn N.S et al, demam pada penderita malaria sering dengan suhu
badan lebih dari 38oC. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau
tidak berat, pada malaria menahun yang biasanya lebih jelas. Malaria
menyebabkan anemia hemolitik berat karena sel darah merah diinfestasi oleh
berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama, dan gangguan pembentukan
Pasvol, indikasi transfusi pada penderita malaria apabila Hb kurang dari 7 g/dl
pada orang dewasa. Menurut B.A Biggs, transfusi diberikan apabila hematokrit
kurang dari 20%. Selama dirawat pasien hanya mendapatkan transfusi 1 kolf.
22
kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit
parasit dalam darah yaitu pemeriksaan morfologi darah tepi melalui apusan darah
tepi tebal maupun tipis dengan pewarna Giemsa. Pada morfologi darah tepi
menunjukkan adanya fase aseksual dan seksual parasit dalam darah. Pada fase
eritrosit. Merozoit dalam eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk
perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus
berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama disebut titik schuffner. Trofozoit
beberapa kali terjadi fase seksual, merozoit yang tumbuh menjadi trofozoit dapat
membentuk gametosit.
23
Untuk terapi malaria pada kasus ini penderita diberi ACT berupa DHP di
2006, yang terpenting dari pengobatan malaria adalah eradikasi parasit sehingga
yang berkaitan dengan kegagalan terapi. Secara umum, P.vivax masih sensitif
pada semua obat anti malaria. DHP dan primakuin merupakan obat kombinasi
pilihan. Pilihan pertama rekomendasi WHO untuk malaria vivax yaitu DHP di
24
DAFTAR PUSTAKA
2. Munthe CE. Malaria serebral. Cermin dunia kedokteran 2001; 131: 5-6
8. Rodrigues MHC, Cunha MG, Machado RLD, Ferreira OC, Rodrigues MM,
Soares IS. Serological detection of Plasmodium vivax malaria using
recombinant proteins corresponding to the 19-kDA C-terminal region of the
merozoite surface protein-I. Malaria Journal 2003; 2: 1-7
10. Griffith KS, Lewis LS, Mali S et al. Treatment of malaria in the United
States: a systemic review. JAMA 2007; 297 (20): 2264 – 77
25
11. CDC. Malaria. 2007. Dari URL: www.CDC.gov
12. Suh KN, Kain KC, Keystone JS. Malaria. JMAC 2004; 170 (11): 1-10
13. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. EGC Jakarta, 2000; 125-126
26