Anda di halaman 1dari 10

http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.

html

BAKTERIAL VAGINOSIS

A. Definisi
Bakterial vaginosis (BV) merupakan sindrom klinis, yang disebabkan oleh bertambah banyaknya
organisme komersial dalam vagina (yaitu Gardanerella vaginalis, Provotella, Morbiluncus spp.)
serta berkurangnya organisme laktobasilus terutama Lactobasillus yang menghasilkan hidrogen
peroksida. Pada vagina yang sehat, laktobasilus ini mempertahankan suasana asam dan aerob.
Penyebab spesifik BV ini masih belum diketahui pasti. Kejadian BV dihubungkan dengan
pasangan seksual multipel, pasangan seksual baru, dan riwayat infeksi menular seksual (IMS)
sebelumya, namun apakah BV dianggap sebagai salah satu IMS masih diperdebatkan. Pernah
dilaporkan bahwa BV dapat terjadi pada perempuan yang belum pernah melakukan hubungan
seksual genito-genital. Meskipun demikian, perempuan yang terkena BV ini lebih beresiko
terkena IMS lainnya, termasuk infeksi HIV.1

B. Epidemiologi
Bakterial vaginosis (BV) paling sering ditemukan pada perempuan usia reproduktif, aktif
seksual, termasuk lesbian, dan banyak ditemukan pada perempuan yang memeriksakan diri
untuk layanan ginekologik.prevalensi meningkat pada perempuan yang datang ke klinik IMS.
Keadaan ini juga dapat ditemukan pada ibu hamil. Perempuan yang memakai alat kontrasepsi
dalam rahim dan melakukan bilas vagina lebih banyak ditemukan menderita BV.1,2

C. Etiologi
Meskipun penyebab dari bakterial vaginosis (BV) belum diketahui dengan pasti namun telah
diketahui berhubungan dengan kondisi keseimbangan bakteri normal dalam vagina yang
berubah. Ekosistem vagina normal adalah sangat kompleks. Lactobacillus merupakan spesies
bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur, tetapi ada juga bakteri
lainnya yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat BV muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan
dari beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal ada dalam
konsentrasi rendah.2,3
http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.html

Penyebab BV bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data flora vagina
memperlihatkan bahwa ada 3 kategori dari bakteri vagina yang berhubungan dengan BV, yaitu :
3

1. Gardnerella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi Gardner dan Dukes’
bahwa Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan BV. Organisme ini mula-mula
dikenal sebagai H.vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar
penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak
bergerak dan berbentuk batang gram negatif atau variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi
nitrat, indole, dan urease semuanya negatif.
2. Mycoplasma hominis
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari amin yang
konsentrasinya meningkat pada BV. Konsentrasi normal bakteri dalam vagina biasanya 105
organisme/ml cairan vagina dan meningkat menjadi 108-9 organisme/ml pada BV. Terjadi
peningkatan konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob termasuk Bacteroides,
Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar 100-1000 kali lipat.

3. Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp


Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob berinteraksi dengan G. Vaginalis untuk
menimbulkan BV. Menurut pengalaman, Bacteroides Spp paling sering dihubungkan dengan
BV. Mikroorganisme anaerob yang lain yaitu Mobilincus Spp, merupakan batang anaerob
lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama dengan organisme lain yang
dihubungkan dengan BV. Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal,
85 % wanita dengan BV mengandung organisme ini.

Gambar 1. Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis dan Bacteroides


http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.html

D. Patogenesis
Bakterial vaginosis (BV) disebabkan oleh faktor-faktor yang mengubah lingkungan asam normal
di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong pertumbuhan berlebihan bakteri-bakteri
penghasil basa. Lactobacillus adalah bakteri predominan di vagina dan membantu
mempertahankan sekresi vagina yang bersifat asam (produksi hidrogen peroksida/ H2O2).
Faktor-faktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi antara lain adalah mukus
serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching), pemakaian antibiotik, dan perubahan
hormon saat hamil dan menopause. Faktor-faktor ini memungkinkan meningkatnya pertumbuhan
Gardnerella vaginalis, Mucoplasma hominis, dan bakteri anaerob. Metabolisme bakteri anaerob
menyebabkan lingkungan menjadi basa yang menghambat pertumbuhan bakteri lain.1,3
Mencuci vagina (douching) sering dikaitkan dengan keluhan disuria, keputihan, dan gatal
pada vagina. Pada wanita yang beberapa kali melakukan douching, dilaporkan terjadi perubahan
pH vagina dan berkurangnya konsentrasi mikroflora normal sehingga memungkinkan terjadinya
pertumbuhan bakteri patogen yang oportunistik. Sekret vagina adalah suatu yang umum dan
normal pada wanita usia produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan
suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan
sekresi dari kelenjar Bartolini. Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami
dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan dari berbagai infeksi.
Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh, atau berwarna
kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5,0 terdiri dari sel-sel epitel
yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Trichomonas, tanpa clue cell. 2,3
Pada BV dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan
kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi
amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G.
vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel
dan menyebabkan duh tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina. Basil-basil anaerob
yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B. Capilosus dan B. disiens
yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia. G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in
vitro, kemudian menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh
tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasif dan respon inflamasi lokal yang terbatas
http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.html

dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan
pemeriksaan histopatologis. Timbulnya BV ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau
pernah menderita infeksi Trichomonas. BV yang sering rekurens bisa disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan tentang faktor penyebab berulangnya atau etiologi penyakit ini.3
Walaupun alasan sering rekurennya belum sepenuhnya dipahami namun ada 4
kemungkinan yang dapat menjelaskan, yaitu: 2,3
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab BV. Laki-laki yang
mitra seksual wanitanya terinfeksi G. vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang
sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki-laki (asimptomatik) sehingga
wanita yang telah mengalami pengobatan BV cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak
seksual yang tidak menggunakan pelindung.
2. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bakterial vaginosis yang hanya dihambat
pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.
3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora normal yang
berfungsi sebagai protektor dalam vagina.
4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor hostnya pada penderita,
membuatnya rentan terhadap kekambuhan.

E. Manifestasi klinis
Wanita dengan bakterial vaginosis (BV) dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering pada BV
adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual)
dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor).1-3
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa.
Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada
protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita
mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi
daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada
yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh
gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen,
dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain.1,3
http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.html

F. Diagnosis
Terdapat berbagai kriteria dalam menegakkan diagnosis bakterial vaginosis (BV). Umumnya
digunakan kriteria Amasel, berdasarkan 3 dari 4 penemuan berikut:1,2
1. Duh tubuh vagina berwarna putih keabu-abuan, homogen, melekat di vulva dan vagina
2. Terdapat clue-cells pada duh vagina (>20% total epitel vagian yang tampak pada pemeriksaan
sediaan basah dengan NaCl fisiologis dan pembesaran 100 kali)
3. Timbul bau amis pada duh vagina yang ditetesi dengan larutan KOH 10% (tes amin/ Whiff test
positif)
4. pH duh vagina lebih dari 4,5 (tes lakmus).

Gambar 2. Duh vagina putih keabu-abuan, clue cell, whiff test 3,4

Gambaran pewarnaan gram duh tubuh vagian dikasifikasikan menurut modifikasi kriteria
Spiegel dkk, sebagai berikut:
1. Diagnosis BV dapat ditegakkan kalau ditemukan campuran jenis bakteria termasuk morfotipe
Gardnerella dan batang positif-Gram dan negatif-Gram yang lain atau kokus atau keduanya.
http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.html

Terutama dalam jumlah besar, selain itu dnegan mofotipe Lactobacillus dalam jumlah sedikit
atau diantara flora vaginal dan tanpa adanya bentuk-bentuk jamur.
2. Normal kalau terutama ditemukan morfotipe Lactobasillus diantara flora vaginal dengan atau
tanpa morfotupe Gardnerella dan tidak ditemukan bentuk jmaur.
3. Indeterminate kalau diantara tidak normal dan tidak konsisten dnegan BV.
Kriteria diagnosis lain berdasarkan skor hasil pewarnaan Gram duh vagina disebut sebagai
kriteria Nugent. Kriteria ini lebih rumit dibandingkan dengan kriteria Amsel. Skala abnormalitas
flora vagina terbagi atas:1
1. Normal (skor 0-3)
2. Intermediate (skor 4-6)
3. Bakterial vaginosis (skor 7-10)

Gambar 3. Gram stain5


Cara ini berdasarkan pergeseran morfotipe bakteri, dari dominan Lactobacillus menjadi
dominan Gardnerella dan bakteri anaerob. Sensitivitas kriteria ini 89% dalam mendiagnosis
BV.1

G. Diagnosis banding
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan bakterial
vaginosis (BV), antara lain: 3
1. Trikomoniasis
http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.html

Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Trichomonas


vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa keadaan trikomoniasis akan
menunjukkan gejala. Terdapat duh tubuh vagina berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau.
Eritem dan edem pada vulva, juga vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos,
disuria, dan dispareunia. Pemeriksaan apusan vagina Trikomoniasis sering sangat menyerupai
penampakan pemeriksaan apusan BV. Tapi clue cell tidak pernah ditemukan pada
Trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopoik tampak peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan
pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnosis. Whiff test dapat positif pada
trikomoniasis dan pH vagina 5 pada trikomoniasis.3
2. Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans atau kadang
Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis adalah pruritus akut dan
keputihan. Keputihan seringkali tidak ada dan hanya sedikit. Kadang dijumpai gambaran khas
berupa vaginal thrush yaitu bercak putih yang terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis
epitel yang menempel pada vagina. Dapat juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi, rasa panas
dan sakit saat berkemih. Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10%
berguna untuk mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis
adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH
normal.3
Bakterial vaginosis Kandidiasis Trikomoniasis

Transmisi Belum ada kepastian Belum ada kepastian penularan Menulal lewat
seksual penularan lewat seksual lewat seksual seksual

Faktor  Sering tidak ada  Sering tidak ada  pasangan seksual


predisposisi  Lebih mungin terjadi jika  Lebih mungin terjadi jika yang banyak
sering berganti pasangan sering berganti pasangan
 Pasangan seksual yang baru  Kahamilan
 Penggunaan IUD  Penggunaan kortikosteroid
 Kontrol yang buruk pada DM
 imunokompromais

Gejala  Ada duh vagina  Ada duh vagina  Ada duh vagina
 Fishy odor  Gatal  Gatal
 50 % asimtomatik  Disuria  Disuria
 Dispareunia  10-50%
 20% asimtomatis asimtomatis

Tanda  Duh vagina berwana putih  Duh vagina berwana kuning  Duh vagina pucat
http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.html

keabu-abuan kehijauan atau kuniing dan


 Eritem dan edema pada vagina berbusa
dan vulva  Eritem vulva dan
serviks (‘strawberry
cervix’)

Gambar 4. Perbedaan BV, Trikomoniasis dan Candidiasis3

H. Pengobatan
Antimikroba berspektrum luas terhadap sebagaian besar bakteri anaerob, biasanya efektif untuk
mengatasi bacterial vaginosis (BV). Metronodazol dan klindamisin merupakan obat utama, serta
aman diberikan kepada ibu hamil. Tinidazol, merupakan derivate nitramidazol, dengan aktivitas
antibakteri dan antiprotozoal telah disetujui sebagai obat untuk BV.1
Obat yang diberikan secara intravaginal menunjukan efikasi yang sama dengan
metronidazole oral, namun efek samping lebih sedikit. Pilihan rejimen pengobatan adalah
sebagai berikut:1,2
1. Metronidazole dengan dosis 2 x 500 mg setiap hari selama 7 hari
2. Metronidazole 2 gr dosis tunggal
3. Klindamisin 7 x 300 mg setiap hari selama 7 hari
4. Tinidazol 2 x 500 mg setiap hari selama 5 hari
5. Ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 4 x 500 mg per oral selama 5 hari
Untuk terapi topical intavaginal dapat dipilih regimen sebagai berikut: 3
1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari
2. Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari
3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari
Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa pengobatan untuk laki-laki pasangan seksual
pasien BV ternyata tidak mengurangi angka kesembuhan atau kekambuhan. Dengan demikian,
pedoman penanganan tidak menganjurkan untuk secara rutin mengobati laki-laki pasangan
seksual pasien BV. Ketidaksesuaian antara data yang menunjukan penularan BV melalui
hubungan seksual dengan ketiadaan manfaat pengobatan laki-laki pasangan seksual, masih
menimbulkan pertanyaan sampai saat ini.1

I. Komplikasi dan Prognosis


http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.html

Bakterial vaginosis (BV) seringkali dikaitkan dengan sekuele di traktus genital bagian atas. Pada
perempuan tidak hamil, BV dapat meningkatkan resiko infeksi paska histerektomi, penyakit
radang panggul, resiko lebih mudah terinfeksi N. Gonoreehoeae dan C. Trachomatis,
memudahkan terinfeksi HIV melalui jalur seksual.1,6
Pada ibu hamil yang menderita BV, dapat meningkakan resiko persalinan prematur, bayi
dengan berat badan lahir rendah, infeksi cairan amnion, korioamnionitis, ataupun penyakit
radang panggul paska abortus.1,6
Pada keadaan seseorang menderita BV atau ketiadaan Lactobacillus vagina, dapat
meningkatkan resiko tertular HIV sampai 2 kali lipat melalui hubungan heteroseksual.1,2
Prognosis bakterial vaginosis baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih sepertiga kasus.
Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi (84-
96%).3
http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/bakterial-vaginosis.html

DAFTAR PUSTAKA
1. Indriatmi W. Vaginosis bacterial. Dalam: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokeran Univesitas
Indonesia; 2015. h. 452-4.
2. Rosen T. Gonorrhea, mycoplasma, vaginosis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New
York: Mc Graw Hill; 2012. p. 3587-91.
3. Turovskiy Y, NollKS, Chikindas ML. The aetology of bacterial vaginosis. J App Micro. 2011;
110 (5): 1105-28.
4. Kumar N, Behera B, Sagiri SS, Pal K, Ray SS, Roy S. Bacterial vaginosis: Etiology and
modalities of treatment. J Pharm Bioallied Sci. 2011; 3 (4): 496-503.
5. Truter I, Graz M. Bacterial vaginosis: Literature review of treatment option with specific
emphasis on non-antibiotic treatment. Arf J Pharm Pharmacol. 2013; 7 (48): 3060-7.
6. Mascarenhas REM, Machado MSC, Silva BFB, Pimentel RFW, Feffeira TT, Leoni FMS, et al.
Prevalence and risk factor for bacterial vaginosis and other vulvovaginitis in a population of
sexually active adolescent from Salvador, Bahia, Brazil. J Inf Dis obst Gynec. 2012; 10 (1):
1155-61.

Anda mungkin juga menyukai