Anda di halaman 1dari 8

Kajian pbl Setiawati selima putri

EPIDEMIOLOGI MALARIA

2.1 Epidemiologi Malaria di Indonesia


Penyakit berbasis vektor serangga vector–borne diseases diketahui masih menjadi
kasus yang belum terselesaikan atau disebut re-emerging disease, seperti malaria.
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit dari genus Plasmodium yang menginfeksi
sel darah merah manusia. Penyakit infeksi tersebut ditransmisikan melalui vektor
nyamuk Anopheles betina Harijanto, 2007. Malaria merupakan salah satu fokus
Millenium Development Goals MDGs yang menargetkan untuk menghentikan
penyebaran dan mengurangi insiden malaria pada tahun 2015. Parameter keberhasilan
program ini adalah menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat malaria WHO,
2013. Peningkatan kasus malaria yang terjadi di berbagai daerah menjadi salah satu
perhatian utama yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Menurut data
Kementerian Kesehatan RI, Indonesia merupakan negara yang masih tinggi resiko
transmisi malaria, karena hingga tahun 2011 terdapat 374 Kabupaten endemik malaria.
Jumlah kasus malaria mencapai 256.592 orang dari total 1.322.451 pasien suspek
malaria yang diperiksa sediaan darahnya pada tahun 2011. Annual Parasite Insidence
API sebesar 1,75 per seribu penduduk yang berarti setiap 1000 penduduk terdapat 2
orang terkena malaria Kemenkes RI, 2011. Penyebaran malaria di Indonesia dikatakan
merata dari kawasan Indonesia barat sampai Indonesia timur. Kasus malaria tertinggi
di Indonesia terjadi di Indonesia bagian timur seperti NTB, NTT, dan Papua. Pulau jawa
merupakan pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar Riskesdas 2010 menunjukkan angka API di Pulau Jawa dan Bali sejak
tahun 2005– 2009 cenderung stabil yaitu berkisar antara 0,15-0,19. Provinsi di Jawa
yang memiliki API tertinggi adalah Provinsi Jawa Timur 0,71 Depkes RI, 2010. Provinsi
Jawa Timur memiliki 5 Kabupaten yang dinyatakan sebagai High Case Incidence HCI
yaitu kabupaten Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Sumenep dan Banyuwangi
Yudhiastuti, 2008. Peta stratifikasi malaria di Indonesia berdasarkan API dapat dilihat
pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Stratifikasi kasus malaria di Indonesia 2009
berdasrkan API Annual Parasite Indeks Sumber : Kemenkes RI, 2011

Menurut WHO (2005), malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di


lebih dari 100 negara. Sementara menurut Kemenkes RI (2011), jumlah penderita
malaria di dunia diperkirakan sekitar 3 00-500 juta kasus klinis setiap tahun. Di
Indonesia malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan merupakan salah
satu penyebab kematian terutama pada kelompok resiko tinggi seperti bayi, balita dan
ibu hamil. Annual Parasite Incidence (API) malaria pada tahun 2009 sebesar 1,85‰
engan angka kematian sebesar 3,4%. Sekitar 70% penduduk Indonesia diperkirakan
tinggal di daerah endemis malaria.
Menurut Noviyanti (2010), malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium
yang ditularkan lewat nyamuk Anopheles sp. Terdapat empat jenis Plasmodium yang
menginfeksi manusia yakni Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae dan Plasmodium falciparum. P. falciparum merupakan spesies yang paling
berbahaya dan menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian (1juta pertahun).
Sementara menurut Sutanto dan Pribadi (2008), malaria adalah penyakit infeksi parasit
genus Plasmodium yang menyerang eritro sit dan ditularkan oleh vektor nyamuk
Anopheles betina. Dari sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67
spesies yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya ditemukan di Indonesia.
Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi
darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta dari ibu hamil kepada bayinya

Senada dengan hal diatas, menurut Harijanto P.N. (2000), malaria disebabkan oleh
protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini
merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu
Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun
ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar serta dari
ibu hamil kepada janinnya.

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana.
P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale
merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria
falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria
yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang
eritro sit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam
organ-organ tubuh.

Penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh faktor-faktor host, agen dan lingkungan.
Lingkaran hidup Plasmodium sangat kompleks dan melibatkan faktor parasit itu
sendiri, faktor pejamu (host), faktor sosial dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling
terkait dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang
paling berat yakni malaria komplikasi, malaria ringan tanpa komplikasi dan yang paling
ringan yaitu infeksi asimtomatik (Miller et al., 2002). Manifestasi klinis malaria ringan
umumnya dapat berupa demam yang intermiten, anemia dan spenomegali. Manifestasi
klinis tersebut sering didahului gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri
otot, anoreksia, diare ringan, lesu, malaise, dan terkadang rasa dingin di punggung.
Manifestasi klinis ini sangat bervariasi pada tiap daerah karena dipengaruhi oleh strain
Plasmodium, imunitas tubuh penderita dan jumlah parasit yang menginfeksi (Nugroho,
2008).

Menurut Chin (2000), penyebaran P. vivax adalah yang terluas dibandingkan dengan
yang lain. Kasusnya muncul di berbagai zona temperatur yang berbeda meliputi daerah
tropis dan subtropis. P. falciparum merupakan spesies yang sering muncul di daerah
beriklim tropis dan subtropis meskipun mungkin muncul juga di daerah yang bersuhu
panas.
Siklus Hidup Plasmodium
Menurut CDC-Malaria  tahun 2011,  terdapat tiga tahapan dalam siklus hidup
Plasmodium yaitu pertumbuhan aseksual di dalam sel hati atau di luar eritrosit
(exoerythrocytic schizogoni), pertumbuhan aseksual di dalam eritrosit (erythrocytic
schizogoni) dan pertumbuhan seksual di dalam tubuh nyamuk (sporogoni).
Siklus schizogoni exoerythrocytic
Siklus ini dimulai saat sporozoit masuk ke darah manusia lewat gigitan nyamuk pada
permukaan kulit. Setelah – jm sporozoit akan menuju ke hati. Di dalam sel parenkim
hati sporozoit memulai perkembangan aseksual, P. falciparum selama 5,5 hari dan P.
malariae 15 hari, kemudian terbentuk skizon hati yang akan mengeluarkan merozoit ke
sirkulasi darah. P. vivax dan P. ovale di hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan
sampai bertahun-tahun dan menyebabkan terjadinya relaps (Garcia dan Bruckner,
1996; Harijanto, 2007).
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada
dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama kurang lebih
30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit
hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai
30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama
kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang
disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-
bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan
menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps atau kambuh (Depkes RI.2006)

Siklus schizogoni erythrocytic


Setelah merozoit menyerang eritrosit dan masuk ke dalam eritrosit parasit akan
berubah menjadi bentuk cincin. Parasit memakan haemoglobin dan menghasilkan
pigmen yang disebut hemozoin. Eritro sit lebih elastis dan dinding berubah menjadi
lonjong. Pada P. falciparum tonjolannya disebut knob yang nantinya penting dalam
proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi, parasit berubah menjadi
skizon, dan bila skizon pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi
eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P. falciparum, P. ovale dan P. vivax ialah 48
jam dan pada P. malariae adalah 72 jam (Garcia dan Bruckner, 1996; Harijanto, 2007).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran
darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritro sit yang terinfeksi
skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah,
sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual
yaitu gametosit jantan dan betina. (Depkes RI. 2006)

Banyak merozoit dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh, sedangkan lainnya akan
menginvasi eritro sit untuk mulai dengan siklus eritrositik yang baru. Setelah beberapa
generasi siklus eritrositik, beberapa merozoit tidak berkembang menjadi skizon, tetapi
mulai mengembangkan diri menjadi gameto sit jantan dan betina. Pada tiga spesies
Plasmodium bentuk seksual dan aseksualnya beredar dalam peredaran darah. (Garcia
dan Bruckner, 1996; Harijanto, 2007).

Siklus sporogoni
Menurut Harijanto (2000), apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang
mengandung gameto sit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina
melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

Siklus ini dimulai pada saat gametosit yang terbentuk dalam eritrosit manusia terhisap
oleh nyamuk pada saat menggigit. Mikrogametosit yang terisap bersama eritrosit
kemudian keluar dari eritosit dan berubah menjadi 6-8 mikrogamet yang berbentuk
seperti cambuk dan bergerak aktif. Sedangkan makrogameto sit akan berdiferensiasi
menjadi makrogamet yang memiliki nucleus yang besar di dekat dinding sel.
Mikrogamet bergerak dengan flagellanya mencari makrogamet dan melakukan
penetrasi untuk pembuahan sehingga menghasilkan zygot. Selanjutnya zygot berubah
menjadi fusimormis yang bergerak aktif dan masuk dalam stadium ookinet. Ookinet
membesar dan mulai memasuki sel epitel lambung nyamuk dan diikuti pembentukan
dinding tebal dan selanjutnya disebut oosista. Pembelahan inti terjadi pada oosista yang
telah masak sehingga terbentuk 1000-10.000 sporozoit yang kemudian memasuki
hemocoel nyamuk dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk termasuk dalam kelenjar
ludah nyamuk. Sporozoit yang berada di kelenjar ludah nyamuk siap diinfeksikan
kembali ke tubuh manusia (Natadisastra dan Agoes, 2009).

Rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai
timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies
Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk
sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
(Harijanto, 2000)

Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gameto sit ke dalam tubuh
nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya
sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Masa inkubasi Ekstrinsik untuk
setiap species sebagai berikut:

1. Parasit falciparum : 10 – 12 hari


2. Parasit vivax    : 8 – 11 hari
3. Parasit malariae : 14 hari
4. Parasit ovale    : 15 hari
Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai
timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh
penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species :

1. Plasmodium falciparum    : 10 – 14 hari (12)


2. Plasmodium vivax    : 12 – 17 hari (13)
3. Plasmodium malariae    : 18 – 40 hari (28)
4. Plasmodium ovale    : 16 – 18 hari (7)

Penatalaksanaan malaria di Indonesia

meliputi pengobatan yang radikal mengikuti kebijakan nasional pengendalian malaria


di Indonesia. Pengobatan dengan artemisinin-based combination therapy (ACT) hanya
boleh diberikan pada pasien dengan hasil pemeriksaan darah malaria positif. Pada
kasus malaria berat, penatalaksanaan tidak boleh ditunda.[4,5]
Berobat Jalan
Pasien malaria nonfalciparum tanpa gejala berat dan dapat mengonsumsi obat oral
dapat berobat jalan. Evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke-3, -7, -14, -21, dan -28
berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan darah mikroskopis. Edukasi pasien untuk
segera memeriksakan diri jika ada pemburukan klinis tanpa menunggu jadwal tersebut.
[4]

Pasien rawat inap dengan keadaan umum dan kesadaran baik, telah bebas demam 3
hari tanpa obat penurun demam dan pemeriksaan parasit negatif 3 kali berturut-turut
dengan jarak waktu 12-24 jam, dapat dipulangkan dan berobat jalan.

Persiapan Rujukan
Setiap kasus malaria berat harus dirawat inap atau dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan
fasilitas yang memadai. Risiko kematian tertinggi pada malaria berat atau malaria
serebral terjadi pada 24 jam pertama. Untuk itu, pasien dengan waktu rujukan >6 jam
perlu diberikan antimalaria sebelum dirujuk.
Antimalaria yang dianjurkan adalah artesunate dan artemether intramuskular. Jika
kedua obat tersebut tidak tersedia, kina intramuskular (paha) dapat diberikan.
Artesunate rektal hanya direkomendasikan untuk anak berusia < 6 tahun (dosis 10
mg/kgBB) jika artesunate intravena atau intramuskular tidak tersedia. Di Indonesia,
bila tidak tersedia artesunate, maka dapat diberikan dihidroartemisinin-piperakuin
(DHP) sebanyak 1 kali (bila toleransi oral baik).[4,30]
Pasien yang gagal diterapi dengan antimalaria lini pertama memerlukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang memiliki antimalaria lini kedua.[39]

Medikamentosa
Obat antimalaria tidak boleh diberikan sebelum malaria terkonfirmasi melalui
pemeriksaan laboratorium. Pemberian antimalaria bertujuan untuk membunuh semua
stadium parasit di dalam tubuh, termasuk gametosit. Pada kasus infeksi Plasmodium
vivax dan Plasmodium ovale, antimalaria yang dapat membunuh hipnozoit perlu
diberikan untuk mencegah relaps. Jenis antimalaria perlu disesuaikan dengan daerah
pasien terinfeksi, sebab adanya pola resistensi obat yang berbeda.[30,39,40]
Medikamentosa yang dianjurkan di Indonesia untuk kasus malaria tanpa komplikasi
adalah DHP oral dengan atau tanpa primaquine (tergantung jenis malaria). chloroquine
tidak lagi digunakan karena banyaknya kasus resistensi.[4,40]
DHP diberikan 1 kali sehari selama 3 hari. Dosis primaquine yang digunakan adalah
0,25 mg/kgBB/hari. Obat antimalaria dikonsumsi sehabis makan (tidak dalam keadaan
perut kosong).[4]
PEDOMAN TATA LAKSANA MALARIA

 Pasal 1 Pedoman Tata Laksana Malaria merupakan acuan bagi tenaga medis atau tenaga


kesehatan lain yang mempunyai kewenangan dalam rangka menekan angka kesakitan
dan angka kematian akibat malaria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Kejadian malaria di Kabupaten Indragiri Hulu (INHU) mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Peningkatan kasus malaria mungkin disebabkan oleh sistem surveilans malaria yang masih
lemah disemua jenjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem
surveilans malaria dan evaluasi program malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten INHU tahun
2008 - 2010. Desain penelitian ini deskriptif kuantitatif berupa studi kasus yang dilakukan
dengan wawancara dan penelusuran dokumen. Subjek penelitian ini adalah petugas yang
terlibat dalam sistem surveilans penyakit malaria dengan teknik non random menggunakan
metode purposive sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan sistem
surveilans malaria secara umum dinilai masih kurang. Penderita malaria di Kabupaten Indragiri
Hulu tahun 2008-2010 lebih banyak pada laki-laki yaitu 55,3%, sebagian besar pada kelompok
umur 15-54 tahun yaitu 50,7%, paling banyak di Kecamatan Kulim Jaya yaitu 76,1‰. Umumnya
kasus terbanyak pada bulan September. Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten INHU dapat
meningkatkan kegiatan surveilans malaria dan pelaksanaan program malaria, meningkatkan
kualitas dan kuantitas SDM serta menganggarkan dana yang lebih memadai Sistem surveilans
malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2008-2010 secara
keseluruhan belum berjalan dengan baik karena dari 8 (delapan) unsur penilaian sistem
surveilans hanya 1 (satu) unsur yang sudah berjalan dengan baik yaitu unsur akses
pelayanan kesehatan sedangkan 7 unsur lainnya yaitu tujuan surveilans, kelengkapan
laporan, ketepatan waktu laporan, konsistensi laporan, pengolahan dan analisis data
serta partisipasi fasilitas kesehatan belum berjalan dengan baik. Berdasarkan gambaran
epidemiologi, penyakit malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu paling
banyak terjadi pada jenis kelamin lak-laki dan banyak terjadi pada kelompok umur
dewasa (15-54 tahun), paling tinggi kasusnya di wilayah kerja Puskesmas Kulim Jaya
yaitu 48,6 ‰.

Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada Anak

Malaria adalah masalah kesehatan utama dunia. Kematian terbesar akibat malaria
terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak. Masalahnya antara lain karena gejala-gejala
malaria pada anak berbeda dan sering tidak spesifik, juga tidak tersedia laboratorium di
daerah. Selain itu, pola resistensi obat anti malaria pun terus berubah dan berbeda di
setiap daerah. Klorokuin dan Sulfadoksin-pirimetamin tidak lagi digunakan karena
tingginya resistensi di banyak negara. Peningkatan kemampuan tenaga medis dalam
mendeteksi dan memahami penatalaksanaan malaria terbaru menjadi penting untuk
mencegah terjadinya malaria berat.Malaria is a major worldwide problem. Most of
malaria death are in infancy and childhood. Problems encountered are that symptoms of
malaria in children are different and often non-specific, and the unavailability of
laboratory diagnosis. The pattern of anti-malarial drug resistance are also continues to
change and vary by region; chloroquine and sulfadoxine-pyrimetamine are no longer
used because of high resistance in many countries. Increased ability of medical
personnel to detect cases and to understand the latest management of malaria are
important to prevent severe malaria.

Anda mungkin juga menyukai