Anda di halaman 1dari 12

TRIAS EPIDEMIOLOGI MALARIA

1. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA


Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran
malaria, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat. Kata epidemiologi
berasal dari bahasa yunani, Epi artinya pada, Demos artinya penduduk, Logos artinya
ilmu.

1.1. Pengertian Malaria


Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk
infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus
plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan
oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia
yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak
terdapat di daerah rawa rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga
mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam
pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 )
Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60
spesies berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies
nyamuk Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria ( Prabowo, 2004
). Ciri nyamuk Anopheles Relatif sulit membedakannya dengan jenis nyamuk lain,
kecuali dengan kaca pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata
telanjang adalah posisi waktu menggigit menungging, terjadi di malam hari, baik di
dalam maupun di luar rumah, sesudah menghisap darah nyamuk istirahat di
dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah meja, tempat tidur atau di
bawah dan di belakang lemari(www.Depkes.go.id )

1.2. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan
oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah
atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto
P.N.2000)
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai
malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria
kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum
menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto
P.N.2000)

1.3. Siklus Hidup Plasmodium


Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk Anopheles betina.(Harijanto P.N.2000)
1.3.1 Silkus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam
peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang
menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus
ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2
minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang
disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama
berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh
menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
(Depkes RI.2006)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30
merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus
eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit
jantan dan betina. (Depkes RI. 2006)
1.3.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung
nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang
nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(Harijanto, 2000)
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa
prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat
dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(Harijanto, 2000)

1.4. Patogenesis Malaria


Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin
karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000)
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan
sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.
Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan
makrofag (Harijanto, 200)
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting (Harijanto, 2000)
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi
P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu
eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk
roset (Harijanto, 2006).
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi. (Harijanto P.N, 2006)
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia
dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi
hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi
W, 2000)
2. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin
mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat
melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin,
ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit
malaria. TNF dansitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan
sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi W, 2000)
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen
dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit
yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga
skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi
menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung
kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan. (Pribadi W,
2000)
Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan
sebelumnya digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian
penyakit diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber
penyakit, simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan
berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan
jender dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah
mengalami interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang
mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari
terjadinya penyakit malaria.

Sumber. Achmadi, Umar Fahmi, 2005

1.5. Patologi Malaria


Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa
menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi
eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya
patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah
terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi
leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset
eritrosit yang terinfeksi. (Harijanto.P.N. 2006)
1.6. Penularan Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium spp yang
hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup
dalam tubuh manusia.
Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat
adanya interaksi antara tiga faktor yaitu Host, Agent, dan Environment. Manusia
adalah host vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate,
sementara Plasmodium sebagai parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit
yang sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa
aspek, seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi (Chwatt-Bruce.L.J,1985).

2. HUBUNGAN HOST, AGENT, DAN ENVIRONMENT

2.1. Host
1. Manusia (Host Intermediate)
Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang ada
pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium malaria.
Kekebalan adalah kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium
yang masuk atau membatasi perkembangannya.
Ada dua macam kekebalan yaitu :
a. Kekebalan Alami (Natural Imunity)
Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu.
b. Kekebalan didapat (Acqired Immunity) yang terdiri dari :
1) Kekebalan aktif (Active Immunity) yaitu kekebalan akibat dari infeksi
sebelumnya atau akibat dari vaksinasi.
2) Kekebalan pasif (Pasif Immunity)
Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibody atau zat-zat yang
berfungsi aktif dari ibu kepada janin atau melalui pemberian serum dari
seseorang yang kekal penyakit. Terbukti ada kekebalan bawaan pada bayi
baru lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria didaerah yang tinggi
endemisitas malarianya.
2. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitive)
Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap
darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mematangkan
telurnya. Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis
yang ada hanya beberapa jenis yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria
(Vektor). Menurut data di Subdit SPP, penular penyakit malaria di Indonesia
berjumlah 18 species. Di Indonesia dijumpai beberapa jenis Anopheles spp sebagai
vector Malaria, antara lain : An, sundaicus sp, An. Maculates sp, An. Balabacensis
sp, An, Barbnirostrip sp (Depkes RI, 2005). Di setiap daerah dimana terjdi
transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles
yang menjadi vektor penting. Vector-vektor tersebut memiliki habitat mulai dari
rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2005).
Nyamuk Anopheles hidup di iklim tropis dan subtropics, namun bias juga
hidup d daerah yang beriklim sedang. Anopheles juga ditemukan pada daerah pada
daerah dengan ketinggian lebih dari 2000-2500m. Menurut Myrna (2003), nyamuk
Anopheles betina membutuhkan minimal 1 kali memangsa darah agar telurnya
dapat berkembang biak. Anopheles mulai menggigit sejak matahari terbenam (jam
18.00) hingga subuh dan puncaknya pukul 19.00-21.00. Menurut Prabowo (2004),
jarak terbang Anopheles tidak lebih dari 0,5 3 km dari tempat perindukannya.
Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi
antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu
udara.
Menurut Achmadi (2005), secara umum nyamuk yang telah diidentifikasi
sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi
yaitu:
a. Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang.
b. Anthropilik : nymuk yang menyukai darah manusia.
c. Zooanthropolik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan manusia.
d. Endofilik : nyamuk yang suka tinggal didalam rumah/bangunan.
e. Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.
f. Endofagik : nyamuk yang suka menggigit didalam rumah/bangunan.
f. Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit diluar rumah.
Tempat tinggal manusia dan ternak, khususnya yang terbuat dari kayu
merupakan tempat yang paling disenangi oleh Anopheles. Vektor utama di Pulau
Jawa dan Sumantra adalah An. andaicus, An. maculates, An. aconitus, An.
balabacencis.

2.2. Agent
Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun
tidak hidup dimana kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif dengan manusia
yang rentan akan terjadi stimulasi untuk memudahkan terjadi suatu proses penyakit.
Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.
1. Jenis Parasit (Plasmodium)
Sampai saat ini dikenal empat macam agent penyebab malaria yaitu :
a. Plasmodium Falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan
malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangnya timbul berselang setiap
dua hari (48 jam) sekali.
b. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya
timbul berselang setiap tiga hari (Sering Kambuh)
c. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria quartana yang gejala
serangnya timbul berselang setiap empat hari sekali.
d. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika
dan Pasifik Barat.
Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium,
biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi
umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaitu campuran antara Parasit
falsiparum dengan parasit vivax atau parasit malariae. Campuran tiga jenis parasit
jarang sekali dijumpai (Depkes.RI.2005).
2. Siklus Hidup Parasit Malaria
Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam
siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh
nyamuk.
a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual (sporozoa,
merozoit dalam sel darah merah, sizon dalam sel merah).
b. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk (Gametosit, Ookinet dan Ookista).
Siklus seksual ini juga bias disebut siklus sporogami karena menghasilkan
sprozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada
manusia atau binatang. Lama dan masa berlangsungnya siklus ini disebut dengan
masa inkubasi ekstrinsik, yaitu masuknya gametosit kedalam tubuh nyamuk
sampai terjadinya stadium sprogami dalam bentuk sporosit yang kemudian masuk
kedalam kelenjar liur nyamuk. Masa inkubasi tersebut sangat dipengaruhi oleh
suhu dan kelembaban udara sehingga berbeda-beda untuk setiap species. Prinsip
pengendalian malaria antara lain didasarkan pada siklus ini yaitu dengan
mengusahakan umur nyamuk harus lebih singkat dari masa inkubasi ekstrinsik
sehingga siklus sprogami tidak dapat berlangsung dengan demikian rantai
penularan akan terputus. (Depkes RI, 2005)
3. Morfologi Parasit Malaria
Parasit malaria tergolong Protozoa Genus plasmodium, Familia plasmodiae
dari Ordo coccidiidae yang terdiri dari 3 (tiga) stadium yaitu:
a. Stadium Tropozoit
Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu
hampir pada semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini.
Memeriksa SD malaria berarti mencari tropozoit pada SD tersebut.
Morfologi (cirri-ciri khas) inti:
a) Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah
bervariasi. Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang.
b) Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar),
bersifat kompak atau padat sehingga warna menjadi kontras dan jelas.
b. Stadium Sizon
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai sizon adalah :
a) Dalam satu siklus kehidupan parasit, sizon (jam terjadinya sporulasi) singkat
sekali.
b) Bentuk sizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darah
dilakukan dekat pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil).
Keadaan klinis berat pada saat sporulasi menyebabkan penderita tidak
mampu pergi ke unit kesehatan, tidak dapat dibuat SD-nya. Sebab itu jarang
ditemukan SD positif yang mengandung sizon.
c) Tidak pernah ditemukan sizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah
organ, kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.
d) Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk sizon harus dicari
bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada
lapangan berikutnya untuk menentukan speciesnya.
c. Staduim gametosit
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :
a) Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling
lambat 10 hari setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit
Parasit falciparum pasa SD memberi pengertian pasien terlambat
ditemukan. Jadi tidak semua SD positif mengandung gametosit.
b) Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapat dibedakan
demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.
c) Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species
Falciparum.

2.3. Lingkungan (Environment)


1. Lingkungan Fisik
a. Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa
inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit
ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu
terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi
suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari
setiap species pada suhu 26,7oC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species
sebagai berikut:
1. Parasit falciparum: 10 12 hari
2. Parasit vivax : 8 11 hari
3. Parasit malariae : 14 hari
4. Parasit ovale : 15 hari
Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah
sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam
tubuh penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species :
1. Plasmodium falciparum : 10 14 hari (12)
2. Plasmodium vivax : 12 17 hari (13)
3. Plasmodium malariae : 18 40 hari (28)
4. Plasmodium ovale : 16 18 hari (7)
b. Kelembaban udara
Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat
kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan
adanya penularan.
c. Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk
menjadi dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangnya Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu
maka permukaan air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria.
Curah hujan yang tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air
sehingga larva dan kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985)
d. Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak
jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah
angin.
e. Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup
di tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup
di tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung).
f. Arus air
Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya
berbeda. An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau
sedikit mengalir. An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup
deras dan An. Letifer di tempat air yang tergenang (Depkes RI, 2006)
2. Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut
(Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru
diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti
An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar 12-
18% dan tidak dapat berkembang biak pada garam lebih dari 40%. Untuk mengatur
derajat keasaman air yang disenangi pada tempat perkembangbiakan nyamuk perlu
dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam
atau pH rendah (Depkes RI, 2006)
3. Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan
berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk,
karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari
serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi
jenis-jenis nyamuk tertentu.
Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga
menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui
lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan
di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah
(Plocheilus panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila
merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk
disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat
mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut
diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R,
1984).
4. Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan
faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut
malam, di mana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar
jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan
penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan
perbedaan status social masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria
(Iskandar,1985).
SUMBER

Prabowo A. (2004). Hubungan Pekerja yang Menginap di Hutan dengan


Kejadian Malaria di Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kota Waringin
Timur, Kalimantan Tengah . Thesis. Jakarta: Pascasarjana IKM
Universitas Indonesia.

Harijanto, 2000. Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi klinis dan


Penanganan, Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Harijanto PN, 2006. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi
IV, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Pribadi W. 2000. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi


W (editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran UI.
Jakarta

Iskandar A., Sudjain C., Sanropic D. Et all. 1985. Pemberantasan Serangga dan
Binatang Pengganggu. Depkes RI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai