Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MATA KULIAH PARASITOLOGI

P.MALARIAE

ZWISTA YULIA DEWI


06/KG/08054

ILMU KEDOKTERAN GIGI DASAR


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
P.MALARIAE

A.EPIDEMIOLOGY

Epidemiologi P.Malariae adalah pengetahuan yang menyangkut studi tentang


kejadian (insidensi, prevalensi, kematian) yang disebabkan P.Malariae, penyebaran
atau penularannya pada penduduk yang tinggal di suatu wialayah pada periode waktu
tertentu, beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Tujuan studi epidemiologi P.Malariae adalah untuk menggunakannya sebagai


dasar rasional dalam pemberantasan, pengendalian penularan dan pencegahannya.

Materi studi epidemiologi malaria, secara garis besar, menyangkut 3 hal utama yang
saling berkaitan:

1. Inang (HOST): manusia sebagai inang antara, dan nyamuk vektor sebagai inang
definitif parasit malaria.
2. Penyebab penyakit (AGENT): parasit malaria (Plasmodium).
3. Lingkungan (ENVIRONMENT).

MEKANISME EPIDEMIOLOGI

Secara parasitologis, dalam daur hidup Plasmodium Malariae, manusia diketahui


sebagai inang Plasmodium Malariae, parasit malaria dalam tubuh manusia masih
dalam stadium aseksual, maksimal sebagai mikrogametosit (jantan muda) dan
makrogametosit (betina muda). Vektor P.Malaria adalah Nyamuk Anopheles betina,
yang merupakan inang definitif. Dalam lambung nyamuk mikrogametosit dan
makrogametosit Plasmodium, masing-masing telah menjadi mikrogamet dan
makrogamet yang kemudian kawin (proses sprogoni) dalam dinding lambung nyamuk
kemudian pecah dan keluar puluhan ribu ratusan ribu sporozoit yang akan menuju
kelenjar liur nyamuk inangnya.
Keberadaan, umur dan perilaku vektor sangat dipengaruhi oleh lingkungan
tanbiotik (fisik, kimia, hidrologis, klimatologis), biotik (tumbuhan, biota predator), dan
kondisi sosial ekonomi penduduk di daerah endemik malaria. Faktor lingkungan suhu
udara geografis (ketinggian dari permukan laut, musim) bisa berpengaruh pada
kemampuan hidup parasit dalam nyamuk vektor. Plasmodium Malariae tidak bisa hidup
dan berkembang pada suhu < 16 derajat Celsius. Kelembaban udara 60-80% optimal
untuk hidup nyamuk dengan umur panjang. Jika nyamuk vektor semakin padat
(misalnya hitungan jumlah nyamuk vektor rata-rata yang menggigit orang per jam),
semakin antropofilik (lebih suka menggigit dan mengisap darah manusia), semakin
panjang umurnya (> 2 minggu), dan semakin rentan terhadap infeksi dengan parasit
Plasmodium Malariae, maka semakin besar potensinya terjadi malaria.

B.MORPHOLOGY
Kasus malaria di suatu daerah atau tempat adalah salah satu indikator biologis
malaria. P.Malariae biasanya diperoleh sebagai akibat gigitan nyamuk anopheles betina
yang sebelumnya terinfeksi. Pada kasus tipe kuartana, telah berkembang setelah
transfusi dengan darah yang terinfeksi, dimana pada keadaan ini fase praeritrositik dari
perkembangan parasit dalam hati dapat dihindarkan.

Adanya vektor yang positif sporozoit (dengan pembedahan kelenjar liur atau
reaksi imunologis) menunjukkan bahwa lingkungan setempat cocok untuk
kelangsungan hidup vektor, umurt vektor cukup panjang untuk mendukung
dilampauinya masa inkubasi ekstrinsik P.Malariae dalam nyamuk vektor, yang berarti
pula kelembaban dan suhu udara optimal untuk nyamuk dan parasit P.Malariae.
C.LIFE CYCLE
Manusia merupakan hospes antara tempat Plasmodium Malariae mengadakan
skizogoni (siklus aseksual), sedang nyamuk anopheles merupakan vektor dan hospes
definitif siklus hidup. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen (Sporogoni) dalam
badan nyamuk anopheles dan fase aseksual (Skizogoni) dalam badan hospes
vertebrata.(11,12,15)

Fase aseksual mempunyai dua daur, yaitu (8,11,12) :

1. Daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit)

2. Daur dalam sel parenkim hati (skizogoni ekso-eritrosit) atau standar jaringan dengan:

a. Skizogoni pra-eritrosit (skizogoni ekso-eritrosit primer) setelah sporozoit


masukdalam sel hati.

b. Skizogoni eksoeritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati.

Hasil penelitian pada malaria primata menunjukkan bahwa ada 2 populasi


sporozoit yang berbeda, yaitu sporozoit yang secara langsung mengalami
pertumbuhan dan sporozoit yang tetap “tidur” (dormant) selama periode tertentu
(disebut hipnozoit), sampai menjadi aktif kembali dan mengalami pembelahan
skizogoni. Pada infeksi plasmodium falciparum dan plasmodium malariae hanya
terdapat satu generasi aseksual dalam hati tidak dilanjutkan lagi. Pada infeksi
plasmodium vivax dan plasmodium ovale daur eksoeritrosit berlangsung terus
sampai bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsung
(3)
lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps.

Parasit dalam Hospes Vertebrata (Hospes Perantara)

Fase Jaringan. Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit


malaria dalam kelenjar liurnya menusuk Hospes, sporozoit yang berada dalam air
liurnya masuk melalui probosis yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk
dalam peredaran darah dan stelah ½ jam sampai dengan 1 jam masuk dalam
sitoplasma sel hati untuk bermultiplikasi dan berkembangbiak menjadi skizon jaringan.
(8,9)

Banyak yang dihancurkan oleh Fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati
dan berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Inti parasit membelah diri
berulang-ulang dan skizon jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong, menjadi
besar sampai berukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai oleh perbelahan
sitoplasma yang mengelilingi setiap inti sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit berinti
satu dengan ukuran 1,0 sampai dengan 1,8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi tetapi
tidak ada reaksi di sekitar jaringan hati. Fase ini berlangsung beberapa waktu,
tergantung dari spesies parasit malaria, seperti terlihat pada tabel I. Pada akhir fase
pra-eritrosit, skizon pecah, beribu-ribu merozoit keluar dan masuk di peredaran darah.
Sebagian besar menyerang dan menembus sel-sel eritrosit yang berada di sinosoid hati
tetapi beberapa difagositosis (stadium eritrositen). (3,9)

Plasmodium Malaria tidak mempunyai fase ekso-eritrositik, dan relaps


disebabkan oleh proliferasi stadium eritrositik yang menetap dalam sirkulasi
mikrokapiler jaringan. Kenyataan berikut ini menunjang bahwa rekurens (Long Term
Relaps) tidak ada pada infeksi Plasmodium Malaria :

1. Infeksi malaria dapat disembuhkan dengan obat skizontosida darah saja.

2. Tidak pernah ditemukan skizon ekso-eritrositik dalam hati manusia atau simpanse
setelah siklus pra-eritrositik dan

3. Parasit menetap dalam darah untuk jangka waktu panjang yang dapat dibuktikan
pada beberapa kasus malaria transfusi.(3,9)

Merozoit dilepaskan oleh skizon jaringan dan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit
bergantung pada interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin dan merozoit sendiri. (8)
Sisi anterior merozoit melekat pada membran eritrosit, kemudian membran merozoit
menebal dan bergabung dengan membran plasma eritrosit, lalu melakukan invaginasi,
membentuk vakuol dengan parasit yang berada di dalamnya. (13,15)Pada saat merozoit
masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung
selama kurang lebih 30 detik. Stadium termuda dalam darah berbentuk bulat, kecil.
Beberapa diantaranya mengandung vakuol sehingga sitoplasma terdorong ke tepi dan
inti berada di kutubnya. Oleh karena sitoplasma mempunyai bentuk lingkaran, maka
parasit muda disebut bentuk cincin. Selama pertumbuhan, bentuknya berubah menjadi
tidak teratur. Stadium muda ini disebut Trofozoit. Parasit mencernakan hemoglobin
dalam eritrosit dan sisa metabolisme berupa pigmen malaria (hemozin dan hematin).
Pigmen yang mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai butir-butir
berwarna kuning hitam makin jelas pada stadium lanjut. (8,13)

Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara aseksual melalui


proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah diri menjadi sejumlah
inti yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma untuk bentuk
skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil, terdapat inti dan
sitoplasma yang disebut merozoit.(3)

Tropozoit muda atau bentuk cincin menjadi tropozoit tua lalu menjadi skizon dan
akhirnya skizon in kemudian pecah melepaskan 6-24 merozoit ke sirkulasi. Merozoit ini
memasuki eritrosit lain dan mengulangi fase skizogoni selama infeksi dan menimbulkan
parasitemia yang meningkat dengan cepat sampai proses dihambat oleh respon imun
hospes.(13,15)

Periodisitas skizogoni berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Pada


plasmodium malaria adalah 72 jam. Pada stadium permulaan infeksi dapat ditemukan
beberapa kelompok (Broods) parasit yang tumbuh pada saat yang berbeda-beda
sehingga gejala demam tidak menunjukkan periodisitas yang khas. Kemudian,
periodisitasnya menjadi lebih sinkron dan gejala demam memberi gambaran pada
malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium Malariae.(9,15)
Fase Aseksual dalam Darah. Setelah 2 atau 3 hari generasi (3-15 hari)
merozoit dibentuk, sebagian merozoit tumbuh menjadi berbentuk seksual. Proses ini
disebut gametogani (gametositogenesis). Bentuk seksual tumbuh tetapi intinya tidak
membelah. Sebagian merozoit berdiferensiasi menjadi gamet jantan dan betina yang
berpindah ke nyamuk pada saat nyamuk menggigit pasien. Dengan demikian siklus
seksual dimulai. Gametosit berdiferensiasi lebih lanjut menjadi gamet jantan dan betina.
Pembuahan terjadi dalam usus nyamuk. (8)Dalam lambung nyamuk, makro dan
mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan membentuk
zigot yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan menembus dinding lambung
nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit, lalu sporozoit akan
dilepaskan dan masuk ke dalam air liur nyamuk dan menginfeksi manusia lain melalui
gigitan nyamuk. (10,12,15)

Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies. Pada


plasmodium falciparum bentuknya seperti sabit atau pisang bila sudah matang, pada
spesies lain bentuknya bulat. Pada semua spesies plasmodium dengan pulasan
khusus, gametosit betina (makrogametosit) mempunyai sitoplasma berwarna biru
dengan inti kecil padat, dan pada gametosit jantan (mikrogametosit) sitoplasma
berwarna biru pucat atau merah muda dengan inti besar dan difus. Kedua macam
gametosit mengandung banyak butir-butir pigmen. (8,9,15)

Parasit Dalam Hospes Invertebrata (Hospes Definitif)

Eksflagelasi. Bila nyamuk Anopheles betina mengisap darah hospes manusia


yang mengandung parasit malaria, parasit aseksual dicernakan bersama dengan
eritrosit, tetapi gametosit dapat tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah
menjadi 4 sampai 8 yang masing-masing menjadi bentuk panjang seperti benang
(flagel) dengan ukuran 20-25 mikron menonjol ke luar dari sel induk, bergerak-gerak
sebentar dan kemudian melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi) hanya berlangsung
beberapa menit pada suhu yang sesuai dan dapat dilihat dengan mikroskop pada
sediaan darah basah yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau gamet jantan
disebut mikrogamet, sedangkan makrogametosit mengalami proses pematangan
(maturasi) menjadi gamet betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk,
mikrogamet tertarik oleh makrogamet yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk
mikrogamet sehingga pembuahan dapat berlangsung. Hasil pertumbuhan disebut zigot.
(8,9)

Sporogoni. Pada permukaan zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak,
tetapi dalam waktu 18-24 jam menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak. Stadium
seperti cacing ini berukuran panjang 8-24 mikron dan disebut ookinet. (9)

Ookinet kemudian menembus dinding lambung ke permukaan luar lambung dan


menjadi bentuk bulat disebut ookista. Jumlah ookista pada lambung Anopheles berkisar
antara beberapa buah sampai beberapa ratus buah. Ookista makin lama makin besar
sehingga merupakan bulatan-bulatan semi transparan, berukuran 40-80 mikron dan
mengandung butir-butir pigmen. Letak dan besar butir pigmen dan warnanya adalah
khas untuk tiap spesies plasmodium. Bila ookista makin membesar sehingga
berdiameter 500 mikron dan intinya membelah-belah, pigmen tidak tampak lagi. Inti
yang sudah membelah-belah dikelilingi oleh protoplasma yang merupakan bentuk
memanjang pada bagian tepi sehingga tampak sejumlah besar betuk-bentuk yang
kedua ujungnya runcing dengan inti ditengahnya (sporozoit) dan panjangnya 10-15
mikron. Kemudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam
rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk betina sekarang menjadi
infektif. Bila nyamuk ini menyerap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit
dimasukkan ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah hospes perantara.
Sporogoni yang dimulai dari pematangan gametosit sampai menjadi sprozoit infektif,
berlangsung selama 8-35 hari, bergantung pada suhu luar dan spesies parasit.
Daur Hidup Parasit P.Malariae

D. TRANSMISION
Malaria terdapat di daerah dari 60° Lintang Utara sampai 30° Lintang Selatan,
setinggi 2.666 m sampai daerah yang terletak 433 m di bawah permukaan laut . Antara
batas-batas garis lintang dan garis bujur terdapat daerah yang bebas malaria. Di
Indonesia, P.Malariae ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di Kawasan
Timur Indonesia.P.Malariae di daerah endemi terdapat secara autokton (indigenous
malariae) karena siklus hidup parasit P.Malariae dapat berlangsung (terdapat manusia,
nyamuk dan parasit). Penularan P.Malariae terjadi pada sebagian besar zona tropis.
Meskipun di Amerika Serikat, Kanada dan Eropa Utara, saat ini bebas dari malaria
indigenous, wabah-wabah lokal telah terjadi melalui infeksi nyamuk-nyamuk lokal oleh
(9,12)
pendatang dari daerah endemis.
Besarnya derajat endemi dapat diukur dengan spleen rate dan parasite rate
sehingga dapat dibedakan daerah(12) :

1. Hipoendemik : spleen rate 0-10 %, parasite rate 0-10%

2. Mesoendemik : spleen rate 11-50 %, parasite rate 11-50%

3. Hiperendemik : spleen rate dan parasite rate lebih dari 50%

4. Holoendemik : spleen rate dan parasite rate lebih dari 75%

Malaria di suatu daerah berbeda dengan daerah lain karena (5,10) :

1. Faktor manusia (ras)

2. Faktor vektor (nyamuk anopheles)

Di Indonesia terdapat beberapa vektor yang penting (spesies anopheles), yaitu: A.


Aconitus, A. Maculatus, A.Subpictus yang terdapat di Jawa dan Bali ; A. Sundaicus,
dan A.Aconitus di Sumatera ; A. Sundaicus, A. Subpictus di Sulawesi ; A.Balaba
Censis di Kalimantan ; A. Farauti dan A. Punctulatus di Irian Barat.

3. Parasit

Di beberapa daerah parasit telah kebal terhadap obat anti malaria.


4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus biologi nyamuk.

E.SYMPTOMS

Penyakit malaria yang disebabkan oleh Plasmodium Malariae mempunyai


gejala-gejala klinis dengan gejala utama demam menggigil secara berkala dan sakit
kepala kadang-kadang dengan gejala klinis lain sebagai berikut :
Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
Nafsu makan menurun.
Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
Sakit kepala yang berat, terus menerus.
Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
seperti gejala diatas disertai kejang-kejang.
Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang
menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia)
serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.
Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3
stadium yang berurutan yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage).

Dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil. Penderita menutupi


badannya dengan baju tebal dan dengan selimut. Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan
jari-jari tangannya menjadi biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai
dengan muntah. Pada anak sering disertai kajang-kejang. Stadium ini berlangsung
antara 15 menit sampai 1 jam.

2. Stadium demam (Hot stage).

Dimulai pada saat perasaan dingin sekali berulang menjadi panas sekali. Muka menjadi
merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat.
Biasanya ada mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus
sekali pada saat suhu naik sampai 41°C (106°F) atau lebih. Stadium ini berlangsung
selama 2-6 jam.

3. Stadium berkeringat (sweating stage).

Dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah, suhu
turun dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita
biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa lemas tetapi sehat. Stadium
ini berlangsung 2-4 jam.

Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan spesies penyebab penyakit


malaria ini. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan
berlangsung 8-12 jam setelah itu terjadi stadium apireksia.

Gejala infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama disebut Relaps.(8,9)

Relaps dapat bersifat(8,11) :

a. Rekrudensi (short term relapse)

Yaitu timbul karena parasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak. Timbul 8 minggu
setelah penyakit sembuh.

b. Rekurensi (long term relapse)

Karena parasit siklus ekso-eritrosit masuk ke dalam darah dan menjadi banyak.
Biasanya timbul kira-kira 6 bulan (24 minggu) atau lebih setelah sembuh.

Gejala lain yang disebabkan oleh Plasmodium malariae adalah splenomegali


dan anemia.Splenomegali adalah pembesaran limpa merupakan gejala klinis terutama
pada malaria menahun. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti,
tetapi kemudian limpa berubah berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam
eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan sinosoid. Eritrosit yang tampaknya
normal dan yang mengandung parasit dan butir-butir hemozin tampak dalam histiosit di
pulpa dan sel epitel sinusoid. Pigmen tampak bebas atau dalam sel fagosit raksasa
hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang trombus dalam kapiler dan fokus
nekrosis tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria menahun jaringan ikat makin
bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras. (8,11,13)Pada malaria terjadi Anemia.
Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Jenis anemia
pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar
hemoglobin turun secara mendadak. (8,11,13)

Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (8,9,10,11,14) :

1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung


parasit terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peranan.

2. Reduced survival time, eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat
hidup lama.

3. Diseritropoesis, bagian dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis


dalam sumsum tulang; retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.

4. Derajat fagositis RES meningkat, sehingga akibatnya banyak eritrosit yang hancur.

F.DIAGNOSIS

Diagnosis malaria tergantung pada ditemukannya parasit malaria pada sediaan


darah tepi. Plasmodium Malariae dapat dideteksi dan diidentifikasi secara mikroskopis
dalam preparat darah yang diwarnai menurut Giemsa atau Wright. Ciri lainnya adalah
adanya monosit yang berisi pigmen. Petunjuk penting, terutama untuk malaria kronis
berupa timbulnya antibodi spesifik. Kini sedang dikembangkan tes ELISA untuk
mendeteksi antigen dan metode untuk menemukan DNA parasit. Pasien baru dapat
dinyatakan bebas malaria bila 2-3 preparat darah yang diambil tiap hari selama 3-4 hari
memberikan hasil negatif pada tes pewarnaan. (10,11,12,15)
Peranan diagnosis laboratorium terutama untuk menunjang penanganan klinis
pada penanganan Malaria. Penunjang laboratorium terutama berguna untuk (8) untuk
membedakan P. Falciparum,P Malariae dan P. vivax di daerah dimana terdapat infeksi
oleh ketiga jenis parasit tersebut.

G.TREATMENT AND CONTROL


Penggunaan obat anti malaria tidak terbatas pada pengobatan kurattif saja, tetapi juga
termasuk(9,11) :

1. Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau


timbulnya gejala klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi jenis ini
pada infeksi malaria oleh P.falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase ekso-
eritrosit

2. Pengobatan kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid

3. Pencegahan transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau


mempengaruhi sporogonik nyamuk. Obat antimalaria yang dapat digunakan seperti
gametosid atau sporontosid.

a. Pengobatan (treatment)

Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang
lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan
protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil
menemukan. Atabrine (Quinacrine hidrochroliode) yang pada saat itu lebih efektif
daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah. Sejak akhir PD II, klorokuin
dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga
lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan Atabrine atau
Quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-
obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu digunakan secara terus
menerus.(9,15)
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat
diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk
mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang
sudah terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah
transmisi atau penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah. (8,9)

Sedangkan dalam program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan,


yaitu(8,9) :

1. Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk


mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran

2. Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps jangka


panjang

3. Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria


secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat terjadi
wabah.

Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain(11,15) :

1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu proguanil,


pirimetamin

2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu primakuin

3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan
amodiakuin

4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang


ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah
kina, klorokuin, dan amidokuin
5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.

b. Pencegahan (Control)

Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk
malaria. Sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif mencegah malaria. Mayoritas
obat-obatan yang tersedia untuk melawan malaria adalah juga digunakan sebagai
pencegah.(8,15)

The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut
untuk membantu mencegah merebaknya malaria (9) :

Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur.

Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar.

Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk
mendekat

Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat
lain yang bisa menjadi sarang nyamuk

Secara Umum pencegahan malaria dapat meliputi (5,8,9,10,11,15) :

1. Pemakaian obat antimalaria

Semua anak dari daerah non endemik malaria apabila masuk ke daerah endemik
malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari
daerah endemik malaria, setiap minggunya diberikan obat antimalaria. Tetapi hati-
hati dalam menggunakan obat karena penggunaan yang berlebihan dapat berakibat
fatal.

a. Proguanil (2dd 100 mg p.c.) untuk daerah dengan hanya P.vivax dan P.
malariae
b. Klorokuin basa 5 mg/kgBB (8,3 mg garam), maksimal 300 mg basa sekali
seminggu untuk daerah dengan resistensi terhadap proguanil. Atau juga
kombinasi kloroquin dan proguanil.

c. Meflokuin (1x seminggu 250mg p.c.).Sebaiknya meflokuin sudah diminum 3


minggu sebelum tiba di daerah yang sangat rawan malaria. Mefloquine telah
dibuktikan efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik
dengan pengobatan ataupun sebagai pencegahan.

d. Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 0,50-0,75 mg/kgBB atau sulfa-
doksin 10-15 mg/kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur 6 bulan atau lebih)

2. Menghindar dari gigitan nyamuk

a. Memakai kelambu atau kasa anti nyamuk

b. Menggunakan obat pembunuh nyamuk

3. Vaksin malaria

Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu


mencegah penyakit ini, tetapi adanya bermacam stadium pada perjalanan
penyakit malaria menimbulkan kesulitan pembuatannya. Penelitian pembuatan
vaksin malaria di tujukan pada 2 jenis vaksin, yaitu :

1). Proteksi terhadap ketiga stadium parasit :

a. sporozoit yang berkembang dalam nyamuk dan menginfeksi manusia,

b. merozoit yang menyerang eritrosit

c. gametosit yang menginfeksi nyamuk

2). Rekayasa genetika atau sintesis polipeptida yang relevan.


Jadi, pendekatan pembuatan vaksin yang berbeda-beda mempunyai kelebihan
dan kekurangan masing-masing, tergantung tujuan mana yang akan di capai.
Vaksin sporozoit P.falciparum merupakan vaksin yang pertama kali di uji coba,
dan apabila telah berhasil, dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas malaria
tropika terutama pada anak dan ibu hamil. (5,8,9)

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai