Anda di halaman 1dari 16

TUGAS UJIAN

MALARIA PADA ANAK

Oleh :
Melati Putri Wulandari 4151181537

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI JANUARI 2022
DEFINISI
Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh
satu atau lebih spesies plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat
intermiten, anemia, dan hepatosplenomegaly

KLASIFIKASI
1. Malaria Falsiparum
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul intermiten
dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria berat
yang menyebabkan kematian.
2. Malaria Vivaks
Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat
yang disebabkan oleh Plasmodium vivax.
3. Malaria Ovale
Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat
ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks.
4. Malaria Malariae
Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 3 hari.
5. Malaria Knowlesi Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam
menyerupai malaria falsiparum.

ETIOLOGI
1) Plasmodium falciparum
Bentuk cincin : ukuran 1/5 dari eritrosit, accole ( sitoplasma ditepi
eritrosit), seringkali cincin mempunyai 2 inti,
Tropozhoit : eritrosit tidak membesar, terdapat titik Maurer, sitoplasma
biru pucat
Skizon : hampir memenuhi eritrosit, bentuk padat, pigmen ditengah
(hitam)
Mikrogametosit dan Makrogametosit : Mikrogamet berbentuk pisang dan
kromatin bertaburan sedangkan pada makrogamet bentuknya bulan sabit
dan kromatin padat ditengah.
2) Plasmodium vivax
Bentuk cincin : ukuran 1/3 eritrosit, bentuk cincin tebal, kromatin
halus,tidak ada pigmen
Tropozhoit : eritrosit membesar, vakuola jelas, sitoplasma bentuk
ameboid, pigmen halus, warna coklat kekuningan, terdapat titik schufner’s
Skizon immature : hampir mengisi seluruh eritrosit, bentuk ameboid,
pigmen tersebar
Skizon mature : hampir memenuhi eritrosit, bentuk bersegmen, merozoit
ada 14-24 (rata-rata 16), pigmen berkumpul ditengah (kuning cokelat)
Mikrogametosit dan Makrogametosit : waktu timbul 3-5 hari, jumlah
dalam darah banyak, ukuran mengisi eritrosit yang membesar, bentuk
bulat/ovale, sitoplasma biru pucat/merah muda untuk mikrogametosit
sedangkan pada makrogametosit sitoplasma berwarna biru gelap.
3) Plasmodium ovale
Bentuk cincin : ukuran 1/3 eritrosit, bentuk cincin padat, tidak ada pigmen
Tropozhoit : ukuran kecil, bentuk padat, kromatin besar dan irregular,
pigmen kuning kecoklatan
Skizon : ukuran hampir memenuhi eritrosit, bentuk bersegmen, merozoit
antara 6-12 (min.8) pigmen berkumpul ditengah (kuning cokelat)
Mikrogametosit dan Makrogametosit : ukuran sebesar eritrosit, sitoplasma
berwarna biru pucat.
4) Plasmodium malariae
Bentuk cincin : ukuran 1/3 eritrosit, eritrosit tidak membesar
Tropozhoit : eritrosit tidak membesar, pigmen kasar, coklat tua bertabur
dalam bentuk rod/gumpalan
Skizon : mengisi penuh eritrosit merozoit 6-12 (min 8) tersusun seperti
bunga
Mikrogametosit dan Makrogametosit : bentuk bulat dan padat, sitoplasma
biru tua, pigmen kecil

SIKLUS PARASIT MALARIA

Siklus Pada Manusia. Ketika nyamuk anoples betina (yang


mengandung parasit malaria) menggigit manusia, akan keluar sporozoit dari
kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darahdan jari ngan hati. Dalam
siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam sel
hati (stadium eksoeritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar
merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam
eritrosit (stadium er itrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai
sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit. Sebagian
besar Merozoit masuk kemabli ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk
gametosit jantan 9 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina. Betina yang siap
untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidupnya di
tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Didalam lambung nyamuk, terjadi
perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina
(makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian
masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista
matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur
nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia Khusus P. vivax dan P.
ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan) sebagian parasit
yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit,
akan tetapi tertanam di jaringan hatidisebut hipnosit ma. Bentuk hipnosit
inilah yang menyebabkan laria relapse. Pada penderita yang mengandung
hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun
misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim
hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus
parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan
timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 12 tahun sebelumnya pernah
menderita P. vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia
mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali
sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila
dilakukan pemeriksaan, akan didapati Pemeriksaan sediaan darah (SD)
positif P. vivax/ovale.

FAKTOR RISIKO

1) Faktor Manusia dan Nyamuk (Host)


a. Manusia: umur, jenis kelamin, imunitas, ras, status gizi
b. Nyamuk: perilaku nyamuk, frekuensi menggigit manusia, siklus
gonotrofik
2) Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik : Suhu udara, Kelembaban udara, Ketinggian, Angin,
Curah hujan, Sinar matahari, Arus air, Tempat perkembangbiakan
nyamuk, keadaan dinding, Pemasangan kawat kasa
b. Lingkungan kimia : umumnya perkembangbiakannya dipengaruhi
kadar garam berkisar natara 12-18%
c. Lingkungan sosial ekonomi dan budaya : kebiasaan keluar rumah,
pemakaian kelambu, obat anti nyamuk, pekerjaan, pendidikan.
3) Faktor Agent (plasmodium)

PATOGENESIS DAN PATOFISOLOGI


Patofisiologi malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang
dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan
eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin
malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit
pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.
Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan
makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah
terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler.
Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi
sehingga terbentuk roset.
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih
eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada
permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.

1. Demam
Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi. Pelepasan merozoit
pada tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah infasi sel darah yang
berdekatan, sehingga parasitemia falsifarum mungkin lebih besar daripada
parasitemia spesies lain, dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang
aktif. Sedangkan plasmodium falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa
memandang umur, plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan
plasmodium malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang
cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai kurang
dari

20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak non imun dapat
mencapai kepadatan hingga 500.000 parasit/mm3.
2. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan
depresi sumsum tulang. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam
billirubin serum, dan pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk
mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan autoantigen yang
dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan
hemolisis, perubahan-perubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi
pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga
diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orang-orang dengan defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter.
Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah
berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana folikelnya menjadi
hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam
sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin
yang cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ.
3. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks
imun, depresi immun, pelepasan sitokin seperti TNF

Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas:


a) Imunitas alamiah non imunologis
Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan
resistensi terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alafa-beta,
defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, golingan darah duffy negative kebal
terhadap infeksi plasmodium vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih rentan
terhadap malaria dan melindungi terhadap malaria berat.
b) Imunitas didapat non spesifik
Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon imun non
spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang
menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10,
secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh
parasit (sitotoksik).
c) Imunitas didapat spesifik.
Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat
spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik
KOMPLIKASI
1. Malaria serebral
Terjadi karena sumbatan mikrosirkulasi serebral oleh eritrosit terinfeksi
parasit dan toksin yang dihasilkan parasit.
2. Anemia berat
Penyebab bersifat multifaktorial yaitu penghancuran eritrosit yang terinfeksi
maupun yang tak terinfeksi dan gangguan eritropoeiesis. Hemolisis terjadi
akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit, penghancuran eritrosit
terinfeksi maupun yang tak terinfeksi oleh RES di limpa karena deformitas
eritrosit yang kaku sehingga tidak dapat melalui sinusoid limpa atau karena
mekanisme imun.
3. Gagal ginjal akut
Gangguan ginjal diakibatkan oleh anoksia akibat sumbatan kapiler aliran
darah ke ginjal. Sebagai akibatnya adalah penurunan filtrasi pada glomerolus
yang secara klinis dapat terjadi oligouria atau poliuria.
4. Edema paru.
Sering terjadi pada dewasa dan jarang terjadi pada anak. Merupakan
komplikasi paling berat dari malaria tropika dan sering menyebabkan
kemaian. Edema paru terjadi karena kelebihan cairan, kehamilan, malaria
serebral, hiperparasitemia, hipotensi, asidosis, dan uremi.
5. Hipoglikemia
6. Gagal sirkulasi/syok
7. Perdarahan spontan
8. Kejang
9. Asidosis

TATALAKSANA
Standar Pengobatan
1. Pengobatan penderita malaria harus mengikuti kebijakan nasional
pengendalian malaria di Indonesia.
10

2. Pengobatan dengan Artemisinin based Combination Therapy (ACT) hanya


diberikan kepada penderita dengan hasil pemeriksaan darah malaria
positif.
3. Penderita malaria tanpa komplikasi harus diobati dengan terapi kombinasi
berbasis artemisinin (ACT) plus primakuin sesuai dengan jenis
plasmodiumnya.
4. Setiap tenaga kesehatan harus memastikan kepatuhan pasien meminum
obat sampai habis melalui konseling agar tidak terjadi resistensi
Plasmodium terhadap obat.
5. Penderita malaria berat harus diobati dengan Artesunate intramuskular
atau intravena dan dilanjutkan ACT oral plus primakuin.
6. Jika penderita malaria berat akan dirujuk, sebelum dirujuk penderita harus
diberi dosis awal Artesunate intramuskular/ intravena.
Standar Pemantauan Pengobatan
1. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan
mikroskopis.
2. Pada penderita rawat jalan, evaluasi pengobatan dilakukan setelah
pengobatan selesai (hari ke-3), hari ke-7, 14, 21, dan 28.
3. Pada penderita rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari
hingga tidak ditemukan parasite dalam sediaan darah selama 3 hari
berturut-turut, dan setelahnya di evaluasi seperti pada penderita rawat
jalan.

Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi


1) Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah
primakuin.
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin
untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis
0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg
11

/kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan. Pengobatan
malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:

Catatan :
a. Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat
dapat berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
12

c. Apabila pasien P.falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam


waktu 2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah
masih positif P.falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan
menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.
2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT
yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
3) Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah
dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk
malaria vivaks.
4) Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan
dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin
5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum+ P. vivax/P.ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Catatan :
13

a. Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila


penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat
dapat berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah lengkap (kadar Hb, nilai hematokrit, jumlah leukosit,
hitung jenis leukosit dan jumlah trombosit)
b) ADT (Apus Darah Tepi)
Pemeriksaan mikroskop hapusan darah masih menjadi baku emas untuk
diagnosis malaria. Preparat untuk pemeriksaan malaria sebaiknya dibuat
saat pasien demam untuk meningkatan kemungkinan ditemukannya
parasit. Sampel darah harus diambil sebelum obat anti malaria diberikan
agar parasit bisa ditemukan jika pasien memang mengidap malaria. Darah
yang akan digunakan untuk membuat preparat diambil dari ujung jari
manis untuk pasien dewasa, sedangkan pada bayi bisa diambil dari jempol
kaki. Sebelum dilakukan pengambilan darah, dilakukan prosedur aseptik
pada ujung jari pasien dan kemudian darah diambil menggunakan blood
lancet lalu diteteskan pada kca obyek untuk kemudian diperiksa dibawah
mikroskop.
Terdapat 2 bentuk sediaan yang digunakan pada pemeriksaan
mikroskopik, yakni :
 Apus tebal
Terdiri dari sejumlah besar sel darah merah yang terhemolisis.
Parasit yang ada terkonsentrasi pada area yang lebih kecil sehingga
akan lebihcepat terlihat di bawah mikroskop. Apusan darah tebal
digunakan untuk melihat jumlah eritrosit dalam darah dan deteksi
parasite di darah ketika parasitemia rendah. Apusan ini dibuat
14

dengan meletakkan satu tetes darah berukuran besar pada kaca


obyek yang bersih, dan dengan menggunakan sudut dari kaca
obyek yang kedua sebarkan darah untuk membuat lingkaran
dengan ukuran kira- kira sebesar uang logam. Setelah dikeringkan
dengan udara, preparat tadi tidak difiksasi tapi langsung diwarnai
dengan pewarna cair seperti Wright atau Giemsa. Paparan hapusan
darah tebal dengan pewarna cair tanpa fiksasi terlebih dahulu
menyebabkan sel darah merah ruptur sehingga pemeriksa bisa
melihat bentuk parasit pada lapisan tebal dari materi organik pada
preparat.
 Apus tipis
Terdiri dari satu lapisan sel darah merah yang tersebar dan
digunakan untuk membantu identifikasi parasit malaria setelah
ditemukan dalam SD tebal. Apusan ini digunakan untuk melihat
perubahan betuk eritrosit, jenis plasmodium dan presentase eritrosit
yang terinfeksi)
c) Rapid Diagnostic Test (RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Ada 3 jenis antigen
yang dipakai sebagai target, yaitu :
 HRP-2 (Histidine Rich Protein-2), adalah antigen yang disekresi ke
sirkulasi darah penderita oleh stadium trofozoit dan gametosit
muda P.falciparum.
 pLDH (pan Lactate Dehydrogenase)
Stadium seksual dan aseksual parasit malaria dari keempat spesies
plasmodium yang menginfeksi manusia menghasilkan enzim
pLDH. Isomer enzim ini dapat membedakan spesies P.falciparum
dan P.vivax.
 Pan Aldolase
Pan Aldolase merupakan enzim yang dihasilkan ke empat spesies
Plasmodium yang menginfeksi manusia
15

Tes RDT digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di
daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis.
d) Pemeriksaan untuk komplikasi
 Pemeriksaan gula darah
 Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, SGOT/SGPT)
 Pemeriksaan fungsi ginjal
 Pemeriksaan “DIC Profile” (PT, aPTT, D-dimer, kadar fibrinogen)

PENCEGAHAN
Strategi spesifik program malaria untuk eliminasi malaria

1. Akselerasi : di endemis malaria

a. Kelambu anti nyamuk masal

b. Penyemprotan dinding rumah

c. Penemuan dini

d. Pengobatan tepat

2. Intensifikasi

a. Pengendalian kawasan daerah endemis malaria,

b. Di daerah timur juga (daerah

3. Eliminasi : di daerah endemis rendah

a. Kemoprofilaksis

Doksisilin 100mg/hr, diberi 1 hari sebelum berpergian → tidak untuk bumil


dan anak <8th

PROGNOSIS
Prognosis malaria yang disebabkan oleh P. vivax pada umumnya baik,
tidak menyebabkan kematian. Namun apabila tidak diobati, infeksi rata-rata dapat
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih oleh karena mempunyai sifat relaps.
16

Sedangkan P. malariae dapat berlangsung sangat lama dengan kecenderungan


relaps, pernah dilaporkan sampai 30-50 tahun. Infeksi P. falciparum tanpa
penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi P. falciparum dengan penyulit
prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat
bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk. WHO mengemukakan
indikator prognosis buruk apabila:
Indikator Klinis
1. Umur 3 tahun atau kurang
2. Koma yang dalam
3. Kejang berulang
4. Refleks kornea negatif
5. Deserebrasi
6. Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edema paru)
7. Terdapat perdarahan retina
Indikator Laboratorium
1. Hiperparasitemia ( > 250.000/mL atau > 5%)
2. Skizontemia dalam darah perifer
3. Leukositosis
4. PCV (packed cell volume) < 15%
5. Hemoglobin < 5 g/dL
6. Glukosa darah < 40 mg/dL
7. Ureum > 60 mg/dL
8. Glukosa likuor serebrospinal rendah
9. Kreatinin > 3,0 mg/dL
10. Laktat dalam likuor serebrospinal meningkat
11. SGOT meningkat > 3 kali normal
12. Antitrombin rendah
13. Peningkatan kadar plasma 5’-nukleotidase

Anda mungkin juga menyukai