1. ASPEK BIOLOGIS
A. Morfologi Plasmodium falciparum
Pada sediaan darah tebal atau tipis, parasit akan terlihat dalam beberapa
bentuk sesuai dengan stadiumnya, yaitu bentuk cincin atau trofozoit muda,
trofozoit tua (older trofozoit), skizon muda, skizon matang, dan gametosit. Pada
infeksi P. falciparum eritrosit yang terinfeksi tidak membesar. Di dalam darah
bentuk cincin stadium trofozoit muda P. falciparum sangat kecil, halus, dengan
ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. Dalam satu eritrosit dapat
ditemukan lebih dari satu cincin (double infections atau multiple infections). Pada
membran eritrosit dapat ditemukan parasit dalam bentuk accole atau marginal. Inti
(kromatin) berwarna merah atau violet dan beberapa cincin dapat memiliki inti
lebih dari satu (double dots). Sitoplasma parasit halus, berwarna biru dan dapat
ditemukan pigmen yang disebut Maurer’s dot (Sutanto dan Muljono, 2008;
Pusarawati dan Tantular, 2008).
Stadium skizon muda P. falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh
adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Bila skizon sudah matang,
akan mengisi kirakira dua pertiga eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit,
dengan jumlah rata-rata 16 buah merozoit. Skizon matang P. falciparum lebih
kecil daripada skizon matang parasit malaria yang lain (Sutanto dan Muljono,
2008).
Gametosit muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi
lebih panjang atau berbentuk elips dan akhirnya mencapai bentuk khas seperti
sabit atau pisang sebagai gametosit matang. Gametosit untuk pertama kali tampak
di darah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni, biasanya 10 hari
setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosit betina atau
makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantan
atau mikrogametosit dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan
Romanowsky/Giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan
butir-butir pigmen tersebar di sekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih lebar
dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah-kemerahan dan
intinya berwarna merah muda, besar dan tidak padat, butir-butir pigmen tersebar
di sitoplasma sekitar inti (Sutanto dan Muljono, 2008).
B. Bentuk Hidup
Ketika nyamuk Anopheles betina menggigit manusia, maka air liur nyamuk
tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia. Dalam air liur tersebut terkandung
zat anti pembekuan darah dan sel-sel Plasmodium yang disebut sporozoit.
Sporozoit selanjutnya akan ikut dalam aliran darah menuju ke sel hati. Dalam sel
hati, sporozoit melakukan pembelahan berkalikali membentuk merozoit. Merozoit
selanjutnya akan menginfeksi sel darah merah hingga rusak dan pecah. Merozoit-
merozoit tersebut sebagian akan menginfeksi sel darah merah lainnya, dan
sebagian lagi akan membentuk gametosit.
Ketika berada dalam dinding usus nyamuk Anopheles betina, gametosit akan
menghasilkan gamet jantan (makrogametosit) dan gametosit betina
(mikrogametosit). Jadi, gametosit akan masuk kembali ke dalam tubuh nyamuk
ketika nyamuk tersebut menghisap darah manusia yang telah terinfeksi. Setelah
terjadi pembuahan, maka terbentuklah zigot yang selanjutnya tumbuh menjadi
oosit, dan oosit akan tumbuh membentuk sporozoit kembali.
2. ASPEK EPIDEMIOLOGI
Secara alamiah, penularan malaria terjadi karena adanya interaksi antara
finitive (nyamuk Anopheles spp) dan host intermediate (manusia). Karena itu,
penularan malaria dipengaruhi oleh keberadaan dan fluktuasi populasi vektor
(penular yaitu nyamuk Anopheles spp), yang salah satunya dipengaruhi oleh
intensitas curah hujan, serta sumber parasit Plasmodium spp atau penderita di
samping adanya host yang rentan. Sumber parasit Plasmodium spp. adalah host
yang menjadi penderita positif malaria Tapi di daerah endemis malaria tinggi,
seringkali gejala klinis pada penderita tidak muncul (tidak ada gejala klinis)
meskipun parasit terus hidup di dalam tubuhnya. Ini disebabkan adanya perubahan
tingkat resistensi manusia terhadap parasit malaria sebagai akibat tingginya
frekuensi kontak dengan parasit, bahkan di beberapa negara terjadinya kekebalan
ada yang diturunkan melalui mutasi genetik. Keadaan ini akan mengakibatkan
penderita carrier (pembawa penyakit) atau penderita malaria tanpa gejala klinis
(asymptomatic), setiap saat bisa menularkan parasit kepada orang lain, sehingga
kasus baru bahkan kejadian luar biasa (KLB) malaria bisa terjadi pada waktu yang
tidak terduga.
Selain penularan secara alamiah, malaria juga bisa ditularkan melalui
transfusi darah atau transplasenta dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya.
Kejadian luar biasa (KLB) ditandai dengan peningkatan kasus yang disebabkan
adanya peningkatan populasi vektor sehingga transmisi malaria meningkat dan
jumlah kesakitan malaria juga meningkat. Sebelum peningkatan populasi vektor,
selalu didahului perubahan lingkungan yang berkaitan dengan tempat perindukan
potensial seperti luas perairan, flora serta karakteristik lingkungan yang
mengakibatkan meningkatnya kepadatan larva. Untuk mencegah KLB malaria,
maka peningkatan vektor perlu diketahui melalui pengamatan yang terus menerus
(surveilans). Ketika parasit dalam bentuk sporozoit masuk ke dalam tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles spp, kurang lebih dalam waktu 30
menit akan sampai ke dalam sel hati. Selanjutnya akan melakukan siklus dalam
sel hati dengan berubah dari sporozoit menjadi schizon hati muda, kemudian tua
dan matang. Selanjutnya schizon hati yang matang akan melepaskan merozoit
untuk masuk ke dalam sistem sirkulasi.
3. ASPEK PATOGENESIS
5. ASPEK PEMBERANTASAN
A. Pencegahan
Pencegahan malaria secara garis besar mencakup tiga aspek sebagai berikut:
a. Mengurangi pengandung gametosit
Mengurangi pengandung gametosit merupakan sumber infeksi
(reservoar). Hal tersebut dapat dicegah dengan jalan mengobati penderita
malaria akut dengan obat yang efektif terhadap fase awal dari siklus eritrosit
aseksual sehingga gametosit tidak sempat terbentuk di dalam darah penderita.
Selain itu, jika gametosit telah terbentuk dapat dipakai jenis obat yang secara
spesifik dapat membunuh gametosit (obat gametosida).
b. Memberantas nyamuk sebagai vektor malaria
Memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan menghilangkan tempat-
tempat perindukan nyamuk,membunuh larva atau jentik dan membunuh
nyamuk dewasa. Pengendalian tempat perindukan dapat dilakukan dengan
menyingkirkan tumbuhan air yang menghalangi aliran air, melancarkan aliran
saluran air dan menimbun lubang-lubang yang mengandung air. Jentik
nyamuk diberantas dengan menggunakan solar atau oli yang dituangkan ke
air, memakai insektisida, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk (ikan
kepala timah atau Gambusia Affinis), memelihara Crustacea kecil pemangsa
jentik (Genus Mesocyclops) atau memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis
yang menginfeksi dan membunuh jentik nyamuk. Untuk negara-negara
berkembang, telah ditemukan teknologi sederhana untuk mengembangbiakkan
bakteri di atas dengan memakai air kelapa sebagai media kulturnya.
Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan menggunakan insektisida,
biasanya dengan cara disemprotkan. Peran DDT sekarang diganti oleh
insektisida sintetis dari golongan kimia lain, yang masih efektif. Akhir-akhir
ini telah dikembangkan teknik genetika untuk mensterilkan nyamuk
Anopheles dewasa (Putu Sutisna, 2003).
c. Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi malaria
Secara prinsip upaya ini dikerjakan dengan cara sebagai berikut:
1) Mencegah gigitan nyamuk
2) Memberikan obat-obat untuk mencegah penularan malaria
3) Memberi vaksinasi (belum diterapkan secara luas dan masih dalam tahap
riset atau percobaan di lapangan).
DAFTAR PUSTAKA
Pusarawati, S., dan I.S. Tantular. 2008. Diagnostik Mikroskopis Malaria Pewarnaan Giemsa
dan Acridine Orange (AO).
Hakim,Lukman. (2011). Malaria: Epidemiologi dan Diagnosis. Aspirator. Vol. 3 (2) : 107-
114.
Agoes,R dan D.Natadisastra.2009. Parasitologi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang.EGC:Jakarta.