Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM 5

“PEMERIKSAAN MALARIA”

MIKROBIOLOGI

Oleh:

KELOMPOK 2

GELOMBANG 4

JENITHA M. AYAMSEBA ( 0120840143)

MARES A. MSEN (0120840165)

MARGARETA B. SAA (0120840167)

MARLINTINA SRAUN (0120840172)

MONALISA N. SIMOPIAREF (0120840186)

NOVA M. SADA (0120840199)

NOVELA WAY (0120840200)

OKTOVINCE T. YEWEN (0120840207)

PAULINA N. WEYAI (0120840215)

ROSALIA SOFIA KUWAY (0120840310)

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN

1
2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena angka
morbiditas dan mortaliatsnya yang masin tinggi terutama di daerah luar jawa dan Bali. Di
daerah transmigrasi yang terdapat campuran peduduk yang berasal daerah yang endemik dan
yang tidak endemik malaria, masih sering terjadi ledakan kasus atau wabah yang
menimbulkan banyak kematian.
Malaria sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Seorang ilmuan Hippocrates (400-
377 SM) sudah membedakan jenis-jenis malaria. Alphonse Laveran (1880) menemukan
plasmodium sebagai penyebab malaria, dan Ross (1897) menemukan perantara malaria
adalah nyamuk Anopheles (Widoyono, 2005).
Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk
berkembangbiak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit
malaria. Contoh faktor-faktor lingkungannya antara lain hujan, suhu, kelembaban, arah dan
kecepatan angin, ketinggian. Salah satu faktor lingkungan yang juga mempengaruhi
peningkatan kasus malaria adalah penggundulan hutan, terutama hutan-hutan bakau di
pinggir pantai. Akibat rusaknya lingkungan ini, nyamuk yang umumnya hanya tinggal di
hutan, dapat berpindah di pemukiman manusia, kerusakan hutan bakau dapat menghilangkan
musuh-musuh alami nyamuk sehingga kepadatan nyamuk sehingga kepadatan nyamuk
menjadi tidak terkontrol.
Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium sp. yang terdiri atas 4 spesies,
diantaranya adalah Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malaria,
Plasmodium oval.
Plasmodium sp. memiliki dua daur hidup, yaitu daur hidup seksual yang terjadi pada
tubuh nyamuk, dan hidup seksual yang terjadi pada tubuh manusia. Pada tubuh nyamuk,
Plasmodium sp. mempunyai bentuk mikro/makro gaet, zigot, ookinet, ookista, dan sporozoit.
Pada tubuh manusia, Plasmodium sp. mempunyai bentuk sporozoit, merozoit, trofozoit,
skizon, gametosit.

2
Pemberantasan nyamuk Plasmodium sp. dapat dilakukan dengan baik apabila
mengetahui siklus hidup parasit tersebut. Berikut merupakan gambar yang menerangkan
tentang siklus hidup Plasmodium sp.(Lidya,2012).

B. TUJUAN
Mahasiswa mengetahui juga dapat membedakan jenis dan stadium dari setiap spesies
Plasmodium penyebab malaria, serta dapat melakukan pemeriksaan untuk mediagnosis
malaria.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ORGANISME
Empat spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia : Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale. Dua spesies yang
paling umum dijumpai adalah P. vivax dan P. falciparum dan falciparum merupakan spesies
yang paling patogenik diantara semuanya. Penularan ke manusia terjadi melalui gigitan
nyamuk anopheles betina saat menghisap darah manusia (gambar 1).
Infeksi pada manusia pada manusia terjadi akibat gigitan nyamuk Anopheles betina
yang terinfeksi, melalui gigittan ini, sporozoit masuk kedalam aliran darah. Sporozoit dengan
cepat (biasanya 1 jam) masuk kedalam sel parenkim hati, tempat terjadinya stadium pertama
plasmodium didalam tubuh manusia (stadium eksoeritrositik dalam siklus hidupnya). Setelah
itu, sejumlah besar progeny aseksual, yaitu merozoit, pecah dan meninggalkan sel hati,
masuk kedalam aliran darah, dan menginvasi eritrosit. Dari sel darah merah, merozoit tidak
kembali ke sel hati.
Parasit dalam sel darah merah berkembang biak dengan cara yang khas untuk masing
masing spesies, serentak keluar dari sel penjamu mereka. Persitiwa ini merupakan siklus
eritrositik, dengan merozoit merozoit muncul berturut-turut tiap 48 jam (P. vivax, P.
falciparum, dan P. ovale) atau tiap 72 jam (P. malariae). Selama siklus eritrositik
berlangsung, beberapa merozoit masuk kedalam sel darah merah dan terdiferensiasi menjadi
gametosit jantan dan betina. Dengan demikian, siklus aseksual dimulai dalam tubuh penjamu
vertebrata, tetapi untuk keberlangsungan stadium sporogonik, gametosit harus “diambil” dan
ditelan oleh nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah.
P. vivax dan P. ovale dapat bertahan dalam bentuk dorman, atau hipnozoit, setelah
parasit hilang dari darah perifer. Kemunculan kembali infeksi eritrositik (relaps) terjadi
karena merozoit yang berasal dari hipnozoit di dalam hati pecah, keluar, tidak difagosit dalam
aliran darah, dan berhasil menginfeksi sel darah merah lagi (malaria klinis). Tanpa
menimbulkan relaps yang periodik selama 5 tahun. Infeksi P. malariae dilaporkan pernah
bertahan selama 40 tahun, hal ini diperikirakan sebagai suatu infekasi eritrositik yang
tersembunyi (kriptik) daripada suatu infeksi eksoeritrositik sehingga dinamakan rekrudesens
untuk membedakannya dari relaps (Jawetz et.all 2012).

4
SIKLUS HIDUP PARASIT MALARIA

Stadium eksogen (didalam tubuh nyamuk) stadium endogen (didalam tubuh manusia)
Siklus seksual (sporogoni) siklus aseksual (skizogoni)

Sporozoit melintas Perkembangbiakkan


Sporozoit didalam saliva
melalui rongga tubuh, eksoereritrositik di
nyamuk masuk ke dalam
mencapai kelenjar liur dalam sel parenkim hati
aliran darah penjamu manusia
Sporogoni Skizogoni

Ookista berkembang (stadium


pembelahan multipel,kista Merozoit
pecah dan melepaskan
sporozoit)
Skizon tua Masuk kedalam
(segmenter) eritrosit

(menembus hingga lapisan Siklus eritrositik


dinding usus nyamuk dan Malaria klinis
berenkistasi)
Skizon muda Trofozoit cincin

Ookinet (zigot moti)

Trofozoit tua

zigot

Gametogini

Mikrogamet (♂) Darah manusia Mikrogametosit (♂)


(fertilisasi) Makrogamet masuk ke dalam (diferensiasi)
(♀) tubuh naymuk Makrogametosit (♀)

Gambar 1. Siklus hidup parasit malaria. Siklus yang berkelanjutan atau perkembangbiakkan
yang tertunda di dalam hati dapat meyebabkan relaps yang periodik selama beberapa tahun

5
( 1-2 tahun pada Plasmodium ovale, 3-5 tahun pada Plasmodium vivax). Relaps tidak terjadi
pada infeksi Plasmodium falciparum, meskipun dapat saja muncul periode prepaten yang
lama, menyebabkan munculnya gejala awal hingga 6 bulan atu lebih pajanan ( jawetz et.all
2012).

Gambar 2.siklus hidup malaria (CDC,2013)

CIRI KHAS PARASIT MALARIA PADA MANUSIA

a. Plasmodium vivax (Malaria tersiana benigna)


Sel darah merah berparasit akan membesar dan pucat, juga terdapat pembintikan
halus (titik schuffner), spesies ini terutama menyerang retikulosit (sel darah merah muda).
Derajat parasitemia maksimum pada manusia umumnya (hingga 30.000/µl darah).
Trofozoit stadium cincin memiliki ukuran cincin yang besar (1/3-1/2 diameter eritrosit),
biasanya mengandung satu granula kromatin dengan cincin halus. Pigmen didalam
trofozoit yang sedang berkembang (halus, berwarna cokelat muda, dan tersebar). Trofozoit

6
tua (sangat plemorfik). Skizon tua (segmenter) biasanya membentuk ebih dari 12 merozoit
(14 - 24). Untuk gametosit berbentuk bulat atau oval. Penyebaran dalam darah perifer
(semua bentuk).
b. Plamodium falciparum (Malaria tersiana maligna)
Sel darah merah berparasit tidak membesar, pembintikannya kasar (celah Maurer),
spesies ini menyerang semua sel darah merah, tanpa mengenal usia sel. Derajat
parasitemia maksimum pada manusia umumnya (dapat melebihi 200.000/µl, namun pada
umumnya 50.000/µl). Trofozoit stadium cincin memiliki ukuran Cincin yang kecil (1/5
diameter eritrosit), sering mengandung dua granula; umunya terjadi infeksi multipel, juga
memiliki cincin halus, dapat melekat ke eritrosit. Pigmen didalam trofozoit yang sedang
berkembang (kasar, berwarna hitam; beberapa berkumpul). Trofozoit tua (Padat dan bulat)
dan biasanya, hanya stadium cincin atau gametozit yang terlihat dalam darah perifer yang
terinfeksi P.falciparum). Skizon tua (segmenter) biasanya lebih dari 12 merozoit (8 – 32 ).
Sangat jarang dijumpai dalam darah perifer. stadium pasca-cincin membuat sel darah
merah menjadi lengket, dan cenderung tertahan dijaringan kapiler yang dalam, kecuali
pada infeksi berat, dan biasnya mematikan. Gametosit bentuknya seperti bulat sabit atau
pisang. Penyebaran dalam darah perifer (hanya cincin dan bulan sabit (gametosit)).
c. Plasmodium malariae (Malaria kuartana)
Sel darah merah berparasit tidak membesar juga tidak ada pembintikkan (kecuali
dengan pewarnaan khusus). Spesies ini terutama menyerang sel darah merah yang lebih
tua. Derajat parasitemia maksimum pada manusia umumnya (Kurang dari (10.000/µl)).
Trofozoit stadium cincin memiliki ukuran cincin besar (1/3 diameter eritrosit) dan
biasanya mengandung satu granula kromatin dengan cincin yang tebal. Pigmen didalam
trofozoit yang sedang berkembang (kasar, berwarna cokelat gelap, kumpulan tersebar dan
sangat banyak). Trofozoit tua (terkadang berbentuk pita). Skizon tua (segmenter) biasanya
kurang dari 12 merozoit besar (6 – 12 ) dan sering tersusun seperti mawar. Gametosit
(berbentuk bulat atau oval). Penyebaran dalam darah perifer (semua bentuk).
d. Plasmodium ovale (Malaria ovale)

Sel darah merah berparasit akan membesar dan pucat denngan titik schuffner jelas
terlihat. Sel sering berbentuk oval, berfimbria, atau terkrenasi. Derajat parasitemia
maksimum pada manusia umumnya (Kurang dari 10.000/µl). Trofozoit stadium cincin
memiliki ukuran cincin besar (1/3 diameter eritrosit) dan biasanya mengandung satu
granula kromatin dengan cincin yang tebal.cPigmen didalam trofozoit yang sedang
berkembang (kasar,berwarna kunig tua-cokelat dan tersebar). Trofozoit tua (padat an
bulat). Skizon tua (segmenter) biasanya kurang dari 12 merozoit (6-12) dan sering

7
tersusun seperti bunga mawar. Gametosit (bulat atau oval). Penyebaran dalam darah
perifer (Semua bentuk) (jawetz et.all 2012).

B. DIANGNOSIS MALARIA
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada manifestasi
klinis termasuk (anamnesis), uji imunoserologi dan ditemukannya parasit (Plasmodium)
didalam darah penderita. Manifestasi klinis demam sering kali tidak khas dan menyerupai
penyakit infeksi lain ( demam dengue, demam tifoid) sehingga menyulitkan para klinisi untuk
mendiagnosis malaria dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu
diperlukan pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin.
Secara garis besar pemerikasaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologi untuk mendeteksi adanya
antigen spesisfik atau antibody spesifik terhadap Plasmodium. Namun yang diadikan standar
emas (gold standard) pemeriksaan laboratorium malaria adalah metode mikroskopis untuk
menemukan Plasmodium didalam darah tepi. Uji imunoserologi dianjurkan sebagai
pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau untuk survey
epidemiologi dimana pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan. Sebagai diagnosis
banding penyakit malaria ini adalah Demam Tifoid, Demam Dengue, ISPA, demam tinggi,
atau infeksi virus lainnya (Andi,2012).
Menurut Widoyono, 2005 diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dibuat dengan
ditemukannya parasit malaria dalam pemeriksaan mikroskopis laboratorium.
a) GEJALA KLINIS
⁻ Anamnesis
Keluhan utama yang sering kali muncul adalah demam lebih dari dua hari,
menggigil, dan berkeringat (sering disebut dengan trias malaria). Demam pada keempat
jenis malaria berbeda sesuai dengan proses skizogoninya. Demam karena P. Falciparum
dapat terjadi setiap hari, pada P. vivax atau P. ovale demamnya berselang satu hari,
sedangkan demam P. malariae menyerang berselang dua hari. Sumber penyakit harus
ditelusuri, apakah pernah berpergian dan bermalam di daerah endemik malaria dalam satu
bulan terakhir, apakah pernah tinggal di daerah endemik, apakah pernah menderita
penyakit ini sebelumnya dan apakah pernah meminum obat malaria.
⁻ Pemeriksaan fisik

8
Pasien mengalami demam 37,5-40˚C, serta anemia yang dibuktikan dengan
konjugtiva palpebra yang pucat. Penderita sering disertai adanya pembesaran limfa dan
pembesaran hati. Bila terjadi serangan malaria berat gejala dapat disertai dengan syok
yang ditandai dengan menurunya tekanan darah, nadi nerjalan cepat dan lemah serta
frekuensi nafas meningkat (Widoyono,2005).
b) PEMERIKSAAN LABORATORIUM
⁻ Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya


dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah) tebal dan preparat darah tipis, untuk
menentukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Melalui pemeriksaaan ini dapat
dilihat dengan jenis Plasmodium dan stadiumnya ( P. falciparum, P. vivax, P. ovale, dan
P.malariae, tropozoit, skizon, dan gametosit ) serta kepadatan parasit. Kepadatan parasit
dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi-kuantitatif dan kuantitatif. Metode semi-
kuantitatif adalah menghitung paradit dalam LPB ( lapang pandang besar) dengan rincian
sebagai berikut :

(-) : SDr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)

(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)

(++) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)

(+++) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)

(++++) : SDr posotif 4 ( ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB).

Perhitungan kepadatan parasit secara kuantitatif pada SDr tebal adalah menghitung
jumlah parasit per 200 leukosit. Pada Sdr tipis, perhitungan parasit per 1000 eritrosit.

⁻ Tes diagnostik cepat (RDT / rapid diagnostic test)


Sering kali KLB, diperlukan tes yang cepat untuk dapat menanggulangi malaria
dilapangan denagn cepat. Metode ini mendeteksi adanya antigen malaria dalam darah
dengan cara imunokromatografi. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai
kelebihan yaitu hasil pengujian cepat dapat diperoleh, tetapi lemah dalam hal spesifisitas
dan sensitivitasnya (Widoyono,2005).

c) PEMERIKSAAN PENUNJANG

9
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi
pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leiukosit, eritrosit, dan trombosit. Bisa
juga dilakukan pemeriksaan kimia darah ( gula darah, SGOT, SGPT, tes fungsi ginjal ), serta
pemeriksaan foto toraks, EKG, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi (Widoyono,2005).
C. PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Masa inkubasi malaria biasanya berlangsung antara 9-30 hari, tergantung pada species
yang menyebabkan infeksi. Untuk P. vivax dan P. falciparum masa inkubasinya berlangsung
antara 10-15 hari, tapi dapat terjadi berminggu bahkan bulan. Masa inkubasi P.malariae
berkisar antara 28 hari. Malaria falciparum merupakan penyakit yang mematikan.
Parasitemia P. vivax ,P. malariae dan P. ovale relatif termasuk dalam derajat rendah,
terutama karena parasit menyukai sel darah muda saja atau tua saja, tetapi tidak keduannya,
P. falciparum menyerang sel darah merah pada semua sel, termasuk sel eritropoetik didalam
sumsum tulang sehingga derajat parasitemia dapat sangat tinggi. P. falciparum juga
menyebabkan sel darah merah yang diserangnya menghasilkan sejumlah tonjolan sehingga
menempel ke permukaan endotel pembuluh darah yang menyebabkan obstruksi, thrombosis
dan iskemia lokal. Oleh sebab itu, infeksi P. falciciparum jauh lebih berat daripada infeksi
yang lain, dengan derajat keparahan yang lebih tinggi dan seringkali komplikasi yang
mematikan (malaria serebral, hiperpireksia malaria, gangguan saluran cerna, malaria
algid(menggigil), demam kencing hitam/blackwater fever ).

Paroksisme periodik pada malaria sangat terkait dengan kejadian di dalam aliran
darah. Rasa menggigil diawal penyakit, yang berlangsung selama 15 menit hingga 1 jam,
dimulai ketika generasi parasite yang membelah diri secara serentak memecahkan sel darah
penjamu mereka dan masuk ke dalam darah. Mual, muntah, dan nyeri kepala biasa terjadi
pada waktu. Stadium demam berikutnya, yang dapat berlangsung hingga beberapa jam,
ditandai demam yang meningkat tajam, sering kali mencapai suhu 40⁰C atau lebih. selama
stadium ini berlangsung, parasit menyerang sel darah merah yang baru. Stadium ketiga, atau
stadium berkeringat, menutup episode penyakit ini. Demam pun menurun, dan pasien
tertidur kemudian bangun dan merasa cukup sehat. Pada stadium awal infeksi, siklus ini
sering kali tidak sinkron dan pola demamnya tidak teratur, kemudian paroksisme dapat
muncul secara teratur pada interval 48 atau 72 jam. Meski demam P. falciparum dapat
bertahan 8 jam atau lebih dan dapat melampaui 41⁰C, sering muncul penyakit splenomegali
dan hepatomegali dan juga anemia normositik (Jawetz et.all, 2012).

C. PEWARNAAN GIEMSA

10
Giemsa adalah tepung zat warna yang terdiri dari eosin yang memberi warna merah
pada sel darah merah. Eosin yang dicampur dengan methilen biru akan menghasilkan pulasan
berupa sel darah berwarna merah muda, inti sel dari putih menjadi lembayung tua,
protoplasma parasit malaria menjadi biru dan butir kromatin parasit menjadi merah.
(Hadidjaja,1992). Adapun pedoman pemakaian giemsa :
1. Giemsa stock harus diencerkan dengan aquades, buffer air agar diperoleh pewarnaan yang
sempurna.
2. Giemsa diencerkan sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila berlebihan akan dibuang.
3. Untuk mengambil stock giemsa dari botolnya, digunakan pipet khusus agar stock giemsa
tidak tercemar.
4. Stock giemsa harus ditutup rapat dantidak boleh sering dibuka, methanol dapat menarik
air.
5. Tolak ukur sebagai dasar perhitungan :
⁻ Ukuran 1 cc sama dengan 20 tetes.
⁻ Seluruh permukaan kaca sediaan dapat ditutupi cairan sebanyak 1 cc.
⁻ Berdasarkan tolak ukur ini dapat dihitung banyaknya giemsa encer yang harus dibuat
sesuai dengan kebutuhan terutama bila melakukan pewarnaan.
6. Takarang pewarnaan, untuk pewarnaan individu pada stock giemsa 1 tetes tambahkan
pengenceran sepuluh tetes dengan lama pewarnaan 15-20 (giemsa 10%) atau stock
giemsa 1 tetes ditambah pengenceran 1cc dengan lama pewarnaan 45-60 menit (giemsa
20%).
7. Gunakan air pengencer yang mempunyai PH 6,8-7,2 (paling ideal dengan PH7,2).
(Depkes RI 1993)
Pewarnaan sediaan darah malaria dapat menggunakan beberapa macam pewarnaan
misalnya dapat menggunakan zat warna menurut Romanowsky yaitu pewarnaan Leismhan,
Giemsa, Field dan Wright (Sandajaja,2007). Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk
mencapai pewarnaan yang baik:
⁻ Kualitas dari stock giemsa yang digunakan standar mutu
Stock giemsa yang belum tercemar air dan zat warna pada giemsa
⁻ Kualitas dari air pengencer giemsa
Air pengencer harus jernih, tidak berbau dan derajat keasaman pengencer hendaknya
berada pada PH 6,8-7,2 perubahan PH pada larutan giemsa berpengaruhpada sel-sel darah
untuk mencapai sel darah merah

11
⁻ Kualitas dari dari pembuatan sediaan darah
Ketebalan sel darah yang diwarnai mempengaruhi hasil pewarnaan, semakin berat fiiksasi
akan semakin sukar bagi larutan giemsa menerobos plasma darah untuk mencapai sel
darah merah untuk melakukan proses hemolisis.
⁻ Kebersihan sediaan darah
Zat warna yang mengendap di permukaan pada akhir pewarnaantertinggal pada sel darah
dan mengotorinya. Oleh karena itu pada akhir pewarnaan larutan giemsa harus dibilas
dengan air mengalir.(Depkes RI, 1993).

D. EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN


Malaria saat ini umumnya dijumpai terbatas di daerah tropis dan subtropis, meski
wabah malaria di Turki menunjukkan bahwa penyakit ini dapat terjadi kembali di daerah
yang sudah tidak terdapat agen malaria. Malaria tropis biasanya lebih menetap, sulit
dikendalikan, dan lebih sulit dieradikasi. Di negara tropis, malaria umumnya tidak dijumpai
lagi pada ketinggian di atas 6.000 kaki. P. vivax dan P. falciparum, spesies yang paling
umum, ditemukan di sepanjang daerah sabuk malaria. P. malariae juga tersebar luas tetapi
lebih jarang dijumpai. P. ovale sangat jarang ditemukan, kecuali di Afrika Barat; di tempat
ini, keberadaanya tampaknya menggantikan P. vivax.
Semua bentuk malaria dapat ditularkan melalui plasenta atau melalui transfusi darah
atau melalui pemakaian jarum bersama di antara penyalahguna obat ketika ada salah satu dari
mereka yang terinfeksi.
Pengendalian malaria bergantung pada pemberantasan tempat perkembangbiakan
nyamuk, perlindungan diri terhadap nyamuk (misalnya kawat kasa, kelambu yang
mengandung piretrin, baju pelindung berelegan dan celana panjang, serta zat pengusir
nyamuk), obat supresif bagi orang yang terpajan, dan terapi yang adekuat untuk kasus serta
karier malaria.
Vaksin malaria saat ini belum tersedia. Antigen permukaan sporozoit pernah dicoba
sebagai vaksin antisporozoit, tetapi uji awal pada manusia tidak berhasil. Vaksin tripeptida
sintetik, yaitu SPf66, telah diuji coba di Kolombia dan menunjukkan efektivitas parsial.
Vaksin profilaktik yang lengkap harus aktif terhadap sporozoit maupun merozoit spesies
target, disertai efek antimetositisidial untuk m,enghentikan penularan.(Jewetz et.all,2012)

12
BAB III

METODOLOGI

A. WAKTU DAN LOKASI


Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, 07 November 2015, pada pukul 13.00-
15.00 WIT, di laboratorium Biologi MIPA Universitas Cenderawasih.

B. ALAT DAN BAHAN


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu: blood lancet, kapas
alkohol 70%, objek glass, pipet tetes, tissue, pensil, rak pengecatan, aquades, mikroskop,
oil imersi. Sampel yang digunakan adalah darah kapiler segar dan zat warna Giemza
sebagai reagen.

C. CARA KERJA
1. Pembuatan Preparat HDT (Hapusan Darah Tepi)
Usap bagian ujung jari yang akan ditusuk dengan kapas alkohol 70%. Tusuk jari
menggunakan blood lancet, usap darah pertama yang keluar menggunakan
kapas/tissue. Buat tiga titik pada objeck glass , kemudian bentuk lingkaran kira-kira 2
cm menggunakan ujung objeck glass yang lain untuk apusan darah tipis. Tunggu
hingga kering, lalu cat.
2. Tes Kualitas Cat:
Teteskan 2 tetes cat giemza menggunakan pipet tetes pada kertas saring, kemudian
tetesi lagi 3 tetes methanol. Amati raksinya, jika berubah menjadi 3 warna (merah,
ungu, biru), maka cat giemsa tersebut masih dalam kondisi bagus dan dapat
digunakan. Namun jika hanya 1 warna, maka cat giemsa tersebut tidak dalam kondisi
bagus dan tidak dapat digunakan.
3. Proses Pengecatan
Tetesi HDT dengan cat giemza yang sudah dienncerkan sampai menggenangi apusan
tersebut, tunggu 10-15 menit. Hal ini bertujuan agar cat giemsa dapat mengikat darah
supaya menempel pada objeck glass. Kemudian siram dengan air mengalir, kering
anginkan dengan posisi berdiri. Terakhir, tetesi HDT dengan oil imersi lalu amati di

13
bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali, yakni perbesaran lensa okuler 10 kali
dan lensa objektif 100 kali.

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Nama parasit Gambar Keterangan

a. Bentuk ring (cincin)


Inti berwarna merah yang
juga kecil.
Sel darah merah yang

Plasmodium terinfeksi tidak membesar.

falciparum

B. PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan malaria dapat ditemukan parasit Plasmodium falciparum. Pada
sel darah merah yang terinfeksi oleh plasmodium falciparum, memilikii sel darah merah yang
terinfeksi tidak membesar dengan bentuk ring (cincin) terlihat tipis juga halus dengan
kromatin (inti) berwarna merah yang juga kecil. Memungkinkan adanya beberapa ring dalam
satu sel darah merah. Kadang-kadang terlihat adanya Maurer’s dots, menyebabkan penyakit
malaria tersiana maligna. Biasanya untuk pemeriksan malaria metode pewarnaan yang paling
sering digunakan adalah metode pewarnaan giemsa. Dengan metode ini sel darah yang
terinfeksi parasit lebih cepat menyerap cat dan lebih cepat proses pembuatannya, waktu yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan malaria dengan metode ini pun tidak membutuhkan waktu
yang lama. Waktu yang dibutuhkan sekitar 15 menit pengerjaan kemudian dilihat dibawah
mikroskop dibandingkan dengan metode lain. Metode ini merupakan standar emas (gold
standard) dalam menemukan dan menentukan infeksi parasit malaria.

BAB V

15
PENUTUP

KESIMPULAN
Protozoa genus plasmodium adalah penyebab penyakit malaria, yang mempunyai
keunikan karena terdapat dua macam tuan rumah, yakni manusia yang dapat disebut sebagai
“host intermediate” dan Nyamuk Anopheles yang disebut juga “host definitive”. Ada empat
macam Plasmodium yakni, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
dan Plasmodium malariae. Dari keempat jenis Plasmodium penyebab malaria, jenis
Plasmodium falciparum adalah jenis Plasmodium yang paling patogenik umum ditemukan.
Plasmodium falciparum menyebabkan penyakit malaria tertiana maligna.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pemeriksaan malaria, namun
metode yang dijadikan standar emas untuk diagnosis malaria adalah metode mikroskopis
dengan pewarnaan giemsa karena lebih mudah cara pengerjaannya, selain itu pula waktu
yang dibutuhkan untuk pengerjaanya lebih cepat dan tidak mahal. Metode ini yang paling
sering digunakan untuk pemeriksaan malaria.

DAFTAR PUSTAKA

16
- Arsin AA. 2012. Malaria di Indonesia, Tinjauan Aspek Epidemiologi; penerbit Masagena
Press.
- Cahyaningsih.L.E.2012.Penanggulangan Malaria.
http://www.scrib.com/doc/49008572/askep-malaria. (Diakses tanggal 10 november
2015 pukul 19:20 ).
- CDC, Malaria , Plasmodium falciparum, Plasmodium knowlesi, Plasmodium malriae,
Plasmodium ovale, Plasmodium vivax. Laboratory Identification of Parasitic
Diseases of Public Health Concern 2003 (online).
http://www.cdc.gov/dpdx/images/malaria/malaria_lifeCycle.gif Diakses (tanggal 10
november 2015).
- http://www.diglib.unimus.ac.id (diakses tanggal 12 november 2015).
- Jawetz., et al., 2012. Mikrobiologi Kedokteran.Ed.25.EGC : Jakarta.
- Widoyono.2005. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya; Editor Safitri A, Rina A ; Penerbit Erlangga.

17

Anda mungkin juga menyukai