Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbagai jenis bahan kimia dapat menghambat pertumbuhan kuman,
misalnya kadar gula yang tinggi, zat warna, disenfektan, dan antibiotik. Bahan
kimia ini dapat menghambat pertumbuhan kuman disebut bakteriostatik, atau yang
dapat membunuh kuman disebut efek bakterisid. Disenfektan adalah bahan kimia
yang digunakan untuk sanitasi, desinfeksi, antiseptik, dan membunuh kuman.
Antibiotik sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit infeksi
bakterial. Antibodi dapat bersifat bakteriostatik dan juga bakterisida. Dalam
melakukan terapi dengan menggunakan antibiotik guna penanggulangan penyakit
infeksi bakterial, kadang diperlukan pemeriksaan kepekaan (tes sensitivitas) kuman
terhadap antibiotik yang tersedia, karena pada masa kini telah banyak ditemukan
kuman yang resisten terhadap antibiotik.
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis
yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh
mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang
beragam. Antibiotik dikelompokan berdasarkan gugus aktifnya, seperti antibiotik
macrolide dan antimikroba peptide. Adapun penamaannya biasanya berdasarkan
gugus kimianya atau mikroorganisme prosedurnya.
Penggunaan antibiotik yang berlangsung sejak lama dan semakin
meningkat dapat menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah yang dapat
menjadi penyebab berbagai masalah lainnya adalah timbulnya kuman yang resisten
terhadap antibiotika dan bahkan terhadap beberapa jenis secara simultan. Keadaan
demikian dapat menyebabkan pengobatan penyakit infeksi menjadi tidak efisien,
lebih sulit dan juga menjadi lebih mahal karena harus mencari antibiotik lain yang
lebih sesuai.
Uji sensitivitas bakteri merupakan cara untuk mengetahui dan mendapatkan
produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteriserta mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada
konsentrasi yang rendah.
Metode uji sensitivitas bakteri adalah metode untuk mengetahui dan
mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta

1
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri
pada konsentrasi yang rendah. Uji sensitivitas bakteri merupakan suatu metode
untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap antibakteri dan untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Yang
melatarbelakangi praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik uji sensitivitas yang
mana untuk mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri
serta mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan
bakteri pada konsentrasi yang rendah dan juga untuk mengetahui zona hambat dari
antibiotik dan tingkat dari sensitif, intermediet dan juga resisten dari masing-masing
antibiotik (Rakhman, 2013).

B. TUJUAN
Praktikum ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui zona hambat dari antibiotik.
b) Untuk mengetahui adanya tingkat sensitif, intermediet, dan resisten.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba khususnya mikroba yang
merugikan manusia. Dalam pembicaraan ini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas
pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Zat yang dihasilkan oleh
suatu mikroba, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain disebut
antibiotik. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada
manusia, ditentukkan harus memiliki tokisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat
tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik untuk
hospes ( Ian, 2012 ).

B. AKTIVITAS DAN SPEKTRUM


Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat
membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuhnya, masing-masing
dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM).
Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi
bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM. Sifat antimikroba
dapat berbeda satu dengan lainnya. Misalnya penisislin G bersifat aktif terutama
terhadap bakteri Gram-posotif, sedangkan bakteri Gram-negatif umumnya tidak peka
(resisten) terhadap penisilin G, streptomisin memiliki sifat yang sebaliknya.
Berdasarkan sifat ini antimikroba dibagi menjadi dua kelompok yaitu spektrum
sempit, misalnya benzil penisillin dan spektromisin, dan berspektrum luas misalnya
tetrasiklin dan kloramfenikol. Batas antara kedua jenis spektrum ini terkadang tidak
jelas.
Walaupun suatu antimikroba berspektrum luas, efektifitas kliniknya belum
tentu seluas spektrumnya sebab efektifitas maksimal diperoleh dengan menggunakan
obat terpilih untuk infeksi mikroba lain. Disamping itu antimikroba berspektrum luas
cenderung menimbulkan supreinfeksi oleh kuman atau jamur yang resisten (Ian,
2012).

3
C. MEKANISME KERJA
Pemusnahan mikroba dengan antimikroba yang bersifat bakteriostatik
masih tergantung dari dari kesanggupan reaksi daya tahan tubuh. Menurut jawetz
et.all 2012 mekanisme kerja antimikroba dibagi dalam empat kelompok :
a) Inhibisi sintesis dinding sel
Bakteri memiliki lapisan luar yang kaku, yaitu dinding sel. Dinding sel
mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme, yang memiliki tekanan
osmotik internal yang tinggi. Kerusakan pada dinding sel (misalnya, oleh lisozim)
atau inhibisi pembentukkan dinding sel dapat menyebabkan lisis sel (Jawetz et.all
2012). Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisillin, sefalopsorin,
basitrasin, vankomisin, dan siklosperin ( Ian, 2012).
b) Inhibisi fungsi membran sel
Sitoplasma pada semua sel hidup dibungkus oleh membran sitoplasma yang
berperan sebagai sawar berpermeabilitas selektif, melakukan fungsi transportasi
aktif dan mengatur komposisi internal sel. Jika integritas fungsional membran
sitoplasma terganggu, makromolekul dan ion-ion akan keluran dari sel, dan
kemudian terjadi kerusakkan atau kematian sel (Jawetz et.all 2012). Obat yang
termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan polien serta berbagai
antimikroba kemoterapeutik, umpamanya antiseptik surface active agents (Ian,
2012).
c) Inhibisi sintesis protein (yaitu inhibisi translasi dan transkripsi materi genetik)
Obat yang bekerja dengan menghambat sitesis protein adalah eritromisin,
linkomisin, tetrasiklin, glisilsiklin, aminoglikosida, kloramfenikol ( jawetz et.all
2012). Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA.
Pada bakteri ribosom memiliki dua subunit yaitu yang berdasarkan konstanta
sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S, berfungsi pada sintesis
protein pada, kedua komponen ini akan bersatu dipangkal rantai mRNA menjadi
ribosom 70S. Streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30S dan
menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein.
Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel
mikroba. Antibiotik aminoglikosid lainnya yaitu, gentamisin, kanamisin, dan
neomisin memiliki mekanisme yang sama namun potensinya berbeda. Eritromisin
berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi kompleks tRNA-
peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipetida tidak

4
dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks
tRNA-asam amino yang baru. Linkomisin juga berikatan dengan ribosom 50S dan
menghambat sintesis protein. Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30S dan
menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.
Kloramfenikol berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat pengikatan asam
amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase ( Ian, 2012 ).
d) Inhibisi sintesis asam nukleat.
Contoh obat-obatan yang bekerja dengan menghambat sintesis asam nukleat adalah
golongan kuinolon, pirimetamin, rifampin, sulfonamida, trimetropin, dan
trimetreksat. Rimfapin menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat
kuat polimerase RNA bergantung-DNA ( DNA dependent RNA polymerase ) milik
bakteri. Dengan demikian, rifampin menghambat sintesis RNA bakterial. Semua
kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA mikroba dengan cara
menyekat DNA girase (Jawetz et.all, 2102).

D. RESISTENSI
Secara garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu antbiotik
melalui 3 mekanisme :
a) Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya didalam sel mikroba
Pada kuman Gram-negatif, molekul antibiotik yang kecil dan polar dapat
menembus dinding luar dan masuk kedalam sel melalui lubang-lubang kecil yang
disebut porin. Bila porin menghilang atau mengalami mutasi maka masuknya
antibitoik terhambat. Mekanisme lain ialah kuman mengurangi mekanisme
transpor aktif yang memasukkan antibiotik ke dalam sel (misalnya gentamisin).
Mekanisme lainnya lagi ialah mikroba mengaktifkan pompa efluks untuk
membuang keluar antibiotik yang ada dalam sel (misalnya pada tetrasiklin).
b) Inaktivasi obat
Mekanisme ini sering mengakibatkan terjaadinya resitensi terhadap golongan
aminoglikosida dan beta laktam karena mikroba mampu membuat enzim yang
merusak kedua golongan antibitoik tersebut.
c) Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antibiotik
Mekanisme ini terlihat pada S.aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA).
Kuman ini mengubah Penicillin Binding Proteinnya (PBP) sehingga afinitasnya
menurun terhadap metisilin dan antibiotik beta laktam yang lain (Ian, 2012).

5
Penyebaran resitensi pada mikroba dapat terjadi secara vertikal
(diturunkan ke generasi berikutnya) atau yang lebih sering terjadi ialah secara
horizontal dari suatu sel donor. Dilihat dari segi bagaimana resistensi dipindahkan
maka dapat dibedakan menjadi 4 cara yaitu :
a) Mutasi
Proses ini terjadi secara spontan dan tidak tergantung dari ada atau tidaknya
paparan terhadap antibiotik. Mutasi terjadi akibat perubahan pada gen mikroba
mengubah binding site antibiotik, protein transport, protein yang mengaktifkan
obat, dan lain-lain.
b) Transduksi
Mikroba menjadi resisten karena mendapat DNA dari bakteriofag (virus yang
menyerang bakteri) yang membawa DNA dari kuman lain yang memiliki gen
resisten terhadap antibiotik tertentu. Misalnya yang sering mentransfer resisten
dengan cara ini adalah S.aureus.
c) Transformasi
Transfer resistensi terjadi karena mikroba mengambil DNA bebas yang membawa
sifat resisten dari sekitarnya. Transformasi sering menjadi cara transfer resistensi
terhadap penisillin pada pneumokokus dan Neisseria.
d) Konjugasi
Transfer yang resisten disini terjaddi langsung antara dua mikroba dengan suatu
“jembatan” yang disebut piluks seks. Konjugasi adalah mekanisme transfer
resistensi yang sangat penting, dan dapat terjadi antara kuman yang spesiesnya
berbeda. Transfer resistensi dengan cara konjugasi lazim terjadi antara kuman
gram-negatif. Sifat resistensi dibawa oleh plasmid (DNA yang bukan kromosom)
(Ian,2012).
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya resitensi :
a) Penggunaan antibiotik yang sering
Antibiotik yang sering digunakan biasanya akan berkurang efektivitasnya.
b) Penggunaan antibiotik yang irasional
Penggunaan anntibiotik yang irasional, terutama dirumah sakit, merupakan faktor
penting yang memudahkan berkembangnya resitensi kuman.
c) Penggunaan antibiotik baru yang berlebihan
Beberapa contoh antimikroba yang relatif cepat kehilangan efektivitasnya setelah
dipasarkan karena masalah resistensi ialah siproloksasin dan kontrimoksazol.

6
d) Penggunaan antibiotik untuk jangka waktu lama
Pemberian antibiotik dalam waktu lama memberi kesempatan bertumbuhnya
kuman yang lebih resisten (first step mutant).
e) Penggunaan antibiotik untuk ternak
Kurang lebih separuh dari produksi antibiotik didunia digunakan untuk suplemen
pakan pada ternak. Kadar antibiotik yang rendah pada ternak memudahkan
tumbuhnya kuman-kuman resisten. Contohnya kuman yang diduga menjadi
resisten dengan cara ini adalah VRE (vancomycin-resistant enterococci),
Campylobacter, Salmonella.spp.
f) Lain-lain
Beberapa faktor lain yang memudahkan resistensi ialah kemudahan transportasi
modern, perilaku seksual, sanitasi yang buruk, dan kondisi perumahan yang tidak
memenuhi syarat (Ian, 2012).

E. JENIS ANTIBIOTIK
1. PENISILIN
a) DEFINISI
Penisilin berasal dari jamur bergenus penicillium misalnya
penicillium notatum dan diperoleh melalui ekstrasi kultur yang direndam
dalam medium khusus. Penisilin aktif yang paling banyak digunakan adalalah
penisilin G. Dari peragian penisilium,6-aminopenicillianic acid dapat diisolasi
dalam jumlah besar.
Penisillin yang penting secara klinis dibagi menjadi empat kelompok :
a) Yang memiliki aktifitas tinggi terhadap organisme gram-positif, spirocheta
dan beberapa bakteri lain, tetapi rentan terhadap hidrolisis oleh laktamase-β
dan labil terhadap asam misalnya penisilin G.
b) Yang relatif resisten terhadap laktamase–β, tetapi memiliki aktifitas yang
lebih rendah terhadap organisme gram–positif dan tidak aktif terhadap
organisme gram-negatif misalnya nafsilin.
c) Yang memiliki aktifvitas tinggi terhadap organisme gram-positif sekaligus
gram-negatif tetapi dirusak oleh laktamase- β misalnya ampisislin,
piperasilin.
d) Yang relatif stabil terhadap asam lambung dan cocok di berikan per oral
misalnya penisilin V, kloksasilin, amoksisilin (Jawetz et.all, 2012).

7
b) AKTIVITAS ANTIMIKROBA
Langkah pertama dalam kerja penisili adalah peningkatan obat ke
reseptor sel. Resepto-reseptor tersebit adalah PBP, sedikitnya beberapa PBP
merupakan enzim yang terlibat dalam reaksi transpeptidase. Dalam satu sel
terdapat tiga hingga enam atau lebih PBP. Setelah molekul penisilin berikatan
dengan reseptor, sintesis peptidoglikan menjadi terhambat karena di sekatnya
proses transpeptidasi yang terakhir.
Penisilin G dan penicilin V seringkali dinyatakan dalam satuan unit ,
1 juta unit= 0,6 g, tetapi penisilin semisintetik di nnyatakan dalam garam.
Meskipun 0,002-1 µg/mL penisilin G telah dapat membunuh sebagian besar
organisme gram-positif yang sensitif, diperlukan dosis 10-100 kali lebih besar
untuk membunuh bakteri gram-negatif kecuali neisseria (Jawetz et.all, 2012).
c) RESISTENSI
Resistensi penicilin di bagi menjadi beberapa kategori :
a) Produksi laktamase- β oleh stafilokok bakteri gram negatif, haemophilus,
gonokok dan lainnya.
b) Tidak adanya atau berkurangnya jumlah reseptor penicilin PBP atau di
modifikasikannya PBP misalnya pada pneumokok, enterokok, atau tidak
dapat dicapainya reseptor penicillin karena terdapatnya permeabilitas pada
membran luar bakteri.
c) Kegagalan aktifasi enzim autolitik pada dinding sel yang dapat
menyababkan inhibisi, tetapi tidak membunuh bakteri misalnya sifat toeran
pada stafilokok.
d) Tidak di sintesisnya peptidoglikan misalnya mikoplasma (Jawetz
et.all,2012).
d) PENGGUNAAN KLINIS
Penicilin adalahantibiotik yang paling sering di gunakan yakni.
Penicilin G digunakan untuk infeksi steptokok, meningkok, spiricheta,
clostridium, batang gram-positif aerobik, stavilok, gonokok (Jawetz
et.all,2012).
2. KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol merupakan zat yang awalnya di hasilkan dari biakan
streptomyces venezuelae, tetapi kini diproduksi secara sintesis. Kloramfenikol
kristalin merupakan senyawa stabil yang cepat di serap dari saluran cerna dan

8
didistribusikan luas ke dalam jaringan dan cairan tubuh, termasuk sistem saraf
pusat dan cairan cerebrospinal, zat itu juga dapat masuk ke dalam sel dengan
mudah.
Kloramfenikol merupakan inhibitor protein sintesis pada
mikroorganisme. Obat tersebut menghambat perlekatan asam amino ke rantai
peptida nasen pada unit 50S ribosom dengan cara mengganggu kerja peptidil
transferase. Kloramfenikol memiliki sifat utama bakteriostatik dan spektrum, dosis,
serta kadarnya dalam darah serupa dengan tetrasiklin. Kloramfenikol telah
digunakan untuk pengobatan jenis infeksi seperti salmonela, moningokok, H
influenza, terkadang menyebabkan gastrointestinal (Jawetz et.all , 2012).
3. TETRAKSILIN
a) DEFINISI
Tetraksilin adalah sekelompok obat yang memiliki karakteristik fisik
dan farmakologis yang berbeda, tetapi memiliki sifat antimikroba yang nyaris
identik dan anggota-anggotanya memiliki resistensi-silang sempurna. Semua
tetraksilin mudah diserap dari saluran cerna dan didistribusikan secara luas ke
jaringan-jaringan, tetapi sulit memasuki cairan serebrospinal. Sebagian juga
dapat diberikan secara intravena atau intramuskular. (Jewtz et.all,2012).
b) AKTIVITAS ANTIMIKROBA
Tetraksilin dikonsentrasikan oleh bakteri yang sensitif, kemudian
menghambat sintesis protein dengan menghambat pengikat aminoasil-tRNA
ke unit 30S ribosom bakteri. Bakteri yang resisten tidak mengkonsentrasikan
obat.
Tetraksilin merupakan agen yang terutama bersifat bakteriostatik.
Mereka menghambat pertumbuhan bakteri gram-positif dan gram-negatif yang
sensitif (dihambat pada konsentrasi 0,1-10 µg/mL) dan merupakan obat pilihan
pada infeksi yang disebabkan oleh riketsia, clamydia, dan infeksi yang
disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae. Tetraksilin digunakan pada kolera
untuk mempersingkat durasi eksresi vibrio. Tetraksilin hidroklorida atau
doksisiklin yang diberikan per oral selama 7 hari efektif untuk infeksi genitalia
yanag disebabkan clamydia. (Jewetz et.all,2012).
c) EFEK SAMPING
Tetraksilin menyebabkan keluhan gastrointestinal (mual, muntah,
diare) dalam derajat yang bervariasi, ruam kulit, lesi pada membran mukosa,

9
demam pada banyak pasien, khususnya jika diberikan dalam jangka waktu
lama dan dalam dosis tinggi. Pertumbuhan ragi yang tak terkendali pada
membran mukosa anus dan vagina selama pemberian tetraksilin menyebabkan
peradangan dan pruritus. Pertumbuhan organisme dalam rongga usus yang
berlebihan dapat menyebabkan enterokolitis.
Perubahan warna dan fluoresensi gigi terjadi pada neonatus jika tetraksilin
diberikan secara berkepanjangan pada perempuan hamil. Kerusakan hati dapat
terjadi. (Jewetz et.all,2012).
d) PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
Organisme yang sensitif terhadap tetraksilin juga di anggap sensitif
terhadap doksisilin dan minoksilin. Namun, resistensi terhadap tetraksilin
tidak dapat diguanakan untuk memprediksi resistensi terhadap obat-obat lain.
4. ERITROMISIN
a) DEFINISI
Eritromisin diperoleh dari Sterptomyces erythreus dan memiliki
formula kimia C12H67NO13. Obat yang satu golongan dengan eritromisin
adalah klaritromisin, azitromisin, dan lain-lain. Resistensi terhadap eritromisin
terjadi akibat modifikasi (metilasi) reseptor (rRNA 23S). Mekanisme resistensi
itu dikendalikan oleh plasmid yang ditransfer. Suasana pH basa sangat
meningkatkan aktivitas eritromisin.
b) AKTIVITAS ANTIMIKROBA
Eritromisin pada konsentrasi 0,1-2µg/mL aktif terhadap bakteri
gram-positif, termasuk pneumokok, streptokok, dan corynebacterium. M.
pneumoniae,Chlamydia trachomatis, l. pneumophilia dan Campylobacter
jejuni juga sensitif. Eritromisin dapat menjadi pilihan pada infeksi yang
disebabkan oleh organisme yang disebutkan di atas dan menjadi obat
pengganti penisilin pada individu yang hipersensitifitas pada terhadap
penisilin. Eritromisin stearat, suksinat, atau estolat empat kali sehari per oral
menghasilkan kadar serum 0,5-2µg/mL.
c) EFEK SAMPING
Efek samping yang tidak diharapkan adalah demam obat, keluhan
gastrointestinal ringan, dan hepatitis kolestatik akibat reaksi hipersensitvitas,
khususnya terhadap bentuk estolat. Hepatotoksisitas mungkin meningkat pada
pada kehamilan. Eritromisin cenderung meningkatkan kadar antikoagulan,

10
siklosporin, dan obat lain yang diberikan bersamaan dengan cara mensupresi
enzim mikrosom.
Diriteomisin adalah suatu makrolida dengan spektrum aktivitas
antimikroba yang serupa dengan eritromisin.
Kalritromisin dan azitromisin merupakan azalida yang struktru
kimianya mirip eritromisin.
Ketolida adalah turunan semisintetik dari eritromisin.

11
BAB III
METODOLOGI

A. WAKTU DAN LOKASI


Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015, pada pukul
10.00-12.00 WIT, di laboratorium Biologi MIPA Universitas Cenderawasih.
B. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat yang di gunakan pada praktikum ini yaitu jangka sorong untuk
mengukur diameter zona hambat antibiotika.
C. CARA KERJA
Setelah mikroba dibiakkan dalam didalam media, kemudian ukur zona
hambat pada media menggunakan jangka sorong. Amati dan catat hasilnya.

12
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN

DIAMETER ZONA
NO ANTIBIOTIKA GAMBAR
HAMBAT

1 kloramfenikol 38,82 mm

B. PEMBAHASAN
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis
yang dalam jumlah kecil mampu menekan, menghambat atau membunuh
mikroorganisme lainya.
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.
Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol
kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. (Rianto,2012)
Dalam uji sensitifitas dengan menggunakan metode Kirby-Bouwer kami
dapat mengetahui bakteri yang sensitif terhadap antibiotika yang diujikan. Discus
antibiotika yang mengandung antibiotika ditempatkan pada media agar (Na) yang telah
membeku dan telah diolesi bakteri. Antibiotik memiliki spectrum aktivitas antibiosis
yang beragam. Bakteri yang sensitif terhadap antibiotika akan menunjukkan lingkaran
seperti cincin yang disekitar discus antibiotika yang diletakkan diatas media agar,
dimana lingkaran disekitar discus antibiotika ini disebut zona hambatan atau zona
inhibisi. Dengan menguji sensitifitas antibiotika pada bakteri yang sama akan diperoleh

13
diameter zona hambatan yang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena sensitifitas
bakteri terhadap setiap antibiotika berbeda. Selain itu juga dipengaruhi oleh kerentanan
dari bakteri yang diuji terhadap masing-masing antibiotika.
Pada praktikum yang kami lakukan dengan pengujian menggunakan
antibiotika chloramphenicol panjang zona hambatan yang dibentuk mencapai 38,82
mm. Hal ini terjadi karena antibiotik chloramphenicol inhibitor sintesis protein yang
menghambat aktivitas transferase peptida dari ribosom bakteri sehingga antibiotik ini
efektif membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.

14
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa bakteri ini
sangat rentan dan sensitif terhadap antibiotika, terutama pada antibiotika
chloramphenicol, hal ini dibuktikan dengan zona hambatan yang cukup besar yaitu
sepanjang 38,82 mm. Dengan demikian maka obat ini sangat baik untuk digunakan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ajuz Yayan.2012.Laporan Praktikum Sensitivitas Antibiotika Pada Bakteri


http://yayanajuz.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-sensitivitas.html.

Rakhman, A. 2013. Laporan Praktikum Agent Penyakit : Uji Sensitivitas. Program


Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako.

Jawets et al. 2012. Mikrobiologi Kedokteran.Ed.25.EGC : Jakarta.

Tanu Ian. 2012. Farmakologi dan Terapi FKUI.Ed.5.Jakarta.

Setiabudy Rianto.2012. Farmakologi dan Terapi FKUI.Ed.5.Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai