Anda di halaman 1dari 52

KULASI VIRUS dan UJI HA-HI

INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO, UJI PRESIPITASI AGAR,


SERTA UJI HA-HI CEPAT DAN UJI HA-HI LAMBAT

I. TUJUAN
a. Inokulasi virus pada telur berembrio
Mengetahui cara menginokulasi virus pada telur ayam berembrio dan cara
pemanenannya.
b. Uji Presipitasi Agar (UPA)
1. Mengetahui interaksi antara antigen dan antibodi virus ND ayam secara kualitatif.
2. Menentukan jenis virus berdasarkan antigen.
c. Hemaglutination (HA) dan Hemaglutination Inhibition (HI) Test
1. Mengetahui ada tidaknya pertumbuhan virus ND dengan memakai uji HA dan HI
cepat.
2. Mengetahui ada tidaknya pertumbuhan virus ND dengan memakai uji HA dan HI
lambat.
3. Mengidentifikasi virus yang menghambat aglutinasi dengan uji HI cepat.
4. Mengukur titer antibodi terhadap virus ND dengan uji HI lambat.
5. Uji hemaglutinasi dengan pelat mikro untuk mengetahui titer enceran virus yang
terkecil yang masih mampu mengaglutinasi eritrosit ayam dan hambatan
aglutinasi dengan pelat mikro berguna untuk mengetahui titer pengenceran
terkecil antibodi pada serum ayam yang masih mampu menghambat aglutinasi
virus tertentu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Virus adalah penyebab infeksi terkecil berdiameter 20-300 nm. Genom virus hanya
mengandung satu macam asam nukleat yaitu RNA/DNA. Asam nukleat virus terbungkus
dalam suatu kulit protein yang dapat dikelilingi oleh selaput yang mengandung lemak.
Seluruh unit infektif disebut virion. Virus hanya bereplikasi dalam sel hidup. Replikasinya
dapat intranuklear atau intrasitoplasmik (Jawetz, 1996).
Diluar sel hidup partikel virus tidak dapat melakukan metabolisme, itu merupakan masa
transisi dari virus. Fase transmisi diluar sel ini diselingi oleh fase reproduksi dalam sel, ketika
itu virus terdiri atas gen virus aktif yang dengan menggunakan metabolisme inangnya
menghasilkan genom turunan dan protein virus untuk dirakit menjadi virion baru (Fenner,
1993).
VIRUS DAN PROTEIN VIRUS
Virus merupakan mikroorganisme uniseluler dengan diameter 20300 nm
mengandung satu jenis asam nukleat RNA atau DNA sebagai genomnya. Partikel virus lebih
kecil daripada bakteri, virus tidak tumbuh pada media buatan.Virus hanya melakukan
multiplikasi dalam sel hidup. Virus tidak membelah secara binner.
Satu partikel virus yang komplek disebut virion. Protein yang ineksius yang
ditemukan ada hewan dan manusia disebut prion. Siklus hidup virus ada 2 macam yaitu :
1. Fase intraseluler : fase ketika melakukan kegiatan (reproduktif)
2. Fase ekstraseluler : fase ketika tidak melakukan kegiatan (transmisi / inaktif)
Di luar sel hidup partikel virus tidak dapat melakukan metabolisme, fase ini disebut
dengan fase transmisi dari virus. Fase transmisi diluar sel ini diselingi oleh fase reproduksi
dalam sel, ketika itu virus terdiri dari gen virus aktif yang dengan menggunakan sistem
metabolisme inangnya menghasilkan genom turunan dan protein virus untuk dirakit menjadi
virioun baru. Viral atau virus replikasi terjadi di dalam sitoplasma dan di dalam nukleus,
adapun fase fase dari reproduksi atau replikasi virus adalah attachment, penetration,
uncoating, transcription of early mRNA, translation of early protein, replication of viral
DNA, transcription of late mRNA, translation of late protein, assembly of virion dan akhirnya
release.

Protein Virus
Beberapa protein tersandi-virus merupakan protein struktur yaitu merupakan bagian
dari virion.Peran dari protein struktur adalah memberi lapisan perlindungan terhadap asam
nukleat . Termasuk ligan yang berfungsi untuk perlekatan pada sel hospes. Ada 2 macam
protein virus, yaitu :
1. Protein structural
Terdiri dari Capsomer yang menyusun kapsid dan glikoprotein pada amplop virus.
2. Protein non-struktural
Berkaitan dengan virion dan merupakan enzim yang sebagian besar terlibat dalam
transkripsi,regulasi dan replikasi. Contohnya enzim polymerase ketika berada
dalam sel hospes. Dan contoh lainnya adalah transcriptase yang mentranskripsi
mRNA dari genom virus ds DNA atau ds RNA atau dari genom virus dengan
ssRNA polaritas minus.
VIRUS NEW CASTLE DISEASE (Paramyxovirus unggas I )
Newcastle disease virus
Virus classification
Group:
Order:
Family:
Genus:
Species:

Group V ((-)ssRNA)
Mononegavirales
Paramyxoviridae
Avulavirus
Newcastle disease virus
(http://en.wikipedia.org/wiki/Newcastle_disease)

http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Newcastle_disease_in_a_mallard.JPG
Famili Paramyxoviridae mempunyai 3 genus, Paramyxovirus, Morbilivirus, dan
Pneumovirus. Genus yang menyebabkan kerugian ekonomis paling besar adalah Newcastle
Disease virus, Rinderpest virus dan Bovine Respiratory Syncitium Virus. Paramyxovirus
memiliki nukleokapsid bagian dalam yang berukuran 18 nm. Nukleokapsid dan hemaglutinin

dibentuk dalam sitoplasma. Genom virus bersifat linear, RNA rantai tunggal (single strainded
RNA) dengan berat molekul (BM) 5-7 x 10 6, tidak bersegmen, dan virionnya polimorfik
(Jawetz, 1996).
Newcastle Disease virus merupakan anggota pertama dari genus Paramyxovirus (PMV) yang
diisolasi dari unggas pada tahun 1926. Virus yang tergolong genus Paramyxovirus dapat
dibedakan dari virus lainnya oleh karena adanya aktifitas neuraminidase yang tidak dimiliki
oleh virus lain pada famili Paramyxoviridae. Virus ND mempunyai aktifitas biologik yaitu
kemampuan untuk mengaglutinasi dan menghemolisis sel darah merah atau fusi dengan selsel tertentu, mempunyai kemampuan neuraminidase dan kemampuan untuk bereplikasi di
dalam sel-sel tertentu (Fenner,1993)
Tetelo merupakan penyakit ayam yang sangat merugikan, pertama kali ditemukan oleh
Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian, virus tetelo ditemukan juga di Newcastle
(Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal sebagai newcastle disease (ND) dan ditemukan
di berbagai penjuru dunia. Di India, penyakit ini dikenal dengan nama aanikhet. Virus ND
termasuk dalam genus Rubulavirus, famili Paramyxoviridae. Tidak semua virus ND yang
ditemukan bersifat ganas. Beberapa di antaranya hanya bersifat ringan, bahkan dapat
dimanfaatkan sebagai bibit vaksin untuk mencegah penyakit ND yang ganas. Mengingat
virus ND ada yang ringan dan ganas, ditentukan empat kelompok keganasan virus ND :
a. Infeksi virus velogenik-viserotropik(vvND)
Menimbulkan penyakit akut dengan kematian tinggi
b. ND - Neurotropic Velogenic
Akut dan fatal pada ayam di berbagai umur disertai gejala syaraf dan respirasi,
dan terdapat adanya lesi pada usus.
c. Virus Mesogenik
Menyebabkan kematian akut dengan kematian moderat disertai gejala
pernafasan dan syaraf
d. Virus Lentogenik

Bertanggung jawab terhadap infeksi pernafasan ringan


(www.thepoultrysite.com/diseaseinfo/111/newcas... dan Pedoman Penyakit
Unggas)
Untuk mengetahui keganasan virus ND dapat dilakukan dengan cara menghitung waktu
kematian rata-rata (mean death time) pada telur berembrio yang ditulari dengan virus ND.
(www.poultryindonesia.com)

Gambar struktur virus ND


http://www.fao.org/DOCREP/005/AC802E/ac802e0o.htm

Berdasarkan atas kesamaan antigenik pada uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI), maka
dikenal 9 serotipe Avian Paramyxovirus, yaitu Paramyxovirus tipe 1 (PMV-1) sampai PMV9. Diantara 9 serotipe tersebut maka virus ND termasuk dalam PMV-1 yang merupakan virus
yang terpenting pada unggas. Avian Paramyxovirus tipe-2 (PMV-2) dapat ditemukan pada
burung, termasuk burung peliharaan dan jarang pada ayam atau kalkun. Avian

Paramyxovirus tipe-3 (PMV-3) dapat ditemukan pada burung peliharaan dan kalkun di
kanada, USA, UK, Perancis dan Jerman. Berdasarkan atas virulensinya, maka virus ND dapat
dibedakan menjadi galur velogenik, mesogenik dan lentogenik. Pembagian tersebut
berdasarkan atas waktu kematian embrio setelah disuntik oleh virus ND tertentu melalui
selaput alantois. Waktu kematian embrio untuk galur velogenik adalah kurang dari 60 jam,
galur mesogenik sekitar 60-90 jam dan galur limtogenik lebih dari 90 jam. Berbagai galur
virus ND tersebut dipakai untuk menyatakan virus yang sangat virulen, moderat virulen dan
kurang virulen. Berdasarkan dari gejala klinis yang timbul pada ayam, maka ND dapat dibagi
atas 5 bentuk, yaitu Doyle, Beach, Beaudette, Hitchner dan Enterik asimptomatik :
1. Bentuk Doyle tersifat adanya gangguan pencernaan akibat pendarahan dan nekrosisi
pada saluran pencernaan sehingga dikenal dengan ND velogenik-viserotropik.
2. Bentuk Beach tersifat oleh adanya gejala gangguan pernafasan dan saraf sehingga
disebut ND velogenik-neurotropik.
3. Bentuk Beaudette merupakan bentuk ND velogenik-neurotropik yang kurang
patogenik dan biasanya kematian hanya ditemukan pada ayam muda. Virus
ND penyebab infeksi pada bentuk ini tergolong tipe patologik lentogenik dan
dapat dipakai sebagai vaksin aktif untuk vaksinasi ulangan terhadap ND.
4. Bentuk Hitchner di tandai oleh adanya infeksi pernafasan yang ringan atau tidak
tampak, yang di timbulkan oleh virus dengan tipe patologik lentogenik,
biasanya juga untuk vaksin aktif.
5. Bentuk enterik asimtomatik terutama merupakan infeksi pada usus yang
ditimbulkan oleh virus ND tipe lentogenok dan tidak menimbulkan suatu
gejala penyakit tertentu.
Morfologi virus ND
Virus ini terdiri dari single molecule dari single strand RNA dengan berat molekul 5 x
106 dalton, urutan dari sequencing nucleotida NDV adalah terdiri dari 15.156 nukleotida,
partikel virus terdiri dari kira kira 2025 % lipid dan 6 % karbohidrat yang diperoleh dari
sel hospesnya dan berat keseluruhan partikel virus tersebut adalah 500 x 106 dalton dengan
densitas di dalam sukrosa adalah 1,18 1,20 g/ml. Morfology dari paramyxovirus adalah

partikel virus berbentuk pleomorfik secara umum berbentuk melingkar dengan diameter 100
500 nm meskipun apabila dilihat kadang tampak adanya filamen yang melintang dengan
panjang 100 nm, permukaan dari virus diselubungi dengan projection dengan panjang kira
kira 8 nm.
Dibandingkan dengan kebanyakan paramyxovirus virus penyakit Newcastle relatif lebih
tahan panas, sifat yang sangat penting berkaitan dengan epidemiologi dan pengendaliannya.
Virus ini tetap menular pada sumsum tulang dan otot dari ayam yang disembelih paling tidak
selama 6 bulan pada temperatur 20

C dan sampai 4 bulan pada temperatur almari

pendingin. Virus yang menular dapat bertahan hidup sampai berbulan bulan pada
temperatur kamar pada telur dari ayam yang terinfeksi dan sampai lebih dari satu tahun pada
temperatur 4 0 C. Daya tahan hidup yang demikian itu dapat diamati untuk virus pada bulu
dan virus dapat tetap menular untuk jangka waktu yang lama pada kandang terinfeksi,
senyawa yang dapat digunakan untuk desinfeksi adalah seperempat bagian amonium, lisol 12 %, kresol 0,1 %, dan formalin 2 %. ( Fenner, 1993)

Newcastle Disease Virus (Credit: Immunologisches Onkologisches Zentrum Kln


www.ioz-cologne.de)
(www.brandeis.edu/.../applicationsNewcastle.html)
TABEL. 1. Fungsi dan terminologi dari protein virus pada Paramyxovirus.
Genus
Fungsi

Paramyxovirus

Morbillivirus

Pneumovirus

Pelekatan protein;
Hemaglutinin, perangsangan
imunitas produktif.
Neuraminidase, perlekatan
virion, perusakan
penghambatan mucin.
Protein penggabung;
penggabumgan sel,
penyusupan virus,
penyebaran sel ke sel,
membantu perangsangan
imunitas perlindungan.
Nukleoprotein; perlindungan
terhadap RNA genom.
Transkriptase; transkripsi
genom RNA.
Protein matriks; kestabilan
inti virion.
Lain-lain; fungsi yang tidak
diketahui.

HN

G (tidak ada
aktifitas
heaglutinasi)

HN

None

None

NP

L dan P

L dan P

L dan P

SH

SH, 22K

(Fenner, 1993)
Virus ND dapat diidentifikasi dengan melihat morfologinya menggunakan mikroskop
elektron atau dengan uji serologis. Uji serologis yang dapat dipakai antara lain Hemaglutinasi
(HA), Hemaglutination Inhibition (HI), Netralisasi virus dalam embrio ayam, netralisasi virus
dalam kultur sel, MIT test, Egg bit, ELISA, Agar Gel Presipitasi (AGP). Sedangkan antigen
virus dapat dilacak dengan teknik Immunohistokimia dan Immunofluorescence (Stephen,
1980).
Protein-protein dalamVirus ND
Virus ND sangat patogen dan V protein merupakan salah satu protein yang menentukan
virulensi virus sementara itu hemagglutinin-neuraminidase (HN) protein merupakan protein
yang memegang peranan penting dalam proses infeksi. Hampir semua spesies unggas peka
terhadap infeksi ND, tetapi ayam adalah spesies yang paling peka. Laporan tentang kasus
penyakit ND pada ayam dan penelitian penyakit ini sudah banyak dilakukan.
Adapun penyusun dari komponen polypeptida virus ND adalah HN (hemaglutininn
dan neuraminidase) yang bertanggung jawab pada proses hemaglutinin dan neuraminidase, F
atau fusion protein, NP atau nucleocapsid protein, P atau phosphorylated, dan M atau matriks,
pada kultur sel virus ini menunjukkan adanya cytopathic effect yaitu adanya formasi dari
synsitium dan sekelompok sel yang mengalami kematian.

Virus newcastle atau paramyxovirus unggas I adalah salah satu virus family
paramyxoviridae dengan genus paramyxovirus yang menyebabkan terjadinya penyakit
dengan gejala pada sistem saraf pusat yang menyerang pada unggas yang di piara secara liar
maupun intensif. Penyakit yang ditimbulkan disebut dengan tetelo disease atau newcastle
disease dengan sinonim yang lain yaitu antara lain pseudofowl pest, pseudovogel pest,
atypische geflugel pest, pseudopoultry plague, avian pest dan sampar ayam.
Gejala Klinis virus ND
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh virus New Castle Disease adalah masa inkubasi
pada infeksi alami adalah 4 6 hari, keragaman dalam virulensi menentukan kelangsungan
penyakitnya. Penyakit perakut yang berkaitan dengan galur virus velogenik biasanya
mematikan. Penyakit akut dan sub akut yang berkaitan dengan galur virus mesogenik dan
lentogenik paling umum ditemukan di negara maju dengan industri perunggasan modern.
Penyakit dimulai dengan anoreksia, meningkatnya temperatur tubuh sampai 43 0 C (normal
40 41 0 C), kelesuan, kehausan, disertai bulu kusam, jengger berdarah, mata tertutup, dan
larings serta farings yang kering. Unggas yang sakit akan bersin bersin dan menderita
gangguan pernapasan, serta mencret berair. Penurunan produksi telur dapat berlangsung
sampai 8 minggu. Telur yang dikeluarkan selama fase ini kecil dan kulitnya lunak, dan
albuminnya berair. Unggas yang sembuh memperlihatkan tanda kerusakan sistem saraf pusat,
dicirikan dengan paralisis kaki, ataksia, tortikalis, dan pergerakan berputar putar, atau oleh
myokloni dan tremor. Pada kalkun gejala klinisnya mirip dengan ayam sedangkan pada
burung ekor panjang, itik, dan angsa gangguan sistem saraf pusat yang pertamakali dapat
diamati. Pada merpati terjadi penyakit ganas yang menyebar dengan cepat ditandai dengan
anoreksia, mencret, poliuria, konjungtivitis, busung, gangguan sistem saraf pusat yang
meliputi paresis kaki dan sayap.

Newcastle Disease affects the respiratory, nervous, and digestive systems. One of
the clinical signs of the disease is swelling of the tissues around the eyes and the neck
as shown in this photo. (Credit: U.S. Department of Agriculture)
(www.brandeis.edu/.../applicationsNewcastle.html)

(www.urbanwildlifesociety.org/WLR/PMV-RH&H-WWW.htm)
Patogenesis dan immunitas
Patogenesis dan imunitas dari virus New Castle Disease adalah pada mulanya virus
bereplikasi pada epitel mukosa dari pembuluhan pernapasan bagian atas dan pembuluhan
pencernaan, segera setelah terinfeksi virus menyebar lewat aliran darah ke ginjal dan sumsum
tulang yang menyebabkan viremia sekunder, inilah yang menyebabkan viremia sekunder
yang menimbulkan infeksi pada organ sasaran yaitu paru paru, usus, dan sistem saraf pusat.
Kesulitan bernafas dan sesak napas timbul akibat penyumbatan pada paru paru dan
kerusakan pada pusat pernapasan di otak. Perubahan pasca mati meliputi perdarahan
echimose pada laryngs, trakea, oesofagus dan di sepanjang usus. Lesi histologi yang paling
menonjol adalah nekrosis terpusat pada mukosa usus dan jaringan limfe dan perubahan
hiperemia di sebagian besar organ termasuk otak.
Hemaglutination Test (Uji HA) dan Hemaglutination Inhibition Test (Uji HI)
Beberapa virus tertentu mampu mengaglutinasi eritrosit. Kemampuan ini sebagai
contoh dari aktivitas biologik dan aktivitas ini dapat dihambat oleh antibodi tertentu. Sisi
partikel virus yang spesifik dapat berinteraksi dengan reseptor mukoprotein pada sel darah
merah dan permukaan sel lain. Interaksi dari sisi reseptor dan virion membuat aglutinasi sel
darah merah menjadi tampak. Enzim virus neuraminidase memecah ikatan antara virus dan
sel, dan melepas keduanya ke dalam larutan. Antigen adalah
bagian virus yang mengandung ikatan dan antigen dari virus
digunakan untuk uji hemaglutinasi (Merchant and Packer,
1956)
Virion dari beberapa keluarga virus berikatan dengan
sel darah merah (RBC) dan menyebabkan hemaglutinasi.
Prinsip serologis dari hemaglutinasi inhibisi yaitu antibodi Figure 28. Severe
menghambat proses hemaglutinasi dari virus. Bila antibodi haemorrhagic and necrotic
spesifik dan virus dicampur sebelum ditambah eritrosit, lesions in proventriculus and
hemaglutinasi
akan
terhambat.
Uji
penghambatan Peyers patches in the
hemaglutinasi ternyata sensitif kecuali untuk Togavirus, intestines of a broiler chicken
suffering from one of the
severe forms of Newcastle
disease (viscerotropic
velogenic).

sangat spesifik, karena uji itu mengukur antibodi yang berikatan pada protein permukaan
yang paling gampang mengalami perubahan antigenik. Terlebih lagi, uji ini sederhana,
murah, dan cepat. Oleh karena itu, sering digunakan sebagai pilihan prosedur serologis dalam
mengidentifikasi isolat dari virus yang menyebabkan hemaglutinasi (Fennner, 1993).
Virus-virus Avian dapat mengaglutinasi eritrosit, termasuk didalamnya NDV
(Newcastle Disease Virus), Virus influenza dan virus Adenovirus127. Hambatan dari
aglutinasi oleh antibodi spesifik merupakan dasar dari uji HA dan HI cepat pada kaca benda.
Uji HA dan HI cepat pada kaca benda merupakan uji yang sesuai dan cepat dilakukan yang
penerapannya lebih luas untuk kontrol berbagai penyakit Avian seperti Newcastle Disease
maupun Micoplasmosis. Uji HA positif akan menunjukkan adanya suspensi agregat eritrosit
yang berkeping-keping. HI cepat pada kaca benda menunjukkan positif apabila tidak terlihat
aglutinasi pada cairan korioalantois yang diberi antiserum NDV. Uji HA cepat biasanya
dipakai untuk mengidentifikasi virus yang mampu menghemaglutinasi eritrosit ayam. Sedang
uji HI cepat biasanya dipakai untuk identifikasi NDV. Uji HA lambat digunakan untuk
mengetahui titer virus, kemampuan virus dalam menginfeksi yang ditandai dengan adanya
hemaglutinasi eritrosit. Titer virus dapat diketahui dengan melihat sumuran terakhir pada
nomor tertinggi (end point) yang menunjukkan adanya hemaglutinasi positif. Hal itu ditandai
dengan adanya agregat-agregat di dasar sumuran (Stephen, 1980).
Prinsip dari uji HI lambat adalah mengetahui adanya antibodi yang mampu
menghambat proses hemaglutinasi oleh virus. Uji ini untuk menentukan titik antibodi
terhadap hemaglutinasi NDV. Bila terdapat antibodi dalam jumlah mencukupi untuk
membentuk kompleks dengan virion, hemaglutinasi dihambat, dan eritrosit mengendap.
Sebaliknya bila antibodi terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi maka eritrosit
diaglutinasi oleh virus dan membentuk endapan (Allan, 1978).
Hemaglutinasi oleh virus ND dapat dihitung dan di bawah kondisi standar dalam cairan
dapat di lihat. Reaksi HA dapat di hambat oleh serum immune yang spesifik. Beberapa strain
virus ND dapat ditunjukkan virulensinya dalam aktivitas HA dengan eritrosit mammalia dan
dalam panas yang stabil. Antigen yang tidak signifikan tidak dapat dilaporkan (Aloisi, 1979).
HI test (uji hemaglutinasi inhibisi) telah menjadi metode yang tepat dalam mendeteksi
kehadiran antibodi spesifik dalam serum yang terinfeksi atau dari individu yang sembuh/

pulih dari sakit. Selanjutnya, dengan mendilusi (diencerkan) serum, jumlah komparatif dari
antibodi dapat ditentukan. (Merchant, Ival Arthur, )
Faktor-faktor yan berhubungan dengan terjadinya proses non-spesific hemaglutinasi :
1. Kontaminasi kimia dari tabung atau bahan. Misalnya asam.
2. Substansi inhibitor dalam ekstrak jaringan.
3. Keanehan dari sel darah merah dari individu tertentu.
4. Komponen serum yang labil terhadap panas
5. Enzim dan toksin bakteri
6. Ketidaksesuaian spesies antara sel darah merah yang digunakan dan serum yang diuji.
(Merchant, )
Uji Presipitasi Agar (UPA) atau Agar Gel Precipitation Test (AGPT)
Tujuan dilakukannya UPA adalah untuk mengetahui adanya antigen virus dan antibodi
tubuh. Prinsip dari uji UPA yaitu adanya ikatan antibodi spesifik dengan antigen yang
ditandai dengan adanya garis presipitat. Hal ini disebabkan karena antigen virus berdifusi
melalui pori-pori purified semisolid agar dan bereaksi dengan antibodi. Presipitasi antigen
oleh antibodi dapat pula terjadi pada medium semisolid yang biasa dipakai yaitu pure agar
dari Euchemia spinosum. Uji ini dapat disebut juga dengan Double Immunodifusion Test atau
Ouchterlowys Double Difusion yang menempatkan antigen antibodi pada agar murni yang
terpisah dalam cawan petri. Dapat ditemukan bahwa antigen-antibodi (Ag-Ab) menyebar ke
dalam agar murni. Dan pada awal pembentukan pita presipitasi disebabkan karena adanya
keseimbangan rasio antara Ag-Ab. Jika terjadi kelebihan antigen, maka pita presipitasi yang
terbentuk akan bergerak mendekati sumuran antibodi. Meskipun terjadi difusi yang radial
dari sumuran, pita presipitasi tampak seperti lengkungan diantara sumuran Ag-Ab. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kondisi pertumbuhan virus adalah :
o pH

Dapat terjadi presipitasi jika media berada pada pH 7,0-7,2, sedangkan pada pH 5,05,5 tidak menyebabkan terjadinya presipitasi.
o Konsentrasi antigen dan antibodi
Adanya konsentrasi antibodi yang sesuai dengan konsentrasi antigen dapat
menyebabkan terjadinya presipitasi atau immunodifusi di luar sumuran.
o Suhu
Temperatur inkubasi pada reaksi aglutinasi bervariasi, kurang lebih 5 0-560 C.
Sedangkan pada yang lain pada suhu 270 C.
o Kelembaban
Media agar tidak disimpan dalam lemari es karena agar akan menjadi kering, pada
temperature panas media menjadi cair. Sehingga tempat penyimpanan dibuat
menyerupai lembah dengan nampan yang diberi kapas dan air.
o Media agar
Media yang digunakan adalah media agar semisolid, dapat juga dipakai agar gelatin/
silika. Yang paling umum digunakan adalah agar-agar. Agar-agar menjadi larut atau
cair bila dipanaskan pada suhu hampir 1000 C dan tetap berbentuk cair bila
didinginkan hingga kurang lebih 430 C. Pada gelatin, jika telah padat dan dipanaskan
1000 C untuk mencairkan kembali. Tidak dianjurkan membiarkan medium agar
menjadi padat lalu mencairkannya kembali lebih dari 2 kali karena dapat memberikan
hasil yang kurang baik.
o Jarak sumuran
Jika jarak terlalu jauh atau tidak sama antara kiri dan kanan dapat mengakibatkan
tidak terbentuknya presipitat.
o Lama inkubasi
Pembentukan ikatan antibodi-antibodi membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari. Jadi jika
kurang dari waktu yang ditentukan kemungkinan presipitat belum terbentuk.
Interpretasi dari garis presipitat antara lain :
Dapat teridentifikasi

Jika ikatan antibodi dengan antigen yang sama determinannya pada tiap antigen
sampel atau bisa juga dikatakan dua antigen tersebut identik sehingga mereka akan
berdifusi dengan kecepatan yang sama dan daerah proporsi optimal akan terdapat
pada lokasi yang sama.
Identifikasi parsial
Jika terjadi reaksi silang, yaitu dua antigen dapat serupa dan memiliki determinan
bersama, sehingga menghasilkan pembentukan pita berbentuk tapal kuda.
Tidak teridentifikasi
Tidak teridentifikasi terhadap antibodi terpilih sehingga tidak terjadi garis
presipitasi yaitu dengan difusi antigen atau antibodi lebih lanjut, pembentukan
kompleks solubel akan terjadi, tetapi penyatuan akan dipertahankan, karena pitapita terus terbentuk dan larut dengan kecepatan yang sama. Jika sebaliknya dua
antigen tersebut berbeda sama sekali, pita-pita akan bersilang.
Inokulasi Virus
1. In Ovo
Metode ini merupakan penanaman virus pada telur ayam yang berembrio.
Metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

r Inokulasi pada ruang chorioalantois


Biasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari. Jarum dimasukkan inci
dengan sudut 45 dan diinjeksikan 0,1-0,2 ml virus yang akan diinokulasikan. Setelah 40-48
jam cairan telur yang sudah diinkubasi dapat diuji untuk hemaglutinasi dengan membuat
lubang kecil pada kerabang di pinggir dari rongga udara. Dengan alat semprot yang steril
dan jarumnya, diambil 0,1-0,2 ml cairannya. Campur 0,5 cairan telur dengan perbandingan
yang sama dari 10% suspensi dari sel darah yang di cuci bersih dalam plate. Putar plate dan
lihat aglutinasi setelah 1 menit. Cairan alantois yang terinfeksi dipanen setelah 1-4 hari
inokulasi. Untuk mencegah darah dalam cairan, embrio disimpan semalam dalam suhu 4C

kemudian injeksi kerabang dekat rongga udara dan buka kerabang tersebut dengan pinset
steril. Membran ditekan ke atas yolk sac dan cairan diambil dengan spuit dan dimasukkan
ke dalam cawan petri. Kultur cairan tersebut untuk menghindari cairan terkontaminasi
bakteri (Stephen,1980).
Contoh virus yang diinokulasikan pada ruang chorioalantois ini antara lain, virus ND dan
virus influenza.

r Inokulasi pada membran chorioalantois


Inokulasi pada embrio umur 10-11 hari adalah yang paling cocok. Telur diletakkan
horizontal di atas tempat telur. Desinfektan kerabang disekitar ruang udara dan daerah lain
di atas embrio telur. Buat lubang pada daerah tersebut dan diperdalam lagi hingga mencari
membran kerabang. Virus diinokulasikan pada membran korioalantois dan lubang ditutup
dengan lilin dan diinkubasi. Setelah 3-6 hari korioalantois membran yang terinfeksi dapat di
panen dengan mengeluarkan yolk sac dan embrio secara hati-hati tanpa membuat membran
lepas dari kerabang. Area inokulasi dapat di lihat dengan adanya lesi pada CAM sebelum
dilepas dari kerabang (Stephen, 1980).

r Inokulasi pada yolk sac


Inokulasi dilakukan pada embrio umur 5-7 hari. Post inokulasi diinkubasi selama 3-10 hari.
Virus diinokulasikan pada bagian yolk sack dan dijaga jangan sampai terkontaminasi
bakteri (Stephen, 1980).
Virus yang biasa diinokulasikan di bagian ini adalah virus rabies.
2. In Vitro
Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur jaringan.
Kultur jaringan virus dimulai dengan kultivasi embrio anak ayam cincang didalam serum atau
larutan-larutan garam. Ini menuntun ke arah penggunaan kultur jaringan murni sel-sel hewan
yang dapat ditumbuhi virus. Kini sel hewan dapat ditumbuhkan dengan cara yang serupa
seperti yang digunakan untuk sel bakteri. Bila sel-sel hewan dikulturkan di wadah-wadah
plastik atau kaca, maka sel-sel tersebut akan melekatkan dirinya pada permukan wadah itu
dan terus-menerus membelah diri sampai seluruh daerah permukaan yang tertutupi medium

terisi. Terbentuklah suatu lapisan tunggal sel dan dipergunakan untuk mengembangkan virus.
Sel-sel jaringan yang berbeda-beda lebih efektif untuk kultivasi beberapa virus ketimbang
yang lain. Pendekatan ini telah memungkinkan kultivasi banyak virus sebagai biakan murni
dalam jumlah besar untuk penelitian dan untuk produksi vaksin secara komersial. Juga luas
penggunaannya untuk isolasi dan perbanyakan virus dari bahan klinis. Vaksin yang disiapkan
dari kultur jaringan mempunyai keuntungan dibandingkan dengan yang disiapkan dari telur
ayam berembrio dalam hal mengurangi kemungkinan seorang pasien untuk mengembangkan
hipersensitivitas atau alergi terhadap albumin telur (Merchant and Packer, 1956).
3. In Vivo
Dengan cara ini, virus dapat ditanam pada hewan laboratorium yang peka. Metode ini
merupakan metode yang pertama kali dalam menanam virus. Metode ini dapat digunakan
untuk membedakan virus yang dapat menimbulkan lesi yang hampir mirip misalnya FMDP
atau Vesikular Stomatitis pada sapi. Hewan laboratorium yang digunakan antara lain mencit,
tikus putih, kelinci ataupun marmut (Merchant and Packer, 1956).

INOKULASI DAN PANEN PADA TELUR AYAM BEREMBRIO


Pengamatan Telur Melalui Transiluminasi (Peneropongan)
Embrio telur dipastikan hidup dengan cara transiluminasi yang diberi istilah candling
dalam bahasa Inggris karena pada zaman dahulu cahaya lilin digunakan untuk tujuan ini.
Pada masa ini, yang digunakan ialah kotak cahaya atau lampu teropong yang telah
dimodifikasi.
Tata cara Peneropongan Telur
Bahan :
1. Telur berembrio
2. Lampu teropong
3. Kertas manila
4. Pita seloptip

5. Gunting
6. Pena penanda
Alat untuk peneropongan :
Gulungkan selembar kertas manila supaya berbentuk kon. Gunakan pita seloptip untuk
melekatkannya dan mengekalkan bentuk ini. Gunting kedua ujung kon ini supaya
tepinya menjadi sama rata dan garis pusat bagian yang lebih besar adalah sama
dengan ukuran kepala lampu dan bagian kecil adalah lebih kurang sama dengan
ukuran ujung telur yang lebih bulat. Pasangkan ujung kon yang besar kepada kepala
lampu teropong. Perkuat dengan menambahkan pita seloptip. Dengan ini cahaya
lampu akan ditujukan ke luar melalui lubang yang lebih kecil.
Cara Kerja :
1. Pilih tempat yang gelap.
2. Tekan lubang terowong lampu teropong kepada cangkang telur.
3. Nyalakan lampu dan amatilah bagian dalam telur.
4. Pastikan pembuluh darah korioalantoik telur berembrio kelihatan jelas sekali dan
embrio bergerak-gerak, bentuk embrio juga jelas kelihatan, khususnya mata
embrio yang besar dan kehadiran ruang udara. Semua ini adalah tanda yang
menunjukkan bahwa embrio tersebut masih hidup.
Inokulasi Virus ke dalam Ruang Alantoik
Pertumbuhan virus di dalam membran alantoik digunakan untuk virus influenza dan
paramiksovirus yang telah disesuaikan beraplikasi dalam keadaan makmal.
Cara Kerja Inokulasi Virus ke dalam Ruang Alantoik
Bahan :
1. Telur berembrio berumur 10 hingga 12 hari.

2. Jarum (28 gauge) dan picagari.


3. Etanol 70% dan iodium tinctur.
4. Penggerudi berputar yang dipasang dengan cakera pemotong.
5. Pita seloptip.
Cara Kerja
1. Teropong telur untuk menentukan embrio masih hidup.
2. Tandakan dengan pena tanda satu tempat yang agak berjauhan dengan pembuluh
darah.
3. Gerudi satu lubang atau celah yang kecil pada cangkang pada tempat yang
ditandakan untuk mendedahkan membran cangkang.
4. Lap tempat celah tersebut dengan etanol.
5. Suntikkan 0.1 ml inokulum ke dalam celah ini dengan jarum yang dimasukkan
beberapa mm ke dalam celah.
6. Tutup celah dengan pita seloptip.
7. Eramkan dengan tempat yang diinokulasi virus di sebelah atas selama 1 hingga 3
hari sesuai kebutuhan.

Cara Kerja Mengumpulkan Cairan Alantoik (Panen virus)

Bahan :
1. Telur berembrio selepas penyuntikan virus dan pengeraman
2. Gunting
3. Pipet Pasteur
4. Botol (steril)
5. Etanol 70%
Cara Kerja :
1. Letakkan telur di dalam *)almari es selama beberapa jam atau di dalam peti beku
suhu 20C selama 1 jam.
2. Lap cangkang di bagian atas ruang udara telur dengan etanol.
3. Pecahkan cangkang di atas ruang udara dan guntingkan satu lubang besar.
4. Gunakan pipet Pasteur untuk menolak embrio dan pundi kuning telur ke tepi dan
kumpulkan Cairan alantoik dengan menggunakan pipet Pasteur lain.
Keterangan :
*) Telur dimasukkan almari es untuk membunuh embrio serta mengecilkan pembuluh
darah supaya pengumpulan cairan yang mengandung virus dilakukan tanpa
pencemaran dengan sel darah merah.

Selain cara di atas masih terdapat metode lain tempat-tempat inokulasi virus, yaitu :
1. Inokulasi Virus ke atas Membran Korioalantoik
Pengkulturan virus di atas membran korioalantoik untuk membedakan antara poksvirus jenis
variola dengan vaksinia dan di antara virus herpes simplex tipe 1 dengan tipe 2
berdasarkan

morfologi

poks

yang

dihasilkan.

Contoh

virusnya

adalah

poxvirus,vaccinia, virus penyebab ILT


2. Inokulasi Virus ke dalam Ruang Amniotik
Cara ini digunakan untuk pemencilan primer (kali pertama virus ditumbuh dalam keadaan
makmal) virus influenza dan mumps.
3. Inokulasi virus dalam Embrio
Penanaman virus yang diletakkan pada bagian emrio dari TAB. Contoh virusnya
adalah influenza
4. Inokulasi virus secara intracerebral
5. Inokulasi virus secara intravena
6. Inokulasi virus kuning telur (yolk sack)
Penanaman virus pada bagian kuning telur / yolk sack dari TAB. Contohnya
rabies,distemper dll.
Perkembangan Virus Dalam Telur Berembrio
Telur ayam berembrio telah lama merupakan sistem yang telah digunakan secara luas untuk
isolasi, perkembangan dan karaterisasi avian virus serta untuk memproduksi vaksin virus.
Embrio dan membran pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan
untuk kultur berbagai tipe virus yang berbeda. Keberhasilan dalam mengisolasi dan
mengembangkan virus tergantung pada beberapa kondisi yaitu : rute inokulasi, umur embrio,
temperatur inkubasi, waktu inkubasi setelah inokulasi, volume dan pengenceran dari
inokulum yang digunakan, status imun dari kelompok dimana telur ayam berada. Telur
sebaiknya berasal dari kelompok yang bebas dari patogen spesifik (spesific pathogen free
flock) atau jika tidak mungkin dapat menggunakan telur dari kelompok bebas antibodi ND
Virus. Penggunaan telur dari kelompok antibodi positif akan mengurangi kemampuan virus
untuk tumbuh dan berhasilnya isolasi virus. Sejalan dengan banyaknya sistem untuk isolai

virus, dibutuhkan cara untuk mendeteksi infeksi virus. Bukti tidak langsung dari infeksi virus
pada embrio ayam dapat diketahui dari satu atau lebih kejadian berikut yaitu : kematian
embrio, pembentukan lesi pada CAM seperti edema atau perkembang plak, lesi pada embrio
seperti kekerdilan, hemoragi cutaneus, perkembangan otot dan buku yang abnormal,
abnormalitas pada organ visceral termasuk pembesaran hepar dan lien, perubahan warna
kehijauan pada kaki, foci nekrotik pada hepar. Metode yang langsung dan pasti untuk infeksi
virus pada embrio ayam meliputi : kemampuan cairan corioallantois dan untuk menyebabkan
hemaglutinasi dari RBC ayam, penggunaan teknik serologis dan molekular, mikroskop
elektron. Harus diperhatikan untuk dapat membedakan lesi yang mungkin disebabkan oleh
adanya bakteri dan agen lain (Purchase, 1989).
Struktur Telur Berembrio
Membran kulit telur yang fibrinous terdapat di bawah kerabang. Membran membatasi
seluruh permukaan dalam telur dan membentuk rongga udara pada sisi tumpul telur.
Membran kulit telur bersama dengan cangkan telur membantu mempertahankan intregitas
mikrobiologi dari telur, sementara terjadinya difusi gas kedalam dan keluar telur. Distribusi
gas di dalam telur dibantu dengan pembentukan CAM yang sangat vaskuler yang berfungsi
sebagai organ respirasi embrio. Pembentukan membran ini terjadi berdekatan dengan
membran telur sepanjang telur. Selama pembentukan, membran membentuk ruangan yang
relatif besar disebut kantong allantois yang mengandung 5-10 ml cairan allantoic. Embrio
secara langsung dikelilingi oleh membran amnion yang membentuk kantong amnion yang
berisi 1-2 ml cairan amnion. Embrio melekat pada kantong kuning telur yang berlokasi kirakira ditengah telur dan menyuplai kebutuhan nutrisi untuk perkembangan embrio (Purchase,
1989).

Gambar: Struktur telur berembrio (EnchantedLearning.com)


Rute inokulasi
Empat rute yang paling umum untuk inokulasi pada telur berembrio melalui :
- Ruang allantois.
- Chorio Alantois membran (CAM)
- Kantong kuning telur
- Kantong amnion.
(Purchase, 1989)

(EnchantedLearning.com)
Gambar: Skema perkembangan telur ayam berumur 5, 10, 15 dan 20 hari
ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay)
Dapat digunakan secara kualitatif maupun kuantitatif dalam mengukur antigen dan
antibodi binding. Berdasarkan variasi yang digunakan, ELISA akan mendeteksi antigen
(hormon, enzim, antigen dari mikrobia, dll) atau antibodi (contoh anti-HIV pada screening
test untuk infeksi HIV) pada cairan tubuh atau supernatan dari kultur jaringan.

Dibutuhkan untuk ELISA

Antigen purified (murni), jika digunakan untuk mendeteksi atau mengukur antibodi.

Antibodi purified (murni), jika digunakan untuk mendeteksi atau mengukur antigen.

Larutan standar (kontrol positif dan kontrol negatif)

Sampel yang diuji

Microtiter dishes : terbuat dari plastik dengan sumuran kecil

Buffer

Enzim yang melabeli antibodi dan substrat enzim

ELISA reader (spektrofotometer) untuk menghitungan kuantitatif

Prosedur
Untuk mendeteksi antibodi (indirect ELISA)

Lapisi microtiter plate dengan antigen purified dengan cara memberikan larutan
antigen pada wells/sumuran selama 30 60 menit. Bersihkan antigen yang tidak
terbatasi, dengan menggunakan buffer dan ditutup dengan nonspesifik antibodi yang
proteinnya tidak berkaitan , kemudian cuci lagi dengan unbound protein.

Tambahkan serum sampel yang akan diuji untuk antibodi spesifik ke plate and
membiarkan antibodi spesifik untuk mengikat antigen. Bagian Fc dari anti-Ig akan
berikatan dengan enzim. Bersihkan unbound antibodi-antigen komplek.

Tambahkan substrat chromogenic : substrat yang tidak berwarna yang akan diubah
enzim menjadi produk yang berwarna. Inkubasi hingga terbentuk warna, ukur warna
pada spektrofotometer. Semakin banyak warna yang terdeteksi, antibodi yang lebih
spesifik dapat diketahui pada sampel yang tidak diketahui.

Kontrol negatif meliputi : antigen yang hilang dan test antiserum yang hilang atau
subtitusi dengan antibodi yang tidak akan mengikat antigen.

Kontrol positif subtitusi yang diiketahui serum positif untuk serum yang tidak
diketahui.

http://microvet.arizona.edu/Courses/MIC419/ToolBox/elisa.html
Mendeteksi antigen (sandwich ELISA)

Lapisi microtiter dengan antibodi purified untuk antigen. Cuci unbound antibodi dan
tutup dengan hambatan nonspesifik dengan protein yang tidak berkaitan.

Tambahkan sampel untuk diuji antigen ke plate dan biarkan antigen mengikat
antibodi. Cuci unbound antigen.

Tambahkan enzim yang sudah terlabeli spesifik antibodi untuk epitope yang berbeda
dari antigen untuk membuat sandwich, bersihkan unbound antibodi.

Tambahkan substrat chromogenic untuk enzim yang dapat mengubah ke produk yang
berwarna

Kontrol negatif yaitu antigen yang tidak diketahui menghilang. Kontrol positif
digunakan untuk mengetahui antigen

http://microvet.arizona.edu/Courses/MIC419/ToolBox/elisa.html
Mengintepretasikan hasil dengan cara menghitung produk yang terwarnai adalah
proporsional untuk menghitung enzym-linked antibodi yang terikat, dimana secara langsung
berkaitan dengan jumlah antibodi yang ada pada antigen yang terikat atau antigen yang ada
pada antibodi terikat. Jika jumlah antigen or antibodi ditambahkan, kurva standar yang dibuat
akan memperbolehkan antigen atau antibodi yang tidak diketahui menjadi terhitung.

http://www.elisaassay.com/competition-elisa-assay/
CELL CULTURE
Interaksi antara virus dan hospes akan menunjukkan dua level ; pertama kemampuan dari
virus untuk mencapai sel dan kedua adalah interaksi antara virus dan genome hospes untuk
mengontrol sintesis pada sel. Interaksi antara virus dan hospes secara luas dapat dihitung
dengan genetik constitution cell dan konsentrasi virus.
Primary Cell Lines

Sel line didapat secara langsung dari hewan


Ambil dari jaringan dalam bagian kecil dan diinkubasi dengan protease untuk
merusak ikatan antar sel.
Untuk memisahkan sel dengan gunting, pipet , mengumpulkan sel, dan sentrifuse

Tempatkan sel pada media penumbuh jaringan yang ditambahkan dengan serum .

Kultur primer cenderung memiliki bentuk sel yang normal

Memiliki batas hidup yang terbatas.

Secondary Cell Lines

Populasi sel yang tidak dapat mati

Dapat meningkat secara spontan (pada rhodensia) atau dapat bertransformasi dengan
tumor, virus, carcinogen atau mutagen

Komponen pertumbuhan berbeda dengan sel dari apa yang dihasilkan.

Interaksi antara virus dan hospes


Keberadaan dari reseptor yang spesifik pada sel hospes akan membiarkan virus untuk
mengikat, meskipun interaksi spesifik antara virus dan sel hospes dapat mengakibatkan hasil
infeksi yang berbeda-beda
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Merupakan teknik yang secara luas digunakan pada biologi molekular. PCR digunakan untuk
menjelaskan bagian spesifik dari DNA target. Kebanyakan metode PCR menjelaskan DNA
fragmen hingga 10kb, walaupun beberapa teknik memperbolehkan amplifikasi fragmen
hingga 40kb.
Secara umum persiapan untuk PCR membutuhkan beberapa komponen dan reagen, yaitu :

DNA template yang mengandung DNA target untuk diamplifikasi.

Satu atau lebih primer, yang akan melengkapi pada daerah DNA pada 5 (five prime)
dan 3 (three prime)

DNA polymerase seperti Taq polymerase atau DNA polymerase yang lain dengan
temperatur optimum sekitar 70C.

Deoxynucleotide triphosphatase (dNTPs), untuk membuat blok dimana DNA


polymerase mensistesis strand DNA yang baru.

Larutan buffer, untuk menyediakan lingkungan kimiawi yang sesuai untuk aktivitas
optimum dan stabilitas dari DNA polymerase.

Divalent cations, magnesium atau mangan (ion)

Monovalent cation potassium ion.


PCR digunakan pada volume reaksi 15-100l pada tube kecil (0,2 0,5 ml) thermal

cycler. Thermal cycler memanaskan dan mendinginkan tube reaksi untuk mengontrol suhu
yang

dibutuhkan

pada tiap step reaksi.

Figure 2: Schematic
drawing of the PCR
cycle. (1)
Denaturing at 9496C. (2) Annealing
at ~65C (3)
Elongation at 72C.
Four cycles are
shown here.
Initialization step
Terdiri

dari

reaksi pemanasan ke
suhu

94

96C

selama 1 9 menit.

Hanya digunakan untuk DNA polymerase yang membutuhkan aktivasi panas dengan hot-start
PCR.
Denaturation step
Langkah yang biasa dilakukan dan mengandung pemanasan 94 98 C selama 20
30 detik . Akan menyebabkan peleburan dari DNA template dan DNA primer dengan
memasukkan hydrogen bond antara complementary bases dari DNA strand, menjadi single
strand DNA.
Annealing step
Temperatur reaksi menurun menjadi 50 65 C selama 20 40 detik untuk
membiarkan annealing antara primer dan single stranded DNA template. Kestabilan ikatan
DNA-DNA hidrogen hanya dibentuk pada saat sequen primer berdekatan dengan sequen
template. Ikatan polymerase hingga menjadi primer-template hybrid dan memulai sintesis
DNA.
Extension/elongation step
Suhu pada langkah ini tergantung pada langkah dimna DNA polymerase digunakan.
Taq polymerase memiliki aktivitas optimum pada suhu 75 - 80 C dan umumnya suhu 72 C
digunakan enzim ini. DNA polymerase mensintesis DNA strand complementary baru hingga
DNA template strand dengan menambahkan dNTPs . Extension time berdasarkan pada waktu
yang digunakan DNA polymerase dan pada saat pemanjangan dari DNA fragmen untuk
amplifikasi.
Final elongation
Biasanya pada suhu 70 - 74 C selama 5 15 menit setelah siklus PCR selesai dan
single-stranded DNA sudah siap.
Final hold
Langkah ini pada suhu 4 - 15 C, waktu tidak berbatas.

Figure 3: Ethidium bromide-stained PCR products after gel electrophoresis. Two sets of
primers were used to amplify a target sequence from three different tissue samples. No
amplification is present in sample #1; DNA bands in sample #2 and #3 indicate successful
amplification of the target sequence. The gel also shows a positive control, and a DNA ladder
containing DNA fragments of defined length for sizing the bands in the experimental PCRs.
Agarose gel electrophoresis digunakan untuk melihat pemisahan dari produk PCR. Ukuran
dari produk PCR dapat diperkirakan dengan membandingkan dengan DNA ladder, yang
mengandung DNA fragmen yang diketahui ukurannya, ada di samping produk PCR.
III. MATERI DAN METODE
A. Inokulasi dan Pemanenan Virus Pada Telur Berembrio
Materi
a. Alat :
- Pompa suntik 1 ml dan 5 ml dengan jarum ukuran 27/28.
- Lampu teropong.
- Bor untuk melubangi telur.
- Bejana gelas, cawan petri, nampan (stainless steel), nampan telur (egg
tray), tabung reaksi, lampu spiritus, usa, safeti cabinet, kanule.

b. Bahan :
- Telur ayam berembrio.
- Larutan/suspensi antibiotika.
- Larutan PBS pH 7,2.
- Kaldu alkalis.
- Parafin padat.
- Alkohol 70 % dengan preparat Iodium organik.
Metode inokulasi
Pilih telur berembrio yang telah dieramkan 10-14 hari dengan lampu di kamar gelap
(candling), apakah embrio mati atau hidup

Telur-telur berembrio yang hidup diberi tanda dengan pensil dimana letak kepala embrio dan
batas rongga hawa.

Ambil telur yang akan diinokulasikan, suci hamakan kutub yang mengandung ruang hawa
dan kerabang di atas embrio yang telah diberi tanda tadi dengan menggosokkan Iodium
tincture atau alkohol 70 % ditambah boicid/betadine.

Buat lubang di atas embrio dan di kutub yang mengandung ruang hawa dengan memakai bor
kecil atau gerinda.

Inokulasikan 0,1 ml suspensi virus yang telah disiapkan dengan mempergunakan kanule yang
cukup halus ke dalam ruang alantois.


Lubang ditutup dengan parafin yang sudah dicairkan, lubang di kutub juga ditutup dengan
parafin.

Eramkan telur berembrio tersebut selama 2-3 hari dalam mesin tetas.
Metode pemanenan
Desinfeksi kutub tumpul dari telur berembrio dengan menggosokkan Iodium tincture atau
alkohol 70 % ditambah boicid/betadine.

Dengan pinset tajam pecahkan kerabang telir, buat lubang sebesar / lebih dari rongga hawa.
Jika perlu diambil membrane chorio alantois, gunting selaput tadi berbentuk bundaran
menurut kehendak kita.

Dengan pinset tekan embrio ke samping, akan terlihat cairan korio alantois di sisi embrio,
ambil cairan dengan spuit 5 ml.

Masukkan cairan dalam tabung reaksi dan amati warna dan viskositasnya
B. Uji Hemaglutinasi (HA), Uji Hemaglutination Inhibition (HI) dan Uji Presipitasi Agar
(UPA)
Materi
a. Alat :
- Kaca benda - Pelat mikro
- Tusuk gigi - Oven
- Kotak pembaca aglutinasi - Pipet mikro

- Pipet 1 ml dan 5 ml
b. Bahan :
- Cairan korioalantois - 0,1 % Phenol
- Eritrosit ayam 0,5 % dan 2,5 % - 8,5 % NaCl
- PBS (Phosphat Buffer Saline) pH 7 - Larutan agar
- Serum pekat - Virus
Metode Uji Presipitasi Agar

Buat lapisan tipis agar pada kaca benda, bersihkan kaca benda dari kotoran dan lemak,
tambahkan 3 ml 0,3 % larutan agar dalam air yang dipanaskan pada penangas air mendidih.
Setelah padat kaca benda ditaruh dalam oven 80C atau tempatkan dalam inkubator 37C
sampai agar kering.

Tempatkan kaca benda yang sudah dilapisi agar pada tempat yang datar.
Tambahkan larutan agar 1 % dalam 8,5 % NaCl dalam PBS, tambahkan phenol
sebagai pengawet, biarkan agar mengeras.

Buat beberapa sumuran.

Teteskan 0,05 ml anti NDV di tengah sumuran dan pada sumuran disekitarnya
ditetesi 0,05 suspensi NDV.

Tempatkan kaca benda pada cawan petri dengan kertas/kapas basah dan batang
kaca untuk menempatkan kaca benda.


Tempatkan cawan petri diatas meja datar, amati adanya presipitasi di antara
sumuran antigen dan anti serum. Perhatikan adanya garis-garis presipitasi, garis
identitas dan non identitas.
Metode Uji HA-HI
HA cepat pada kaca benda
Teteskan setetes cairan korioalantois diatas kaca benda.

Teteskan setetes suspensi eritrosit ayam 2,5 % di dekat tetesan cairan


korioalantois, ditempat yang berjauhan teteskan pula suspensi eritrosit ayam
sebagai kontrol.

Campur cairan korioalantois dan suspensi eritrosit ayam dengan menggoyanggoyangkan kaca benda atau dengan batang korek api, tusuk gigi atau aplikator.

Tunggu 5 menit.

Periksa di atas kotak pembaca aglutinasi.

HA + akan terlihat adanya suspensi agregat eritrosit yang tampak berkepingkeping.

Bandingkan dengan kontrol, tetesan eritrosit yang tidak dicampur dengan cairan
korioalantois.
HI cepat pada kaca benda
Teteskan setetes cairan korioalantois di dua tempat yang terpisah 2 cm pada kaca
benda.

Teteskan setetes serum anti NDV pada salah satu tetesan cairan
korioalantois, campur dan tunggu 5 menit.

Teteskan eritrosit ayam pada kedua tetesan, campur, tunggu 5 menit, amati di
atas kotak pembaca aglutinasi.
HA lambat dengan pelat mikro
Isi lubang no. 1-12 pada pelat mikro dengan PBS 0,05 ml.

Lubang pertama dimasukkan cairan alantois 0,05 ml dengan pipet mikro, campur
pakai diluter.

Pindahkan 0,05 ml campuran dari lubang pertama ke lubang kedua dengan


diluter, dan dari lubang kedua dipindahkan ke lubang ketiga dan seterusnya
sampai lubang ke-11. Dari lubang ke-11 tidak dipindahkan ke lubang 12 tapi
dibuang.

Masukkan eritrosit ayam 0,5 % sebanyak 0,05 ml ke lubang 1-12.

Tunggu sampai lubang ke-12 terjadi endapan eritrosit, amati.


HI lambat dengan pelat mikro
Masukkan 0,025 ml PBS ke lubang 1-12 menggunakan pipet/dropper ,
0,025 ml

Masukkan serum pekat 0,025 ml ke lubang pertama, campur memakai diluter


0,025 ml, masukkan ke lubang ke-2 dan seterusnya sampai lubang ke-10.

Masukkan PBS 0,025 ml hanya pada lubang 1 dan 12.

Masukkan virus 4 HA pada lubang 2-11 sebanyak 0,025 ml menggunakan pipet


0,025 ml.

Campur dengan menggoyangkan plate, tunggu 30 menit.

Masukkan eritrosit ayam 0,5 % sebanyak 0,05 ml ke lubang 1-12.

Tunggu sampai lubang 12 terjadi endapan eritrosit, amati.

IV. HASIL PRAKTIKUM

1. Inokulasi Virus Pada Telur Berembrio.


Inokulasi dilakukan pada ruang korio-alantois, dan hasil yang didapatkan jika positif
atau terdapat adanya virus ND adalah embrio pada telur ayam akan menunjukkan
gejala adanya hemoragi pada daerah kepala dan leher serta terlihat kerdil atau kecil
embrionya, dibanding dengan normalnya. Pada percobaan inokulasi virus pada telur
ayam berembrio ini. Kelompok kami ternyata tidak menemukan adanya hemoragi
pada daerah kepala dan leher. Dapat dikatakan virus tidak tumbuh, pada kedua telur
tersebut.

Gambar : embrio yang terkena virus ND


Gambar : embrio kontrol
2. Uji Presipitasi Agar.
Sumuran yang telah diberi substrat virus dan serum di inkubasi pada suhu 37 0C
selama 2 hari, menunjukkan hasil negatif, terlihat tidak terbentuk garis presipitasi
yang berarti tidak ada ikatan antara antigen dengan antibodi.

Tidak ada garis presipitat

Jika terjadi garis presipitat maka :

3. Uji HA-HI
a. Uji HA cepat pada kaca benda
Eritrosit ayam + cairan korioalantois tampak suspensi agregat eritrosit
Eritrosit ayam tanpa cairan korioalantois tidak

ada suspensi agregat eritrosit

b. Uji HI cepat pada kaca benda


Cairan korioalantois + serum anti NDV + eritrosit
ayam tidak terjadi aglutinasi

Cairan korioalantois

+ eritrosit ayam tampak adanya aglutinasi

c.

Uji
HA

lambat pada pelat mikro


End point dilihat dari yang tertinggi yaitu pada lubang nomor 4. Jadi jumlah titer virus
adalah 24 = 16 unit HA yang berarti di dalam 0,05 ml cairan chorioalntois terdapat 16
unit virus yang mampu menghemaglutinasi eritrosit.

d. Uji HI lambat pada


pelat mikro
Eritrosit yang
meleleh
dilihat

pada

lubang paling

kecil yaitu pada lubang nomor 6. Jadi titer antibodi adalah 2 6 = 64 unit HI yang
berarti, di dalam 0,025 ml serum terdapat 64 unit antibodi yang menghambat
hemaglutinasi eritrosit.
V. PEMBAHASAN
1. Inokulasi telur dengan virus ND
Pada percobaan ini dilakukan penanaman virus pada ruang korio allantois, telur yang
digunakan adalah telur SPF (Spesific Pathogenic Free), artinya telur tersebut tidak
mengandung bakteri bakteri patogen yang dapat menimbulkan antibodi dalam telur tersebut
sehingga dapat menimbulkan kegagalan pertumbuhan bagi virus yang akan ditanam. Virus
yang ditanam adalah virus ND, untuk dapat menanam virus secara in ovo ini digunakan telur
ayam berembrio dengan kondisi embrio masih hidup.
Pertama kali yang harus dilakukan adalah telur berembrio yang berumur 911 hari
diteliti dengan lampu teropong di kamar gelap untuk mengetahui apakah embrio tersebut
masih hidup atau sudah mati, indikasi bahwa embrio tersebut masih hidup adalah adanya
gerakan embrio di dalam telur (embrio akan menjauhi sinar), dan adanya pembuluh darah.
Digunakan TAB umur 911 hari karena, pada saat itu ruang dan cairan korio-alantoisnya
sedang berkembang sehingga daerahnya menjadi luas, maka inokulasi pada ruang alantois ini
akan lebih mudah dan mengurangi resiko.
Kemudian bagian atas dan rongga hawa embrio diberi tanda pada kulit telurnya.
Kedua tanda ini dilubangi setelah kulit telur didesinfeksi dengan menggunakan alkohol dan
iodium untuk menjaga agar daerah sekitar lubang tetap aseptis. Kemudian inokulasi virus
dilakukan dengan cara memasukkan suspensi virus ke dalam lubang yang berada di atas
embrio dengan menggunakan spuit 1 ml, ukuran jarum 28 G. Penyuntikan dilakukan dengan
sudut 450 ke arah bagian runcing telur agar tidak mengenai embrio. Injeksi dilakukan ke
dalam cairan corioalantois untuk membuat daerah aman sehingga lingkungan internal embrio
tidak terganggu dan agar virus mudah menyebar dan melekat pada sel yang mempunyai
reseptor yang cocok dengan virus
Penambahan bahan ke dalam telur akan meningkatkan tekanan di dalam telur yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan embrio dan virus, oleh karena itu dibuatlah lubang pada

kulit telur di atas rongga hawa untuk membuat jalan keluar sedikit udara sehingga tekanan
dalam telur tetap konstan saat diinokulasi. Kemudian kedua lubang ditutup dengan
menggunakan parafin solidum untuk mengembalikan kondisi dalam telur yang steril,
terhindar dari kontaminasi lingkungan luar. Inokulasi ini dilakukan di dalam safety cabinet
bertujuan untuk mengurangi kontaminasi. Telur yang telah diinokulasi kemudian dieramkan
pada suhu 37 0 C selama 23 hari untuk kemudian diamati pertumbuhan embrio, perubahan
yang terjadi, dan dilakukan panen virus.
Setelah selesai dieramkan kemudian dilakukan panen virus yang bertujuan untuk
mengumpulkan virus yang telah dibiakan (dengan mengambil cairan allantois atau seluruh
embrio) dan melihat perubahan perubahan anatomi patologi pada selaput korio allantois dan
pada embrio. Sebelum embrio di panen, di masukkan dalam almari es selama 18 jam dengan
tujuan supaya embrionya mati dan mengecilkan pembuluh darah.
Setelah diinkubasi 2-3 hari, telur dimasukkan ke dalam refrigerator 18 24 jam untuk
memastikan embrio benar-benar mati, setelah itu, perkembangan virus dapat diamati.
Pertamatama dilakukan desinfeksi kutub tumpul dari telurtelur berembrio dengan
menggosokkan alkohol lalu disulut dengan api desinfeksi dapat pula dengan menggunakan
alkohol 70 % ditambah biocid atau yodium tincture. Cara membuka embrio adalah dengan
menggunakan pinset, embrio dibuka pada bagian rongga udara, lalu selaput corioallantois
dibuka, embrio dipinggirkan dengan menggunakan pinset dipinggirkan embrionya untuk
mendapatkan rongga korioallantois. Kemudian cairannya diambil dengan menggunakan
spuit. Pada penanaman virus di membran korioalantois, pemanenan dilakukan pada membran
tersebut. Hasil panen berupa membran chorioalantois yang nantinya dapat dibuat suspensi
virus. Cairan korioalantois yang bagus akan memperlihatkan warna jernih, sedang cairan
yang menunjukkan pertumbuhan virus memperlihatkan warna yang keruh dan kadang terjadi
hemorrhagi. Embrio telur diambil dan diamati, amati pertumbuhan, perubahan yang terjadi,
dan Cytophatic effect. Terdapat lesi-lesi patologi dan cairan chorioalantois mengalami
hemoragi. Cytophatic Effect adalah perubahan pada morfologi sel embrio yang disebabkan
oleh virus.
Inokulasi yang dilakukan pada ruang korio-alantois, akan didapatkan hasil jika positif
atau terdapat adanya virus ND maka embrio pada telur ayam akan menunjukkan gejala
adanya hemoragi pada daerah kepala dan leher serta terlihat kerdil atau kecil embrionya,
dibanding dengan normalnya. Pada percobaan inokulasi virus pada telur ayam berembrio ini.

Tiap kelompok diberi 2 butir telur yang diberi perlakuan sama. Pada kelompok kami ternyata
tidak menemukan adanya hemoragi pada daerah kepala dan leher. Dapat dikatakan virus tidak
tumbuh, pada kedua telur tersebut. Pada awalnya kami mengira virus tersebut tumbuh karena
pada salah satu embrio terlihat adanya tubuh yang kecil dan kerdil. Tapi ternyata bukan
karena tumbuhnya virus tetapi karena umur embrio yang digunakan belum ada 10 hari
sehingga terlihat kecil dan kerdil.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kultur virus dengan menggunakan
telur. Kultur virus dapat dilakukan dengan cara in vivo yaitu dalam hewan percobaan, secara
in ovo dengan menggunakan telur dan secara in vitro dengan menggunakan kultur sel.
Percobaan menanam virus ND dilakukan dengan telur usia 9-10 hari karena pada waktu
tersebut ruang alantois berkembang sempurna sehingga cairan alantois akan menjadi banyak
dan memungkinkan virus untuk tumbuh dengan optimal. Digunakan telur SPF (Spesific
Pathogen Free) dari induk yang sehat dan tidak divaksin. Telur ini dapat digunakan untuk
inokulasi dengan baik tanpa adanya kontaminasi dari berbagai parasit ataupun bakteri yang
dapat ditularkan dari induk jika induk pernah terinfeksi atau mendapatkan antibodi kekebalan
dari induk. Selain embrio telur, media lain yang dapat digunakan untuk inokulasi virus antara
lain; hewan coba, kultur jaringan, kultur sel, dan kultur in vitro.
Syarat media agar virus dapat tumbuh yaitu:
1. Media berupa sel hidup karena virus hanya dapat bereplikasi di dalam sel hidup.
2. Media berisi vitamin dan nutrisi.
3. Media harus steril (SPF).
4. Media mempunyai reseptor yang cocok dengan virus.
2. Uji Agar Gel Presipitasi
Uji Presipitasi Agar atau nama lainnya adalah Double Immunodiffusion Test atau
Ouchterlowys Test bertujuan untuk mengetahui apakah serum atau antibody yang ditest
merupakan antibodi spesifik terhadap virus yang digunakan yang telah diketahui. Uji ini
dapat pula digunakan untuk mengetahui virus spesifik yang dapat bereaksi dengan antibodi
yang telah diketahui. Jadi proses reaksinya dapat dibalik. Pada uji agar gel presipitasi

digunakan media purified agar semisolid. Prinsipnya adalah adanya ikatan antara antibody
spesifik dengan antigen.
Dalam percobaan, dibuat tiga sumuran pada medium purified agar semisolid. Sumuran
yang berada di tengah ditetesi dengan antibodi virus ND dan dua sumuran yang lain ditetesi
dengan antigen virus. Kemudian inkubasi pada suhu 370C selama 2 hari. Suhu tersebut adalah
suhu tubuh yang merupakan suhu yang baik bagi pertumbuhan virus, sedangkan waktu 24
jam merupakan waktu minimal yang diperlukan virus untuk tumbuh.
Setelah diamati didapat hasil negatif, dimana tidak terjadi garis presipitat diantara
ketiga sumuran. Hal ini dapat terjadi karena konsentrasi virus atau antigen tidak seimbang,
dan bisa juga disebabkan karena antibodi yang digunakan bukan merupakan antibodi spesifik,
sehingga pita-pita akan terus terbentuk tetapi larut dan tidak mengendap dalam kecepatan
yang sama sehingga tidak teridentifikasi.
Keberhasilan uji ini ditentukan oleh :
1. Keseimbangan konsentrasi antigen dan antibodi
2. Jarak antara sumuran
3. Kedalaman sumuran
4. pH yang sesuai
5. Suhu (370C)
6. Kelembaban (70 80%).
3. Uji HA-HI
a. Uji HA cepat
Virus yang digunakan dalam praktikum ini adalah virus ND. Tujuan dari uji HA
adalah mengetahui kemampuan virus mengaglutinasi eritrosit. Prinsipnya adalah terjadi
ikatan antara antigen virus dengan eritrosit ayam sehingga terjadi hemaglutinasi.

Percobaan dilakukan dengan memberikan satu tetes cairan korioalantois yang


mengandung virus ND di atas kaca benda yang bersih dan kering. Di dekat tetesan tersebut
diteteskan suspensi eritrosit ayam 2,5% dan teteskan satu tetes lagi suspensi tersebut di
tempat yang agak berjauhan tanpa diberi cairan korioalantois untuk digunakan sebagai
kontrol. Untuk mencampur suspensi dan eritrosit, kaca benda digoyangkan sedikit, dan
tunggu selama 5 menit.
Eritrosit yang diberi suspensi virus terlihat agregat karena adanya proses hemaglutinasi
dari protein hemaglutinin virus terhadap eritrosit. Sedangkan pada kontrol terlihat adanya
endapan eritrosit. Jadi, pada uji HA cepat ini menunjukkan bahwa virus mempunyai
kemampuan menghemaglutinasi karena memiliki hemaglutinin. Proses hemaglutinasi
ditandai dengan munculnya agregat seperti pasir pada suspensi.
b. Uji HI cepat
Uji HI cepat bertujuan untuk mengidentifikasi virus dengan antibodi yang spesifik.
Prinsip kerjanya adalah terjadi ikatan antara antibodi virus dengan eritrosit ayam sehingga
hemaglutinasi terhambat. Uji ini hanya dilakukan jika virus mampu menghemaglutinasi
eritrosit.
Pada kaca benda diteteskan satu tetes cairan corioalantois yang mengandung virus pada
kaca benda di dua tempat yang berbeda. Di dekat salah satu tetesan diberikan serum anti-ND
virus, sedang tetesan yang lain sebagai control dan tunggu selama 5 menit. Setelah itu
ditambahkan suspensi eritrosit ayam 2,5% dan kemudian dicampur.
Eritrosit yang diberi virus dan serum anti-ND tidak mengalami hemaglutinasi,
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan eritrosit. Sedangkan eritrosit yang hanya diberi
virus menunjukkan terjadinya proses hemaglutinasi dengan munculnya agregat berwarna
putih. Dapat disimpulkan bahwa virus yang diteteskan merupakan virus ND karena mampu
berikatan dengan antibodi yang terdapat di dalam serum anti virus ND sehingga kemampuan
menghemaglutinasi eritrosit terhambat.
Pada uji cepat terlihat darah tidak mengalami aglutinasi karena tidak terdapat antigen
virus dalam cairan korioalantois yang dipakai sehingga tidak terjadi proses aglutinasi.
c. Uji HA lambat

Uji HA lambat dengan pelat mikro ini bertujuan untuk mengetahui jumlah titer virus.
Titer virus adalah pengenceran tertinggi dari virus yang masih mampu mengaglutinasi
eritrosit.
Uji ini dimulai dengan memasukkan 0,05 PBS engan menggunakan dropper ke dalam
12 sumuran dalam pelat mikro. Kemudian pada sumur pertama diberi 0,05 ml cairan
korioalantois yang mengandung virus. Selanjutnya, dengan menggunakann diluter 0,05 ml
cairan dipindahkan dari sumuran 1 ke sumuran 2, dari sumuran 2 ke sumuran 3 dan
seterusnya sampai sumuran ke-11. lalu ke dalam sumuran 1 s.d 12 diteteskan 0,05 ml eritrosit
ayam 0,5%. Pengamatan dilakukan setelah eritrosit dalam sumuran ke-12 mengendap.
Pada uji HA lambat dapat diamati bentuk hemaglutinasi eritrosit pada dasar tabung. Uji
positif ditandai dengan terbentuknya endapan seperti bunga sedangkan hasil negatif
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan eritrosit di dasar tabung. Untuk uji HA lambat
teramati reaksi hemaglutinasi pada pelat mikro rata-rata sampai pelat yang ketiga dan
keempat. Titer virus yang diperoleh adalah 26 = 32 unit HA, yang berarti di dalam 0,05 ml
cairan allantois terdapat virus 32 unit HA (unit HA adalah satuan penghitungan virus yang
mampu menghemaglutinasi eritrosit).
d. Uji HI lambat
Uji HI lambat bertujuan untuk menentukan titer antibodi yang ada dalam serum darah
ayam dan mampu digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekebalan ayam
terhadap virus tersebut. Titer antibodi yaitu pengenceran tertinggi dari serum yang masih
mampu menghambat reaksi aglutinasi eritrosit Pada uji lambat digunakan pelat mikro
sebanyak 4 baris, hal ini dimaksudkan agar hasil yang didapat lebih akurat yaitu dengan
merata- ratakan hasil yang didapat dari tiap baris.
Yang menjadi kontrol virus adalah lubang nomor 11, kontrol eritrosit adalah lubang
nomor 12 dan kontrol serum adalah lubang nomor 1. Uji dimulai dengan memasukkan 0,025
ml PBS ke dalam sumuran 1-12 dengan menggunakan dropper. Kemudian, ke dalam sumuran
1 dimasukkan 0,025 ml serum ND pekat. Langkah selanjutnya adalah memindahkan
campuran dari sumuran 1 ke sumuran 2, dari sumuran 2 ke sumuran 3, dan seterusnya sampai
sumur ke-10 dengan menggunakan diluter. Kemudian ke dalam sumuran 2 hingga 11
dimasukkan 0,025 ml virus 4 HA, virus 4 HA yaitu virus yang sudah mengalami pengenceran

4 x dengan cara mencampur 1 bagian virus dengan 3 bagian pengencer. Setelah ditunggu 30
menit (agar reaksi berlangsung sempurna), ke dalam sumuran 1-12 dimasukkan 0,05 ml
eritrosit ayam 0,5% dan kemudian ditunggu sampai mengendap. Hasil positif ditunjukkan
dengan endapan eritrosit yang terbentuk di dasar tabung karena hemaglutinasi dihambat,
sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan tidak adanya endapan, yang berarti eritrosit
terhemaglutinasi.
Pada uji ini diperoleh hasil sumuran yang tidak terjadi endapan (hemaglutinasi
9

dihambat) adalah sumuran 1 s.d sumuran 6, titer virus yang didapat adalah 2 = 512 unit HI
yang artinya di dalam 0,025 ml serum terdapat 512 unit antibodi yang mampu menghambat
hemaglutinasi.
Jika titer antibodi terhadap virus tinggi maka prognosanya baik karena tubuh
mempunyai respon yang baik dalam upaya untuk mengatasi gangguan infeksi.
Cara Memperoleh Virus 4 HA
Ayam yang sakit diambil dan diperiksa, diperhatikan adanya gejala klinis yang
menonjol atau spesifik.
Ayam dibedah diambil organ-organ (predileksi) yang erat kaitannya dengan gejala
penyakit tersebut, dalam hal ini Newcastle Disease.
Organ didalam mortir, ditambah PBS 1:4 sehingga diperoleh suspensi dari organ.
Suspensi dimasukkan kedalam tabung dan disentrifuse selama 15 menit, 3000 rpm.
Bagian (cairan) supernatan dipindah kedalam tabung baru dan diberi antibiotik.
Contoh antibiotik yang dapat digunakan adalah Penisilin dan Sterptomisin. Selanjutnya di
inkubasi 37oC selama 2,5 jam.
Kemudian supernatan tersebut ditanam dalam PAD, diinkubasi 18-24 jam dan diamati
ada tidaknya pertumbuhan bakteri. Bila tidak ada, supernatan yang telah diinkubasi
ditanam ke dalam telur ayam berembrio yang bebas kuman pathogen spesifik (SPF).

TAB tersebut diinkubasi pada mesin tetas telur 3-5 hari, sebagai control diinkubasikan
juga TAB (Telur Ayam Bertunas) normal.
Setelah diinkubasi TAB yang telah dipropagasi dimasukkan ke dalam refrigerator
semalam penuh untuk memastikan embrio benar-benar mati dan untuk vasokonstriksi
pembuluh darah.
Telur diambil, bagian rongga udara dibuka, embrio disisihkan, cairan dalam ruang
propagasi dipanen, cairan tersebut diharapkan tumbuh banyak virus.
Untuk mengetahui bahwa virus tersebut tumbuh, maka embrio dikeluarkan dan diamati
adanya perubahan-perubahan patologi-anatomi ukuran embrio dibandingkan dengan
yang normal. Bila ada pertumbuhan virus maka ukuran embrio lebih kecil atau
embrio tidak berkembang. Selanjutnya dapat dilakukan uji HA.
Setelah uji HA lambat didapat jumlah titer virus sebanyak 24 = 16 HA unit. Hasil
tersebut dibagi 4, jadi 16/4 = 4. Jadi untuk mendapat virus 4 HA maka 1 bagian virus
ditambah dengan 3 bagian PBS.
Cara Memperoleh Eritrosit 0,5% Dan 2,5%

Darah diambil, dimasukkan dalam tabung steril, diberi antikoagulan 1:5, kemudian
disentrifuse selama 1 menit. Bagian supernatan di buang. Contoh antikoagulan yang
adapat digunakan adalah EDTA, heparin, atau sitrat.

Endapan eritrosit dicuci dengan PBS hingga volumenya sama dengan volume darah
semula. Tabung digoyang-goyangkan kemudian disentrifuse lagi selama 1 menit.
Pencucian dilakukan 3X.

Pada pencucian yang terakhir, supernatan dibuang. Eritrosit ditambah lagi PBS,
kemudian dimasukkan dalam tabung PCV, disentrifuse 15 menit.

Dalam hal ini PCV (%) adalah angka yang tertera pada pengendapan eritrosit dalam
tabung PCV.

Misal

PCV 10 % untuk membuat konsentrasi 2,5 % maka (10 : 2,5 = 4) dibuat 1 bagian

eritrosit dalam 3 bagian PBS.


Sedangkan

untuk membuat konsentrasi 0,5% maka (10 : 0,5 = 20), jadi dibuat 1 bagian

eritrosit dalam 19 bagian PBS.


VI. KESIMPULAN
1. Virus ND (Newcastle Disease) diinokulasi pada cairan allantois telur berembrio
yang berusia 9-10 hari.
2. Virus ND dapat dikumpulkan dengan mengambil cairan allantois, dan diuji
dengan HA/HI test dengan serum anti ND.
3. Pada uji presipitasi agar (UPA) terbentuk garis presipitasi, yang menunjukkan
terjadi ikatan antigen dengan antibody dan membuktikan bahwa virus tersebut
adalah virus ND.
4. Pada uji hemaglutinasi (HA) cepat terjadi hemaglutinasi antara eritrosit dengan
virus yang di tunjukan dengan adanya agregat/presipitat berwarna putih yang
berarti virus memiliki hemaglutinin.
5. Pada uji HI cepat tidak terjadi hemaglutinasi karena tidak ada ikatan antara
eritrosit dan virus karena sudah ada anti virus.
6. Pada uji HA lambat dapat ditentukan titer virus 26 = 32 unit HA
7. Pada uji HI lambat dapat ditentukan titer antibodi 29 = 512 unit HI
DAFTAR PUSTAKA
Fenner. F. 1993. Virology Veteriner Edisi kedua. New York: Academic Press Inc.
Jawetz, dkk, 1996. Mikrobiologi Kedokteran edisi 20. Jakarta: Binarupa Aksara
Merchant, Ival Arthur. Veterinary Bacteriology and Virology, 4th edition. The Iowa State
College Press. Ames, Iowa.

Merchant and Packer. 1994. Veterinary Bacteriology and Virology. USA: Iowa State
University Press
Purchase. H. G., 1989. A Laboratory Manual for the Isolation and Identification of Avian
Phatogens, Third Edition. Amerika: Kendal/hint Publishing Company
Tabbu, C.Rangga. 2000. Penyakit Ayam Dan Penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius
Diagrammatic

representation

of

Newcastle

disease

virus,

http://www.fao.org/DOCREP/005/AC802E/ac802e0o.htm

http://images.google.co.id/imgres?
imgurl=http://www.brandeis.edu/projects/wanghlab/images/newcastlevirus.gif&imgre
furl=http://www.brandeis.edu/projects/wanghlab/applicationsNewcastle.html&h=243
&w=389&sz=16&hl=id&start=23&tbnid=p1uX8ORGrZ94cM:&tbnh=77&tbnw=123
&prev=
http://images.google.co.id/imgres?
imgurl=http://www.nature.com/ncponc/journal/v4/n2/images/ncponc0736f4.jpg&imgrefurl=http://www.nature.com/ncponc/journal/v4/n2/fig_tab/ncponc0736_
F4.html&h=398&w=450&sz=38&hl=id&start=17&tbnid=uBs8zwcZJ_faM:&tbnh=112&tbnw=127&prev=
http://images.google.co.id/imgres?
imgurl=http://www.urbanwildlifesociety.org/WLR/Tabl32.14PMV.gif&imgrefurl=http
://www.urbanwildlifesociety.org/WLR/PMV-RH%26HWWW.htm&h=244&w=282&sz=10&hl=id&start=26&tbnid=WY6VJj6vM17AWM:
&tbnh=99&tbnw=114&prev=
http://www1.fao.org/media_thumbs/Photos/1995/Apr1995/Thumbs_384/17857.jpg
Shane, simon M. Buku Pedoman Penyakit Unggas. American Soybean Assosiation;
Singapore.
(www.poultryindonesia.com)
http://www.vet.uga.edu/vpp/gray_book02/fad/vnd.php

http://en.wikipedia.org/wiki/Newcastle_disease
http://images.google.co.id/imgres?
imgurl=http://www.thepoultrysite.com/diseaseinfo/contents/Paramyxovirus1Fig1.jpg
&imgrefurl=http://www.thepoultrysite.com/diseaseinfo/111/newcastle-diseaseparamyxovirus1&h=179&w=229&sz=8&hl=id&start=133&tbnid=Z97QQFMoZY2AOM:&tbnh=84
&tbnw=108&prev=

Anda mungkin juga menyukai