Anda di halaman 1dari 10

INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO

Oleh: Nama NIM Kelompok Rombongan : Muhammad Abdullah Kamal Muktar : B1J010182 :5 :I

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2013

I.

PENDAHULUAN

Virus sebagai jasad paling sederhana ternyata banyak menimbulkan masalah kesehatan. Tidak hanya menginfeksi manusia, virus juga menyebabkan penyakit pada hewan dan tumbuhan. Infeksi virus terhadap sel inang yang

dimasukinya dapat berefek ringan atau bahkan tidak berefek sama sekali namun mungkin juga bisa membuat sel inang rusak atau bahkan mati Telur ayam berembrio telah lama merupakan sistem yang telah digunakan secara luas untuk isolasi. Embrio dan membran pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan untuk kultur berbagai tipe virus yang berbeda. Membran kulit telur yang fibrinous terdapat di bawah kerabang. Membran membatasi seluruh permukaan dalam telur dan membentuk rongga udara pada sisi tumpul telur. Membran kulit telur bersama dengan cangkan telur membantu mempertahankan intregitas mikrobiologi dari telur, sementara terjadinya difusi gas kedalam dan keluar telur. Distribusi gas di dalam telur dibantu dengan pembentukan CAM yang sangat vaskuler yang berfungsi sebagai organ respirasi embrio (Alexander, 1991). Virus paramyxovirus merupakan salah satu virus yang menyebabkan terjadinya penyakit dengan gejala pada sistem saraf pusat pada unggas. Penyakit yang ditimbulkan disebut dengan tetelo disease atau newcastle disease. Kejadian infeksi oleh virus Newcastle Disease terutama terjadi secara inhalasi. Tujuan praktikum ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang macam-macam inokulasi virus, mengetahui bagaimana cara menginokulasikan virus pada telur ayam berembrio dan mengetahui ciri-ciri embrio ayam yang terinfeksi virus Newcastle Disease.

II. MATERI DAN METODE

A. Materi Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah kapas, spuit injeksi, jarum pentul, alat peneropong (lampu senter), lilin dan pembakar bunsen. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah 3 telur ayam berembrio umur 7-12 hari, alkohol 70%, suspensi virus Newcastle Disease.

B. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah inokulasi pada ruang chorioalantois. Cara kerjanya meliputi: 1. Embrio ayam umur 7-12 hari diteropong dengan lampu senter. 2. Bagian kantung udara dan letak kepala embrio diberi tanda dengan pensil 3. Bagian yang sudah ditandai dioleskan dengan alkohol 70% 4. Telur ayam berembrio dilubangi terlebih dahulu dengan jarum pentul 5. Telur dimasukkan dengan spuit injeksi dengan sudut 45o dan diinjeksikan virus Newcastle Disease sebanyak 0,1-0,3 cc. 6. Lubang inokulasi kemudian ditutup dengan lilin 7. Telur diinkubasi pada suhu 37oC selama 4 hari

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Kontrol

Gambar 2. Inokulasi 0,1 cc

Gambar 3. Inokulasi 0,3 cc

Tabel 1. Data Hasil Telur Ayam Berembrio Rombongan I Ciri-Ciri Perubahan Kehijauan pada Kaki K 1 2 3 4 5 6 7 8 + = - = 0,1 cc 0,3 cc +++ ++

Kel

Lesi pada Embrio

Lesi pada CAM

Lesi pada Otot

K -

0,1 cc ++ -

0,3 cc +++ +++ +++ -

K -

0,1 cc ++ -

0,3 cc +++ +++ + +++ +++ +++

K -

0,1 cc ++ ++ -

0,3 cc +++ + +++ + ++

terdapat lesi tidak terdapat lesi

B. Pembahasan Virus patogen avian influenza (HPAI) dan virus penyakit Newcastle (NDV) adalah dua virus unggas yang paling berbahaya di dunia. Virulensi rendah alami NDV telah digunakan sebagai vaksin selama 70 tahun terakhir dengan track record yang terbukti. Sebelumnya telah dikembangkan sebuah sistem reverse genetics rendah virulen NDV vaksin regangan Lasota untuk menghasilkan kloning cDNA. Sistem ini memungkinkan kita untuk menggunakan NDV sebagai vektor vaksin untuk patogen unggas lainnya (Nayak, 2009). Newcastle Disease (ND) adalah penyakit yang sangat menular dengan angka kematian yang tinggi. Newcastle Disease (ND) atau tetelo disebabkan oleh Newcastle Disease virus, yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae, genus Paramyxovirus (Ge et al., 2007). Panjangnya 15-16 kb, mempuyai kapsid simetris heliks tidak bersegmen, biasanya berbentuk bola, dan berdiameter 13-18 nm. Genome virus ND ini adalah suatu rantai tunggal RNA berpolaritas negatif. Virus ND dibagi dua tipe yakni tipe Amerika dan tipe Asia. Pembagian ini berdasarkan keganasannya dimana tipe Asia lebih ganas dan biasanya terjadi pada musim hujan atau musin peralihan, dimana saat tersebut stamina ayam menurun sehingga penyakit mudah masuk. Tipe Asia yang ganas cepat sekali menular dan seringkali menimbulkan kematian secara mendadak (Ganwarin, 2008). Gejala klinis yang terlihat pada ayam sangat bervariasi, mulai dari yang sangat ringan sampai yang terberat. Berdasarkan hasil praktikum, telur yang diinjeksikan virus 0,1 cc menunjukkan gejala lesi pada embrio dan telur yang diinjeksikan virus 0,3 cc menunjukkan gejala lesi pada embrio, otot, dan buku. Terlihat semakin banyak konsentrasi virus yang diberikan, gejala yang tampak juga semakin kompleks. Gejala yang timbul sesuai dengan pernyataan Alexander (1991), tanda-tanda infeksi virus pada embrio ayam dapat dilihat dari kematian embrio, edema atu perkembangan plak, kekerdilan, kaki seperti memar,

pembesaran hepar, organ visceral tumbuh tidak normal, hemoragi cutaneous, dan perkembangan otot yang abnormal. Menurut Beard (1984), gejala-gejala klinis pada ungggas penderita penyakit Newcastle Disease (ND) : a. Bentuk Velogenik-viscerotropik bersifat akut, menimbulkan kematian yang

tinggi, mencapai 80 100%. Pada permulaan sakit napsu makan hilang, mencret yang kadang-kadang disertai darah, lesu, sesak napas, megap-megap, ngorok, bersin, batuk, paralisis parsial atau komplit, kadang-kadang terlihat gejala torticalis. b. Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis gejala pernapasan dan syaraf, seperti torticalis lebih menonjol terjadi daripada velogenik-viscerotropik. Mortalitas bisa mencapai 60 80 %. c. Bentuk Mesogenik pada bentuk ini terlihat gejala klinis berupa gejala

respirasi, seperti batuk, bersin, sesak napas, pada anak ayam menyebabkan kematian sampai 10%, sedangkan pada ayam dewasa hanya berupa

penurunan produksi telur dan hambatan pertumbuhan, tanpa menimbulkan kematian. d. Bentuk Lentogenik terlihat gejala respirasi ringan saja, tidak terlihat gejala syaraf. Bentuk ini tidak menimbulkan kematian, baik pada anak ayam maupun ayam dewasa. e. Bentuk asymptomatik pada galur lentogenik juga sering tidak

memperlihatkan gejala klinis. Ayam yang terinfeksi mempunyai peranan penting dalam penyebaran penyakit dan sebagai sumber infeksi. Pada mulanya virus bereplikasi pada epitel mukosa dari saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan; segera setelah infeksi virus menyebar lewat aliran darah ke ginjal dan sumsum tulang yang menyebabkan viremia skunder, ini menyebabkan infeksi pada organ seperti paru-paru, usus, dan system syaraf pusat. Kesulitan bernafas dan sesak nafas timbul akibat penyumbatan pada paru-paru dan kerusakan pada pusat pernafasan di otak (Anonim, 2010). Gejalanya tidak spesifik diagnosis harus dipastikan dengan isolasi virus dan serologi. Virus dapat diisolasi dari limpa, otak atau paru-paru melalui inokulasi alantois dari telur berembrio umur 10 hari. Penularan virus pada hewan dan manusia sangat beragam jenisnya. Penularan dapat melalui udara, makanan serta adanya vektor. Pengujian yang dilakukan terhadap adanya penularan virus dapat dilakukan dengan berbagai macam cara misalnya melalui in vivo, in vitro dan in ovo. Namun, dari semua metode pengujian tersebut cara yang paling

banyak digunakan dalam penelitian untuk transmisi virus adalah dengan metode in ovo atau transmisi virus pada telur berembrio (Zuckerman et al., 2000). Macam-macam cara menginokulasikan virus ke embrio ayam yaitu (Zuckerman et al., 2000). : 1. In Ovo Metode ini merupakan penanaman virus pada telur ayam yang berembrio. Metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain Inokulasi pada ruang chorioalantois, membran chorioalantois, dan yolk sac. 2. In Vitro Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur jaringan. 3. In Vivo Virus dapat ditanam pada hewan laboratorium yang peka. Hewan laboratorium yang digunakan antara lain mencit, tikus putih, kelinci ataupun marmut Penyakit ini tidak dapat diobati. Oleh karena itu, ayam yang sudah terserang sebaiknya cepat dimusnahkan karena dapat menulari ayam yang lain. Pengendalian terbaik adalah dengan vaksinasi. Pola pemberian vaksin adalah 4-44, maksudnya vaksin diberikan pada ayam berumur 4 hari, 4 minggu, 4 bulan dan seterusnya dilakukan 4 bulan sekali. Pemberian antibiotik atau antibakteri hanya berfungsi untuk mengobati infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri. Tindakan vaksinasi merupakan langkah yang tepat sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit ND (Sujinohadi, 2004). Pencegahan juga dapat dilakukan sanitasi kandang dan lingkungan (termasuk mencegah banyak tamu dan hewan liar masuk ke kandang). Peternakkan hendaknya dikelola dengan baik sehingga menciptakan suasana kandang yang nyaman bagi ayam, misalnya kepadatan kandang mesti diperhatikan sehingga populasinya tidak terlalu padat dan juga ventilasi harus cukup. Sanitasi/ desinfeksi diperlukan untuk mencegah meluasnya infeksi pada kandang (Admin, 2008). Kandang diusahakan mendapat cukup sinar matahari (3) hindari penggunaan karung bekas (4) DOC harus berasal dari perusahaan pembibit yang bebas dari ND (5) di pintu pintu masuk disediakan tempat

penghapus hamaan, baik untuk alat transportasi maupun orang. (6) memberikan pakan yang cukup kuantitas maupun kualitas (Ganwarin, 2008). Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan inokulasi pada embrio ayam menurut (Fenner, 1995) adalah 1. Rute Inokulasi Inokulasi pada embrio dimana virus akan segera mendapatkan tempat untuk menginfeksi organ. Hasil paling baik adalah ketika embrio mengalami abnormal organ sejak 24 jam setelah inokulasi. 2. Strain virus Strain virus menentukan efek infeksi pada masing-masing embrio yang diinokulasikan virus. Strain yang paling virulen merupakan strain yang paling baik untuk digunakan pada uji in ovo karena mudah terlihat gejalanya. 3. Titer Virus Banyaknya titer virus yang diinokulasikan merupakan hal yang penting untuk mencapai keberhasilan inokulasi dan akan menyebabkan efek infeksi yang terlihat jelas pada embrio yang diujikan dengan kontrolnya. 4. Tahapan perkembangan embrio Perkembangan embrio yang sudah mengalami tahap dewasa akan lebih resisten terhadap virus karena sudah dibekali sistem imun pada tubuhnya, sebaliknya embrio dengan umur yang lebih muda akan lebih rentan terkena virus karena sistem imunnya belum berkembang.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan : 1. Inokulasi virus dapat dilakukan secara in ovo, in vivo, dan in vitro. 2. Inokulasi secara in ovo dapat dialkukan melalui inokulasi pada ruang chorioalantois, membrane chorioalantois, dan yolk sac. 3. Embrio yang terserang Newcastle Dissease Virus ditandai dengan pembentukan lesi pada CAM seperti timbul plak, lesi pada embrio seperti kekerdilan, perubahan warna kaki yang menjadi kehijauan, dan perkembangan otot serta buku yang abnormal.

B. Saran Saran untuk praktikum ini adalah umur telur berembrio sebaiknya tidak lebih dari 9 atau 10 hari, karena sudah sulit untuk melihat bagian yang lesi dan tertutup oleh bulu.

DAFTAR REFERENSI

Admin.

2008. Newcastle Disease Virus. klinik.com/Perunggasan/Newcastle-Disease.html

http://www.vet-

Alexander,D.J. 1991. ND and Other Paramyxovirus Injection in Disease of Poultry, 9th ed. Edited by Calnek, B. J., dkk. Iowa State University Press, Armes, Iowa. USA. Anonim. 2010. Penyakit Viral http://directory.umm.ac.id/Data%20Elmu/pdf/minggu_9.ND_IBD_dan_ Marek_s_baru.pdf

Beard, C.W, and Hanson. 1984. Newcastle Disease in Disease of Poultry, 8th ed. Iowa State University Press, Armes Iowa. USA. Fenner, Frank J., dkk.1995. Virologi Veteriner Edisi Kedua. Academic Press INC. California Ganwarin, Margaretha Sisca. 2008. Newcastle Disease Virus. http://mikrobia.wordpress.com/2008/05/16/newcastle-disease-virus/ Ge, Jinying., Guohua Deng, Zhiyuan Wen, Guobing Tian, Yong Wang, Jianzhong Shi, Xijun Wang, Yanbing Li, Sen Hu, Yongping Jiang, Chinglai Yang, Kangzhen Yu, Zhigao Bu, and Hualan Chen. 2007. Newcastle Disease Virus-Based Live Attenuated Vaccine Completely Protects Chickens and Mice from Lethal Challenge of Homologous and Heterologous H5N1 Avian Influenza Viruses. Journal Of Virology P. 81 (1) : 150158 Nayak, Baibaswata, Subrat N. Rout, Sachin Kumar, Mohammed S. Khalil, Moustafa M.Fouda, Luay E. Ahmed, Kenneth C. Earhart, Daniel R. Perez, Peter L. Collins, Siba K. Samal. 2009. Immunization of Chickens with Newcastle Disease Virus Expressing H5 Hemagglutinin Protects against Highly Pathogenic H5N1 Avian Influenza Viruses. NDV Vectored Vaccines for AIV. Vol (4) Sujionohadi, Kliwon dan Ade Iwan Setiawan. 2004. Ayam Kampung Petelur. Penerbit Swadaya. Jakarta Zuckerman, A. J., J. E. Banatvala, dan J. R. Pattison. 2000. Principles and Practice of Clinical Virology. John Wiley & Sons, New York.

Anda mungkin juga menyukai