Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, oleh karena itu penyakitnya diberi nama serupa dengan kuman penyebabnya. Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat menimbulkan kematian. Tapi sejak vaksin difteri ditemukan dan imunisasi terhadap difteri digalakkan, jumlah kasus penyakit dan kematian akibat kuman difteri menurun dengan drastis. Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijmpai pada daerah padat penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini. 1.2 Rumusan Masalah Apakah yang dimaksud dengan bakteri bergranula (difteri)? Macam-macam bakteri bergranula Bagaimana bentuk dari bakteri bergranula (difteri)? Bagaimana cara pengambilan sampel dari bakteri bergranula (difteri)? Bagaimana cara pengecatan bakteri bergranula(difteri)? Bagaimanana gejala dan cara penularan bakteri bergranula (difteri)?

Bagaimana cara pengobatan dan pencegahan akibat bakteri bergranula (difteri)

1.3 Tujuan Untuk mengetahui pengertian dari bakteri bergranula (difteri) Untuk mengetahui jenis dan macam-macam bakteri bergranula Untuk mengetahui cara pengambilan dan pengecatan sampel dari bakteri bergranula (difteri) Untuk mengetahui gejala dan cara penularan bakteri granula (difteri) Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan akibat bakteri bergranula (difteri)

BAB II ISI 2.1 Pengertian Bakteri Bergranula (Difteri) Difteri adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae. Difteri ialah penyakit yang mengerikan di mana pada masa lalu telah menyebabkan ribuan kematian, dan masih mewabah di daerah-daerah dunia yang belum berkembang. Orang yang selamat dari penyakit ini menderita kelumpuhan otot-otot tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal. Anak-anak yang berumur satu sampai sepuluh tahun sangat peka terhadap penyakit ini.

Difteri adalah infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae, yang biasanya mempengaruhi selaput lendir dan tenggorokan. Difteri umumnya menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar bengkak, dan lemas. Dalam tahap lanjut, difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. Kondisi seperti itu pada akhirnya bisa berakibat sangat fatal dan berujung pada kematian. Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu: Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.

Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal). Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien : Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan ingus yang bercampur darah. Prevalesi Difteri ini 2 % dari total kasus difteri. Bila tidak diobati akan berlangsung mingguan dan merupakan sumber utama penularan. Difteri faring (pharingeal diphtheriae) dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring). Difteri laring ( laryngo tracheal diphtheriae ) dengan gejala tidak bias bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. Difteri kutaneus (cutaneous diphtheriae) dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan

membrane diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa-apa.

Corynebacterium

diphtheriae

adalah

bakteri

patogen

yang

menyebabkan difteri berupa infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas. Ia juga dikenal sebagai basil Klebs-Lffler, karena ditemukan pada tahun 1884 oleh bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Lffler (1852-1915).

Klasifikasi ilmiah dari bakteri Corynebacterium diphtheriae adalah : Kingdom : Bakteri Filum Kelas Order : Actinobacteria : Actinobacteria : Actinomycetales

Keluarga : Corynebacteriaceae Genus Spesies : Corynebacterium : Corynebacterium diphtheriae

Kuman difteri berbentuk batang ramping berukuran 1,5-5 um x 0,5-1 um, tidak berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C. Diphtheriae bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana aerob.

Ada tiga strain C. diphtheriae yang berbeda yang dibedakan oleh tingkat keparahan penyakit mereka yang disebabkan pada manusia yaitu gravis, intermedius, dan mitis. Ketiga subspesies sedikit berbeda dalam morfologi koloni dan sifat-sifat biokimia seperti kemampuan metabolisme nutrisi tertentu. Perbedaan virulensi dari tiga strain dapat dikaitkan dengan kemampuan relatif mereka untuk memproduksi toksin difteri (baik kualitas dan kuantitas), dan tingkat pertumbuhan masing-masing. Strain gravis memiliki waktu generasi (in vitro) dari 60 menit; strain intermedius memiliki waktu generasi dari sekitar 100 menit, dan mitis memiliki waktu generasi dari sekitar 180 menit. Dalam tenggorokan (in vivo), tingkat pertumbuhan yang lebih cepat memungkinkan organisme untuk menguras pasokan besi lokal lebih cepat dalam menyerang jaringan.

2.2 Macam-macam bakteri bergranula a) Corynebacterium diptheriae gravis b) Corynebacterium diptheriae mitis c) Corynebacterium diptheriae intermediu

2.3 Bentuk dari bakteri bergranula (difteri)

Gram (+) batang, panjang/pendek, besar/kecil, polymorph, tidak berspora, tidak berkapsul, tidak bergerak, bergranula yang terletak di salah satu atau kedua ujung badan bacteri. Pada pewarnaan menurut Neisser, tubuh bacteri berwarna kuning atau coklat muda sedangkan granulanya berwarna biru violet ( meta chromatis ). Preparat yang dibuat langsung dari specimen yang baru diambil dari pasien, letanya bakteri seperti huruf huruf L, V, W, atau tangan yang jarinya terbuka atau sering di kenal sebagain Susunan sejajar / paralel / palisade / sudut tajam huruf V, L, Y / tulisan cina

Diameter 0,5 1 m dan panjangnya 1 8 m Menggembung pada satu ujungnya berbentuk gada club shape Berisi granula metakromatik Babes Berisi granula metakromatik BabesErnest dengan pewarnaan neisser / metilen blue loeffler Tidak punya spora Non motil Basil, Gram positif , pleiomorfik Tidak tahan asam Dinding sel mengandung asam meso diaminopimelik, arabinosa, galaktosa, asam mikolik

2.4 Cara Pengambilan Sampel Bakteri Bergranula (Difteri) Waktu pengambilan Setiap saat terutama pada phase akut , sebaiknya sebelum pemberian antimokroba.

Alat dan bahan 1) Spatula lidah 2) Lidi kapas steril 3) Media transport (Amies/stuart Media) 4) Media isolasi (Agar darah, Agar Cystin Tellurite, Agar Loeffler) 5) Pewarna gram dan Neisser Prosedur pengambilan sampel 1) Penderita duduk ( kalau anak-anak dipangku) 2) Penderita diminta membuka mulut 3) Lidah ditekan dengan sptel lidah 4) Masukkan lidi kapas yang sudah dibasahi dengan saline steril hingga menyentuh dinding belakang faring 5) Usap kekiri dan kanan dinding belakang faring dan tonsil lalu tarik keluar dengan hati-hati, tanpa menyentuh bagian mulut yang lain. 6) Masukkan lidi kapas ke dalam media transport atau langsung tanam pada media isolasi (Agar darah, Agar Cystin Telluritee, Agar Loeffler) dan di buat sediaan. Wadah specimen diberi label yang harus memuat 1) Tanggal pengambilan specimen 2) Identitas pasien 3) Jenis Spesimen Penyimpanan spesimen Bila specimen tidak dapat di simpan pada hari yang sama, spesimen disimpan dalam refrigerator (20
0

8 C).Untuk biakan bakteri

mikroaerofilik disimpan dalam suasana CO2 5-10 % ( sungkup lilin )

2.5 Cara pengecatan bakteri bergranula(Difteri)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Corynebacterium diptheriae Tujuan : Melakukan isolasi dan identifikasi bakteri penyebab infeksi

saluran pernapasan bagian atas pada penderita dan pada carier. Peralatan : Inkubator, kaca objek, kaca penutup, lampu spiritus,

mikroskop, sengkelit, sungkup lilin. Media & Reagen Agar darah Agar Loeffler Agar Cysttin Tellurite Pewarnaan Gran Pewarnaan Neisser

Prosedur Pemeriksaan Hapus tenggorokan, hapus hidung atau dari tempat lain yng mencurigakan . Identifikasi berdasarkan atas : 1. Pemeriksaan mikroskopik 2. Pembiakan 3. Uji biokimia 4. Uji virulensi

1. Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan gram dan neisser Dibuat preparat hapus dari bahan pemeriksaan dan diwarnai dengan Neisser dan Gram, hasil yang diamatai adalah sebagai berikut : Bentuk Warna Batang Granula Susunan Batang Seperti huruf cina atau membentuk hurup V, L, T

2. Pemeriksaan Biakan Dengan menggunakan Media antara ain : Media Loeffler Agar, agar tellurite, agar darah, gula-gula, tellurite cair, Blood Tellurite Agar. Loeffler : gunanya untuk menyuburkan bakteri sehingga bila dibuat preparatakan tampak granula yang jelas. Blood Tellurite Agar : Media selektif differensial. Agar tellurit : gunanya untuk isolasi koloni-koloni Corynebacterium diphtheriae yang selanjutnya ditanam pada gula-gula untuk difteri. Telurit cair : berguna sebagai media pengaya. Agar darah : gunanya untuk membiak kuman-kuman lainnya seperti Streptococcus haemolyticus dan Staphylococcus aerus Gula-gula untuk difteri : glukosa serum dan sakarosa serum untuk membedakan C. diptheri dengan kuman sejenis Adapun proses pemeriksaan bakterinya adalah sebagai berikut :

10

a) Inokulasi Dari media Transport maupun secara langsung specimen ditanam pada : Agar darah untuk isolasi Corynebacterium diptheriae Agar Loeffler untuk isolasi Corynebacterium diptheriae Agar Cysttin Tellurite untuk isolasi Corynebacterium diptheriae

b) Inkubasi Agar darah pada suhu 35 370C dalam sungkup lilin selama 24 48 jam. Agar Cysttin Tellurite dan Agar Loeffler pada suhu 35 370C selama 24 48 jam Amati Pertumbuhan koloni pada media isolasi : Koloni yang tumbuh dilakukan pewarnaan Neisser, bila dijumpai adanya granula dilanjutkan dengan uji identifikasi tes biokimia dan tes virulensi. 3. Tes biokimia Koloni tersangka yang berwarna abu-abu hitam pada agar telurit ditanam pada glukosa serum dan sakarosa serum (atau bisa pula ditambahkan amylum), kemudian dieram pad suhu 370C selama 1 malam. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut : Glukosa Sakarosa Amylum C. diphteriae + +/C. Xerosis +++

11

C. hofmanii

--

4. Tes virulensi Tes ini digunakan untuk mengetahui bakteri Corynobacterium diptheriae yang diisolasi adalah virulen arena menghasilkan eksotoksin, yang dilakukan dengan dua cara, yakni : a. in vivo : Intrakutan dan tes subkutan Tes elek-Ouchterlony (gel difusi gel dari elek) :

b. in vitro : caranya

pada medium gel yang mengandung serum, sebelum mengeras diletakan 1 strip kertas yang telah dijenuhi dengan antitoksin pada tengah-tengah medium dan ditekan perlahan ke bawah permukaan dengan pingset steril.Kemudian medium dibiarkan mengeras.Setelah itu biakan dari bakteri difteri yang dicurigai digoreskan menyilang dengan tegak lurus pada strip kertas.Perlu juga digoreskan biakan bakteri sebagai
0

control

positif

maupun

negative.Setelah diinkubasi pada suhu 37 C seama 24 48 jam, dilihat ada tidaknya garis presipitasi yang terjadi pada bakteri tes. Pembacaan dan Interpretasi hasil a) Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan Gram Yakni : Gram Positif Batang, Panjang Pendek, Besar Kecil, polymorph, tidak berspora, tidak berkapsul, ada pool korrel pada salah satu atau kedua ujungnya. b) Biakan

12

Koloni tersangka yang tumbuh pada media sebagai berikut : Blood Agar Plate :Koloni kecil-kecil,putih keruh,smooth,

cembung,haemolytis atau Tellurite blood agar Loeffler Serum cembung

anhaemolytis :Koloni kecil-kecil,abu-abu tengahnya

hitam,hitam kelabu atau hitam seluruhnya,mengkilat,smooth,cembung :Koloni subur, smooth,putih cream, sedikit

Pembacaan dan interpretasi hasil disesuaikan terhadap sifat sifat spesifikasi bakteri Corynebacterium diptheriae seperti yang telah diutarakan sebelumnya. PASCA ANALITIK

Melakukan sterilisasi terhadap berbagai alat-alat yang telah digunakan agar dapat steril dan tidak mengkontaminasi benda-benda yang lain dengan dimasukan ke dalam autoklaf

Terhadap Media atau bahan-bahan hasil pemeriksaan yang infeksius dilakukan pemusnahan dengan pembakaran panas tinggi , dengan menggunakan incinerator.

Mencuci tangan dengan sabun setelah memeriksa agar steril dari zat-zat yang infeksius

13

SKEMA PEMERIKSAAN ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Corynebacterium diptheriae HARI 1


Spesimen ditanam pada Blood agar plate dan Tellurite Blood agar plate Masuk incubator 370C selama 24 jam

HARI 2

Koloni yang tersangka Corynobacterium diptheriae Dibuat 2 preparat : 1. Satu dicat Gram : untuk melihat adanya Gram (+) batang

2. Satu dicat Neisser : untuk melihat adanya granula bakteri

Ditanam Subcultur di media Loeffler Serum blood agar tube atau BHI agar tube

HARI 3

Koloni yang tumbuh di Loeffler Serum atau Blood agar tube atau BHI agar tube, di buat smear dicat menurut Neisser untuk melihat ada tidaknya granula/poalkorrel. Selain itu juga di tanam di dalam media gula-gula dan media identifikasi yang lain. Masuk Inkubator 370C selama 24 jam HARI 4 :

14

Dibaca dan dicatat pertumbuhan media gula dan media identifikasi. Setelah dilakukan tes kimia kemudian dicocokan dengan sifat-sifat Culturil dan Biochemisnya, serta Morphologisnya untuk menentukan diagnosisnya.

2.6 Gejala dan Cara Penularan Bakteri Bergranula (Difteri) Gejala klinis penyakit difteri adalah : 1. Panas lebih dari 38 C. 2. Ada psedomembrane bisa di pharynx, larynx atau tonsil. 3. Sakit waktu menelan. 4. Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher.

Tidak semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka setiap anak panas yang sakit waktu menelan harus diperiksa pharynx dan tonsilnya apakah ada psedomembrane. Jika pada tonsil tampak membran putih kebauabuan disekitarnya, walaupun tidak khas rupanya, sebaiknya diambil sediaan (spesimen) berupa apusan tenggorokan (throat swab) untuk pemeriksaan laboratorium. Gejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala. Pembengkakan kelenjar getah bening di leher sering terjadi. Cara penularan bakteri bergranula (difteri) Bakteri C.diphtheriae dapat menyebar melalui tiga rute: 1. Bersin: Ketika orang yang terinfeksi bersin atau batuk, mereka akan melepaskan uap air yang terkontaminasi dan memungkinkan orang di sekitarnya terpapar bakteri tersebut. 2. Kontaminasi barang pribadi: Penularan difteri bisa berasal dari barangbarang pribadi seperti gelas yang belum dicuci.

15

3. Barang rumah tangga: Dalam kasus yang jarang, difteri menyebar melalui barang-barang rumah tangga yang biasanya dipakai secara bersamaan, seperti handuk atau mainan.

Selain itu, juga dapat terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut apabila menyentuh luka orang yang sudah terinfeksi. Orang yang telah terinfeksi bakteri difteri dan belum diobati dapat menginfeksi orang nonimmunized selama enam minggu - bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala apapun. Sistem penularan penyakit difteri disebabkan oleh kuman, kontak langsung dengan penderita karena penyebarannya sangat cepat melalui udara, serta penyerangan yang disebabkan oleh droplet atau percikan ludah dari penderita kepada orang lain. Pada penderita yang parah harus dibawa ke rumah sakit dengan isolasi. Orang yang terinfeksi namun tidak menyadarinya dikenal sebagai carier (pembawa) difteri. Carrier penyakit difteri biasanya orang dewasa atau orang tua meski tidak mendapat gejala penyakit difteri namun bisa menyebarkan kepada keluarga dan lingkungannya, terutama bagi anak-anak. Karena itu, sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita maupun sebagai carier. Orang-orang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi: anakanak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru; orang yang hidup dalam kondisi tempat tinggal penuh sesak atau tidak sehat; orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan; siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri. Seseorang dapat terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut apabila menyentuh orang yang sudah terinfeksi. Orang yang telah terinfeksi bakteri difteri dan belum diobati dapat menginfeksi orang nonimmunized selama enam minggu - bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala apapun. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 5 hari, masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier

16

bisa sampai 6 bulan. Penyakit difteri yang diserang terutama saluran pernafasan bagian atas. Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupa reaksi radang lokal, dimana pembuluhpembuluh darah melebar mengeluarkan sel darah putih sedang sel-sel epitel disitu rusak, lalu terbentuklah disitu membaran putih keabu-abuan (psedomembrane). Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkan exotoxin yang memberikan gejala-gejala dan miyocarditis. Penderita yang paling berat didapatkan pada difteri fauncial dan faringeal.

Adapun orang-orang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi: Anak-anak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru. Orang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak sehat. Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan. Siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri

Difteri jarang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, karena telah mewajibkan imunisasi pada anak-anak selama beberapa dekade. Namun, difteri masih sering ditemukan pada negara-negara berkembang di mana tingkat imunisasinya masih rendah seperti halnya yang saat ini terjadi di Jawa timur.

2.7 Pengobatan dan Pencegahan Bakteri Bergranula (Difteri) Pengobatan bakteri bergranula (difteri) Difteri adalah penyakit yang serius. Para ahli di Mayo Clinic, memaparkan, ada beberapa upaya pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya: 1) Pemberian antitoksin: Setelah dokter memastikan diagnosa awal difteri, anak yang terinfeksi atau orang dewasa harus menerima suatu antitoksin. Antitoksin itu disuntikkan ke pembuluh darah atau otot untuk menetralkan

17

toksin difteri yang sudah terkontaminasi dalam tubuh. Sebelum memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi kulit untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap antitoksin. Dokter awalnya akan memberikan dosis kecil dari antitoksin dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosisnya. 2) Antibiotik: Difteri juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin. Antibiotik membantu membunuh bakteri di dalam tubuh dan membersihkan infeksi. Anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi difteri dianjurkan untuk menjalani perawatan di rumah sakit untuk perawatan. Mereka mungkin akan diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri dapat menyebar dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak mendapatkan imunisasi penyakit ini.
Pencegahan bakteri bergranula (difteri)

Difteri adalah penyakit yang umum pada anak-anak. Penyakit ini tidak hanya dapat diobati tetapi juga dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin difteri biasanya dikombinasikan dengan vaksin untuk tetanus dan pertusis, yang dikenal sebagai vaksin difteri, tetanus dan pertusis. Versi terbaru dari vaksin ini dikenal sebagai vaksin DTaP untuk anak-anak dan vaksin Tdap untuk remaja dan dewasa. Pemberian vaksinasi sudah dapat dilakukan saat masih bayi dengan lima tahapan yakni, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12-18 bulan dan 4-6 tahun. Vaksin difteri sangat efektif untuk mencegah difteri. Tapi pada beberapa anak mungkin akan mengalami efek samping seperti demam, rewel, mengantuk atau nyeri pasca pemberian vaksin. Pemberian vaksin DTaP pada anak jarang menyebabkan komplikasi serius, seperti reaksi alergi (gatal-gatal atau ruam berkembang hanya dalam beberapa menit pasca injeksi), kejang atau shock. Untuk beberapa anak dengan gangguan otak progresif - tidak dapat menerima vaksin DTaP. Pencegahan penyebaran penyakit Difteri juga dilakukan dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat atau PHBS yang harus terus dilakukan seperti mencuci tangan sebelum makan. Tujuan PHBS salah

18

satunya agar penyebaran penyakit menular itu bisa ditangkal. Lain lainnya adalah memperhatikan asupan makanan yang bergizi dan seimbang juga harus terus dijaga.

19

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Difteri adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae Bakteri Corynobacterium diptheriae : Gram (+) batang, panjang/pendek, besar/kecil, polymorph, tidak berspora, tidak berkapsul, tidak bergerak, bergranula yang terletak di salah satu atau kedua ujung badan bacteri. Pemeriksaan dilakukan : Pemeriksaan Mikroskopis, Pemeriksaan Biakan bakteri, Tes Biokimia, Tes Virulensi. Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan gram dan neisser. Biakan bakteri pada media, antara lain : Media Loeffler Agar, agar tellurite, agar darah, gula-gula, tellurite cair, Blood Tellurite Agar. Tes biokimia Corynobacterium diptheriae memberikan hasil terhadap Glukosa, Sakarosa, Amylum yakni sebagai berikut : C. diphteriae + +/ C. Xerosis +++ C. hofmanii - Tes virulensi dilakukan dengan dua cara yakni : in vivo dan in vitro.

Anda mungkin juga menyukai