Anda di halaman 1dari 5

PATOGENESIS HEPATITIS C

HCV yang masuk kedalam darah akan mencari hepatosit (HCV hanya bisa
berkembang biak di dalam sel hati) dan kemungkinan sel limfosit B. Virus masuk
kedalam hepatosit dengan mengikat suatu reseptor permukaan sel yang spesifik.
Reseptor ini belum teridentifikasi secara jelas, namun protein permukaan sel CD81 adalah
suatu HCV binding protein yang memainkan peranan khusus yang dikenal sebagai protein E2
menempel pada reseptor site dibagian luar hepatosit.
Protein inti virus ini menembus dinding sel dimana selaput lemak bergabung dengan
dinding sel dan selanjutnya akan melingkupi dan menelan virus serta membawanya kedalam
hepatosit. Di dalam hepatosit, selaput virus (nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma dan
keluarlah RNA virus (virus uncoating) yang selanjutnya mengambil alih peran bagian dari
ribosom hepatosit dalam membuat bahan-bahan untuk proses reproduksi.
Virus menyebabkan sel hati memperlakukan RNA virus seperti miliknya sendiri, lalu
menutup fungsi normal hepatosit atau menginfeksi hepatosit yang lain. Virus kemudian
membajak mekanisme sintesis protein hepatosit dalam memproduksi protein yang
dibutuhkannya untuk berfungsi dan berkembang biak.
RNA virus dipergunakan sebagai cetakan (template) untuk produksi masal poliprotein
(proses translasi). Poliprotein dipecah menjadi unit-unit protein. Protein ini ada 2 jenis, yaitu
protein struktural dan regulatori. Protein regulatori memulai sintesis kopi virus RNA asli.
RNA virus mengopi dirinya sendiri dalam jumlah besar (miliaran) untuk
menghasilkan virus baru. Proses ini berlangsung terus dan dapat membuat terjadinya mutasi
genetik yang menghasilkan RNA untuk strain baru virus dan subtipe virus hepatitis C. Virus
dewasa kemudian dikeluarkan dari dalam hepatosit menuju pembuluh darah menembus
membran sel. Dalam sehari replikasi HCV sangat banyak. Seorang penderita dapat
menghasilkan hingga 10 triliun virion per hari (bahkan dalam fase infeksi kronik sekalipun)
(Sulaiman, 2007).
Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α,
TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivasi
sel-sel stelata diruang disse hati. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan tenang
(quiscent) kemudian berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat
menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam
menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus meneruskarena
reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama semakin
banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan
kerusakan hati lanjut dan sirosis hati (Gani, 2009).
FAKTOR RESIKO HEPATITIS C

Virus hepatitis C merupakan blood-borne virus yang cara penularannya terutama


melalui paparan media darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi HCV. Angka infeksi
hepatitis C meningkat pada beberapa populasi tertentu seperti narapidana, pengguna narkoba
suntik, para gelandangan, pasien hemodialisis dan pasien yang mendapatkan transfusi produk
darah rutin sebelum tahun 1992 (Arief, 2011).
Sejak tahun 1989, semua darah telah dites untuk pemeriksaan anti-HCV, sehingga
suplai darah dianggap aman. Risiko infeksi melalui transfusi darah sekarang hanya sekitar
0,001% per unit transfusi, atau sekitar 0,075% per penerima (ALF, 2012). Di negara
berkembang, transfusi darah atau produk darah berisiko tinggi tertular HCV. Berdasarkan
WHO’s Global Database of Blood Safety diperkirakan 43% produk darah di negara
berkembang tidak mendapatkan skrining HCV yang adekuat (PPHI, 2014; WHO, 2014).
Faktor risiko lainnya adalah peralatan medis yang terpapar HCV seperti jarum suntik
pada pengguna narkoba suntikan (penasun). Secara global, prevalensi infeksi HCV adalah
67% di antara para pengguna narkoba. Kalangan tenaga medis juga perlu hati-hati agar tidak
tertusuk jarum yang terpapar. Risiko akibat tertusuk jarum berkisar 3-10%. Risiko infeksi
HCV tergantung pada frekuensi prosedur medis (jumlah suntikan per orang per tahun) dan
tingkat praktek pengendalian infeksi (WHO, 2014).
Infeksi HCV dapat menyebar melalui kontak seksual, meskipun risikonya diyakini
rendah. Risiko meningkat bagi mereka yang memiliki banyak pasangan seks, memiliki
penyakit menular seksual, terlibat dalam seks yang bebas, dan laki-laki yang terinfeksi HIV
yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) maupun orang lain yang terinfeksi HIV.
Wabah HCV telah dilaporkan pada LSL penderita HIV di Amerika Utara, Eropa dan Asia.
Bukti transmisi diyakini disebabkan oleh hasil dari pajanan terhadap darah selama
kontak seksual. Pada mereka yang terinfeksi HIV, infeksi HCV akut lebih mungkin untuk
menjadi kronik (CDC, 2014; WHO, 2014). Penularan vertikal HCV dapat terjadi pada proses
kelahiran, baik pervaginam maupun operasi. Transmisi perinatal dari ibu yang tertular
hepatitis C ke bayi mempunyai prevalensi sekitar 5%. Sekitar 4 dari setiap 100 bayi yang
lahir dari ibu dengan hepatitis C terinfeksi dengan virus. Namun, risiko menjadi
lebih besar jika ibu memiliki infeksi HIV dan hepatitis.
(Arief, 2011; CDC, 2014).
Salah satu faktor risiko yang dapat memperberat kerusakan hati adalah kebiasaan
mengkonsumsi alkohol. Kecanduan alkohol (Alkoholisme) adalah masalah umum di Amerika
dengan perkiraan 17-20 juta orang. Dalam hal ini pria lebih sering mengkonsumsi daripada
wanita. Konsumsi alkohol yang lama dan berlebihan dapat menyebabkan masalah hati
termasuk penumpukan lemak di hati (fatty liver), hepatitis alkoholik (peradangan pada hati)
dan sirosis (jaringan parut permanen hati). (ACG, 2014).
Pembuatan tato dan body piercing (tindik) juga dapat menjadi metode transmisi HCV
meskipun dengan angka kejadian yang lebih rendah, terutama di kalangan pemuda, namun
belum ditemukan cukup bukti dan ada temuan yang bertentangan dalam literatur. Hal ini
diakibatkan oleh penggunaan instrumen yang tidak steril. Di Amerika Serikat, pemakaian tato
dan tindik yang tidak steril sering terjadi di penjara dan situasi informal lainnya. Studi
menunjukkan tidak ada bukti definitif untuk peningkatan risiko infeksi HCV bila tato dan
tindikan dikerjakan pada fasilitas tato/tindik komersial yang berlisensi profesional. (Tohme,
2012; CDC, 2014; WHO, 2014).
Faktor-faktor lainnya juga berpengaruh seperti transplantasi organ dari donor
terinfeksi / pengidap HCV kronik, asupan alkohol, koinfeksi dengan virus hepatitis B (HBV)
atau virus Human Immunodeficiency Virus (HIV), jenis kelamin laki-laki, dan usia tua saat
terjadinya infeksi (Gani, 2009).
Jika seseorang pernah diuji positif terinfeksi HCV, direkomendasikan untuk tidak
pernah menyumbangkan darah, organ, atau air mani (hubungan seksual) karena dapat
menularkan kepada penerima atau pasangan seksual. Seseorang juga bisa terinfeksi HCV
melalui berbagi barang-barang perawatan pribadi yang mungkin berkontak dengan darah,
seperti pisau cukur atau sikat gigi, tapi penularan ini kurang umum (CDC, 2014).
Hepatitis C tidak dapat ditularkan melalui ASI, makanan atau air atau
melalui kontak biasa seperti memeluk, mencium dan berbagi makanan atau
minuman dengan orang yang terinfeksi. (WHO, 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Akbar HN (2007). Hepatitis B dan Hepatitis C. Dalam : Sulaiman A. Akbar HN. Lesmana
LA. Noer MS. Ed: Buku Ajar Penyakit hepatitis. Edisi 1. Jakarta: FK.UI; 201-8
Amirudin R (2007). Fibrosis Hati. Dalam : Sulaiman A. Akbar HN. Lesmana LA. Noer MS.
Buku Ajar Ilmu Penyakit hepatitis1. Jakarta: Penerbit Jayabadi : 329-33
Arthur LM, Laurent C et al (2008). Validation and Comparison of Simple Non Invasive
Indexes for Predicting Liver Fibrosis in HIV -HCV Coinfected Patients. The
American Journal of Gastroenterology;103(8):1973-80
Al-Ghamdi AS (2010). FibroScan: A Noninvasive Test of Liver Fibrosis Assessment.
[online] Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19858635
Amellal N, Raissouni F, Achour J, et al (2009). Correlation study between liver biopsy and
transient elastometry (FIBROSCAN) for the assessment of fibrosis during viral
hepatitis C. Arab journal of Gastroenterology. 10: AB10-AB17
Bataller R. Brenner DA (2005). Liver Fibrosis Dalam The Journal of Clinical Investigation.
115 : 209-16
Brunt EM (2000). Grading and Staging the Histopatological Lesions of Chronic Hepatitis :
The Knodell Histology Activity Index and Beyond. Hepatology : 241-6
Cross Timothy J.S., Rizzi Paolo, Berry Philip A., et al (2009). King’s Score: an accurate
marker of cirrhosis in chronic hepatitis C. European Journal of Gastoenterology &
Hepatology 2009, 21:730-738

Anda mungkin juga menyukai