Anda di halaman 1dari 9

Lembar Tugas Mandiri Pemicu 1 Modul Hematologi dan Onkologi

Oleh: Rakhmah Sari Indah Cahyani

Eritropoiesis
A Pendahuluan
Di dalam sirkulasi darah manusia terdapat berbagai macam sel selain plasma darah.
Salah satu sel tersebut adalah eritrosit. Eritrosit sepanjang kehidupan manusia merupakan sel
yang bertugas untuk membawa O2 menuju jaringan dan selanjutnya membawa CO2 dari
jaringan untuk kemudian ditukar dengan O2 saat bersirkulasi ke paru. Fungsi ini dimiliki
eritrosit karena adanya hemoglobin. Struktur eritrosit tersusun begitu teliti dan meskipun sel
ini kehilangan sebagian besar organelnya, sel ini tetap mampu menjalankan metabolisme
untuk dapat menjalankan fungsinya.1 Lembar tuga mandiri kali ini akan membahas mengenai
eritrosit mulai dari proses pembentukannya, struktur membrannya, metabolisme dan
katabolismenya, dan terakhir pembahasan mengenai hemoglobin.
B Pembahasan
Eritropoiesis
Eritropoiesis adalah serangkaian proses yang teregulasi dengan baik dan kompleks
untuk membentuk eritrosit. Proses ini meliputi tahapan panjang diferensiasi sel stem
hematopoietik yang bersifat pluripoten di bawah pengaruh berbagai faktor pertumbuhan dan
stromal hingga menjadi eritrosit matang yang mampu menjalankan peranannya. Semakin
mendekati bentuk eritrosit yang matang, potensi sel untuk berdiferensiasi menjadi bentuk sel
hematopoietik lainnya akan semakin terbatas.1,2
Eritrosit matang yang bersirkulasi dalam darah pada awalnya berasal dari sel stem
hematopoietik yang berdiferensiasi menjadi colony-forming unit granulocyte-erythrocytemonocyte-megakaryocyte (CFU-GEMM) karena adanya suatu faktor pertumbuhan tertentu.
Sel ini masih bersifat multipoten yang dapat menjadi progenitor dari beberapa sel yang
berbeda. Diferensiasi sel selanjutnya menghasilkan progenitor intermediet berupa erythroid
burst-forming unit (BFU-E) dan erythroid colony-forming unit (CFU-E). Di antara kedua
progenitor intermediet tersebut, CFU-E menjadi sel eritroid pertama yang secara morfologi
dikenal sebagai proeritroblas. Sel inilah yang kemudian menjalani proses kondensasi dan
ejeksi inti sel, hemoglobinisasi sitoplasma, dan remodelling membran plasma sebagai
eritroblas pada proses pematangan terminal.1,3

Prekursor eritrosit pertama yang dapat diamati pada sumsum tulang dikenal dengan
nama rubriblast. Sel ini masih akan terus mengalami tahapan pembelahan dan diferensiasi
menghasilkan karakteristik sel yang berbeda-beda. Tahapan tersebut meliputi1,2:
1. rubriblast
Sel ini memiliki diameter 12-19 m dengan
komposisi inti sel yang lebih besar dibandingkan
sitoplasmanya. Gambaran inti sel berwarna gelap
dengan benang kromatin yang halus dan terlihat
anak inti sebanyak 0-2. Pada tahap ini, warna
kebiruan yang khas tampak pada sitoplasma yang
tidak bergranul dengan pewarnaan Wright yang

Gambar 1. Penampang rubriblast.1

menunjukkan aktivitas RNA untuk memproduksi protein yang dibutuhkan dalam


sintesis hemoglobin.
2. prorubrisit
Dibandingkan rubriblast, prorubrisit memiliki
diameter yang lebih kecil yaitu 12-17 m dengan
rasio nukleus dan sitoplasmanya yang sama.
Sitoplasma berwarna kebiruan dan tidak lagi tampak
struktur anak inti. Benang kromatin kini terlihat
lebih menggumpal.
3. rubrisit
Diameter sel semakin berkurang (11-15 m) dan

Gambar 2. Penampang prorubrisit.1

diikuti rasio nukleus dan sitoplasma yang menurun


(1:1). Warna sitoplasma lebih bervariasi menjadi
pink bercampur basofilia yang menandakan
perkembangan hemoglobin yang semakin progresif.
Benang kromatin semakin menggumpal.
4. metarubrisit
Metarubrisit memiliki diameter sebesar 8-12 m.

Gambar 3. Penampang rubrisit.1

Pada tahapan ini, sitoplasma sel tampak semakin


kemerahan yang menandakan jumlah hemoglobin
yang semakin bertambah banyak. Benang kromatin
menunjukkan gambaran piknotik. Pada akhir tahap
metarubrisit, sel menjadi tidak lagi berinti dan tidak
lagi mampu bermitosis.
5. retikulosit

Gambar 4. Penampang metarubrisit.1

Pada tahap retikulosit, diameter sel hanya


mencapai 7-10 m. Pada pewarnaan supravital,
sisa-sisa RNA akan memberikan gambaran retikular
sedangkan pada pewarnaan Wright akan tampak
polikromatofilia. Maturasi retikulosit di dalam
sumsum tulang membutuhkan waktu sekitar 2,5
hari dan setelah itu akan memasuki sirkulasi darah

Gambar 5. Penampang retikulosit


dengan pewarnaan Wright.

untuk pematangan lebih lanjut menjadi eritrosit matur selama 1-2 hari. Retikulosit ini
membentuk 0,5-1,5% populasi eritrosit yang berada dalam sirkulasi.
6. eritrosit matang
Pada akhirnya, eritrosit matang yang terbentuk memiliki diameter sebesar 6-8 m.
Sel ini tidak berinti, bikonkaf, sitoplasmanya berwarna kemerahan, dan di bagian
tengahnya terwarna pucat. RNA sepenuhnya menghilang dan kini eritrosit telah mampu
mengangkut oksigen dan karbondioksida karena adanya struktur hemoglobin. Sel ini
memiliki masa hidup 120 hari.
Eritropoiesis diatur oleh suatu hormon glikoprotein yang dinamakan eritropoietin
(EPO). Berdasarkan strukturnya,
EPO tersusun atas 165 asam amino
yang membentuk polipeptida
terglikosilasi dengan berat molekul
34000 Da. Hormon ini diproduksi
terutama oleh sel-sel peritubular pada
ginjal. Selain itu, hati dan beberapa
organ lain juga memproduksi hormon
ini dalam jumlah kecil yaitu 10% dari
total hormon. Produksi EPO dapat
dirangsang oleh stimulus berupa
tekanan oksigen di jaringan ginjal,
misalnya hipoksia yang kemudian

Gambar 6. Pengaruh Eritropoietin (EPO) dalam eritropoieis.2

merangsang hypoxia-inducible factors (HIF-2 dan ).1,2


Produksi EPO dapat mempengaruhi diferensiasi dan proliferasi sel progenitor
erirosit yaitu BFU-E dan CFU-E sehingga terjadi peningkatan jumlah sel progenitor.
Perangsangan reseptor EPO selanjutnya akan mengaktivasi faktor transkripsi seperti GATA-1
dan FOG-1. Aktivasi tersebut akan meningkatkan ekspresi gen lainnya yang mengatur
biosintesis heme dan protein membran eritrosit, anti-apoptosis, dan reseptor transferin.1,2

Susunan Membran Eritrosit


Eritrosit matang yang bersirkulasi dalam darah dibekali dengan struktur sel yang
sedemikian rupa agar mampu menghadapi berbagai tekanan selama di dalam lingkungan
sirkulasi. Bentuk sel berupa lempeng bikonkaf yang lembut dan lentur memberikan
keuntungan bagi eritrosit untuk dapat bergerak dengan mudah melewati kapiler dan sirkulasi
mikro di dalam tubuh. Susunan membrannya juga memberikan keuntungan yang akan
menjaga bentuk sel.1
Struktur membran eritrosit tersusun oleh berbagai komponen berupa lapisan lipid
ganda, kerangka membran, dan protein membran integral. Lapisan lipid ganda berperan
sebagai pengemulsi seperti halnya gelembung sabun. Adapun kerangka membran bertugas
untuk mempertahankan bentuk lempeng bikonkaf. Berdasarkan komposisinya, fosfolipid
mencapai 20%, kolesterol 20%, karbohidrat 10%, dan selebihnya adalah protein yang
terdapat dalam bentuk integral dan periferal. Sementara itu, karbohidrat lebih terkonsentrasi
pada permukaan luar membran eritrosit.2,3

Gambar 7. Struktur membran eritrosit2

Protein struktural penyusun kerangka membran yaitu aktin, anykirin, protein 4.1,
dan spektrin. Di antara protein tersebut, spektrin terdapat dalam jumlah yang banyak dan
terdiri atas rantai dan . Jaring-jaring tetramer spektrin difiksasi oleh anykirin ke membran
sel. Selain itu, protein 4.1 menghubungkan spektrin ke glikoforin C dan menstabilkan antara
spektrin dengan aktin. Protein 4.2 menstabilkan ikatan antara anykirin dan protein band 3
yang merupakan kanal anion.1,2
Protein transmembran terdiri atas protein pembawa antigen golongan darah, ICAM4, CD 44, antigen darah Lutheran, dan beberapa protein yang berfungsi sebagai pompa atau
transporter meliputi aquaporin 1, transporter glukosa (GLUT 4 dan GLOT 11), pompa Na-K
ATPase.1
Metabolisme Eritrosit

Meskipun tidak memiliki organel intraseluler, eritrosit yang matang memerlukan


energi untuk dapat menjalankan fungsi utamanya. Energi ini didapatkan eritrosit melalui
metabolisme sel. Bentuk energi yang dibutuhkan oleh eritrosit ialah ATP, NADH, dan
NADPH. ATP dan NADH dapat diperoleh melalui jalur glikolisis anaerob sedangkan
NADPH melalui jalur heksosa monofosfat.2,4
a. Jalur Embden-Meyerhof2-4
Jalur ini berupa glikolisis anaerob
di mana setiap molekul glukosa yang
masuk ke dalam plasma eritrosit
melalui transpor terfasilitasi akan
mengalami metabolisme menjadi
laktat dan dihasilkan 2 ATP. Produk
ATP dari reaksi ini dapat digunakan
untuk (1) menjaga fleksibilitas,
bentuk, dan volume sel; (2) transpor
ion melalui membran sel, (3)
fosforilasi protein membran, dan (4)
reaksi dasar glikolisis.
Produk lainnya berupa NADH
yang bermanfaat untuk mereduksi
methemoglobin menjadi hemoglobin
yang aktif oleh enzim methemoglobin
reduktase.

b. Jalur Rapoport-Luebering2,3

Gambar 8. Jalur Embden-Meyerhoff dan RapoportLuebering2

Jalur pintas ini terdapat dalam reaksi


glikolisis anaerob pada jalur di atas.
Produknya berupa 2,3 bifosfogliserat
yang merupakan kofaktor dan jika
terikat dengan hemoglobin akan
menurunkan afinitasnya terhadap
oksigen.
c. Jalur Oxidative Hexose Monophosphate2
Pada jalur ini, glukosa-6-fosfat yang
terbetuk akan diubah oleh enzim
glucose-6-phosphate dehydrogenase

Gambar 9. Jalur Oxidative Hexose Monophosphate 2

(G6PD) menjadi 6-PG dan selanjutnya


ribulosa-6-fosfat. Pada proses tersebut akan dihasilkan NADPH yang dapat mereduksi
glutation yang tereduksi.
Katabolisme Eritrosit
Eritrosit yang berusia tua akan mengalami sejumlah perubahan seperti penurunan
fleksibilitas dan aktivitas enzim glikolisis serta peningkatan konsentrasi hemoglobin selular.
Eritrosit ini ketika memasuki aliran darah limpa akan mengalami fagositosis. Secara umum,
katabolisme eritrosit terbagi menjadi dua berdasarkan tempat terjadinya yaitu:
a. katabolisme ekstravaskular1
Pada peristiwa ini, eritrosit yang terdegradasi akan melepaskan kandungan
hemoglobin di dalamnya. Hemoglobin tersebut akan mengalami pembongkaran
membentuk beberapa komponennya yaitu:
- besi yang akan dibawa oleh transferin menuju sumsum tulang merah untuk
-

pembentuk hemoglobin selanjutnya,


globin yang dibawa menuju hati untuk diuraikan menjadi asam amino

penyusunnya dan masuk kembali ke kolam asam amino sirkulatorik,


protoporfirin yang akan mengalami pemecahan pada jembatan meten .
Bilirubin yang terbentuk dibawa oleh albumin menuju hati untuk dikonjugasikan
dengan asam glukoronat dan dieksresikan melalui empedu. Di dalam usus, ia
akan mengalami perubahan hingga dieksresikan bersama feses dalam bentuk

sterkobilinogen.
b. katabolisme intravaskular1

Katabolisme ini termasuk


dalam jalur alternatif yang secara
normal tidak lebih dari 10%. Di
dalam darah, hemoglobin akan
terurai menjadi dimer dan
serta terikat dengan haptoglobin.
Kompleks ini kemudian akan
dibersihkan dari dalam sirkulasi
oleh sel-sel hepatosit. Akibatnya,
penurunan haptoglobin dalam
sirkulasi akan menyebabkan

Gambar 10. Jalur kataboliesme intravaskular1

dimer yang tidak terikat akan melalui penyaringan ginjal dan diubah menjadi
hemosiderin di dalam sel peritubular. Ketika kapasitas sel peritubular berlebihan maka
hemoglobin bebas dan methemoglobin akan terlihat di urin.
Hemglobin yang belum dieksresi melalui urin atau tidak terikat dengan haptoglobin
akan teroksidasi oleh methemoglobin dan gugus heme yang dilepaskan akan dibawa
oleh hemopeksin dan dibersihkan melalui sirkulasi darah. Mekanisme ini penting untuk
membersihkan hemoglobin bebas yang dapat bersifat toksik.
Hemoglobin
Setiap eritrosit di dalam tubuh
memiliki protein hemoglobin yang
jumlahnya dapat mencapai 640 juta. Protein
inilah yang menjadikan sebuah eritrosit
mampu membawa O2 ke jaringan dan CO2
dari jaringan ke paru. Berdasarkan
strukturnya, hemoglobin pada manusia
dewasa terutama tersusun atas Hb A yang
memiliki empat rantai polipeptida yaitu 22
dan masing-masing memiliki gugus heme.
Jenis hemoglobin lainnya terdapat dalam
jumlah yang kecil yakni Hb F (22) dan Hb
A2 (22).2
Selama tahapan perkembangan

Gambar 11. Peristiwa pembentukan hemoglobin


selama proses pematangan eritrosit2

membentuk eritrosit yang matang, hemoglobin disintesis melalui serangkaian proses yang
terutama terjadi di dalam mitokondria. Proses ini diawali dengan adanya pengaruh

eritropoietin terhadap vitamin B6. Vitamin ini dikenal


sebagai kofaktor pada reaksi kondensasi glisin dan suksinil
koA yang diperantarai oleh enzim -aminolaevulinic acid
(ALA) synthase. Reaksi ini pada akhirnya akan
menghasilkan protoporfirin yang kemudian bergabung
dengan molekul besi dalam bentuk ferro (Fe2+). Peristiwa
ini akan membentuk heme yang selanjutnya akan
bergabung dengan rantai globin yang terbentuk dari
poliribosom membentuk struktur hemoglobin.2

Gambar 12. Gambaran struktur


heme2

Daftar Pustaka:.Turgeon ML. Clinical Hematology Theory and Procedures. 5th Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 90-116.

2 .Hoffbrand AV, Moss PAH. Essential Hematology. 6th Ed. Oxford: Wiley-Blackwell. 2011. p. 16-

24.
3 .Steinberg MH, Benz EJ, Adewoye AH, Ebert BL. Chapter 31: Pathobiology of The Human
Erythrocyte and Its hemoglobins. In: Hoffman Benz EJ, Silberstein LE, Heslop H, Weitz J,
Anastasi J. Hematology Basic Principles and Practice. 6th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2013. p. 406-407.
4 .Smith C, Marks AD, Lieberman M. Marks Basic Medical Biochemistry A Clinical Approach.
2nd Ed. Lippincott Williams and Wilkins. 2005. p. 808.

Anda mungkin juga menyukai