Anda di halaman 1dari 17

Ketonusan Sel Darah Merah

Sherly Liyo 10.2010.271


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) 2010 Jl.Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510 sherly.liyo@hotmail.com

Struktur dan Fungsi Sel Darah Merah Sel darah merah dikenal juga sebagai eritrosit, diambil dari bahasa Yunani yaitu erythros yang berarti merah dan kytos yang artinya sel. Sel ini memiliki haemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari hati ke jaringan jaringan yang ada di dalam tubuh. Setiap haemoglobin terdiri dari protein yang disebut globin dan pigmen non-protein yang disebut heme. Setiap heme berikatan dengan rantai polipeptida yang mengandung besi. Fungsi utama dari haemoglobin adalah mengangkut oksigen dari paru-paru membentuk oksihaemoglobin. Oksihemoglobin beredar ke seluruh jaringan tubuh. Jika kadar oksigen dalam jaringan tubuh lebih redah daripada paru-paru, maka oksihemoglobin dibebaskan dan oksigen digunakan dalam proses metabolisme sel. Hemoglobin juga penting dalam pengangkutan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. 1 Fungsi dari sel darah merah adalah : 1. Mentrasnpor oksigen ke seluruh jaringan melalui pengikatan hemoglobin terhadap oksigen. 2. Pengaturan pH darah karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asambasa
3. Hemoglobin sel darah merah berikatan dengan karbon dioksida untuk ditranspor ke

paru-paru tetapi sebagian besar karbon dioksida yang dibawa plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim (karbonat anhidrase) dalam eritrosit memungkinkan sel darah merah bereaksi dengan karbon dioksida untuk membentuk ion bikarbonat, ion bikarbonat berdifusi keluar dari sel darah merah dan masuk ke dalam plasma.1
1

Sel darah merah yang normal memiliki bentuk bikonkaf yang berdiameter sekitar 7,8 mikrometer dan memiliki ketebalan sekitar 2,5 mikrometer (di bagian paling tebalnya) dan 1 mikrometer kurang di bagian tengahnya.Sel darah merah tidak memiliki nucleus. Rata-rata volume dari sel darah merah ini adalah 90-95 mikrometer kubik. Eritrosit sangat lentur dan dapat berbentuk amngkok atau parabola bila mengalir melalui kapiler sempit. Deformasi ini adalah akibat kekuatan hidrodinamik dan tergantung pada kecepatan aliran. Pertukaran gas tidak terganggu oleh perubahan bentuk ini karena gas sedikit memperluas daerah permukaan. Bentuk eritrosit juga dipengaruhi oleh osmolaritas media sekitarnya. Pada larutan hipotonik sedang, eritrosit membengkak dan berbentuk unikonkaf atau mangkok. Dalam larutan yang lebih hipotonik, pembengkakan meregangkan membran sehingga bocor, memungkinkan hemoglobin lolos dan menyisakan kantong membran kosong yang disebut hantu eritrosit. Pecahnya eritrosit hipotonik disebut hemolisis. Dalam keadaan tertentu, eritrosit memiliki tonjolan-tonjolan pendek sebanyak 10-30 buah pada permukaannya. Bentuk ini disebut echinosit dan keadaan ini disebut krenasi. Mempertahankan bentuk bikonkafnya tergantung ATP. Bila eritrosit turun sampai di bawah tingkat kritis, eritrosit ditransformasi menjadi echinosit. Jika diberi waktu untuk memulihkan ATP, bentuknya akan kembali normal. Krenasi dapat pula diinduksi ini vitro dengan memaparkan eritrosit pada senyawa anionic, asam lemak atau lisolesitin. Diduga bahwa bentuk eritrosit untuk sebagian adalah fungsi relatif daerah permukaan luar dan dalam membran. senyawa amfipatik yang terikat pada lembar luar memperluas daerah ini bila dibandingkan dengan lembar dalam yang menyebabkan terjadinya tonjolan-tonjolan kecil pada echinosit. 1,2 Hal yang menyebabkan sel ini tidak hancur adalah adanya membran sel darah merah yang merupakan suatu lapisan lipid bipolar tempat antigen permukaan tertambat. Membran ini memiliki skeleton protein (spektrin, aktin, protein 4.1 dan ankirin) yang mempertahankan bentuk bikonkaf dan defromabilitas sel darah merah. Komponen utama anyaman subplasmalema fleksibel ini adalah spektrin, sebuat heterodimer dari rantai polipeptida-a dan b (100nm) yang terikat ujung-ujung membentuk tetramer untai-ganda dengan panjang 200 nm. Semuanya ini terikat dengan ujungnya pada struktur nodal terdiri atas aktin dan dua protein lain. Dekat pusat setiap tetramer spektrin terdapat tempat mengikat ankirin, sebuah fosfoprotein yang berfungsi menghubungkan anyaman pada protein transmembran bagian sitoplasma. Aktin eritrosit tidak membentuk filamen nyata seperti pada sitoskelet jenis sel lain tetapi membentuk polimer pendek dengan panjang 7nm yang ditabilkan oleh tropomiosin. Polimer ini adalah unsur kompleks nodal yang menyatukan ujung-ujung
2

filamen spektrin membentuk anyaman.1,2 Di dalam tubuh laki-laki normal, rata-rata jumlah total sel darah merah per millimeter kubik adalah 5.200.000. dan di dalam tubuh wanita normal ada sekitar 4.700.000 sel darah merah. Seseorang yang tinggal di daerah pedataran tinggi, memiliki sel darah merah dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan orang-orang normal pada umumnya.2

Gambar 1. Siklus hidup sel darah merah3

Pembentukan eritrosit disebut juga eritropoiesis. Eritropoiesis terjadi di sumsum tulang. Pembentukannya diatur oleh suatu hormon glikoprotein yang disebut dengan eritropoietin. Sel pertama yang diketahui sebagai rangkaian pembentukan eritrosit disebut proeritroblas.dengan rangsangan yang sesuai , maka dari sel-sel tunas (stem cell) ini akan dapat dibentuk banyak sekali sel. Proeritroblas kemudian akan membelah beberapa kali. Selsel baru dari generasi pertama ini disebut sebagai basofil eritroblas sebab dapat dicat dengan
3

zat warna basa. Sel-sel ini mengandung sedikit sekali hemoglobin. Pada tahap berikutnya, akan mulai terbentuk cukup hemoglobin yang disebut polikromatofil eritroblas. Sesudah terjadi pembelahan berikutnya, maka akan terbentuk lebih banyak lagi hemoglobin. Sel-sel ini disebut ortokromatik eritroblas dimana warna nya menjadi merah. Akhirnya bila sitoplasma dari sel-sel ini sudah dipenuhi oleh hemoglobin, sehingga mencapai konsentrasi lebih kurang 34%, nucleus akan memadat sampai ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel. Sel-sel ini disebut retikulosit. Retikulosit berkembang menjadi eritrosit dalam satu sampai dua hari setelah dilepaskan dari sum-sum tulang. Jangka hidup eritrosit kira-kira 120 hari. Eritrosit yang telah tua akan ditelan oleh sel-sel fagosit yang terdapat dalam hati dan limpa. Di dalam hati, hemoglobin diubah menjadi pigmen empedu (bilirubin) yang berwarna kehijauan. Pigmen empedu dikeskresikan oleh hati ke dalam empedu. Zat besi dai hemoglobin tidak diekskresikan, tetapi digunakan kembali untuk membuat eritrosit baru.2 Pada gambar 1, sel darah merah diproduksi di sum sum tulang belakang dan memiliki masa hidup sekitar 120 hari. Kemudian, sel darah merah ini akan dipecah dengan fagositosis oleh makrofag di limph node, sum tulang belakang dan sebagainya.3 Membran Plasma Membran plasma yang juga dikenal dengan biomembran adalah selaput tipis, halus dan elastis yang menyelubungi permukaan sel hidup. Membran plasma bersifat semipermiabel yang mampu melewatkan spesi tertentu dan menahan spesi yang lain. Spesi yang memiliki ukuran lebih besar dari pori membran akan tertahan dan spesi yang memiliki ukuran lebih kecil dari pori membran dapat melewatinya. Dengan kata lain, membran plasma memiliki sifat transpor yang selektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa membran plasma sangat beragam, baik dari segi struktur maupun dari segi fungsi. Meskipun demikian, semua membran plasma dibentuk dari molekul molekul lipid dan protein yang terhubung satu dengan yang lainnya oleh gaya-gaya non kovalen yang saling menunjang. Hampir seluruh membran plasma tersusun atas lipid dan protein yang susunan presentase nya sekitar 35% lipid, 62% protein dan 3% polisakarida. Lipidnya diperkirakan terdiri dari 60% fosfolipid, 25% kolestrol dan 15% lipid lain. Membran plasma bukan hanya sekedar pembungkus sel atau pemabtas antara sel dan lingkungannya, tetapi ikut berperan dalam pengaturan isi sel. Banyak proses yang esensial dalam sistem hidup berlangsung di dalam struktur membran. Beberapa peranan membram plasma yang terpenting adalah pengatur keluar masuknya zat dari dan ke dalam sel, tempat berlangsungnya beberapa reaksi kimia dan penghubung
4

transfer energi antara bagian dalam dan luar sel.4 Peranan membran plasma adalah sebagai filter atau pemisah. Kecepatan transpor spesi-spesi tersebut tidak hanya ditentukan oleh gaya-gaya pendorong yang bekerja tetapi juga oleh mobilitas spesi yang bersangkutan di dalam membran. Gaya-gaya pendorong tersebut dapat berupa gradien konsentrasi, gradien tekanan, gradien potensial listrik atau gradien suhu antara dua sisi membran. Semua membran plasma merupakan susunan cair sehingga mampu berperan sebagai pelarut protein membran. Membran plasma bersifat asimetris, yaitu lapisan luar dan lapisan dalam mengandung komponen yang berbeda serta enzim-enzim dengan aktivitas yang juga berlainan.4 Lipid Membran Plasma Lipid membran plasma adalah fosfolipid dan glikolipid. Selain itu, juga terdapat kolestrol;. Dua jenis fosfolipid, penyusun membran plasma adalah : 1. Fosfogliserida, yaitu fosfolipid yang struktur kimianya mempunyai residu penyusun gliserol.misalnya fosfatidil kolin (lesitin), fofatidiletanolamin (sefalin) dan fosfatidil serin.
2. Fosfofingolipid, yaitu fosfolipid yang struktur kimianya mempunyai residu penyusun

sfingol (sfingosin) misalnya sfingomielin.1,4 Glikolipid merupakan lipid majemuk turunan sfingol yang mengandung karbohidrat, dan dikenal sebagai glikeserobrosida. Karbohidrat glikoserebrosida yang berupa galaktosa disebut galaktoserebrosida, sedangkan yang karbohidratnya glukosa disebut glukoserebrosida.2 Lipid lain yang penting dan terdapat dalam beberapa membran plasma adalah kolestrol. Kolestrol terdapat dalam eukariot tetapi tidak dalam prokariot. Membran plasma sel eukariot, biasanya kaya akan kolestrol. Gugus hidroksil yang terikat pada atom C 3 merupakan unit hidrofil, sedangkan yang lain atau sisanya merupakan unit hidrofob.2 Dalam membran plasma, lipid membentuk lembaran dua lapis dengan kepala polar yang hidrofilik berada memanjang diluar bersinggungan dengan medium air dan ekor rantai hidrokarbon non polar yang hidrofobik bersembunyi memanjang menghadap ke dalam.2 Pembentukan lipid dua lapis dalam air dari fosfolipid dan glikolipid merupakan proses rakit
5

diri yang berlangsung cepat dan spontan. Interaksi hidrofobik merupakan gaya penggerak utama yang membentuk dua lapis lipid. Selain itu, ada gaya tarik van der waals di antara ekor-ekor hidrokarbon yang membuat ekor-ekor hidrokarbon tersusun rapat. Terakhir, ada gaya elektrostatik dan ikatan hydrogen antara gugus kepala polar dan molekul air. Jadi dapat diketahui dengan jelas bahwa dua lapis lipid distabilkan oleh interaksi atau gaya non kovalen.2 Lipid majemuk yang dapat membentuk dua lapis lipid membran plasma memiliki sifat amfipatik yaitu memiliki kepala polar yang hidrofilik dan ekor hidrokarbon nonpolar yang hidrofobik. Dalam struktur kimia : 1. Glikolipid, unit hidrofilnya adalah satu atau lebih residu gula, sedangkan unit hidrofob nya adalah rantai asam lemak dan rantai hidrokarbon sfingosin 2. Fosfogliserida, unit hidrofilnya adalah alkoholterfosforilasi, sedangkan unit hidrofob nya adalah rantai asam lemak
3. Sfingomielin, unit hidrofilnya adalah fosforilkolin, sedangkan unit hidrofobnya

adalah rantai asam lemak dan rantai hidrokarbon sfingosin.2 Protein Membran Plasma Protein membran plasma tersebar secara tidak merata (Asimetris) di antara permukaan luar dan permukaan dalam membran plasma. Berdasarkan letak atau topografinya, proteinprotein membran ini dapat dibedakan atas protein integral dan protein periferal.2 Protein integral atau protein intrinsic adalah protein yang seluruhmya atau sebagiannya terbenam dalam dua lapis lipid, bersifat amfipatik dan berbentuk globular. Bagian molekul protein yang terbenam, bersifat hidrofobik karena kandungan asam amino hidrofobik penyusunannya yang tinggi, sedangkan yang mencuat ke permukaan, cenderung bersifat hidrofilik karena kandungan asam amino hidrofilik penyusunannya yang tinggi.2 Protein periferal, protein perifer atau protein ekstrinsik terdapat pada permukaan membran plasma. Protein ini tidak mengadakan interaksi secara langsung dengan fosfolipid dalam membran plasma, tetapi terikat lemah pada bagian hidrofilik protein integral spesifik. Protein ini mudah dipisahkan dari membran plasma. Protein periferal bersifat hidrofilik karena kandunga residu asam amino hidrofilik penyusunnya dan gugusan hidroksil polisakarida pendek glikoprotein penyusunnya.2
6

Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa protein membran plasma tergabung dalam dua lapis lipid dan posisinya berada pada permukaan luar, terbenam di dalam membran atau menjulur melalui dua lapis lipid. Adapun peranan protein membran plasma yang penting adalah : memberikan kekuatan structural pada membran plasma, berperan sebagai enzim untuk mengatalisis reaksi-reaksi kimia dalam membran plasma, sebagai protein pembawa untuk transpor zat-zat tertentu melalui membran plasma dan menguraikan atau mendesak zat-zat lipid dan memberi pori-pori pada membran plasma.2 Karbohidrat membran plasma Membran sel eukariota biasanya mengandung 2-10% karbohidrat. Karbohidrat atau gula pada membran sel ini adalah residu penyusul glikoprotein dan glikolipid. Pada glikoprotein membran, karbohidrat berikatan dengan atom N amida pada rantai samping asparagin atau dengan atom O pada rantai cabang serin atau rantai cabang treonin. Karbohidrat yang langsung berikatan dengan salah satu rantai samping ini biasanya adalah N-asetilglukosamin atau N-asetil galaktosamin.2 Model fluida mosaik membran plasma Dalam struktur membran plasma model fluida mosaik, dalam struktur ini : 1. Dua lapis berada di bagian tengah membran. Tiap lapisnya hanya setebal satu molekul dengan ekor hidrofobik berjajar berdampingan tersembunyi di dalam, sedangkan kepala hidrofilik mengarah ke luar.
2. Protein periferal (protein ekstrinsik) mengapung pada permukaan, sedangkan protein

integral (protein intrinsic) hampir seluruhnya tenggelam dalam dua lapis lipid.4 Kebebasan protein membran untuk bergerak secara lateral di dalam larutan dua lapis lipid dibatasi oleh interaksi hidrofobik protein-protein yang bersangkutan.2,4 Pori-pori membran plasma Membran plasma bersifat seperti mempunyai pori-pori ultramikroskopik yang dapat dilalui oleh zat-zat tertentu. Pori-pori membran plasma ini tampaknya disebabkan oleh adanya molekul protein besar yang mendesak atau merusak struktur fosfolipid membran plasma dan membentuk jalan zat-zat tertentu dari satu sisi ke sisi lain. Zat-zat yang tidak larut dalam lipid dan berukuran sangat kecil seperti air dan urea diduga dapat berdifusi bebas melalui
7

pori-pori ini.4 Membran Plasma pada sel Darah Merah Membran plasma dari sel darah merah memiliki berat sekitar 1% dari berat total sel darah merah. Membran plasma sel darah merah dan skeleton membuat sel darah merah menjadi fleksibel untuk melewati deformasi ketika melewati daerah-daerah sirkulasi yang sempit. Sel darah merah memiliki membran yang licin. Ketika terjadi eritropoiesis, membran ini merespon kepada eritropoietin dan mengambil ion untuk masuk ke dalam sel darah merah dimana ion-ion ini diperlukan saat sintesis haemoglobin. 5 Membran eritrosit terdiri dari 3 struktur utama, yaitu : lapisan lipid yang terdiri dari phospolipid dan kolestrol , protein integral yang berada di dalam lapisan lipid bilayer dan membran skeleton di dalam membran sel darah merah yang mempertahankan bentuk sel darah merah.5 Sel darah merah normal pada umumnya impermeable terhadap kation monovalen dan divalent, sehingga hal ini bisa menyebabkan tingginya kadar potassium, rendahnya sodium dan sangat sedikit kadar kalsium. Sebaliknya, sel darah merah sangat permeable terhadap air dan anion. Sebagai hasilnya, eritrosit bersifat mendekati osmometer. Air dan tansport ion pada membran sel darah merah membutuhkan energi dan berbagai macam chanel. 5 Di dalam masa membran sel darah merah, lipid memiliki sekitar 50-60% dari jumlah total masa. Membran lipid ini terbentuk dari phospolipid dan kolestrol yang memiliki perbandingan 1:1 di dalam membran. Glikolipid dan globoside juga ada di dalam membran lipid ini dalam jumlah yang sedikit. Phospholipid utama yang terkandung adalah phopatidilkolin (28% dari jumlah total phospolipid), phopatidiletanolamine (27% dari jumlah total), sphingomyelin (26% dari jumlah total), phospatidylserine (13% dari jumlah total) dan phopatidylinositol. Pada sel darah merah, kolestrol ada dalam betuk bebas, tidak ter esterifikasi. Kolestrol ini bersifat hidrofobik dan berfungsi untuk mengkontrol fluiditas dari membran, bahkan dalam keadaan yang bisa memicu terjadinya kritalisasi phospolipid dan rigidisasi dari lapisan bilayer ini.5 Phospolipid ini secara asimetris terdistribusi di dalam sel darah merah dengan PS dan PE di dalam serta sphingomyelin dan phospatidylcoline yang menghadap kea rah luar. Distribusi asimetris dari phospolipid ini merupakan sistem yang dinamis dan bisa terjadi pertukaran zat dari dalam keluar maupun dari luar ke dalam melalui lapisan bilayer ini. Bentuk asimetris ini
8

dipertahankan dengan adanya hemostasis, saat PS yang berada di luar menyediakan jalan bagi ikatan untuk prothrombinase, yang menyebabkan lapisan sel darah untuk menjadi prothrombotic. Adanya kelainan pada phospolipid menyebabkan adanya thromboses yang menyebabkan beberapa kelainan seperti sickle sell anemia, thalasemia, diabetes. Adanya PS di bagian luar sel darah merah ini yang menyebabkan adanya apoptosis pada sel darah merah tersebut. Hal ini bersangkutan dengan adanya aktivasi dan peniadaan sel darah merah oleh makrofag dan liposom. Fluiditas dari lipid bilayer ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : temperatur, jumlah dari kolestrol bebas, panjang dan saturasi dari phospolipid fatty acid.5 Protein membran merupakan salah satu bahan penyusun plasma membran pada sel darah merah. Protein ini merupakan protein globuler dengan konformasi a-helix. Terdiri dari urutan asam amino dengan gugus R rantai samping yang bersifat hidrofobik berada pada bagian luar (permukaan) yang kontak dengan bagian lipid bilayer (lapisan rangkap lipid). Sedangkan protein integral merupakan protein transmembran dengan daerah hidrofobik terentang sepanjang bagian dalam membran dan kepala hidrofilik mengarah ke bagian interior dan eksterior sel. Protein integral ini berperan sebagai pori-pori yang secara selektif akan melewatkan ion dari molekul makanan melewati membran sel. Protein periferal juga terdapat pada bilayer. Protein ini hanya terletak pada salah satu sisi membran. Menempel pada permukaan membran melalui interaksi nonkovalen pada sisi kepala lipid sehingga dapat dilepaskan dari struktur membran dengan adanya perubahan pH. Protein periferal ini juga berperan sebagai jangkar atau tempat menempel serabut ekstraselluler.5 Transport melalui membran plasma Sejumlah zat harus dimasukan ke dalam sel dan sejumlah zat lainnya harus dikeluarkan dari sel melalui membran plasma. Adanya perbedaan sifat kimia penyusun membran plasma, menyebabkan membran plasma bersifat selektif terhadap bahan-bahan yang akan masuk ke dalam dan ke luar sel. 4 Membran plasma permiabel terbhadap : air, gas-gas yang bermolekul kecil seperti oksigen, nitrogen atau karbon dioksida dan molekul-molekul polar kecil yang tidak bermuatan seperti urea dan etanol. Senyawa-senyawa tersebut mudah berdifusi melalui bagian hidrofobik membran plasma sehingga bebas melewatinya.4 Membran plasma tidak permeable terhadap zat-zat yang larut dalam air seperti : molekul
9

polar yang besar dan tidak bermuatan seperti glukosa, ion-ion dan molekul polar yang bermuatan seperti asam amino, glukosa-6-fosfat dan adenosin trifosfat (ATP).4 Hampir semua molekul yang larut dalam air, tetapi tidak larut dalam bagian hidrofobik matrik membran plasma sehingga tidak dapat menembus membran plasma. Kecepatan difusi molekul organic ketika melalui membran plasma tergantung pada kelarutan zat tersebut dalam lipid. Makin mudah zat tersebut larut dalam lipid, semakin cepat difusinya melalui membran plasma. Transpor atau pengangkutan ion atau molekul-molekul melalui membran plasma dapat terjadi secara : difusi pasif, difusi dipermudah,osmosis, dan transpor aktif.4 Difusi pasif Difusi merupakan perpindahan molekul-molekul suatu zat dari bagian yang berkonsentrasi tinggi menuju bagian yang berkonsentrasi rendah. Difusi dapat terjadi melalui membran ataupun tidak melalui membran. Dalam tingkatan sel, difusi dapat diartikan perpindahan molekul sel dari konsentrasi molekul tinggi menuju konsentrasi molekul rendah. Kecepatan difusi akan semakin besar apabila : selisih konsentrasi semakin besar, jari-jari molekul semakin kecil, jarak makin pendek, dan pergerakan molekul semakin besar /cepat.4 Difusi dipermudah Difusi dipermudah (facilitated difussion) merupakan difusi yang dibantu oleh protein transpor (permease). Protein transpor, protein pembawa itu sendiri adalah protein spesifik membran sel, yang diperkirakan memiliki sisi pengikat tertentu yang dapat disamakan dengan sisi aktif enzim. Difusi dipermudah ini adalah untuk ion atau molekul tertentu yang tidak dapat melewati membran plasma secara difusi pasif sederhana. Dengan cara difusi ini, beberapa zat yang sukar larut dalam lipid dapat melewati membran dua lapis lipid. Kecepatan difusi zat-zat melalui membran dengan difusi dipermudah ini tergantung pada : selisih konsentrasi zat-zat pada kedua sisi membran, jumlah pembawa yang ada, dan kecepatan reaksi kimia yang berlangsung.4 Osmosis Osmosis adalah pergerakan molekul air dari konsentrasi air yang tinggi menuju konsentrasi air yang rendah melalui membran selektif permiabel(semipermiable). Dengan kata lain, osmosis adalah difusi molekul air melalui membran semipermiabel. Semipermiabel berarti membran tersebut hanya bisa dilalui oleh molekul-molekul air atau molekul-molekul
10

seukuran dengan air. Air merupakan zat pelarut. Oleh karena itu, osmosis dapat diartikan sebagai gerak cairan yang encer menuju cairan yang pekat melalui membran semipermiable. Pada osmosis, biasanya perpindahan terjadi hanya satu arah karena yang bergerak adalah air. Tujuan osmosis adalah melarutkan zat terlarut sampai terjadi ekuilibrium pada kedua larutan. Kecepatan osmosis ini bergantung pada konsentrasi molekul di dalam larutan. Bila konsentrasi molekulnya tinggi, maka tekanan osmosis pada larutan tersebut tinggi sehingga air akan tertarik masuk ke dalam larutan tersebut. 4

Gambar 2. Percobaan yang membuktikan osmosis

Tekanan osmotik larutan disebut juga osmolalitas. Tekanan osmotic ini antara lain dipengaruhi oleh jumlah albumin dan natrium. Proses osmosis ini sering terjadi antara cairan intravaskuler dengan ekstravaskuler. Misalnya, osmosis air dari interstitial ke venule bersamaan dengan perpindahan karbondioksida, urea dan sampah metabolisme lainnya untuk diekskresi oleh tubuh.4 Pada gambar 2, percobaan yang membuktikan proses osmosis, 3% larutan garam yang dilapisi membran semi permiabel dimasukan ke dalam air distilasi (pure water). Kenaikan tinggi air menandakan bahwa air berpindah dari dalam beker ke dalam tabung, menciptakan tekanan osmotic yang sama antara luar dan dalam tabung.4
11

Apabila kepekatan cairan di luar dan di dalam sel sama (isotonis), kondisi sel akan tetap. Namun, apabila cairan di luar sel lebih encer daripada di dalam sel (hipotonis) maka air akan masuk ke dalam sel. Sebaliknya, apabila cairan di luar sel lebih pekat daripada di dalam sel (hipertonis) maka air dari dalam sel akan bergerak ke luar. Kondisi hipotonis dapat mengakibatkan sel menggelembung dan mungkin pecah. Adapun pada kondisi hipertonis, sel akan mengkerut.4 Transpor aktif Transpor aktif terjadi apabila sel secara aktif memindahkan zat-zat melewati membran sel dengan menggunakan energi. Biasanya, transpor aktif dilakukan untuk memindahkan zat dari konsentrasi rendah menuju konsentrasi tinggi. Misalnya, glukosa tidak dapat melewati membran sel karena ukurannya terlalu besar. Oleh karena itu, molekul glukosa ini akan diangkut secara aktif. Energi yng digunakan untuk transport aktif ini didapat dari pemecahan ATP menjadi ADP, fosfat dan energi. Glukosa tersebut akan berikatan dengan fosfat menjadi glukosa-fosfat. Glukosa-fosfat inilah yang dapat melewati membran sel contoh transpor aktif yang paling sering muncul adalah mekanisme pompa natrium-kalium. Ion natrium akan melekat pada protein di dalam membran sel. Ketika ATP dihidrolisis menjadi ADP, fosfat yang dihasilkan akan melekat pada protein. Melekatnya fosfat pada protein menyebabkan protein berubah bentuk. Perubahan bentuk protein membuat ion Natrium keluar dari dalam sel. Bersamaan dengan itu, ion kalium akan melekat pada protein dan fosfat akan lepas. Lepasnya fosfat menyebabkan bentuk protein kembali seperti semula. Ion kalium akan masuk ke dalam sel.4 Eksositosis Eksositosis terjadi apabila terdapat molekul-moleukul berukuran besar yang tidak dapat ditransportasikan melalui mekanisme transpor aktif. Eksositosis merupakan mekanisme transpor molekul keluar dari sel dengan cara membentuk vesikula. Suatu sel akan membentuk vesikula apabila akan mengeluarkan suatu molekul. Vesikula yang terbentuk akan melingkupi molekul yang akan dikeluarkan. Vesikula bersama molekul yang dilingkupinya tersebut akan bergerak menuju membran sel. Setelah melekat dengan membran sel, molekul yang dibawa vesikula akan dikeluarkan dari dalam sel.4 Endositosis Sebaliknya dari eksositosis, endositosis merupakan mekanisme masuknya molekul ke dalam
12

sel dengan bantuan vesikula. Endositosis berasal dari endon yang berarti dalam dan cytos yang berarti sel. Mekanismenya, suatu sel akan membentuk vesikula dengan cara menjulurkan bagian luar membran sel. Bagian luar membran sel tersebut akan mengurung atau menangkap molekul yang akan dibawa masuk. Kemudian, vesikula akan menelan molekul tersebut sehingga masuk ke dalam sel. Terdapat dua jenis endositosis yaitu pinosistosis dan fagositosis. Pinosistosis adalah proses endositosis berupa cairan, sedangkan fagositosis adalah proses endositosis tidak berupa cairan, misalnya bakteri.4 Tekanan Osmosis Transport pada sel darah merah lebih difokuskan pada transport pasif yaitu osmosis dan berhubungan dengan tekanan osmosis. Menurut hukum fisika, jika dua larutan ditempatkan pada setiap sisi membran semipermiabel, pelarut akan melewati membran dari larutan yang lebih encer menuju larutan yang lebih pekat untuk menyeimbangkan konsentrasi. Proses ini dikenal sebagai osmosis dan tekanan yang bertanggung jawab untuk gerakan pelarut itu disebut tekanan osmosis.2,4 Tekanan osmosis efektif suatu larutan beragam, tergantung pada zat terlarut yang ada. Jika zat terlarut adalah suatu nonelektrolit, larutannya hanya mengandung molekul yang tak terionisasi dan tekanan osmosis hanya ditentukan oleh konsentrasi zat terlarut. Jika zat terlarut adalah suatu elektrolit, larutannya akan mengandung ion dan tekanan osmosis ditentukan tidak hanya oleh konsentrasi zat terlarut tetapi juga oleh tingkat disosiasinya. Zat terlarut yang terdisosiasi memiliki jumlah partikel yang relatif lebih besar dalam larutan dan menghasilkan tekanan osmosis lebih besar daripada molekul-molekul yang tak terdisosiasi.2,4 Dua larutan yang memiliki tekanan osmosis (ketonusan) yang sama disebut isosmotik. Banyak larutan yang dimaksudkan untuk bercampur dengan cairan tubuh dirancang agar memiliki tekanan osmosis yang sama untuk kenyamanan, efikasi dan keamanan yang lebih besar. Suatu larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama seperti cairan tubuh tertentu disebut isotonic (artinya memiliki tonisitas yang sama) dengan cairan tubuh spesifik tersebut.2,4 Larutan yang memiliki tekanan osmosis lebih rendah daripada cairan tubuh disebut hipotonik, sedangkan yang memiliki tekanan osmosis lebih besar disebut hipertonik. Larutan hipotonik cenderung kehilangan pelarut akibat osmosis melalui membran biologis
13

semipermeabel (seperti pada sel darah merah), sedangkan larutan hipertonik cenderung menarik cairan dan memperbesar volume cairan ekstrasel. Sebagai contoh, suatu laksan hipertonik menarik cairan dari jaringan di sekitarnya sehingga memperbesar volume cairan dalam usus.2 Tekanan osmosis suatu larutan dan dengan demikian tonisitasnya dipengaruhi oleh sejumlah partikel dalam larutan. Zat-zat yang terdisosiasi mengalami efek tonik lebih besar daripada zat yang tidak terdisosiasi. Oleh karena itu, semakin besar disosiasi semakin besar pula tekanan osmosis dan efek toniknya.4

Gambar 3. Sel darah merah yang diletakan pada 3 jenis larutan : isotonic, hipotonik dan hipertonik.4

Isotonus Isotonus digunakan untuk menyatakan dua macam larutan yang mempunyai tekanan osmosis yang sama/memiliki ketonusan yang sama. Jika dikaitkan dengan ketonusan pada
14

sel darah merah, isotonus ini merupakan larutan yang mempunyai ketonusan yang sama dengan sel darah merah. Seperti contohnya : ketonusan sel darah merah sama dengan ketonusan larutan NaCl 0,9% atau dengan glukosa 5,54%. Dengan memiliki ketonusan yang sama, maka larutan NaCl 0,9% dan glukosa 5,54% ini bisa menjadi pengganti cairan dalam tubuh, seperti cairan dan mineral yang keluar ketika melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga. 6 Hipertonus Hipertonus digunakan untuk menyatakan bahwa suatu larutan yang ketonusannya lebih tinggi daripada larutan lain. Sebagai contoh : NaCl 1,2% dikatakan bahwa larutan NaCl 1,2% hipertonus terhadap sel darah merah. Bila sel darah merah ditempatkan pada larutan NaCl 1,2% ini, maka akan terjadi perpindahan molekul-molekul air dari dalam eritrosit keluar sehingga volume eritrosit akan berkurang, maka dinding eritosit akan berkerut karena kekurangan cairan yang akan disebut krenasi.6 Hipotonus Hipotonus digunakan untuk menyatakan bahwa suatu larutan yang ketonusannya lebih rendah daripada larutan lain. Sebagai contoh : NaCl 0,2% dikatakan bahwa larutan yang NaCl 0,2% hipotonus terhadap sel darah merah. Bila sel darah merah ditempatkan pada larutan NaCl 0,2% ini, maka akan terjadi perpindahan molekul dari larutan ke dalam eritrosit. Hal ini menyebabkan volume eritrosit bertambah dan mengembung terus dan akhirnya pecah. Peristiwa ini disebut haemolisis. 6 Sferosistosis Herediter Salah satu contoh penyakit sel darah merah akibat disebabkan karena rusaknya/ adanya kelainan pada membran sel darah merah adalah sferositosis herediter. Sferositosis herediter ini merupakan anemia hemolitik herediter yang paling sering terjadi pada orang kulit putih. Kondisi ini bersifat dominan autosomal dengan keparahan yang berbeda-beda dan dapat terjadi sebagai emolitik anameia neonatal berat, sebagai HA simpptomatik pada usia yang lebih lanjut atau dapat merupakan temuan yang tidak disengaja. Defek terjadi pada protein membran sel darah merah msialnya ankirin. Sel darah merah yang terkena akan kehilangan membran dalam perjalanannya melalui RES tertama limpa. Sel menjadi lebih sferis secara progresif dan mikrositik. Sel hancur secara premature, terutama dalam limpa. Eliptositosis herediter adalah suatu kelainan yang serupa biasanya lebih ringan.7
15

Diskusi Sel darah merah merupakan sel yang sangat banyak terdapat pada seluruh tubuh. Sel darah merah atau yang sering disebut dengan eritrosit ini, memiliki macam-macam ketonusan,yaitu : isotonus (keadaan dimana dua maca larutan mempunyai tekanan osmosis yang sama), hipertonus (keadaan dimana suatu larutan ketonusannya lebih tinggi daripada larutan lain) dan hipotonus (keadaan dimana suatu larutan ketonusannya lebih rendah daripada larutan lain). Apabila sel darah merah ditempatkan pada masing-masing larutan ini, maka akan terjadi efek yang berbeda-beda pada sel darah merah. Sel darah merah tidak akan mengalami perubahan jika diletakan pada larutan isotonus. Sel darah merah akan mengalami krenasi jika ditempatkan pada larutan hipertonus. Sel darah merah akan mengalami hemolisis jika ditempatkan pada larutan hipotonus. Kesimpulan Perbedaan konsentrasi larutan dengan konsentrasi sel darah merah dapat menyebabkan kerusakan sel darah merah. Kerusakan ini dapat menyebabkan kerusakan pada membran karena hemolisis/krenasi.

Daftar Pustaka 1. Rizzo, DC. Delmars fundamentals of anatomy and physiology. USA : Thomson Learning;2004.h.31-4. 2. Hall J, Guyton AC. Textbook of medical physiology. Ed ke-11. China : Elsevier
16

Saunders;2006.h.419-20. 3. Silbenargi S, Despopoulos A. Color atlas of physiology. Ed ke-5. New York : Thieme;2005.h.89 4. Campbell NA, Reece JB, Taylor MR, Simon EJ, Dickey JL. Biology : concepts and connections. Ed ke-6. UK : Pearson Education;2009.h.450-80 5. Allen A, Wilson L, Wurm E. Hematology. Ed ke-3. China : Elsevier Saunders;2007.h.78-89. 6. Waterbury L. Buku saku hematologi. Ed ke-3. Jakarta : IKAPI;2004.h.34-8. 7. Hoffbrand V, Mehta A. At a glance hematologi. Ed ke-2. Erlangga;2005.h.37-8. Jakarta : Penerbit

17

Anda mungkin juga menyukai