Anda di halaman 1dari 14

SEL DARAH MERAH (ERITROSIT)

MAKALAH

Oleh SINTA HANDAYANI 133112620120011

PROGRAM STUDI BIOLOGI MEDIK FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sel adalah unit kehidupan struktural dan fungsional terkecil dari tubuh. Sebagian besar reaksi kimia untuk mempertahankan kehidupan berlangsung dalam sel. Sel dan zat intraseluler membentuk keseluruhan jaringan tubuh (Sloane, 2003 : 34). Sel memiliki beberapa macam bentuk, salah satu bentuk dasar dari sel adalah bulat, seperti sel darah, sel lemak dan sel telur. Sel darah merupakan sel sejenis sel jaringan ikat yang tidak terikat pada sel lain dan dibawa dalam cairan plasma. Darah terdiri atas dua bagian, yaitu plasma dan sel darah. Volume darah secara keseluruhan kurang lebih adalah 5 liter, dengan 55 persennya adalah cairan dan 45 persennya adalah sel darah (Pearce, 1999:133). Plasma darah terdiri atas air, protein, mineral, glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam amino. Plasma juga berisi oksigen, karbondioksida, hormon, enzim dan antigen. Semua sel-sel ditemukan dalam darah berasal dari sumsum tulang. Sel-sel tersebut berasal dari sel batang dan dewasa menjadi tiga jenis sel utama (Dean, 2005:1). Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit dan trombosit. Eritrosit mempunyai peran sebagai media transport, sedangkan leukosit berfungsi sebagai alat pertahanan tubuh (Pearce, 1999). Sel darah merah adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan-jaringan tubuh melalui pembuluh darah. Oksigen dalam darah diikat oleh hemoglobin. Warna merah sel darah merah berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi.

B. Tujuan Makalah ini bertujuan untuk mengetahui : 1. karakteristik dari sel darah merah atau eritrosit, 2. peranan dan fungsi sel darah merah atau eritrosit, 3. struktur sel darah merah atau eritrosit,

4. proses pembentukan sel darah merah atau eritrosit, dan 5. penyakit pada sel darah merah atau eritrosit,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Karakteristik Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrosit merupakan jenis sel darah yang jumlahnya paling banyak dalam sel darah. Setiap milimeter darah mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit yang secara klinis sering dilaporkan dalam hitung sel eritrosit 5 juta per milimeter kubik (mm3). Eritrosit normal merupakan diskus bikonkaf berbentuk bulat dengan lekukan pada sentralnya dan berdiameter sekitar 7,5-8 m, dengan tebal 2 m (Sloane, 2003:220).

Gambar 1. Sel darah merah atau eritrosit

Eritosit terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi. Membran ini elastis dan fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit berubah bentuk untuk menembus kapiler (pembuluh darah terkecil) sesuai diameter kapiler yang akan dilaluinya (Sloane, 2003:220).

Gambar 2. Permeabilitas eritrosit dalam pembuluh darah

Eritrosit tidak memiliki nukleus dan terdiri dari membran luar, hemoglobin dan karbonik anhidrase. Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa hidup sel tersebut. Jumlah sel darah merah pada laki-laki sehat berukuran rata-rata adalah 4,2 sampai 5,5 juta sel per milimeter kubik. Pada perempuan sehat berukuran ratarata jumlah sel darah merahnya adalah 3,2 sampai 5,2 juta sel per mm 3.

B. Peranan dan Fungsi Sel Darah Merah Sel-sel eritrosit berperan dalam mentranspor oksigen ke seluruh jaringan melalui pengikatan hemoglobin terhadap oksigen. Hemoglobin sel eritrosit berikatan dengan karbondioksida untuk ditranspor ke paru-paru, tetapi sebagian besar karbondioksida yang dibawa plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim karbonat anhidrase dalam eritrosit memungkinkan sel darah merah bereaksi dengan karbondioksida untuk membentuk ion bikarbonat. Ion bikarbonat berdifusi keluar dari sel eritrosit dan masuk ke dalam plasma. Sel eritosit

berperan penting dalam pengaturan pH darah karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asam-basa (Sloane, 2003:221). Ketika eritrosit berada dalam tegangan di pembuluh yang sempit, eritrosit akan melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar . Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan

melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen. Eritrosit berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya. Eritrosit juga dapat mensintesis oksida nitrat enzimatis, menggunakan L-arginin sebagai substrat, seperti sel-sel endotel.

C. Struktur Sel Darah Merah Komposisi membran eritrosit seperti juga membran sel lainnya yaitu terdiri dari (www.pustaka.unpad.ac.id/2010/05/metabolisme_eritrosit.pdf , 2010): 1. Struktur trilaminar a. Outer hydrophilic b. Central hydrophobic c. Inner hydrophilic 2. Protein a. Integral : perpanjangan dari permukaan luar ke dalam. b. Perifer : permukaan sitoplasma di bawah lapisan lemak. 3. Lipid Membran eritrosit : a. 95% lipid terdiri dari : kolesterol tidak teresterifikasi yang akan berpengaruh terhadap area permukaan permeabilitas kation pasif. Phospholipid bilayer mobilitasnya berkontribusi terhadap fluiditas membran. b. 5% sisanya terdiri dari glicolipid dan Free fatty acids 4. Protein membran Integral (glycophorin A, B, C dan pita 3), pita 3 merupakan tempa mengikatkan cytoskeleton terhadap lapisan lipid juga sebagai anion pertukaran protein. Perifer (dibentuk dari membran skeleton) yang

berkontribusi terhadap bentuk sel, stabilitas membran, perubahan bentuk dan viscoelastic. Pada semua mamalia, termasuk manusia eritrosit matang tidak memiliki ini. Hal tersebut memungkinkan sel memiliki lebih banyak ruang untuk menyimpan hemoglobin, sehingga eritrosit mengangkut lebih banyak oksigen. Eritosit yang memiliki bentuk bikonkaf tersebut juga meningkatkan luas permukaan eritrosit

untuk difusi oksigen pada permukaannya. Sedangkan pada hewan non-mamalia seperti burung dan ikan eritrosit memiliki inti (Dean, 2005:2) Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis pigmen pernapasan yang mengikat oksigen.Volume hemoglobin dapat

mencapai sepertiga volume sel. 1. Struktur kimia hemoglobin (Sloane, 2003:220). Hemoglobin adalah molekul yang tersusun dari suatu proten globin. Globin terdiri dari empat rantai polipeptida yang melekat pada empat gugus hem yang mengandung zat besi. Hem berperan dalam pewarnaan darah. Pada hemoglobin oang dewasa (HgA), rantai polipetidanya terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta yang identik, masing-masing membawa gugus hemnya. Hemaglobin janin (HgF) terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai gamma. HgF memiliki afinitas yang sangat besar terhadap oksigen dibandingkan HgA.

Gambar 3. Struktur Hemoglobin

2. Fungsi hemoglobin (Sloane, 2003:221). Jika hemoglobin mengikat oksigen, maka molekul oksigen akan bergabung dengan rantai alfa dan beta, untuk membentuk oksihemoglobin. Oksihemoglobin berwarna merah terang. Jika oksigen dilepas ke jaringan, maka hemoglobinnya disebut deoksihemoglobin atau hemoglobin tereduksi. Hemoglobin ini terlihat lebih gelap atau bahkan kebiruan, saat vena terlihat dari permukaan kulit. Setiap gram HgA membawa 1,3 ml oksigen. Sekitar

97% oksigen dalam darah yang dibawa dari paru-paru bergabung dengan hemoglobin, sisanya yang 3% larut dalam plasma. Hemoglobin berikatan dengan karbondioksida di bagian asam amino pada globin. Karbaminohemoglobin yang terbentuk hanya memakai 20% karbon dioksida yang terkandung dalam darah, 80% sisanya dibawa dalam bentuk ion bikarnonat.

D. Proses Pembentukan Sel Darah Merah Sebelum lahir proses pembentukan sel darah merah berada dalam kantong yolk, seterusnya dalam limpa, hati, dan sumsum tulang merah. Kemudian setelah lahir, eitrosit berada dalam sumsum tulang merah, bersama dengan bertambahnya usian menjadi terbatas di dalam sternum, vertebrae, dan caput femoris dan humerus (Gibson, 2002:154). Sel darah merah dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak beraturan, jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan sternum (Pearce, 1999:134). Semua selsel darah berkembang dari sel-sel retikulum primitif. Perkembangan sel darah atau eritropoiesis melalui berbagai tahap (Cambridge Communication Limited, 1999:52):

Gambar 4. Tahapan eritropoiesis.

Kecepatan eritropoiesis dikontrol oleh glukoprotein dan eritropoietin yang dihasilkan di hepar dan ginjal. Eritropoietin mengatur kecepatan mitosis sel-sel retikulum dalam proeritroblas. Proses maturasi sel dalam sumsum tulang meliputi, reduksi progresif dalam ukuran sel, akumulasi gradual hemoglobin dan kehilangan inti. Faktor esensial untuk eritropoiesis antara lain (Sloane, 2003:222) : 1. Zat besi, penting untuk sintesis hemoglobin oleh eritrosit. Zat ini diabsorbsi dari makanan sehai-hari dan disimpan di bebagai jaringan, terutama hati. 2. Tembaga, merupakan bagian esensial dari protein yang diperlukan untuk mengubah besi feri (Fe3+) menjadi besi Fero (Fe2+). 3. Vitamin seperti vitamin B12, asam folat, dan vitamin C berperan penting dalam pertumbuhan normal dan pemtangan sel eritrosit. Vitamin B12 tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus didapat dai makanan. Agar vitamin B12 dapat terabsorbsi dari saluran pencernaan , lapisan lambung harus memproduksi faktor intrinsik. Jika faktor intrinsik tidak ada maka vitamin B12 tidak dapat diabsorbsi, sel darah merah tidak matang dengan sempurna dan mengakibatkan defisiensi sel eritrosit. 4. Hormon tiroid kortikosteroid. Produksi eritrosit diatur eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang diproduksi terutama oleh ginjal. Kecepatan produksi eritropoitein berbanding terbalik dengan persediaan oksigen dalam jaringan. Faktor yang menyebabkan jaringan menerima volume oksigen yang kurang (anoksia) akan mengakibatkan peningkatan produksi eritropoietin sehingga semakin menstimulasi produksi sel darah merah (Sloane, 2003:221). Sebagai contoh: a. Kehilangan darah akibat hemoragi mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah. b. Tinggal di dataran tinggi dengan kandungan oksigen yang rendah dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah. c. Gagal jantung yang mengurangi aliran darah ke jaringan atau penyakit paru, yang mengurangi volume oksigen yang diabsorbsi darah mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah. Hormon lain seperti kortison, hormon tiroid, dan hormon pertumbuhan juga mempengaruhi produksi sel darah merah.

Sel darah merah biasanya bersirkulasi 120 hari sebelum menjadi rapuh dan pecah. Fragmen sel darah merah yang rusak atau terdisintegrasi akan mengalami fagositosis oleh makrofag dalam sistem retikulo-endotelial limpa, hepar, dan sumsum tulang. Globin (bagian protein) HgA terdegradasi menjadi asam amino,yang kemudian akan diperbaharui untuk sintesis protein seluler. Hem (bagian yang mengandung zat besi) diubah menjadi biliverdin (pigmen hijau) dan kemudian menjadi bilirubin (pigmen kuning), yang dilepas ke dalam plasma. Bilirubin diserap hati dan disekresi dalam empedu. Dan sebagian besar zat besi yang dilepas oleh hem akan diambil untuk diperbharui dalam proses sintesis HgA selanjutnya (Sloane, 2003:222).

E. Penyakit pada Sel Darah Merah Penyakit umum pada sel darah merah adalah anemia dan polisitemia. Anemia adalah defisiensi sel darah merah atau kekurangan hemoglobin. Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah atau jumlah sel darah merah tetap normal tetapi jumlah hemoglobinnya abnormal. Hal tersebut diakibatkan oleh kemampuan darah untuk membawa oksigen yang berkurang, maka individu akan terlihat pucat atau kurang tenaga. Berikut ini beberapa jenis anemia (Sloane, 2003:222): 1. Anemia hemoragi, tejadi akibat kehilangan darah akut. Sumsum tulang secara bertahap akan memproduksi sel darah merah baru untuk kembali ke kondisi normal. 2. Anemia defisiensi zat besi, terjadi akibat penurunan asupan makanan, penurunan daya absorpsi atau kehilangan zat besi secara berlebihan. 3. Anemia aplastik (sumsum tulang tidak aktif) ditandai dengan penurunan sel darah merah secara besar-besaran. Hal ini dapat terjadi karenan pancaran radiasi yang berlebihan, keracunan kimia atau kanker. 4. Anemia pernicious disebabkan karena tidak adanya vitamin B12 5. Anemia sel sabit adalah penyakit anemia yang mana molekul hemoglobin yang berbeda dari hemoglobin normal karena penggantian salah satu asam amino pada rantai polipeptida beta. Akibatnya sel darah merah terdistorsi menjadi berbentuk sabit dalam kondisi konsentrasi oksigen yang rendah. Sel-sel terdistorsi ini menutup kapilar dan mengganggu aliran darah.

Gambar 5. Anemia sel sabit dalam pembuluh darah

Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi, yang mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah. Aliran darah yang mengalir melalui pembuluh darah terhalang dan aliran kapilar dapat tertutup. Berikut ini beberapa jenis polisitemia, yaitu: 1. Polisitemia kompensatori (sekunder), dapat terjadi akibat hipoksia atau kekurangan oksigen yang disebabkan oleh, tinggal di dataran tinggi secara permanen, aktivitas fisik berkepanjangan, dan penyakit paru atau jantung. 2. Polisitemia vera adalah gangguan pada sumsum tulang.

PENUTUP
Berdasarkan uraian-uraian dari bab sebelumnya, dapat disimpulkan: 1. Eritrosit normal berbentuk bikonkaf bulat dengan lekukan pada sentralnya, berwarna merah dan terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi yang elastis dan fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit berubah bentuk untuk menembus kapiler. 2. Sel-sel eritrosit berperan sangat penting dalam tubuh, misalnya sebagai media dalam transpor oksigen dan pengaturan pH darah. 3. Sel-sel eritrosit dewasa tidak memiliki inti nukleus namum mengandung hemoglobin yang berguna untuk mengikat oksigen. 4. Sel darah merah dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak beraturan, jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan sternum, dan eritrosit bersirkulasi 120 hari sebelum menjadi rapuh dan pecah. 5. Penyakit umum pada sel darah merah adalah anemia dan polisitemia

DAFTAR PUSTAKA
Cambidge Communication Limited, Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan dan Sistem Kardiovaskular, EGC, Jakarta, 1999. Dean, L., Blood Group and Red Cell Antigens (www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2263/pdf/ch01.pdf, 31/10/2005,) Gibson, J., Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta, 2002. Pearce, E., Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1999. Sloane, E., Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, EGC, Jakarta, 2003. www.pustaka.unpad.ac.id/2010/05/metabolisme_eritrosit.pdf , 26/05/2010, Metabolisme Eritrosit.

Anda mungkin juga menyukai