Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Semua zat baik hasil maupun sisa metabolisme diedarkan ke seluruh tubuh oleh sistem peredaran darah. Darah dipompa ke seluruh tubuh oleh jantung untuk membawa oksigen dan zat makanan yang diperlukan oleh sel untuk hidup. Karbondioksida dan sisa makanan dibawa kembali menuju paru-paru dan jantung juga dibawa oleh darah. Sistem peredaran darah adalah sistem yang utama dalam sistem penghantaran produk metabolisme. Selain itu darah juga merupakan suatu sistem pertahanan tubuh atau immune system. Komponen darah dapat berupa plasma darah, sel darah dan keping darah. Sel sel darah pada manusia dapat berupa sel darah merah maupun sel darah putih. Sel sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan fungsi utamanya adalah membawa oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Sel darah merah adalah sel yang tidak berinti, bentuknya cekung bikonkaf atau pipih dengan bagian pusat lebih tipis dan terang sehingga mempermudah proses terjadinya difusi. Eritrosit merupakan kantong untuk Haemoglobin ( Hb). Hb inilah yang akan mengikat oksigen. Pada keadaan normal jumlah eritrosit pada wanita yaitu antara 4,0- 5,0 juta/l darah dan pada pria antara 4,5-5,5 juta/l darah. Perhitungan eritrosit dapat dilakukan secara manual maupun secara elektronik. Perhitungan secara manual yaitu menggunakan hemositometer yang terdiri dari pipet thoma, kamar hitung dan mikroskop. Prinsipnya sama seperti pada perhitungan leukosit yaitu dengan cara pengenceran menggunakan larutan isotonis untuk melisiskan sel lain untuk memperjelas untuk menghitung eritrosit.

Perhitungan jumlah eritrosit ini amat penting guna mendeteksi awal terhadap kelainan-kelainan pada sel darah merah. Pada praktikum ini, akan dilakukan percobaan secara manual menggunakan hemositometer untuk menghitung jumlah sel darah merah.

B. Tujuan Tujuan dilakukannya pemeriksaan hitung eritrosit adalah untuk mendeteksi kelainan yang berhubungan dengan sel darah merah guna penegakan diagnosis awal suatu penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori 1. Darah Darah berasal dari kata haima, yang berasal dari akar kata hemo atau hemato. Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah terdiri dari 45% korpuskula dan 55% plasma darah. Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas, serta PH 7,4 (7,35 7,45). Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah. Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata- rata, dan kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi sesuai dengan perubahan cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya. Darah memiliki komposisi yang terdiri atas sekitar 55% cairan darah (plasma) dan 45% sel-sel darah. Elemen pembentuk darah meliputi tiga macam sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan

keping darah (trombosit). Ketiga sel-sel darah tersebut tergolong dalam unsur padat yang disebut korpuskuler.

2. Plasma darah Plasma pokoknya darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur

sama dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92% air dan

mengandung campuran kmpleks zat organik dan anorganik. Protein plasma mencapai 7% plasma dan merupakan satu-satunya unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk mencapai sel. Ada 3 jenis protein plasma yang utama yaitu:
a. Albumin adalah protein plasma yang terbanyak, sekitar 55% sampai dengan

60%, tetapi ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis dalam hati dan bertanggung jawab untuk Tekanan Osmotik koloid darah. 1. Koloid adalah zat yang berdiameter 1nm sampai 100nm, sedangkan kristaloid adalah zat yang berdiameter kurang dari 1nm. Plasma mengandung koloid dan kristaloid. 2. Tekanan osmotik koloid (tekanan onkotik) ditentukan berdasarkan jumlah partikel koloid dalam larutan. Tekanan ini merupakan suatu ukuran daya tarik plasma terhadap difusi air dari cairan ekstraseluler yang melewati membran kapiler. b. Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. 1. Alfa dan beta globulin disintesis dihati, dengan fungsi utama

sebagai molekul pembawa lipid, beberapa hormon, berbagai substrat, dan zat penting tubuh lainnya.
2. Gamma globulin (imunoglobulin) adalah antibodi. Ada 5

jenis imunoglobulin yang diproduksi jaringan limfoid dan berfungsi dalam imunitas.

c. Fibrinogen membentuk 4% protein plasma, disintesis dihati dan merupakan komponen essensial dalam mekanisme pembentukan darah. Plasma juga mengandung nutrien, gas darah, elektrolit, mineral, hormon, vitamin dan zat-zat sisa. Nutrien meliputi asam amino, gula, dan lipid yang diabsorpsi dari saluran pencernaan. Gas darah meliputi oksigen, karbon dioksida, dan nitrogen. Elektrolit plasma meliputi ion natrium, kalium, magnesium, klorida, kalsium, bikarbonat, fosfat, dan ion sulfat. Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut Serum Darah. Protein dalam serum inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda asing (Antigen). Zat antibodi adalah senyawa Gama Globulin. Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-macam. 3. Sel darah merah

Gambar sel darah merah

Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah. Sel darah merah berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya cekung. Sel darah merah tidak memiliki inti sel dan mengandung hemoglobin. Hemoglobin (Hb) merupakan protein yang mengandung zat besi. Fungsi hemoglobin adalah untuk mengikat oksigen dan karbondioksida dalam darah. Hemoglobin berwarna merah, karena itu sel darah merah berwarna merah. Jumlah sel darah merah yang normal kurang lebih adalah 5 juta sel/mm3 darah. Sel darah merah dibentuk pada tulang pipih di sumsum tulang dan dapat hidup hingga 120 hari. Jika sel darah merah rusak atau sudah tua maka sel ini

akan dirombak dalam limfa. Hemoglobin dari sel darah merah yang dirombak akan terlepas dan dibawa ke dalam hati untuk dijadikan zat warna empedu. Sel darah merah baru akan dibentuk kembali dengan bahan zat besi yang berasal dari hemoglobin yang terlepas. Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lekukan pada sentralnya dan berdiameter 7,65 m. Erirosit terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas yang tinggi. Membran ini elastis dan fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapiler (pembuluh darah terkecil). Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin sejenis pigmen pernafasan yang mengikat oksigen. Volume hemoglobin mencapai sepertiga volume sel.

Struktur kimia hemoglobin Hemoglobin adalah molekul yang tersusun dari suatu protein, globin. Globin terdiri dari 4 rantai polipeptida yang melekat pada 4 gugus hem yang mengandung zat besi. Hem berperan dalam pewarnaan darah. Pada hemoglobin orang dewasa (HgA), rantai polipeptidanya terdiri dari rantai alfa dan 2 rantai beta yang identik. Masing-masing membawa gugus hemnya. Hemoglobin janin (Hgf) terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai ngamma. HgF memiliki afinitas yang sangat besar terhadap oksigen dibandingkan HgA. Fungsi hemoglobin, jika hemoglobin terpajan oksigen, maka molekul oksigen akan bergabung dengan rantai alfa dan beta, untuk membentuk oksihemoglobin. Oksihemoglobin berwarna merah terang. Jika oksigen dilepas ke jaringan, maka hemoglobinnya disebut deoksihemoglobin atau hemoglobin tereduksi. Hemoglobin ini terlihat lebih gelap atau bahkan kebiruan, saat vena terlihat dari permukaan kulit. Setiap gram HgA membawa 1,3ml oksigen. Sekitar 97% oksigen dalam darah yang dibawa dari paru-paru bergabung dengan hemoglobin, sisanya yang 3% larut dalam plasma.

Hemoglobin berikatan dengan karbondioksida dibagian asam amino pada globin. Karbaminohemoglobin yang terbentuk hanya memakai 20% karbondioksida yang terkandung dalam darah, 80% sisanya dibawa dalam bentuk ion bikarbonat.

Jumlah Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah pada laki-laki sehat berukuran rata-rata adalah 4,2 sampai 5,5 juta sel permilimeter kubik (mm3). Pada perempuan sehat rat-rata, jumlah sel darah merahnya antara 3,2 sampai 5,2 juta sel per mm3. Hematokrit adalah persentase volume darah total yang mengandung eritrosit. Persentase ini ditentukan dengan melakukan sentrifugasi sebuah sampel darah dalam tabung khusus dan mengukur kerapatan sel pada bagian dasar tabung. Hematokrit pada laki-laki berkisar antara 42% sampai 54% dan pada perempuan 38% samapai 48%. Hematokrit dapat bertambah atau berkurang, bergantung pada jumlah eritrosit atau faktorfaktor yang mempengaruhi volume darah, seperti asupan cairan atau air yang hilang. Kecepatan sedimentasi adalah kecepatan sel darah merah untuk sampai kedasar tabung tanpa melalui sentrifugasi.

Fungsi Sel Darah Merah 1. Sel-sel darah merah menstransfor oksigen keseluruh jaringan melalui pengikatan hemoglobin terhadap oksigen.
2. Hemoglobin sel darah merah berikatan dengan karbon dioksida untuk ditransfor ke

paru-paru, tetapi sebagian besar karbon dioksida yang dibawa plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim (karbonat anhidrase) dalam eritrosit memungkinkan sel darah merah bereaksi dengan karbon dioksida untuk membentuk ion bikarbonat. Ion bikarbonat berdifusi keluar dari sel darah merah dan masuk ke dalam plasma. Sel darah merah berperan penting dalam pengaturan PH darah karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asam-basa.
3. Pengaturan produksi sel darah merah :

a. Produksi eritrosit diatur eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang diproduksi terutama oleh ginjal. Kecepatan produksi eritropoietin berbanding terbalik dengan persediaan oksigen dalam jaringan.
b. Faktor apapun yang menyebabkan jarinagan menerima volume oksigen yang

kurang (anoksia) akan mengakibatkan peningkatan produksi eritropoietin, sehingga semakin menstimulasi produksi sel darah merah. Sebagai berikut:

Kehilangan darah akibat hemoragi mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah.

Tinggal didataran tinggi dengan kandungan oksigen yang rendah dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah.

Gagal jantung, yang mengurangi darah ke jaringan, atau penyakit paru, yang mengurangi volume oksigen yang diabsorpsi darah, mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah.

4. Hormon lain, seperti kortison, hormon tiroid, dan hormon pertumbuhan, juga

mempengaruhi produksi sel darah merah. 5. Faktor diet esensial untuk produksi sel darah merah Zat besi penting untuk sintesis hemoglobin oleh eritrosit. Zat inidiabsorpsi dari makanan sehari-hari dan disimpan diberbagai jaringan, terutama dihati. Tembaga merupakan bagian esensial dari protein yang diperlukan untuk mengubah besi feri (Fe3+) menjadi besi fero (Fe2+). Vitamin tertentu, seperti asam folat, vitamin c, dan vitamin B12+, berperan penting dalam pertumbuhan normal dan pematangan sel darah merah. tidak dapat diabsorpsi dari saluran pencernaan, Vitamin B12 tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus didapat dari makanan. Agar vitamin B12 lapisan lambung harus memproduksi faktor instrinsik. Jika faktor instrinsik tidak ada, maka vitamin B12 tidak dapat diabsorpsi, sel darah merah tidak matang dengan sempurna, dan

mengakibatkan anemia pernicious (defisiensi sel darah merah), injeksi vitamin B12 digunakan untuk pengobatan.

Umur dan destruksi eritrosit Sel darah merah biasanya bersikulasi selama 120 hari sebelum menjadi rapuh dan mudah pecah. Walaupun sel darah merah matang tidak memiliki nuklei, mitokondria ataupun retikulum endoplasma, enzim sitoplasmanya mampu memproduksi ATP untuk waktu yang terbatas ini. Fragmen sel darah merah yang rusak atau terdisintegrasi akan mengalami fagositosis oleh makrofag dalam limpa, hati, sumsum tulang, dan jaringan tubuh lain. Globin (bagian protein) HgA terdegradasi menjadi asam amino, yang kemudian akan diperbaharui untuk sintetis protein selular. Hem (bagian yang mengandung zat besi) diubah menjadi Biliverdin (pigmen hijau) dan kemudian menjadi bilirubin (pigmen kuning), yang dilepas kedalam plasma. Bilirubin diserap hati dan disekresi dalam empedu. Sebagian besar Zat besi yang dilepas oleh Hem akan diambil untuk diperbaharui dalam proses sintesis HgA selanjutnya.

Gangguan pada sel darah merah Anemia adalah defisiensi sel darah merah atau kekurangan hemoglobin. Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah, atau jumlah sel darah merah cepat normal tetapi jumlah hemoglobinnya subnormal. Karena kemampuan darah untuk membawa oksigen berkurang. Maka individu akan terliht pucat atau kurang tenaga. Berikut merupakan beberapa jenis anemia :
1. Anemia hemografi terjadi akibat kehilangan darah akut. Sumsum tulang

secara bertahap akan memproduksi sel darah merah baru untuk kembali ke kondisi normal.

2. Anemia defisiensi zat besi terjadi akibat penurunan asupan makanan, penurunan daya absorpsi, atau kehilangan zat besi secara berlebihan. 3. Anemia aplastik (sumsum tulang tidak aktif), ditandai dengan penurunan sel darah merah secara besar-besaran. Hal ini dapat terjadi karena pajanan radiasi yang berlebihan, keracunan zat kimia atau kanker. 4. Anemia pernicious karena tidak ada vitamin B12. 5. Anemia sel sabit (sickle cel anemia) adalah penyakit keturunan diman molekul hemoglobin yang berbeda dari hemoglobin normalnya karena penggantian salah satu asam amino pada rantai polipeptida beta. Akibatnya, sel darah merah terdistorsi menjadi berbentuk sabit dalam kondisi konsentrasi oksigen yang rendah. Sel-sel terdistorsi ini menutup kapiler dan mengganggu aliran darah. Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi, yang mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah. Aliran darah yang mengalir melalui pembuluh darah terhalang dan aliran kapiler dapat tertutup. Polisitemia kompensatori (sekunder) dapat terjadi akibat hipoksida (kekurangan oksigen) karena kediaman permanen didataran tinggi, aktivitas fisik berkepanjangan, penyakit paru atau penyakit jantung. Polisitemia vera adalah gangguan pada sumsum tulang Eritrosit (Sel Darah Merah). Selain kelainan pada jumlah sel darah merah, juga diketahui kelainan pada bentuk sel darah merah. Kelainan-kelainan tersebut antara lain : a. Poikilositosis Disebut poikilositosis apabila pada suatu sediaan apus ditemukan macam variasi bentuk eritrosit. Ditemukan pada : Anemia yang berat disertai regenerasi aktif eritrosit atau hemopoesis ekstrameduler Eritropoesis abnormal (anemia megaloblastik, leukemia, mielosklerosis,dll) bermacam-

10

Dekstruksi eritrosit di dalam pembuluh darah (anemia hemolitik)

b. Sferosit Eritrosit tidak berbentuk bikonkaf tetapi bentuknya sferik dengan tebal 3 mikron atau lebih. Diameter biasanya kurang dari 6.5 mikron dan kelihatan l;ebih hiperkromik dan tidak mempunyai sentral akromia. Ditemukan pada: Sferositosis herediter Luka bakar Anemia hemolitik

c. Elliptosis (Ovalosit) Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu dengan konsentrasi Hb umumnya tidak menunjukkan hipokromik. Hb berkumpil pada kedua kutub sel. Ditemukan pada: Elliptositosis herediter ( 90 95% eritrosit berbentuk ellips) Anemia megaloblastik dan anemia hipokromik (gambaran elliptosit tidak > 10 %) Elliptositosis dapat menyolok pada mielosklerosis
d. Sel Target (Mexican Het cell, bulls eye cell)

Eritrosit berbentuk tipis atau ketebalan kurang dari normal dengan bentuk target di tengah (target like appearance). Ratio permukaan / volume sel akan meningkat, ditemukan pada: Talasemia Penyakit hati kronik Hb-pati Pasca splenektomi

e. Stomatosit Sentral akromia eritrosit tidak berbentuk lingkaran tetapi memanjang seperti celah bibir mulut. Jumlahnya

11

biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis. Ditemukan pada: Stomasitosis herediter Keracunan timah Alkoholisme akut Penyakit hati menahun Talasemia Anemia hemolitik Eritrosit berbentuk bulan sabit atau arit . Kadang-kadang bervariasi berupa lanset huruf L, V, atau S dan kedua ujungnya lancip. Terjadi oleh karena gangguan oksigenasi sel. Ditemukan pada penyakit-penyakit Hb-pati seperti Hb S dan lain-lain.
g. Sistosit (fragmented cell, keratocytes)

f. Sel Sabit (sickle cell, drepanocyt, cresent cell, menyscocyte)

Merupakan suatu pecahan eritrosit dengan berbagai macam bentuk. Ukurannya lebih kecil dari eritrosit normal. Bentuk fragmen bermacam-macam triangular cell, dan sputnik cell. Ditemukan pada: Anemia hemolitik Purpura trombotik trombosistik Kelainan katup jantung Talasemia Major seperti helmet dapat cell,

h. Sel Spikel (sel bertaji) Ada 2 jenis sel bertaji yaitu akantosit dan ekinosit ;

Akantosit (Spurr cell) adalah eritrosit yang pada dinding terdapat tonjolan tonjolan sitoplasma yang berbentuk duri (runcing), disebut tidak merata dengan jumlah 5 10 buah, panjang dan besar tonjolan bervariasi, ditemukan

12

pada: Abetalipoproteinemia herediter, Pengaruh pengobatan heparin, Pyruvate kinase deficiency, penyakit hati dengan anemia hemolitik, Pasca splenektomi.

Echynocyte (Burr cell, Crenated cell, sea-urchin cell) merupakan eritrosit dengan tonjolan duri yang lebih banyak ( 10 30 buah), berukuran sama. Tersebar merata pada pada permukaan sel. Ditemukan pada: penyakit ginjal menahun (uremia), karsinoma lambung, artefak waktu preparasi, hepatitis, bleeding peptic ulcer, pyruvate kinase deficiency, cirosis hepatic, dan anemia hemolitik.

i. Tear Drop cell Eritrosit memperlihatkan tonjolan plasma yang mirip ekor sehingga seperti tetes air mata atau buah pir. Ditemukan pada: anemia megaloblastik, myelofibrosis, hemopoesis ekstramedullar, dan kadang-kadang pada talasemia. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan Objek glass Lanset steril Kapas alkohol 70 % Pipet Thoma eritrosit Larutan Hayem Kamar hitung improved Neubauer Mikroskop Darah manusia

13

B. Prosedur Kerja Untuk menghitung eritrosit, darah diencerkan dalam pipa eritrosit lalu dimasukkan ke dalam kamar hitung. Pengencer yang digunakan adalah larutan Hayem. Langkah-langkah pemeriksaan yang diterapkan adalah:
1. Hisap darah kapiler sampai tanda 0,5

2. Hapus kelebihan darah di ujung pipet. Pipet yang digunakan adalah pipet Thoma untuk mengencerkan eritrosit, terdiri atas pipa kapiler yang bergaris bagi dan membesar pada salah satu ujung membentuk bola. Di dalam bola terdapat sebutir kaca merah. Pipet Thoma untuk mengencerkan lekosit sama dengan pipet eritrosit, namun di dalam bola terdapat sebutir kaca putih.
3. Masukkan ujung pipet ke dalam larutan Hayem dengan sudut 45o, tahan

agar tetap di tanda 0,5. Isap larutan Hayem hingga mencapai tanda 101. Jangan sampai ada gelembung udara. Larutan Hayem adalah larutan isotonis yang digunakan untuk pengencer darah yang akan melisiskan sel lain untuk memperjelas perhitungan eritrosit. 4. Tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap 5. Kocok selama 15-30 detik 6. Letakkan kamar hitung dengan penutup terpasang secara horisontal di atas meja 7. Kocok pipet selama 3 menit, jaga agar cairan tak terbuang dari pipet
8. Buang semua cairan di batang kapiler (3-4 tetes) dan cepat sentuhkan

ujung pipet ke kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup dengan sudut 30o. Biarkan kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritas 9. Biarkan 2-3 menit supaya eritrosit mengendap 10. Gunakan lensa obyektif mikroskop dengan pembesaran 40 kali, fokus dirahkan ke garis-garis bagi dalam bidang besar yang tengah.

14

11. Hitunglah eritrosit di 5 bidang sedang yang masing-masing tersusun atas 16 bidang kecil, dari kiri atas ke kanan, ke bawah lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kiri dan seterusnya. Untuk sel-sel pada garis, yang dihitung adalah pada garis kiri dan atas. 12. Jumlah lekosit per L darah adalah: jumlah sel X 10000

Penghitungan lekosit dan eritrosit (lingkaran besar: daerah penghitungan lekosit, lingkaran kecil: daerah penghitungan eritrosit)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil praktikum hitung eritrosit Tujuan pemeriksaan : Mengetahui cara menghitung eritrosit dengan

hemositometer Tanggal pemeriksaan : 30 Maret 2012 No 1 Nama Mahasiswa Arini Septrianty Kadar Eritrosit N = 457 (4.570.000)

15

2 3

Mita Nurdiana Windiasti Ulhia Putri

N = 258 (2.580.000) N = 280 (2.800.000)

Fp = 100 / 0,5 = 20 Vb = 0,2 x 02 x 0,1 x 5 = 0,02 l Perhitungan eritrosit : 1. Jumlah eritrosit = 457 x 200 = 4.570.000 sel 0,02 2. Jumlah eritrosit = 258 x 200 = 2.580.000 sel 0,02 3. Jumlah eritrosi = 280 x 200 = 2.800.000 sel 0,02

B. Pembahasan Cara menghitung jumlah eritrosit prinsipnya sama dengan menghitung kadar leukosit baik secara manual maupun secara elektronik / automatik. Metode manual yaitu menggunakan hemositometer yang terdiri dari kamar hitung, pipet thoma dan mikroskop. Namun demikian menghitung eritrsoit lebih sulit dari pada hitung leukosit. Prinsip hitung manual pada eritrsoti yaitu darah diencerkan dengan larutan isotonis dan untuk mencegah terjadinya hemolisis. Larutan pengencer yang dapat digunakan adalah larutan Hayem, Larutan Gower atau Larutan Natrium Klorid 0,85 %. Pada praktikum hitung eritrosit digunakan larutan Hayem yang komposisinya yaitu Na.Sulfat 2,5 g, HgCl2 0,25 g dan Aqua destilata 100 ml. Pada keadaan Hiperglobulinemia larutan ini tidak dapat digunakan karena dapat menyebabkan presipitasi protein, roleaux dan aglutinasi. Berdasarkan percobaan pada 3 sampel, didapatkan jumlah eritsosit yang tidak memenuhi jumlah rujukan klinis yaitu yang pada kadar normal antara

16

3.800.000 4.800.000 pada wanita. Pada 2 sampel yang tidak memenuhi jumlah rujukan klinis untuk eritrosit yaitu 2.580.000 dan 2.800.000. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi temuan hasil hitung eritrosit yang tidak sesuai dengan hasil rujukan klinis yaitu pengenceran yang tidak tepat, larutan pengencer yang tercemar darah atau pengotor lain, alat yang digunakan seperti pipet maupun kaca penutup yang basah atau kotor, dan kesalahan pada waktu pembacaan eritrosit. Secara klinis penurunan jumlah eritrosit dapat berupa indikasi adanya kelainan pada sel darah merah sperti anemia, leukemia, infeksi kronis, mieloma multiple, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan. Sedangkan terjadinya peningkatan jumlah eritrosit dapat berupa indikasi hemokonsentrasi / dehidrasi, tinggal didataran tinggi, polisitemia vera maupun penyakit kardiovaskuler.

BAB V KESIMPULAN

Penurunan jumlah eritrosit merupakan suatu indikasi adanya kelainan pada sel darah merah sperti anemia, leukemia, infeksi kronis, mieloma multiple, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan. Sedangkan terjadinya peningkatan jumlah eritrosit dapat berupa indikasi hemokonsentrasi / dehidrasi, tinggal didataran tinggi, polisitemia vera maupun penyakit kardiovaskuler.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2009. Hitung Eritrosit.(http://labkesehatan.blogspot.com/2009/

12/hitung-eritrosit.html, diakses pada tanggal 06 April 2012 )

2. Mansyur Arif, Morfologi sel darah merah artikel, Bagian Patologi Klinik ,

Fakultas Kedokteran Unhas /UPL. Perjan RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

18

3. Zakaria, 2012. Morfologi Sel Darah Merah. (http://zakariadardin.wordpress.com/ 2012/01/09/morfologi-sel-darah-merah/, diakses pada tanggal 07 April 2012)

4. Hellen, 2009. Sistem Peredaran Darah manusia. (http://9reeners.wordpress.com/ 2009/01/30/sistem-peredaran-darah-manusia/, diakses pada tanggal 07 April 2012)

19

Anda mungkin juga menyukai