Anda di halaman 1dari 35

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Leukosit atau yang lebih dikenal sel darah putih adalah sel darah yang mengendung inti. Sintesis leukosit (leukopoiesis) dalam tubuh manusia merupakan salah satu dari proses sintesis sel darah atau hemtopoiesis. Proses hematopoiesis terjadi sejak di dalam kandungan, beberapa minggu setelah gestasi, kantung kuning telur (yolk sac) merupakan tempat utama terjadinya hematopoiesis. Setelah memasuki enam minggu sampai 6-7 bulan dalam kandungan dan sekitar dua minggu setelah lahir, hematopoiesis terjadi di hati dan limpa. Sumsum tulang adalah tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan kehidupan janin dan merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa anak dan dewasa yang normal. 1 Pada masa bayi, seluruh sumsum tulang bersifat hemopoietik, tapi pada masa kanak-kanak terjadi pergantian sumsum tulang oleh lemak yang sifatya progresif di sepanjang tulang panjang, sehingga pada masa dewasa sumsum tulang hemopoietik terbatas pada tulang rangka sentral serta ujung-ujung proksimal os femur dan humerus. Pada dewasa, hemopoiesis terjadi pada os vertebra (terutama sacrum), os. penyusun pelvis, os costae, os. Sternum, os calvaria, dan ujung proksimal os. femur.1 B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat berjudul leukosit adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tentang sintesis leukosit yang merupakan bagian dari proses hematopoiesis 2. Untuk mengetahui jenis-jenis leukosit dan fungsinya sebagai system pertahanan tubuh, serta kelainan leukosit (bentuk dan keganasan). 3. Untuk mengetahui cara membuat perparat darah apus sebagai media untuk melakukan penghitungan jenis leukosit.

C. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan referat ini adalah: 1. Bagi penulis: a. Sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Margono Soekarjo. b. Menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam pada umumnya, terutama yang berkaitan dengan hematologi khususnya. 2. Bagi pembaca: Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai leukosit.

BAB II PEMBAHASAN

A.

Hematopoiesis Normalnya proses hematopoiesis bergantung pada interaksi komplek dari

beberapa tipe sel, terutama sel induk hematopoiesis (stem cell) dan progenitor sel, serta sel mikroenvironment pada sumsum tulang yaitu sel stroma. Hematopoiesis bermula dari suatu sel induk pluripoten bersama yang menyebabkan timbulnya berbagai jalur sel yang terpisah. Fenotip sel induk manusia yang tepat belum diketahui, tapi pada uji imunologik sel tersebut adalah CD34+ dan CD38-. 2 Diferensiasi sel terjadi dari sel induk menjadi jalur eritroid, granulositik, dan jalur lain melalui progenitor hemopoietik terikat yang terbatas

perkembangannya. Salah satu contohnya adalah prekusor mieloid campuran yang terdeteksi paling dini, dimana menyebabkan timbulnya granuloist, erutrosit, monosit, dan megakariosit. Progenitor ini dinamakan CFU (colony-forming unit). Sumsum tulang juga merupakan tempat asal utama limfosit dan terdapat bukti adanya sel prekusor sistem mieloid dan limfoid. 3 Selama proses hematopoiesis, stroma sumsum tulang membentuk lingkungan yang sesuai untuk proliferisasi dan diferensiasi sel induk. Sumsum tulang tersusun atas sel stroma dan jaringan mikrovaskular. Sel stroma meliputi sel lemak (adiposit), fibroblas, sel retikulum, sel endotel, dan makrofag.. Sel-sel tersebut mensekresi molekul ekstraselular seperti kolagen, glikoprotein

(fibronektin dan trombospondin), serta glikosaminoglikan ( asam hialuronat dan dan derivat kondroitin) untuki membentuk suatu matriks ekstraselular. Selain itu, sel stroma mensekresi beberapa faktor pertumbuhan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel induk 2,3

Gambar 1. Proses hematopoiesis2

B. SINTESIS LEUKOSIT DAN JENIS-JENIS LEUKOSIT Sintesis leukosit di sumsum tulang merupakan salah satu bagian dari proses hematopoiesis pada manusia. Sintesis leukosit dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu fagosit dan imunosit. Fagosit meliputi sintesis sel-sel granulosit (leukosit dengan sitoplasma bergranula), yaitu basofil, eosinofil, dan netrofil serta sel agranulosit (leukosit dengan sitoplasma tidak bergranula) yaitu monosit. Sementara itu, imunosit akan mensintesis limfosit yang merupakan jenis leukosit agranular.1 1. Granulopoiesis Granulosit dan monosit dalam darah dibentuk dalam sumsum tulang dari suatu prekusor yang sama, yaitu Colony Forming Unit (CFU)- Granulosit Eritroid, Monosit, dan Megakariosit (GEMM). Sel prekusor ini merupakan mieloid campuran yang berasal dari sel induk pluripoten.1 Sel-se granulosit setelah keluar dari sumsum tulang dan masuk ke peredaran darah biasanya berada dalam peredaran darah selama 8 jam dan 4-5 hari pada jaringan yang membutuhkan, misalnya jaringan yang megalami peradangan.1,2

Granulopoiesis meliputi enam tahapan, mulai dari mieloblas di sumsum tulang sampai tahapan segmen yang berada di darah tepi. Tahapan sintesis sel granulopoiesis dimulai dari mieloblas, promielosit, mielosit, metamielosit, staf/batang, dan segmen. Tahapan ini berlaku bagi semua seri, baik basofil, eosinofil, dan netrofil.4 a. Mieloblas Merupakan tahapan paling awal dari granulopoiesis. Mieloblas merupakan sel muda dengan ukuran yang besar dan hanya terdapat di dalam sumsum tulang saja pada kondisi normal. Ciri-ciri mieloblas adalah sebagai berikut ; Ukuran sel: 15 - 25 m, bentuk sel: oval, kadang-kadang bulat. Warna sitoplasma: biru, tanpa halo perinuklear jelas atau dengan halo dengan halo perinuklear melebar. Granularitas: sitoplasma nongranular atau sedikit granula azurofilik atau tanpa granula azzurofilik. Bentuk inti: biasanya oval, kadang-kadang tidak teratur, jarang bulat. Tipe kromatin: halus, dengan tampilan reticular, nukleolus: tampak, ukuran sedang atau besar 1 sampai 4; lebih terang dari kromatin. Rasio inti/sitoplasma: tinggi atau sangat tinggi . Keberadaan di darah tepi tidak ada, keberadaan di sumsum tulang: < 5% .4 b. Promielosit Promielosit masih merupakan sel muda dan hanya berada di sumsum tulang saja. Sel ini sudah dapat dibedakan serinya dengan melihat warna sitoplasma dan ukuran granula. Promielosit memiliki ciri-ciri sebagai berikut ; ukuran sel 15 - 30 m, bentuk sel oval atau bulat, warna sitoplasma biru muda, dengan halo jelas, granularitas pekat, azurofilik banyak. Bentuk inti oval, tipe kromatin awal kondensasi, nucleolus tampak ukuran sedang atau besar ,lebih terang, kromatin, 1-2, kadang-kadang tak terlihat. Ratio inti/sitoplasma tinggi.. Keberadaan di peredaran darah tidak ada, sementara di sumsum tulang: < 5 % (netrofil), < 1% (eosinofil), < 1% (basofil).4 c. Mielosit Sama seperti mieloblas dan promielosit, mielosit masih merupakan stadium muda dari leukosit agranular dan normalnya hanya ditemukan di sumsum tulang saja. Ciri-ciri mielosit adalah sebagai berikut ; Ukuran sel 15 - 25 m,

bentuk sel oval, kadang-kadang bulat, warna sitoplasma biru, tanpa halo perinuklear jelas atau dengan halo perinuklear melebar. Sitoplasma nongranular atau sedikit granula azurofilik, bentuk inti biasanya oval, kadang-kadang tidak teratur, jarang bulat. Tipe kromatin halus, dengan tampilan reticular, nucleolus tampak, ukuran sedang atau besar 1 sampai 4; lebih terang dari kromatin. Rasio inti/sitoplasma sedang. Keberadaan di darah tidak ada, sementara di sumsum tulang sumsum tulang: < 5% .4 d. Metamielosit Metamielosit juga masih merupakan stadium muda dari sel granulosit, sama seperti mielosit. Metamielsoit sudah dapat dibedakan jenisnya dengan melihat warna sitoplasma dan ukuran granula. Metamielosit normalnya hanya berada pada sumsum tulang saja. Ciri-ciri metamielosit adalah sebagai berikut ; ukuran sel: 14 - 20 m, bentuk sel: oval atau bulat, warna sitoplasma pink, granula sedikit azurofilik dan neutrofilik, berbeda dalam jumlah. Bentuk inti lonjong, semicircular, tipe kromatin padat , nucleolus tidak terlihat. Rasio inti/sitoplasma sedang. Keberadaan darah tidak ada, sementara di sumsum tulang: 10 - 25 % 4. e. Staf/ Batang Staf/ batang juga masih merupakan stadium muda sel granulosit, banyak ditemukan di sumsum tulang, tapi juga sudah ditemukan dalam jumlah sedikit di dalam peredaran darah (<5%). Staf memiliki ukuran sel yang lebih kecil dari stadium muda sebelumya dan dapat dibedakan dengan lebih jelas jenisnya dengan melihat warna sitoplasma dan ukuran granula. Ciri-ciri staf adalah sebagai berikut ; ukuran sel: 14 - 20 m, bentuk sel oval atau bulat, warna sitoplasma sesuai dengan jenis granulosit (basofil : biru, eosinofil : merah, netrofil : jernih atau pink), granularitas sedikit azurofilik. Bentuk inti: lonjong, semicircular, tipe kromatin padat, nucleolus tidak terlihat. Rasio inti/sitoplasma rendah atau

sangat rendah. Keberadaan di peredaran darah < 5% , sementara di sumsum tulang: 5 - 20 % (netrofil) , < 2 % (eosinofil).4

Gambar 2. Leukosit stadium batang dari seri a. Basofil b. Netrofil c.Eosinofil f. Segmen Segmen merupakan stadium dewasa/matur dari sel granulosit, dan lebih banyak ditemukan dalam peredaran darah dibanding pada sumsum tulang. Segmen dapat dibedakan dengan jelas dengan melihat warna sitoplasma dan ukuran granula. Segmen netrofil memiliki sitoplasma berwarna jernih atau agak pink dengan granula kecil dan halus, segmen basofil memiliki sitoplasma berwarna biru dengan granula berukuran besar dan kasar, menutupi inti sel, sedangkan eosinofil memiliki sitoplasma berwarna merah dengan granula besarbesar yang tidak menutup inti. Segmen dibedakan dari staf dengan melihat bentuk inti yang lebih kecil, dimana diameter inti kurang dari 1/3 ukuran sel, sedangkan pada batang, diameter inti kurang lebih sepertiga ukuran sel. Sel ini normalnya ditemukan di peredaran darah dengan presentase 40-70% (netrofil), 2-4% (eosinofil), dan <1 % (basofil). Presentase di sumsum tulang lebih sedikit. Ciri-ciri segmen adalah sebagai berikut ; ukuran sel: 14 - 20 m bentuk sel oval atau bulat. Bentuk inti berlobus (normal kurang dari 5 lobus), tipe kromatin padat, rasio inti/sitoplasma rendah atau sangat rendah,, nukleolus tak terlihat.4

Gambar 3. Leukosit stadium segmen dari seri a. Basofil b. Netrofil c.Eosinofil 2. Monopoiesis Monopoiesis hamper sama dengan granulopoiesis, yaitu melalui tahapaitahapan dari sel muda di sumsum tulang hingga menjadi sel dewasa di peredaran darah. Sintesis dimulai dari Monoblas, promonosit, dan monosit. 5 a. Monoblas Monoblas merupakan stadium paling awal dari monopoiesis. Sel ini merupakan sel muda yang berukuran besar. Ciri-ciri monoblas adalah sebagai berikut ; ukuran 15 - 25 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat, sitoplasma warna

biru, biasanya muda, tanpa granul, atau sedikit granul halus

azurofilik. Bentuk inti oval, bulat, kadang-kadang tidak teratur, tipe kromatin kromatin kasar atau berkelompok, nucleolus tampak, ukuran sedang atau besar, lebih terang dari kromatin, jumlah 1 sampai 3. Rasio inti/sitoplasma tinggi /sangat tinggi. Sel ini normalnya hanya ditemukan di sumsum tulang saja dengan presentase < 1%, di peredaran darah tidak ada.5 b. Promonosit Promonosit merupakan stadium muda dari monosit, sel ini masih

berukuran besar karena merupakan sel muda. Ciri-ciri promonosit adalah sebagai berikut ; Ukuran 15 - 25 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat, warna sitoplasma terang, biru kelabu, tanpa granul, atau sedikit granul halus azurofilik Bentuk inti biasa tidak teratur, tipe kromatin kasar atau berkelompok . Nukleolus hampir tak tampak, ukuran sedang atau besar; lebih terang dari kromatin, 1 sampai 3. Rasio inti/sitoplasma sedang Distribusi di peredaran darah tidak ada, di sumsum tulang: < 1 % .5

c.

Monosit Monosit merupakan stadium akhir dari monopoiesis, sel ini merupakan sel

dewasa/matur yang normalnya lebih banyak berada pada peredaran darah. Monosit merupakan leukosit yang memiliki ukuran paling besar dengan bentuk tidak beraturan. Dalam peredaran darah, monosit memiliki waktu transit yang lebih singkat, yaitu 10-20 jam, sebelum menembus membrane kapiler menuju jaringan. Sel monosit di jaringan jika teraktivasi akan membengkak dan ukuranya menjadi lebih besar menjadi makrofag jaringan. Makrofag dapat bertahan kurang lebih satu bulan dan didestruksi jika melakukan fungsi fagosit. Ciri-ciri monosit adalah sebagai berikut ; ukuran 15 - 25 m, bentuk bulat, oval atau tidak teratur, warna sitoplasma abu-abu biru, granula tidak ada atau sedikit granul azurofilik halus. Bentuk inti biasanya tidak teratur, tipe kromatin kromatin kasar, berkelompok, nucleolus tidak terlihat. Rasio inti/sitoplasma sedang. Distribusi di peredaran darah: 1-6 %, di sumsum tulang: < 2 % .5

Gambar 4. Monosit pada peredaran darah, Monosit khas dengan sitoplasma biru lembayung, mengandung vakuola dan bentuk nukleus sangat tidak teratur 3. Limfopoiesis Limfopoiesis sedikit berbeda dengan granulopoiesis dan monopoiesis, karena tidak berasal dari CFU-GEMM, melainkan dari Limfoid Stem Cell (LSC) yang sama-sama berasal dari sel progenitor yang sama. Pada awal kehidupan pascanatal, sumsum tulang dan timus adalah organ limfoid primer tempat berkembangnya limfosit. Organ limfoid sekunder tempat pembentukan respon

imun spesifik adalah kelenjar getah bening, limpa, dan jaringan limfoid salaurn cerna dan pernapasan. Hoffbrand. Limfosit sangat berperan sebagai salah satu system imuntas tubuh. Respon imun bergantung pada dua jenis limfosit, yaitu sel B dan Sel T. Sel B bersifat humoral, berasal dari sel induk sumsum tulang. Sel ini jika teraktivasi akan menjadi sel plasma, kemudian menghasilkan immunoglobulin yang merupakan protein heterogen. 1,2 Sementara itu, sel T yang awalnya diproduksi oleh sumsum tulang akan bermigrasi ke kelenjar timus untuk berdiferensiasi menjadi sel T matur. Sel T merupakan system imun sellular yang memiliki dua jenis, yaitu T-helper (CD4+) dan T- sitolitik (CD8+). Tahapan sintesis limfosit di sumsum tulang dimulai dari Limoblas, prolimfosit, dan limfosit.6 a. Limfoblas Limfoblas merupakan stadium paling awal dari limfopoiesis, sel ini merupakan sel muda dengan ukuran yang besar. Normalnya sel ini hanya ditemukan di sumsum tulang saja. Ciri-ciri limfoblas adalah sebagai berikut ; ukuran 12 - 18 m, bentuk bulat, kadang-kadang oval, warna sitoplasma biru, biasanya gelap, lebih gelap dari promieloblas, granularitas tidak ada. Bentuk inti bulat, tipe kromatin homogen,, nucleolus terlihat, ukuran kecil atau sedang,lebih terang daripada kromatin, jumlah 1sampai 2. Rasio inti/sitoplasma tinggi. Distribusi dalam darah tidak ada, di sumsum tulang: < 1 % .6 b. Prolimfosit Prolimfosit juga masih merupakan stadium muda dari limfosit, normalnya hanya terdapat pada sumsus tulang saja. Ciri-ciri prolimfosit adalah sebagai berikut ; ukuran 12 - 18 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat, warna sitoplasma biru gelap, tanpa granul, Bentuk inti biasa tidak teratur, tipe kromatin kasar atau berkelompok . Nukleolus hampir tak tampak, ukuran sedang atau besar; lebih terang dari kromatin, 1 sampai 2. Rasio inti/sitoplasma tinggi Distribusi di peredaran darah tidak ada, di sumsum tulang: < 1 % .6 c. Limfosit Limfosit merupakan sel matur yang normalnya berada di peredaran darah dan keberadaan di sumsum tulang lebih sedikit. Limfosit memiliki ciri khas yaitu

10

ukuran sama/hampir sama dengan eritrosit normositik, berbentuk bulat, dan berwarna ungu intinya. Ciri-ciri limfosit adalah sebagai berikut ; ukuran 10 - 15
m, bentuk bulat, kadang-kadang oval, warna sitoplasma biru, granularitas

tidak ada. Bentuk inti bulat atau agak oval, tipe kromatin homogen, padat, nukleolus tidak terlihat, kadang-kadang hampir tidak terlihat , satu nukleolus kecil. Rasio inti/sitoplasma tinggi atau sangat tinggi .Distribusi darah 20 - 40 % sumsum tulang 5 - 20 % .6

Gambar 5. Limoosit pada peredaran darah (ungu), di sekitarnya terdapat eritrosit (merah), dan trombosit (ungu kecil).

C. FUNGSI MASING-MASING JENIS LEUKOSIT DAN APLIKASI KLINIS 1. Neutrofil Netrofil yang sudah matur akan masuk ke jaringan melalui proses yang disebut diapedesis, yaitu suatu lubang/celah pada pembuluh darah yang berukuran lebih kecil daripada sel. Netrofil matur masuk ke jaringan karena adanya chemotaxis yang dipicu oleh inflamasi jaringan, baik karena toxin bakteri atau virus, procuk degenerative dari jaringan yang inflamasi, reaksi berat baik komplek komplemen maupun plasma clotting pada daerah yang terinflamasi. Sel ini di jaringan akan melakukan fungsi fagositosis. Netrofil mendekati partikel yang akan difagosit, kemudian membentuk pseudopodia untuk mengelelingi partikel yang akan difagosit, sehingga terbentuk ruang tertutup di sekitar partikel. Partikel akan

11

masuk ke dalam rongga sitoplasma dan keluar dari membrane sel untuk membentuk vesikel fagositik yang mengapung (fagosom) di dalam sitoplasma. Satu netrofil dapat memfagosit 3-20 bakteri sebelum netrofil menjadi inaktif dan mati.1,2,3 Netrofil dapat mengalami peningkatan hitung jenis (leukositosis netrofil) jika ditemukan lebih dari 70% segmen netrofil. Kondisi ini dijumpai pada : infeksi bakteri (khususnya bakteri piogenik, lokal, atau generalisata), inflamasi dan nekrosis jaringan (miositis, vaskulitis, infark jantung, dan trauma), kelainan metabolic (uremia, eklampsia, asidosis, gout), semua jenis neoplasma (karsinoma, limfoma, melanoma), perdarahan akut atau hemolisis, terapi kortikosteroid, penyakit mieloproliferatif (CML, polisitemia vera, mielosklerosis), pengobatan dengan factor pertumbuhan myeloid (G-CSF, GM-CSF).1,7 Sementara itu, netrofil dapat mengalami peurunan hitung jeis (netropeni) jika ditemukan < 40%. Penyebab netropeni antara lain : congenital ( sindrom kostman), induksi obat ( anti inflamasi : aminopirin, fenilbutazon, antibakteri : kloramfenikol, kotrimoxazole, sulfasalazin, selazopirin, imipenem, antikonvulsan : fenitoin, karbamazein, antitiroid : karbimazol), autoimun ( SLE, sindrom felty, hipersensitivitas dan anafilaksis), leukemia limfositik granular besar, infeksi (virus : hepatitis, influenza, HIV, bakteri fulminan : tifoid, tuberculosis millier), kegagalan sumsum tulang, spleenomegali.1,7 2. Eosinofil Eosinofil ditemukan pada peredaran darah sekitar 2-4 %, sel ini memiliki daya fagosit yang lemah dan menghambat chemotaxis. Jika dibandingkan dengan netrofil, eosinofil masih diragukan dalam perannya terhadap beberapa infeksi. Eosinofil diproduksi dalam jumlah banyak pada infeksi parasit, dimana sel ini akan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi. Eosinofil tidak memfagosit parasit, karena ukuran parasit jauh lebih besar, tapi selini mengeluarkan molekul permukaan dan substansi yang membunuh parasit, terutama stadium yang masih muda. Proses ini melalui cara berikut : melepaskan enzim hidrolisis dari granula yaitu lisosom yang telah dimodifikasi, melepaskan oksigen reaktif kekuatan tinggi yang bersifat lethal terhadap parasit, dan melepaskan larvasidal polipeptida

12

(mayor basic protein). Selain terhadap parasit, eosinofil juga berperan dalam proses alergi, misalnya pada jaringan peribronchial pada asthma dan pada reaksi alergi kulit. Pada alergi, sel mast dan basofil melepaskan eosinofil chemotaktil factor yang menyebabkan eosinofil bermigrasi ke jaringanyang mengalami reaksi alergi. Eosinofil akan mendetoksifikasi substansi yang menginduksi inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan kemungkinan memfagosit dan merusak komplek alergan-antibodi yang tersebar pada proses inflamasi lokal.1,2,3 Eosinofil dapat mengalami peningkatan hitung jenis jika ditemukan >4% dari seratus sel atau disebut Eosinofilia. Kondisi ini dijumpai pada penyekit alergi (hipersensitivitas jenis atopic : asthma bronchial, hay fever, urtikaria, dan hipersensitif terhadap makanan), penyakit parasit (amubiasis, infeksi cacing : askariasis, anchylostomiasis, skistosomiasis, trikonosis, filariasis, cacing pita), pemulihan dari infeksi akut, penyakit kulit tertentu :SSJ, psoriasis, pemfigus, dermatitis herpetiformis, eosinofilia pulmonum, sindrom hipereosinofilik, sensitivitas obat, poliareritis nodusa, penyakit Hodgkin dan beberapa tumor lain, keganasan metastasis dengan nekrosis tumor, leukemia eosinofilik (jarang), pengobatan dengan GM-CSF.1,7 3. Basofil Basofil dalam sirkulasi darah menyerupai sel mast, yang banyak terdapat terutama di luar kapiler. Baik sel mast maupun basofil akan membawa heparin ke dalam darah, sehingga mencegah pembekuan darah. Basofil dan sel mast akan melepaskan histamine, dan sedikit bradikinin dan serotonin. Basofil memiliki peranan yang penting pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibody yang mengakibatkan reaksi alergi, yaitu IgE akan menempel pada basofil. Saat spesifik antigen untuk spsesfik antibody (IgE) bereaksi dengan antibody, akan mengakibatkan basofil pecah dan akan melepaskan histamine, bradikinin, serotonin, heparin, slow-reacting substance of anaphylaxis, dan enzim lisosomal. Ini mengakibatka lokal vascular berupa vasodilatasi dan reaksi jaringan yang memunculkan alergi.1,2 Peningkatan hitung jenis basofil (Basophilia) terjadi jika ditemukan > 1 % basofil dalam 100 sel leukosit. Basophilia terjadi pada myeloproliverative disorder (CGL,

13

CML, PRV, myelofibrosis, esensial trombositemia, basofilik leukemia), AML, Hipotiroidisme, reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE, inflammatory disorder (rheumatoid diseases, colitis ulserative), estrogen, inveksi virus, radiasi, hiperlipidemia.1,7 Sementara itu, jika jumlah hitung basofil < 1 % dalam 100 sel leukosit disebut basopenia. Basopenia terjadi pada inflamasi, termasuk infeksi, tirotoksikosis, perdarahan, sindrom cushing, reaksi alergi, progesterone.7 4.Monosit Sama seperti netrofil, makrofag memiliki daya fagosit yang besar. Makrofag merupakan monosit yang sudah teraktivasi dan masuk ke dalam jaringan. Di dalam tubuh, makrofag akan menempati jaringan tubuh, ada beberapa makrofag yang menempati jaringa tertentu, yaitu makrofag di sinusoid hepar (sel Kupffer), makrofag di otak (microglia), makrofag di kulit dan subkutan (histiosit), makrofag di limfonodi, dan makrofag di paru-paru (makrofag alveolar). Jika sudah diaktifkan oleh system imun tubuh (TNF alfa, IL-1daya fagosit jauh lebih besar dari netrofil, karena mampu memfagosit sekitar 100 bakteri. Makrofag juga memiliki kemampuan untuk memakan partikel yang jauh lebih besar, seperti eritrosit, parasit malaria. Setelah memfagosit, makrofag dapat menampung produk residu di sitoplasma dan inti (terbentuk vakuola) dan mampu bertahan beberapa bulan di jaringan. 1,2 Partikel yang difagosit akan dicerna oleh intraselular enzim, partikel asing akan oleh lisosom setelah kontak dengan vesikel fagosit dan fusi dari membrane. Setelah itu, fagosit vesikel akan menjadi vesikel digestif yang akan segera mencerna partikel. Selain itu, lisosom pada makrofag juga mengandung lipase dalam jumlah besar yang akan mencerna lipid yang tebal pada beberapa dinding sel bakteri, terutama M.tuberkulosis Pada makrofag juga mengandung bactericidal agent yang akan membunuh bakteri jika enzim lisosom gagal mencerna bakteri. Efek pencernaan antigen juga berasal dari agen oksidasi yang kuat yang dibentuk oleh enzim pada membrane fagosome atau oleh special organelle, yaitu peroksisom. Oksidasi agen meliputi superoksida (O2-) dalam jumlah besar, jidrogen peroksida (H2O2) dan ion hidroksil (-OH-) yang semuanya bersifat lethal

14

terhadap bakteri meskipun dalam jumlah terbatas. Selain itu juga enzim lisosomal, myeloperoksidase, katalisasi reaksi antara H2O2 dan ion clorida yang membentuk hipochlorit yang sangat bakterisidal. 2 Monosit dalam peredaran darah jumlahnya 8-10%, jika >10% dalam 100 sel leukosit disebut monositosis. Monositosis antara lain disebabkan oleh : infeksi bakteri kronik (TBC, bruselosis, endokarditis bakterialis, tifoid), infeksi protozoa (malaria, trypanosomiasis), netropenia kronik, penyakit Hodgkin dan keganasan lain, mielodisplasia (khususnya leukemia mielomonositik kronik), pengobatan dengan GM-CSF atau M-CSF. Apabila dalam peredaran darah jumlahnya < 8% dalam 100 sel leukosit, disebut Monositopenia, misalnya pada penyakit autoimmune (SLE), hairy cell leukemia, obat-obatan : glukokortikoid, chemotherapy.1,7 5.Limfosit Limfosit merupakan leukosit agranular dengan rasio inti/sitoplasma tinggi. Limfosit jenis natural killer (NK) memiliki prominen pada granula sitoplasma. Leukosit secara prinsip dibagi dua, yaitu sel B dan sel T. Sel B mengekspresikan monoclonal permukaan (bukan sitoplasma) berupa IgM dan seringnya IgD. Stimulasi Sel B melalui keterkaitan lintas permukaan molekul Immunoglobulin atau melalui sel efektor sel T menyebabkan diferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma berperan dalam imunitas humoral melalui sekresi Immunoglobulin.1 Sel T berasal dari sel induk yang mengalami pematangan di kelenjar Timus dan mengekspresikan molekul reseptor sel T (CD3) pada permukaan sel. Sel T bertanggung jawab sebagai sel mediasi imun, misalnya hipersensitivitas tipe lambat (tipe 4), graft rejeksi, kontak alergi, dan reaksi sitotoksik.1,7 Dalam peredaran darah, jumlah limfosit normalnya 20-40 % dalam 100 sel leukosit. Jika jumlahnya lebih dari 40 %, disebut leukositosis. Penyebabny antara lain : leukemia dan limfoma (CLL, NHL, Hodgkins diseases, ALL, hairy cell leukemia, Waldenstorms macroglobulinemia, heavy chain diseases, mycosis fungoides, Sezary syndrome, large granular limfosit leukemia, adult T-cell leukemia limfoma (ATLL), infeksi (Ebstein-Barr virus, Cito Megalo Virus, Toxoplasma gondii, rickettsial infeksi, Bordotella pertussis,, mumps, varicella,

15

coxsackievirus, rubella, hepatitis virus, adenovirus), stress (Miocardial infark, sickle crisis, trauma, rheumatoid diseases, adrenalin, vigrouse exercise, post spleenectomy, thalassemia intermedia.1,7 Sementara itu, jika hitung jenis limfosit kurang <20 %, dalam 100 sel leukosit disebut limfopenia. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh : Malignant disease . (Hodgkins disease, NHL, non-haematopoietic cancers,

angioimmunoblastic lymphadenopathy), MDS, Collagen vascular disease (rheumatoid, SLE, GvHD), Infections HIV, Chemoterapi, pembedahan, luka

bakar, gagal hati, ARF dan CRF, anoreksia nervosa, defisiensi besi, anemia aplastik, sindrom cushing, sarcoidosis, kelainan congenital (SCID, reticular disgenesis, agammaglobulinemia, aplasia timus, ataksia telangiectasia.1,7 6. Kelainan leukosit a. Leukimia Keganasan leukosit yang sering dijumpai adalah leukemia atau biasa disebut kanker darah. Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami transformasi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal (Baldy, 2006). Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia mielogenosa.2 Walaupun penyebab dari leukemia tidak diketahui, predisposisi genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan (Baldy, 2006). Diduga hal ini dapat disebabkan oleh interaksi sejumlah faktor, diantaranya 1) Neoplasia; 2) Infeksi; 3) Radiasi; 4) Keturunan; 5) Zat kimia, misalnya benzen, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastil,dikaitkan dengan frkuensi yang meningkat khususnya agen-agen alkil, dan 6) Perubahan kromosom.1 Klasifikasi besar adalah leukemia akut dan kronis. Leukemia akut, dimana terdapat lebih 50% mieloblas atau limfoblas dalam sumsum tulang pada gambaran klinis, lebih lanjut dibagi dalam leukemia mieloid (mieloblastik) akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (ALL). Leukemia kronis mencakup dua tipe utama, leukemia granulositik (mieloid) kronis (CGL/CML) dan leukemia limfositik

16

kronis (CLL). Tipe kronis lain termasuk leukemia sel berambut, leukemia prolimfositik, dan berbagai sindroma mielodisplastik, yang sebagian dianggap sebagai bentuk leukemia kronis dan lainnya sebagai pre-leukemia.1 Leukemia limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat kanker, biasanya dimulai di nodus limfe atau jaringan limfositik lain dan menyebar ke daerah tubuh lainnya. Leukimia mielogenosa dimulai dengan produksi sel mielogenosa muda yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh, sehingga leukosit diproduksi di banyak organ ekstramedular, terutama di nodus limfe, limpa, dan hati.2,10. Pemeriksaan dan Diagnosis Leukemia8

Hematologi rutin dan Hitung darah lengkap digunakan untuk mengetahui kadar Hb-eritrosit, leukosit, dan trombosit. Retikulosit jumlah biasanya rendah, jumlah trombosit mungkin sangat rendah (<50.000/mm), leukosit : mungkin lebih dari 50.000.

Apus darah tepi digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah, berupa bentuk, ukuran, maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan hematologi.

Aspirasi dan biopsi sumsum tulang digunakan untuk mengetahui kondisi sumsum tulang, apakah terdapat kelainan atau tidak. Karyotipik digunakan untuk mengetahui keadaan kromosom dengan metode FISH (Flurosescent In Situ Hybridization). Immunophenotyping mengidentifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya dengan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat pada permukaan membran sel.

Sitokimia merupakan metode pewarnaan tertentu sehingga hasilnya lebih spesifik daripada hanya menggunakan morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang.

Analisis sitogenetik digunakan untuk mengetahui kelainan sitogenetik tertentu, yang pada leukemia dibagi menjadi 2: kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan

17

yang menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom. Biologi molekuler mengetahui kelainan genetik, dan digunakan untuk menggantikan analisis sitogenetik rutin apabila gagal. b.Kelainan Bentuk leukosit 4,9 o . Hipersegmentasi Polimorfonuklear.

o . Limfosit plasma biru : ( pada DHF )

o . Pelger Huet : Neutrofil dengan hiposegmentasi.

18

o . May Hegglin = Dohle Bodies oleh karena kelainan degenerasi.

o . Chediak Higasi.

o . Alder Reilly.

o . Hipogranulasi Granula berkurang.

o . Sel L.E.( Lupus Erimatosus )

19

o . Batang Auer : pada AML ( Akut Myeloblastic Leukemia )

o . Inklusi Supras : pada AML.

o . Granula Toksik.

o . Bentuk Piknotik / degenerasi.

20

o . Vakuolisasi

D. HITUNG JENIS LEUKOSIT (DIFFERENTIAL COUNTING) Sebelum melakukan hitung jenis leukosit, terlebih dahulu harus dibuat sediaan apus darah tepi (SADT) menggunakan objek glass. Pewarna yang digunakan adalah pewarna Romanowsky, yaitu Wright, Giemsa, dan paduan May Grunwald dan Giemsa. Pewarnaan dengan giemsa lebih banyak digunakan walaupun gambaran granula dari masing-masing seri leukkosit kurang jelas dibanding pewarnaan Wright.9 Alat yang dibutuhkan :9 1. Obyek glass yang bersih. 2. Spreader / penggeser. 3. Pipet darah dan pengaduk. 4. Bak pengecatan. 5. Bak pengeringan. 6. Timer. 7. Gelas ukur. Reagensia :9 1. Giemsa. 2. larutan penyangga pH 6,4 atau dengan aquadest pH 6,4. 3. Methanol ( 90 % ) untuk fiksasi. Bahan :9 Darah vena atau kapiler.

21

Cara membuat preparat darah hapus :9 1. Ambil obyek glass yang bersih, letakan 1 tetes darah ( tidak melebihi 2 mm ) disisi kanan. Gambar :

2. Sentuh tetesan darah dengan spreader, darah akan melebar sepanjang spreader. Gambar :

3. Dorong spreader ke arah kiri dengan sudut 450 keringkan. Gambar :

22

4. Amati preparat baik bila : o lebar dan panjang tidak memenuhi seluruh kaca obyek o secara gradual penebalannya berangsur-angsur menipis dari kepala ke arah ekor o ujung ekor tidak berbentuk bendera robek o tidak berlubang-lubang o tidak terputus-putus o tidak terlalu tebal atau terlalu tipis Gambar :

Biarkan sediaan kering di udara.

Bari identitas di kepala dengan menggunakan lidi, pinsil, label.

5. Fiksasi dengan methanol 90 % selama 10 menit ( beberapa buku menyebutkan cukup 2 3 menit ) Gambar :

23

6. Buat larutan Giemsa kerja dari Giemsa stock dan buffer Sorensen dengan perbandingan 1 : 9 untuk buffernya. Buat setiap hari. Gambar :

7. Preparat yang telah dicat digenangi larutan Giemsa selama 20 menit. 8. Bilaslah dengan air yang mengalir. 9. Keringkan di udara. 10. Setelah kering dapat diolesi lacquer. Cara Membaca Preparat Darah Tepi

Preparat darah tepi dibagi dalam beberapa zone seperti diatas. Bila dilihat dengan mikroskop akan tampak sebagai berikut :9

24

Zone I (Irreguler zone) 3%

Zone II (Thin zone) 14%

Zone III Thick zone) 45%

Zone IV (Thin Zone) 18%

Zone V (even zone) 11%

Zone VI (Very thin zone) 14%

Dengan pemeriksaan 10 x ( obyektif ) Orientasi seluruh lapangan pandang. Periksa adanya sel sel asing, parasit. Estimasi jumlah leukosit.

Dengan pembesaran 40 x ( obyektif ) Hitung jenis sel darah putih. Morfologi sel darah merah.

Untuk pemula sebaiknya menggunakan perbesaran 100x objektif. Dengan pembesaran 100 x ( obyektif ) Penegasan. Bangunan khas. Estimasi Trombosit menurut Barbara Brown.

25

Arah perhitungan tertentu seperti dibawah ini :9 Gambar :

Table hitung jenis leukosit normal. 1 Eos Bas Staf Sg Limf Mono Jml 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100 2 3 4 5 6 7 8 9 10 jumlah

Distribusi sel : Limfosit Monosit Neutrofil Pelaporan : : di tengah. : tepi / ekor. : tepi / ekor.

E / B / St / Sg / L / M. Misal : 4 / - / 1 / 56 / 38 / 1. Eritrosit berinti muda dilaporkan :./ 100 Leukosit. Nilai normal menurut Miller : Eosinofil Basofil : 1 4 %. : 0 1 %.

26

Stab Segmen Limfosit Monosit Hasil Perhitungan

: 2 5 %. : 50 70 %. : 20 40 %. : 1 6 %.

Hasil perhitungan jenis leukosit dalam 100 sel leukosit harus dihitung persentasinya dari masing-masing jenis leukosit. Apabila hasil perhitungan menunjukan jumlah sel-sel Poli Morfo Nuklear (PMN) seperti batang maupun segmennetrofil, disebut shift to the left . Sedangkan apabila jumlah leukosit Mono Morfo Nuklear (MMN) seperti limfosit dan monosit meningkat, disebut shift to the right.9

27

BAB III KESIMPULAN


1. Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu pertahanan tubuh yang disintesis di sumsum tulang dan organ limfoid. 2. Leukosit secara umum dibagi dua jenis, yaitu seri granulosit (eosinofil, basofil, dan netrofil) dan seri agranulosit (limfosit dan monosit). 3. Penghitungan jenis leukosit dilakukan menggunakan sediaan apus darah tepi yang telah difiksasi dan diwarnai, kemudian diamati di bawah mikroskop. Hitung jenis dilakukan pada 100 sel leukosit, kemudian dihitung presentase masingmasing jenis.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffbrand, A.V, J.E Pettit, P.A.H Moss. Pembentukan sel darah (hemopoiesis). Dalam Kapita Selekta Hematologi edisi 4. Jakarta : EGC. 2005. 2. Guyton, Arthur C. and John E. Hall. Blood cell, immunity, and blood clotting. Textbook of Medical Physiology Eleventh edition. Pennsylvania : Elsevier Saunders. 2006. 3. Theml, Harald, Heinz Diem, and Torsten Haferlach. Physiology and Pathophysiology of Blood cell. Colour Atlas of Hematologysecond edition. Stutgart : Thieme. 2004. 4. Lewandowski, Krzysztof and Andrzej Hellmann. Atlas of Granulopoiesis. Poland : Gdansk. 2006. 5. Lewandowski, Krzysztof and Andrzej Hellmann. Atlas of Monopoiesis. Poland : Gdansk. 2006. 6. Lewandowski, Krzysztof and Andrzej Hellmann. Atlas of Limfopoiesis. Poland : Gdansk. 2006. 7. Provan, Drew, Charles R.J. Singer, Trevor Baglin, and John Lilleyman. White cell abnormalities. Oxford Handbook of Clinical Haemotology second edition.. Oxford University press. 2004. 8. Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2007. 9. Tim Patologi Klinik FK-UNSOED. Buku Petunjuk Praktikum Patologi Klinik. Laboratorium PK FK-UNSOED. 2006. 10. Bain, Barbara J. The Nature of Leukaemia, cytology, cytochemistry, and the fab classification of acute leukaemia. Leukaemia Diagnosis fourth edition. Willey-Blackwell. 2010.

29

REFERAT LEUKOSIT

Diajukan kepada: dr. Wahyu Djatmiko, Sp.PD

Disusun oleh: Patrice Yuandita G1A209066

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2010

30

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT LEUKOSIT Diajukan untuk memenuhi syarat ujian di SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh: Patrice Yuandita GIA209066

Purwokerto,

Desember 2010

Pembimbing,

dr Wahyu Djatmiko, Sp.PD

KATA PENGANTAR

31

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, dan karuniaNYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya referat yang berjudul Syok Pada Anak dan Penatalaksanaannya Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak akan tercapai tanpa bantuan dari semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyususnan karya tulis ilmiah ini. Oleh karenanya pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan referat ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu segala kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan di masa mendatang. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca.

Purwokerto,

Juni 2010

Penulis

32

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULi HALAMAN PENGESAHAN.ii KATA PENGANTAR.iii BAB I PENDAHULUAN 1.LATAR BELAKANG.1 2.TUJUAN PENULISAN..2 BAB II PEMBAHASAN 1. KESEIMBANGAN CAIRAN TUBUH PADA ANAK3 2.SYOK PADA ANAK..15 A. DEFINISI...15 B. KLASIFIKASI SYOK..19 1. SYOK HIPOFILEMIK..19 1.1 DEFINISI..19 1.2 ETIOLOGI19 1.3. EPIDEMIOLOGI19 1.4.PATOFISIOLOGI....20 1.5.TANDA DAN GEJALA KLINIS24 1.6. PENEGAKAN DIAGNOSA..26 1.7.KOMPLIKASI.28 2. SYOK KARDIOGENIK..29 2.1 DEFINISI.29 2.1 ETIOLOGI...29 2.3 EPIDEMIOLOGI.31

33

2.4 PATOFISIOLOGI.. ..32 2.5 TANDA DAN GEJALA.35 2.6 PENEGAKAN DIAGNOSA.35 2.7 KOMPLIKASI...37 3. SYOK SEPSIS..37 3.1 DEFINISI37 3.2. EPIDEMIOLOGI..37 3.3. ETIOLOGI38 3.4 PATOFISIOLOGI.39 3.5.TANDA DAN GEJALA...45 3.6. PENEGAKAN DIAGNOSA...46 3.7. KOMPLIKASI.47 4. SYOK DISTRIBUTIF..49 4.1 DEFINISI49 4.2. ETIOLOGI....49 4.3. EPIDEMIOLOGI.51 4.4 PATOFISIOLOGI.51 4.5.TANDA DAN GEJALA...54 4.6. PENEGAKAN DIAGNOSA...55 4.7. KOMPLIKASI..55 3.PENATALAKSANAAN SYOK PADA ANAK56 3.1 PENATALAKSANAAN SYOK HIPOVOLEMIK56 3.2 PENATALAKSANAAN SYOK KARDIOGENIK59 3.3 PENATALAKSANAAN SYOK SEPSIS.....62 3.4 PENATALAKSANAAN SYOK DISTRIBUTIF66

34

BAB III KESIMPULAN.68 DAFTAR PUSTAKA..69

35

Anda mungkin juga menyukai